Share

7. Salah Paham

Author: Kristalbee
last update Last Updated: 2024-11-08 14:20:05

Kalimat itu membuat aliran darah Sheila berdesir. Dadanya berdebar, sebuah rasa yang menghadirkan kebimbangan di benaknya. Sheila menahan napas ketika Bara semakin merunduk bahkan hampir menyentuh bibirnya. 

"Tuan, hari ini ada rapat pen──"

Anton berhenti berbicara ketika dia hampir masuk ke kamar Bara. Matanya melebar, Anton menelan ludahnya kasar. Pria itu segera berbalik badan. 

Refleks, Sheila berapaling muka sedangkan

Bara segera menegakkan punggungnya. 

"Siapa yang menyuruhmu masuk? Kenapa tidak mengetuk pintu?" gertak Bara dengan intonasi suara beratnya. Dari kerutan yang kentara di dahinya──jelas menunjukan jika Bara marah karena momen romantisnya terganggu.

"Ma-maaf, saya lancang Tuan, tapi pintu ini tidak ditutup tadi." Anton tergagap, aura Bara mengintimidasinya.

Bara mendengus, dia beralih menatap Sheila hangat sembari mengusap puncak kepala Sheila.

"Aku tinggal dulu, hanya sebentar, Shei," ucap Bara lembut.

Sheila mengangguk kecil. Dalam hati Sheila sangat berterima kasih pada Anton yang datang tepat waktu. Jika tidak, Sheila tidak tahu bagaimana selanjutnya.

Bara berjalan menghampiri Anton. Tangannya menarik kenop pintu dan menutupnya.

"Lain kali jangan lakukan itu!" peringat Bara menatap tajam Anton.

"Maaf Tuan, saya lupa jika anda telah memiliki pasangan," sesal Anton.

Bara menyilangkan kedua tangan. "Saya ingin kamu mengatur ulang jadwal saya. Kosongkan jadwal hari ini. Saya ingin merawat Sheila, dia sedang sakit," perintah Bara tegas.

"Tapi rapat ini penting, Tuan," kata Anton mengingatkan.

"Maksud kamu Sheila tidak penting?" tanya Bara emosi.

Anton terdiam, dia jadi serba salah di depan Bara.

"Dia lebih penting dari segalanya!" tegas Bara membuat Anton menyesal mengatakan kalimatnya tadi.

"Baiklah Tuan, saya akan handle semuanya," pungkas Anton.

"Seharusnya memang begitu kan?" sinis Bara.

Anton mengangguk. "Permisi," pamitnya lalu melenggang pergi.

Bara mengamati Anton yang turun dari tangga, dia teringat sesuatu.

"Oh, iya, waktunya Sheila sarapan," gumam Bara.

Bara menjentikkan jari, dia melangkah turun menuju dapur berinisiatif membuat makanan untuk Sheila.

Bara mulai mengambil beras, lalu mencucinya. 

"Ada yang bisa saya bantu Tuan?" salah satu Pelayan menghampiri Bara. 

Bara mengambil panci──memasukan beras lalu menuangkan air.

"Tidak, aku ingin memasaknya sendiri, untuk istriku tercinta," jawab Bara tersenyum.

Bara mengernyit, sejak kapan dia menjadi lebay seperti ini? Itu pasti karena Sheila. Wanita itu benar-benar membuat sisi lain Bara muncul sendirinya. Ternyata orang kasmaran itu semenyenangkan ini.

Pelayan itu ikut tersenyum. "Baiklah Tuan, jika nanti Tuan butuh bantuan, panggil saya," pungkas Pelayan berseragam hitam putih itu. 

"Hm," gumam Bara.

Bara terus mengaduknya, dia menambahkan sedikit garam. Aromanya menguar, sekian menit berlalu. 

Ketika dirasa matangnya sudah pas, Bara mematikan kompor. Dengan hati-hati dia memindahkan bubur itu ke dalam mangkuk.

Senyum manis terus menghiasi wajah Bara yang berjalan membawa nampan berisi bubur buatannya. Perasaan bangga melingkupi dirinya. Setelah ini Sheila pasti akan memujinya lantaran menjadi suami siaga sekaligus perhatian.

Dia memang suami idaman!

"Sheila, aku buatkan bubur untukmu," ucap Bara sampai di kamar.

Bara langsung menaruh nampannya di nakas dan bergegas mendekati Sheila yang menurunkan kakinya dari ranjang.

"Mau kemana, Shei?" tanya Bara cemas memegang Sheila yang tampak lemas.

"Aku mau ke kamar mandi," jawab Sheila yang berusaha berdiri namun kepalanya terasa pusing.

"Mau apa?" Sheila menghalau Bara dengan tangannya terselip nada waspada 

"Menggendongmu sayang," jawab Bara.

Tanpa persetujuan Sheila, Bara langsung mengangkat tubuhnya. 

"Apa gini-gini?" tanya Bara lalu menirukan bibir Sheila yang manyun.

"Apa sih! Bukan apa-apa!" kilah Sheila, pipinya merona. 

Bara menurunkan Sheila pelan, Sheila hendak menutup pintu tapi Bara tak kunjung keluar.

"Kenapa masih di sini?" protes Sheila, ia sedikit menghentakan kaki.

"Keluar," usir Sheila mendorong Bara.

"Nanti kau butuh bantuan," ucap Bara.

"Tidak!" seru Sheila menutup pintu.

Bara terkekeh geli, dia berdiri di depan pintu menunggu Sheila keluar. Sheila berjalan tertatih membuat Bara berniat menjahili Sheila.

"Shei, kau seperti orang pincang," sindir Bara.

Sheila memperhatikan cara jalannya. Wajahnya memerah karena malu. "Terus daja ketawa, ejek aja aku terus!" kesal Sheila.

"Awas Shei, nanti tandukmu keluar," ejek Bara tertawa.

Di sisi lain Sheila merasakan mual, seperti ada yang menekan perutnya kuat ia tidak tahan lagi.

"Huwek!"

Sheila muntah mengenai baju Bara. Dia dengan cepat menutup mulutnya dengan dua tangan. 

"Maaf," cicit Sheila takut Bara akan memarahinya. 

Bara sempat terkejut namun dia bersikap biasa saja.

"Tidak apa Shei," Bara melepas bajunya. 

Pria itu bertelanjang dada saat ini. Jantung Sheila berdebar melihat tubuh kekar Bara. Perut sixpack, serta lengan kekar Bara. Astaga! Kenapa Bara sangat menawan?

"Jangan-jangan kau hamil," cetus Bara membuat Sheila melotot.

Pandangan Bara turun pada perut rata Sheila lalu mengusapnya.

Sheila mencubit hidung Bara, ingin rasanya menyentil otak Bara. Hey, tidak masuk akal secepat itu.

"Kamu ini ngawur! Tidak mungkin! Ini pasti efek sakit," kilah Sheila.

"Kalau begitu ... aku akan melakukannya lagi agar kau cepat hamil," kata Bara semangat.

"Dasar mesum!" rutuk Sheila memukul lengan Bara.

"Mesum sama istrinya sendiri tidak boleh?" goda Bara menatap Sheila dari ujung rambut hingga kaki.

Sheila mencebik. "Beri aku waktu Bara," pinta Sheila lemah.

"Aku hanya bercanda," kekeh Bara.

Bara mengambil mangkuk buburnya, ia kembali duduk di sisi Sheila.

"Aku tidak mau, perutku mual," tolak Sheila menutup mulutnya.

"Tapi kau harus tetap makan," bujuk Bara.

Sheila menggeleng.

"Kau harus minum obat sebelum makan dulu," perintah Bara membuka bungkus obat untuk Sheila. 

Sheila lantas menelan pil obat itu sembari meminum air putih.

"Makan ya, sedikit saja," pinta Bara mengarahkan sendok ke mulut Sheila.

Sheila masih enggan membuka mulut membuat Bara menurunkan sendoknya.

"Shei, apa kau tidak kasihan padaku? Aku yang membuat ini? Apa kau tidak mau mencicipinya?" tanya Bara dengan wajah memelas yang membuat Sheila iba.

Sheila lalu menerima suapan bubur itu, namun hanya sampai tiga sendok saja. 

"Sudah cukup," kata Sheila.

Bara lalu meletakan mangkuk bubur itu, ia tidak ingin memaksa. Setidaknya perut Sheila terisi walau sedikit.

Ponsel Sheila berdenting, Sheila lantas meraihnya.

"Mama," gumam Sheila namun

Bara langsung merebut ponsel Sheila.

"Bara, jangan diambil!" seru Sheila.

"Aku hanya memastikan, pesan masuk itu dari siapa," kata Bara dingin.

Yang masuk memang pesan dari Laras tapi Sheila lupa belum menghapus riwayat chat-nya bersama Bryan. Habislah dia jika Bara membacanya.

"Bara, kembalikan!" pinta Sheila berdiri berusaha menjangkau ponselnya yang diangkat tinggi oleh Bara.

"Harusnya jika tidak ada apa-apa, kau tidak perlu takut, Shei," balas Bara.

Sikapmu yang berlebihan membuatku curiga.

Bara diam ketika dia melihat kontak Bryan. Seketika emosinya membuncah.

"Ternyata kau masih menyimpan kontak Pria payah itu! Kenapa kau tidak menghapusnya?" geram Bara.

Bara semakin terkejut saat membaca pesan dari Sheila untuk Bryan.

"Kamu berencana untuk kabur dariku dengan dia?! Kau keterlaluan Shei!" kelakar Bara membanting ponsel Sheila. Layar ponsel itu retak, terhempas ke lantai.

"Bara dengarkan aku!" pinta Sheila memegang lengan Bara.

Bara menatap nyalang Sheila.

"Apa yang perlu aku dengar? Semua sudah jelas di depan mata!" bentak Bara membuat Sheila menangis.

"Kau masih mengharapkan dia? Maka dari itu kau belum mencintaiku? Apa kurangnya aku Shei?" tanya Bara mengguncang bahu Sheila.

"Kamu datang di waktu yang salah Bara!" Bibir Sheila bergetar mengucapkannya.

"Tapi aku orang yang tepat untukmu, Sheila!" tekan Bara.

"Itu pendapatmu," lirih Sheila.

Bara menarik dagu Sheila, mata tajam Bara beradu dengan mata sendu Sheila.

"Kau pun tidak bisa mengelak jika takdir membawamu padaku!" tegas Bara. Entah kenapa Bara yakin jika Sheila adalah jodohnya, Sheila hanya untuknya.

"Melupakan seseorang tidak secepat jatuh cinta!" ungkap Sheila.

Bara mencengkeram rahang Sheila. "Itu hanya alasanmu!"

"Bayangkan saja kamu di posisiku!" seru Sheila.

"Aku tidak akan menjadi lemah sepertimu!" bentak Bara menghempas wajah Sheila. Air mata Sheila mengalir deras, sesak menghimpit dadanya.

"Kamu bisa mengatakannya karena kamu punya segalanya!" 

"Aku dan Bryan itu bertolak belakang! Dia bahkan tidak bisa berdiri dengan kedua kakinya sendiri!" kelakar Bara mengepalkan tangan.

"Kalau pun aku menjadi Bryan, aku akan terus menpertahankan Wanita yang aku sayangi walaupun nyawa taruhannya!" pungkas Bara.

Bara keluar kamar dengan perasaan marah yang membuncah. Dia membanting pintu kasar. 

Sheila luruh, seluruh tubuhnya lemas. Terduduk di lantai seraya memeluk lututnya. Bara mudah sekali tersulut emosi dan salahnya kian memperburuk situasi.

Tapi, bukankah begini yang Sheila mau? Membuat Bara membencinya, tapi kenapa hati kecilnya tidak rela? Mengapa seperti ada yang hilang? 

"Aku memang ingin pergi darimu, tapi ... sekarang tidak lagi," lirih Sheila.

Related chapters

  • Jerat Cinta CEO Posesif   8. Barbar Posesif

    Bara berada di ruang olahraga miliknya yang terletak di lantai dua. Dia terus meninju samsak di depannya secara brutal. Bara tidak habis pikir, Sheila begitu keras kepala. Alih-alih meminta maaf, Sheila terus menyanggah ucapannya. "Argh!" teriaknya. "Sheila ... Apa sesulit itu kau membalas perasaanku?" erang Bara frustasi. Jujur saja dia belum pernah jatuh hati sedalam ini.Bara berhenti dengan napas yang terengah-engah. Pelampiasannya cukup berpengaruh, emosinya perlahan mereda. Matanya terpejam lama merasakan butiran keringat menetes ke lehernya.Perasaannya mulai tenang. Bara akui dirinya egois karena terlalu menuntut Sheila. Harusnya dia sadar perasaan tidak bisa dipaksa secepat yang dia inginkan. "Aku harus sabar, ini hanya masalah waktu," gumamnya. Bara berdiri dan berjalan cepat menemui Sheila yang berada di kamar utama lantai tiga. Bara memegang kenop pintu sembari mengayunkannya pelan."Shei," panggil Bara lembut.Pandangan Bara menyapu ke seluruh penjuru, tapi Sheila t

    Last Updated : 2024-11-08
  • Jerat Cinta CEO Posesif   9. Dibandingkan

    "Bara! Kamu benar-benar menikah?" Bara memejam mendengar lengkingan suara ibunya."Astaga! Iya, Ma," jawab Bara menjauhkan ponselnya dari telinga."Ya, ampun! Dasar anak nakal! Siang ini, kamu datang ke rumah bawa istri kamu!" perintah Elisa."Tapi, Ma. Aku masih di kantor, nanti malam saja ya," terang Bara."Kamu bantah Mama?"Bara menghembuskan napas kasar. "Iya, Ma. Aku ke sana sekarang," pungkas Bara seketika panggilannya terputus sepihak. "Surat pengunduran diri, Bryan," gumam Bara melihat amplop di sudut mejanya. Dia meremat kertas itu lalu melemparnya ke tempat sampah."Bagus, tahu diri juga dia!"**Sheila tengah menyirami bunga-bunga di taman belakang. Kedua sudut bibirnya melengkung melihat bunga mawar merah yang tumbuh cantik di sini. Sheila tidak menyangka Bara menyiapkan semua ini untuknya. Ternyata, Bara mencoba mencari tahu kesukaannya. Tipikal pria yang romantis, pikirnya. "Dasar bucin," gumam Sheila senyumnya kian merekah.Sheila terkesiap, selang yang dia pegang te

    Last Updated : 2024-11-09
  • Jerat Cinta CEO Posesif   10. Pergi

    "Jaga-ja──" Sheila melotot geram. Benar dugaannya, Bara mengecup bibirnya tanpa izin."Barbar!" teriak Sheila melihat Bara berlari meninggalkannya."Haha!" Tawa berat Bara menggema di area dapur.Sheila mengejar Bara dan hendak memukulnya Bara tapi tidak jadi. "Ampun, Shei!" Bara mengangkat dua jari membentuk huruf V. Sheila terkekeh geli, ekspresi wajah Bara berhasil menggelitiknya. "Sejak kapan seekor Harimau berubah menjadi seekor Kucing?" dengus Sheila mencubit pipi Bara.Bara mengendikan bahu, dia lantas mengambil clemek berwarna merah muda dan memakainya. Pria gagah itu berkacak pinggang."Cocok tidak?" tanya Bara mengangkat kedua lengan berniat memamerkan ototnya.Sheila menggeleng dan terkekeh pelan. "Tidak masalah, yang penting aku cocok jadi suamimu," ucap Bara percaya diri."Iya-iya," balas Sheila mulai menyiapkan bahan-bahan dari kulkas.Bara mengambil satu bungkus tepung terigu lalu membukanya kasar."Uhuk!" Bara terbatuk, tangannya mengibaskan tepung yang menguap di

    Last Updated : 2024-11-10
  • Jerat Cinta CEO Posesif   11. Cemburu

    Kedua mata Sheila melebar mendengar keinginan Bara. "A-aku tidak bisa," lirih Sheila. Dia menatap manik mata Bara cemas."Kenapa?" tanya Bara kecewa Sheila menolaknya.Sheila menggigit bibirnya, "Pagi tadi aku ... datang bulan," kata Sheila.Maaf, aku terpaksa bohong, batin Sheila. Dia masih takut dengan Bara bila menyangkut urusan ranjang. Jujur saja, Sheila masih belum siap melayani Bara sepenuhnya.Bara mengusap pipi Sheila. "Jika memang iya, kenapa kau terlihat gusar?" tanya Bara menyelidik."Takut kamu marah," lirih Sheila.Bara memeluk Sheila, "Aku ini suamimu. Apa aku terlihat menyeramkan?" gerutunya mendadak emosi sendiri.Sheila tersenyum, "Sedikit, kamu kan Barbar!" imbuh Sheila membuat Bara mengeratkan pelukannya. Pria itu menunduk menciumi puncak kepala Sheila gemas. Sheila mendongak membuat ciuman Bara mendarat di keningnya."Tapi ... apa alasanmu menyukaiku, Bara? Kenapa bisa yakin denganku? Padahal kita belum saling mengenal." Sheila selalu bertanya-tanya, apa yang mem

    Last Updated : 2024-11-11
  • Jerat Cinta CEO Posesif   12. Diculik

    "Shei, jangan menggodaku. Kau membuat konsentrasiku buyar," peringat Bara namun dia justru terpesona meneliti paras cantik Sheila. Sheila memundurkan wajahnya hendak bangkit dari pangkuan Bara. "Eits! Tidak semudah itu keluar dariku Sayang," sergah Bara mendekap pinggang ramping Sheila. "Apalagi? Bukankah aku hanya akan mengganggumu?! Lepaskan aku!" kesal Sheila merajuk."Aku belum selesai." Bara memiringkan wajah, mendaratkan kecupan singkat di bibir Sheila. Kali ini Bara berubah dominan. Bara menjelajahi rahang Sheila, mengecupi lehernya membuat Sheila mendesis pelan. Ciuman ini begitu memabukan. Bara kembali naik melumat bibir Sheila. Memagutnya lembut dan penuh perasaan. Bara menekan tengkuk leher Sheila berniat memperdalam ciumannya.Sheila membuka mulutnya memberi akses lidah Bara untuk masuk. Ciuman ini terasa membakar, Bara semakin bernafsu menciumnya. Basah dan panas. Kedunya berhenti, saling menatap dengan kilatan mata penuh gairah. "Mau lagi?" tanya Bara dengan binar d

    Last Updated : 2024-11-11
  • Jerat Cinta CEO Posesif   13. Hampir Celaka

    Bara berdiri dengan raut wajah tersenyum senang. Dia tengah menjabat tangan seorang investor yang resmi bergabung dalam pembangunan villa di salah satu kawasan wisata sedang populer tapi masih kurang dalam sarana infrastruktur."Senang bekerja sama dengan anda, Mr. Bara," puji Adam, seorang pria berusia 50 tahun. "Begitu juga saya. Terima kasih Mr. Adam," balas Bara.Satu per satu dari mereka keluar dari ruang meeting. Sementara Bara masih ada di sana bersama Calvin."Rapat ini berjalan sesuai dengan harapan," ucap Bara puas. Dia yakin dengan adanya pembangunan di desa yang lumayan terpencil itu akan mendatangkan banyak wisatawan. Mereka pasti akan terpana dengan keindahan pantai juga pasir putihnya yang berdampak pada keuntungan besar bagi perusahaan juga masyarakat yang tinggal di sekitarnya.Bara yang hanyut dalam bayangannya dikejutkan getaran ponsel di saku celananya. Tatapannya menajam disertai kedua alis yang hampir menyatu kala membaca pesan dari nomor asing itu. Tidak Dik

    Last Updated : 2024-11-13
  • Jerat Cinta CEO Posesif   14. Candu

    "Kita pasti hidup bahagia."Bara membawa Sheila keluar dari gedung yang terbengkalai yang tampak berantakan dan dipenuhi sarang laba-laba karena pembangunannya tidak dilanjutkan. Calvin membukakan pintu mobil. Bara merendahkan tubuhnya untuk mendudukkan Sheila."Aku ingin pulang," lirih Sheila parau dalam dekapan Bara."Iya. Kita memang akan pulang," jawab Bara mengusap punggung Sheila."Tidak. Aku ingin pulang ke rumahku," tukas Sheila. Dia merindukan orang tuanya, dia ingin merasakan kehangatan rumahnya, tempat di mana dia dibesarkan dengan kasih sayang."Kita akan ke sana," ucap Bara tenang. Gurat ketakutan dari wajah Sheila adalah hal yang membuat Bara murka. Sial! Miliknya terluka. Kalian akan menyesal karena berurusan denganku!**"Calvin. Perketat keamanan di sini!" perintah Bara lugas. "Siap, Bos."Bara menggandeng tangan Sheila dan berdiri di depan pintu lalu menekan bel. Laras membuka pintu rumahnya, terkejut dengan kedatangan Sheila dan Bara yang tiba-tiba."Sheila," gum

    Last Updated : 2024-11-13
  • Jerat Cinta CEO Posesif   15. Milikku Seutuhnya

    "Bara ...." Suara rintihan Sheila terdengar menggairahkan. Bibir ranumnya membuat Bara ingin menyesapnya lagi. "Katakan jika kau juga menginginkanku," pinta Bara, matanya yang menggelap tampak berkilat.Sheila mencengkeram sprei erat ketika tangan Bara menelusuri belahan dadanya lalu menangkupnya dengan satu tangan. Meremasnya begitu lembut, memberikan sensasi yang tak tertahankan. Setiap sentuhannya dipenuhi cinta dan gairah. Rasa panas menyelubungi dirinya."Sheila, menyerahlah dengan setiap gerakanku," desis Bara.Napas hangat Bara membelai halus kulitnya, lidah Bara menjejalah di lehernya. Nadi Sheila berpacu, dia sedikit terkejut saat lengan kekar itu mencubit pelan di puncaknya, memilin lalu menariknya. Mengirimkan denyut membutuhkan. "Ahh!" Sheila mendesah. Sentuhan Bara menyiksa, membakar gairahnya. Bara menyeringai nakal menatap Sheila yang dipenuhi buliran keringat. Sheila tampak kewalahan dengan kenikmatan yang menggerogoti tubuhnya. Dia menatap sayu Bara, pria itu menun

    Last Updated : 2024-11-14

Latest chapter

  • Jerat Cinta CEO Posesif   32. Ide Gila

    Tanpa pikir panjang Sheila bergegas menuju lokasi itu. Sheila sampai di sana dengan piyama merahnya yang membara seperti amarahnya saat ini. Dia berhenti di depan pintu di mana dua orang berbadan besar menghalangi langkahnya."Tunggu sebentar, apakah anda bisa menunjukkan kartu anggota untuk masuk kemari?"Anggota? Oh, Sheila tahu tempat ini hanya dipakai oleh orang-orang elit."Suamiku ada di dalam sana. Jadi biarkan aku masuk!" hardik Sheila."Tidak bisa!""Oh jadi begitu? Kamu tidak akan tau seberapa kuat tenaga wanita saat marah!" Sheila menaikkan baju lengannya.Sheila memutar lengannya lalu meninju perut pria itu. Ketika pria yang satunya berusaha memegang tangannya, Sheila dengan cepat menginjak kaki pria itu dan meninju wajahnya.Sheila berlari masuk, dentuman musik yang keras menyambutnya membuat Sheila merasa pusing mendengarnya. Pandangannya mengedar mencari Bara. Sheila terbelalak melihat Bara tengah duduk diapit oleh dua orang wanita. Dari raut wajahnya Bara begitu menik

  • Jerat Cinta CEO Posesif   31. Egois

    Setelah melihat Sheila pergi, Bara langsung mendorong Monica."Kau kasar sekali!" protes Monica yang terjatuh di lantai mengusap pinggulnya. Padahal sedikit lagi bibirnya menyentuh bibir Bara. Sedikit lagi."Giliranmu pergi!" tegas Bara dingin.Monica memberengut. Dia memang tidak pernah dihargai oleh Bara. Jelas-jelas pria itu duluan yang bersikap manis padanya. Lalu, mengapa sikapnya berubah drastis? Sifat Bara jauh lebih ekstrim jika dibandingkan dengan perubahan cuaca."Keluar atau aku panggil Satpam untuk menyeretmu pergi!" Kedua mata Monica membelalak."Bukankah tadi kau bersikap baik padaku?" protes Monica."Satu!" Bara mulai memberi aba-aba."Oh, jangan bilang kau hanya memanfaatkanku?""Dua!""Oke! Tapi aku tidak akan menyerah!" tegas Monica.Bara menyandarkan punggungnya di kursi. Dia mulai frustasi, hatinya menjadi khawatir pada Sheila. Kesedihan di sorot mata bening itu tercetak nyata. Bara rindu senyum Sheila. Dia rindu merayu Sheila hingga pipi wanita itu bersemu. Namun

  • Jerat Cinta CEO Posesif   30. Kecewa

    Berulang kali Sheila menghirup napasnya dalam-dalam, meyakinkan jika semuanya baik-baik saja. Dia memegang daun pintu itu perlahan lalu menutupnya pelan. Sheila terkejut saat mata tajam Bara tertuju padanya. "Dasar wanita murahan, kenapa kau ada disini?" sapa Bara dengan nada menghina. Sheila tertohok, kalimat itu kembali mengiris hatinya, namun Bara mengatakan itu di luar kesadarannya. Pria itu berada di bawah pengaruh alkohol. Sheila menulikan pendengarannya menganggap itu hanyalah angin lalu."Pergilah! Aku tidak membutuhkanmu!" bentak Bara membuat Sheila berlari menghamburkan diri memeluk Bara."Aku mencintaimu, jangan seperti ini," lirih Sheila mengeratkan pelukannya tapi Bara dengan mudah menghempaskannya. "Aku sangat muak padamu!" rutuk Bara melihat Sheila terjatuh di lantai. Bara mencengkeram rahang Sheila membuat sekujur tubuh Sheila menegang."Polos tapi penipu!" rutuk Bara menyentak dagu Sheila.Tubuh Bara ambruk, tapi Sheila memeluknya. Dia tidak akan membiarkan wajah B

  • Jerat Cinta CEO Posesif   29. Pelampiasan

    Tidak ada hal yang lebih menyakitkan daripada kehilangan dan pengkhianatan. Bara. Sheila bersimpuh menahan kaki Bara. "Barbar, dengarkan aku," rintihnya mendongak dengan mata sembabnya.Bara mengetatkan rahangnya, muak menatap wajah Sheila yang basah penuh air mata palsu. Lihatlah, betapa pintar wanita itu mengiba memohon padanya."Singkirkan tanganmu!" maki Bara lantang, dia lantas menarik kakinya kasar membuat Sheila terdorong ke depan. Pria itu benar-benar dibutakan emosi.Sheila segera bangkit menyusul Bara dengan tegesa menuruni anak tangga."Jangan bersikap egois, kemarahanmu tidak akan menyelesaikan semuanya!" jerit Sheila berusaha meredam amarah suaminya.Bara berbalik sambil memegang guci yang berukuran cukup besar."Berhenti!" perintah Bara pada Sheila yang berdiri di anak tangga terakhir."Jangan menyakitinya," ucap Bryan parau, dia menuruni tangga sambil memegangi perutnya yang terasa perih."Kau tidak akan tau hal gila apa yang aku lakukan jika kau terus mengejarku! Me

  • Jerat Cinta CEO Posesif   28. Perselisihan

    Bara tersenyum sambil mengangguk membuat kedua mata Monica berbinar. "Aku akan menunjukkannya." Monica memegang tali gaunnya yang tipis berniat menurunkannya."Kau salah paham." Bara menahan tangan Monica."Aku sama sekali tidak tertarik," ucap Bara datar. Monica mengernyit kesal mendengar respon Bara. "Kau bisa memikat banyak pria di luar sana, kecuali aku." Bara berkata mutlak. Pria itu kembali memasang wajah dingin dan tatapan tajamnya. "Bara! Kau melukai harga diriku!" geramnya dengan wajah memerah diiringi napas memburu.Bara berdecak, "Justru kau yang merendahkan harga dirimu! Keluar!" usir Bara sambil menyeret paksa tangan Monica lalu membanting pintunya kasar. Monica menghentakkan kakinya kesal. "Aku berjanji akan membuatmu menyesal!" jeritnya tepat di depan pintu kamar Bara.**Terhitung sudah lima hari Bryan sering datang mengunjungi Sheila. Tidak ada hal yang mencurigakan. Bryan tetap menjaga batasannya. Namun yang membuat Sheila resah adalah Bara yang tidak bisa dihubu

  • Jerat Cinta CEO Posesif   27. Kepingan Masa Lalu

    Sheila berjalan mendekat guna mengamatinya lebih jelas. Matanya melebar, benda itu tampak tidak asing baginya.Ini mirip seperti milikku dulu, batinnya.Jepit berwarna pink berbentuk pita dengan bunga ungu di atasnya. Sheila bahkan memiliki pasangannya di rumah.Bagaimana mungkin Bara juga memilikinya?Robert menghela napas dan menatap Sheila dalam-dalam. "Sebenarnya Bara berusaha mencari gadis itu, tapi kami kesulitan menemukannya karena Bara tidak tau namanya. Yang dia katakan anak itu manis dengan rambut dikucir dua. Sebelumnya dia tidak pernah merengek namun, saat itu dia malah menangis keras ingin bertemu," jelas Robert semakin menambah rasa penasaran Sheila."Lalu bagaimana, Pa?" tanya Sheila sangat menanti kelanjutannya.Robert tertawa mengingat kejadian itu. "Aku hanya bisa berkata Bara, setiap kau memegangnya. Bayangkan jika gadis kecil itu ada bersamamu. Lalu aku memegang kedua pundaknya meyakinkan dia, suatu saat nanti kalian pasti bertemu.""Bagaimana tanggapannya?" "Dia

  • Jerat Cinta CEO Posesif   26. Bumerang

    "Kenapa kamu seperti ini Yan?'Alih-alih terpengaruh oleh kata-kata Bryan. Sheila justru dibuat kaget dengan sifat Bryan yang berubah drastis, dia berjalan maju mengikis jarak di antara mereka."Kenapa kamu selalu berpikir buruk tentang Bara? Bryan yang aku kenal bukan orang yang seperti ini," lanjutnya. Tatapan Bryan berubah pilu "Haruskah aku menjelaskannya, She?" tanyanya dengan suara rendah. Rasa kecewa dan kesedihan itu sangat kentara dari matanya.Sheila memegang pundak Bryan, memandang sendu pada pria yang dulu selalu mengisi hatinya, mengibur di kala sedih dan memberi warna pada setiap harinya. Yang Sheila tahu Bryan bukan orang yang egois, dia selalu mempedulikan orang lain sebelum dirinya. "Kamu pantas mendapatkan yang lebih baik, Yan. Ini bukan akhir kisah cintamu, kamu harus bangkit dan temukan cinta sejati itu," ucap Sheila penuh perhatian.Pandangan Bryan terarah pada pigura foto Bara. Rahangnya mengetat dan matanya menggelap penuh kebencian."Dia merusak kebahagiaan k

  • Jerat Cinta CEO Posesif   25. Malam Yang Panjang

    Bara memandang Sheila yang duduk di pahanya. Detak jantungnya berdebar tidak karuan. Hawa panas kian menyelubungi dirinya. Mengapa Sheila sangat manis dan seksi secara bersamaan? Bahkan untuk berpaling darinya barang sedetik saja, Bara tidak mau.Sheila menatapnya ragu, lamat-lamat bibir ranumnya yang sedikit bengkak bergerak. "Boleh aku menyentuhnya?"Seharusnya dia langsung menyentuhnya, seperti aku yang langsung menjamah setiap jengkal tubuhnya tanpa menunggu persetujuannya. Tapi, aku tidak bisa membandingkan diriku dengan Sheila. Dia adalah wanita yang lembut dan hati-hati, ucap Bara dalam hati.Bara bangun, sorot matanya menatap sayang pada istri polosnya. Dia mengambil tangan Sheila dan menaruhnya di sana."Sentuh aku di mana pun yang kau mau," bisik Bara serak. Dia menghirup kuat aroma di leher Sheila sambil memejamkan mata menikmati wangi vanila yang menguar di indera penciumannya. Bara melarikan bibirnya di sepanjang kulit leher Sheila dan berakhir mengecup dadanya singkat.

  • Jerat Cinta CEO Posesif   24. Tidak Tahan

    "Barbar," cicit Sheila memegang tangan Bara yang memegang salah satu bukit kembarnya. Pipinya bersemu merasakan napas Bara di lehernya kian memburu."Hm." Balasan bersuara berat itu mengalun rendah di telinganya. Sebelah tangan Bara bergerak naik ke pundaknya. Sheila menoleh lalu menahan tangan Bara yang ingin menurunkan tali lingerinya.Kening Bara mengerut keberatan. "Kau tidak suka aku menyentuhmu?" tanyanya agak tersinggung. Wajahnya yang semula berseri-seri berubah muram.Sheila terkekeh sambilberbalik, dia lantas mengalungkan tangannya di leher Bara. Ia memperhatikan detail ekspresi kesal suaminya."Sudah tidak tahan?" rayu Sheila mengangkat sebelah alisnya. Tangannya turun kemudian melepas dua kancing kemeja Bara. Dia lantas tersenyum jahil membuat Bara menggigit pipi bagian dalamnya, gemas.Bara langsung mendekap erat pinggang Sheila, merapatkan tubuh mereka. Karena itu, Sheila merasa sesuatu yang keras membentur perutnya. Seketika jantungnya berdegup kencang.Bara mengangk

DMCA.com Protection Status