Share

7. Salah Paham

Author: Kristalbee
last update Last Updated: 2024-11-08 14:20:05

Kalimat itu membuat aliran darah Sheila berdesir. Dadanya berdebar, sebuah rasa yang menghadirkan kebimbangan di benaknya. Sheila menahan napas ketika Bara semakin merunduk bahkan hampir menyentuh bibirnya. 

"Tuan, hari ini ada rapat pen──"

Anton berhenti berbicara ketika dia hampir masuk ke kamar Bara. Matanya melebar, Anton menelan ludahnya kasar. Pria itu segera berbalik badan. 

Refleks, Sheila berapaling muka sedangkan

Bara segera menegakkan punggungnya. 

"Siapa yang menyuruhmu masuk? Kenapa tidak mengetuk pintu?" gertak Bara dengan intonasi suara beratnya. Dari kerutan yang kentara di dahinya──jelas menunjukan jika Bara marah karena momen romantisnya terganggu.

"Ma-maaf, saya lancang Tuan, tapi pintu ini tidak ditutup tadi." Anton tergagap, aura Bara mengintimidasinya.

Bara mendengus, dia beralih menatap Sheila hangat sembari mengusap puncak kepala Sheila.

"Aku tinggal dulu, hanya sebentar, Shei," ucap Bara lembut.

Sheila mengangguk kecil. Dalam hati Sheila sangat berterima kasih pada Anton yang datang tepat waktu. Jika tidak, Sheila tidak tahu bagaimana selanjutnya.

Bara berjalan menghampiri Anton. Tangannya menarik kenop pintu dan menutupnya.

"Lain kali jangan lakukan itu!" peringat Bara menatap tajam Anton.

"Maaf Tuan, saya lupa jika anda telah memiliki pasangan," sesal Anton.

Bara menyilangkan kedua tangan. "Saya ingin kamu mengatur ulang jadwal saya. Kosongkan jadwal hari ini. Saya ingin merawat Sheila, dia sedang sakit," perintah Bara tegas.

"Tapi rapat ini penting, Tuan," kata Anton mengingatkan.

"Maksud kamu Sheila tidak penting?" tanya Bara emosi.

Anton terdiam, dia jadi serba salah di depan Bara.

"Dia lebih penting dari segalanya!" tegas Bara membuat Anton menyesal mengatakan kalimatnya tadi.

"Baiklah Tuan, saya akan handle semuanya," pungkas Anton.

"Seharusnya memang begitu kan?" sinis Bara.

Anton mengangguk. "Permisi," pamitnya lalu melenggang pergi.

Bara mengamati Anton yang turun dari tangga, dia teringat sesuatu.

"Oh, iya, waktunya Sheila sarapan," gumam Bara.

Bara menjentikkan jari, dia melangkah turun menuju dapur berinisiatif membuat makanan untuk Sheila.

Bara mulai mengambil beras, lalu mencucinya. 

"Ada yang bisa saya bantu Tuan?" salah satu Pelayan menghampiri Bara. 

Bara mengambil panci──memasukan beras lalu menuangkan air.

"Tidak, aku ingin memasaknya sendiri, untuk istriku tercinta," jawab Bara tersenyum.

Bara mengernyit, sejak kapan dia menjadi lebay seperti ini? Itu pasti karena Sheila. Wanita itu benar-benar membuat sisi lain Bara muncul sendirinya. Ternyata orang kasmaran itu semenyenangkan ini.

Pelayan itu ikut tersenyum. "Baiklah Tuan, jika nanti Tuan butuh bantuan, panggil saya," pungkas Pelayan berseragam hitam putih itu. 

"Hm," gumam Bara.

Bara terus mengaduknya, dia menambahkan sedikit garam. Aromanya menguar, sekian menit berlalu. 

Ketika dirasa matangnya sudah pas, Bara mematikan kompor. Dengan hati-hati dia memindahkan bubur itu ke dalam mangkuk.

Senyum manis terus menghiasi wajah Bara yang berjalan membawa nampan berisi bubur buatannya. Perasaan bangga melingkupi dirinya. Setelah ini Sheila pasti akan memujinya lantaran menjadi suami siaga sekaligus perhatian.

Dia memang suami idaman!

"Sheila, aku buatkan bubur untukmu," ucap Bara sampai di kamar.

Bara langsung menaruh nampannya di nakas dan bergegas mendekati Sheila yang menurunkan kakinya dari ranjang.

"Mau kemana, Shei?" tanya Bara cemas memegang Sheila yang tampak lemas.

"Aku mau ke kamar mandi," jawab Sheila yang berusaha berdiri namun kepalanya terasa pusing.

"Mau apa?" Sheila menghalau Bara dengan tangannya terselip nada waspada 

"Menggendongmu sayang," jawab Bara.

Tanpa persetujuan Sheila, Bara langsung mengangkat tubuhnya. 

"Apa gini-gini?" tanya Bara lalu menirukan bibir Sheila yang manyun.

"Apa sih! Bukan apa-apa!" kilah Sheila, pipinya merona. 

Bara menurunkan Sheila pelan, Sheila hendak menutup pintu tapi Bara tak kunjung keluar.

"Kenapa masih di sini?" protes Sheila, ia sedikit menghentakan kaki.

"Keluar," usir Sheila mendorong Bara.

"Nanti kau butuh bantuan," ucap Bara.

"Tidak!" seru Sheila menutup pintu.

Bara terkekeh geli, dia berdiri di depan pintu menunggu Sheila keluar. Sheila berjalan tertatih membuat Bara berniat menjahili Sheila.

"Shei, kau seperti orang pincang," sindir Bara.

Sheila memperhatikan cara jalannya. Wajahnya memerah karena malu. "Terus daja ketawa, ejek aja aku terus!" kesal Sheila.

"Awas Shei, nanti tandukmu keluar," ejek Bara tertawa.

Di sisi lain Sheila merasakan mual, seperti ada yang menekan perutnya kuat ia tidak tahan lagi.

"Huwek!"

Sheila muntah mengenai baju Bara. Dia dengan cepat menutup mulutnya dengan dua tangan. 

"Maaf," cicit Sheila takut Bara akan memarahinya. 

Bara sempat terkejut namun dia bersikap biasa saja.

"Tidak apa Shei," Bara melepas bajunya. 

Pria itu bertelanjang dada saat ini. Jantung Sheila berdebar melihat tubuh kekar Bara. Perut sixpack, serta lengan kekar Bara. Astaga! Kenapa Bara sangat menawan?

"Jangan-jangan kau hamil," cetus Bara membuat Sheila melotot.

Pandangan Bara turun pada perut rata Sheila lalu mengusapnya.

Sheila mencubit hidung Bara, ingin rasanya menyentil otak Bara. Hey, tidak masuk akal secepat itu.

"Kamu ini ngawur! Tidak mungkin! Ini pasti efek sakit," kilah Sheila.

"Kalau begitu ... aku akan melakukannya lagi agar kau cepat hamil," kata Bara semangat.

"Dasar mesum!" rutuk Sheila memukul lengan Bara.

"Mesum sama istrinya sendiri tidak boleh?" goda Bara menatap Sheila dari ujung rambut hingga kaki.

Sheila mencebik. "Beri aku waktu Bara," pinta Sheila lemah.

"Aku hanya bercanda," kekeh Bara.

Bara mengambil mangkuk buburnya, ia kembali duduk di sisi Sheila.

"Aku tidak mau, perutku mual," tolak Sheila menutup mulutnya.

"Tapi kau harus tetap makan," bujuk Bara.

Sheila menggeleng.

"Kau harus minum obat sebelum makan dulu," perintah Bara membuka bungkus obat untuk Sheila. 

Sheila lantas menelan pil obat itu sembari meminum air putih.

"Makan ya, sedikit saja," pinta Bara mengarahkan sendok ke mulut Sheila.

Sheila masih enggan membuka mulut membuat Bara menurunkan sendoknya.

"Shei, apa kau tidak kasihan padaku? Aku yang membuat ini? Apa kau tidak mau mencicipinya?" tanya Bara dengan wajah memelas yang membuat Sheila iba.

Sheila lalu menerima suapan bubur itu, namun hanya sampai tiga sendok saja. 

"Sudah cukup," kata Sheila.

Bara lalu meletakan mangkuk bubur itu, ia tidak ingin memaksa. Setidaknya perut Sheila terisi walau sedikit.

Ponsel Sheila berdenting, Sheila lantas meraihnya.

"Mama," gumam Sheila namun

Bara langsung merebut ponsel Sheila.

"Bara, jangan diambil!" seru Sheila.

"Aku hanya memastikan, pesan masuk itu dari siapa," kata Bara dingin.

Yang masuk memang pesan dari Laras tapi Sheila lupa belum menghapus riwayat chat-nya bersama Bryan. Habislah dia jika Bara membacanya.

"Bara, kembalikan!" pinta Sheila berdiri berusaha menjangkau ponselnya yang diangkat tinggi oleh Bara.

"Harusnya jika tidak ada apa-apa, kau tidak perlu takut, Shei," balas Bara.

Sikapmu yang berlebihan membuatku curiga.

Bara diam ketika dia melihat kontak Bryan. Seketika emosinya membuncah.

"Ternyata kau masih menyimpan kontak Pria payah itu! Kenapa kau tidak menghapusnya?" geram Bara.

Bara semakin terkejut saat membaca pesan dari Sheila untuk Bryan.

"Kamu berencana untuk kabur dariku dengan dia?! Kau keterlaluan Shei!" kelakar Bara membanting ponsel Sheila. Layar ponsel itu retak, terhempas ke lantai.

"Bara dengarkan aku!" pinta Sheila memegang lengan Bara.

Bara menatap nyalang Sheila.

"Apa yang perlu aku dengar? Semua sudah jelas di depan mata!" bentak Bara membuat Sheila menangis.

"Kau masih mengharapkan dia? Maka dari itu kau belum mencintaiku? Apa kurangnya aku Shei?" tanya Bara mengguncang bahu Sheila.

"Kamu datang di waktu yang salah Bara!" Bibir Sheila bergetar mengucapkannya.

"Tapi aku orang yang tepat untukmu, Sheila!" tekan Bara.

"Itu pendapatmu," lirih Sheila.

Bara menarik dagu Sheila, mata tajam Bara beradu dengan mata sendu Sheila.

"Kau pun tidak bisa mengelak jika takdir membawamu padaku!" tegas Bara. Entah kenapa Bara yakin jika Sheila adalah jodohnya, Sheila hanya untuknya.

"Melupakan seseorang tidak secepat jatuh cinta!" ungkap Sheila.

Bara mencengkeram rahang Sheila. "Itu hanya alasanmu!"

"Bayangkan saja kamu di posisiku!" seru Sheila.

"Aku tidak akan menjadi lemah sepertimu!" bentak Bara menghempas wajah Sheila. Air mata Sheila mengalir deras, sesak menghimpit dadanya.

"Kamu bisa mengatakannya karena kamu punya segalanya!" 

"Aku dan Bryan itu bertolak belakang! Dia bahkan tidak bisa berdiri dengan kedua kakinya sendiri!" kelakar Bara mengepalkan tangan.

"Kalau pun aku menjadi Bryan, aku akan terus menpertahankan Wanita yang aku sayangi walaupun nyawa taruhannya!" pungkas Bara.

Bara keluar kamar dengan perasaan marah yang membuncah. Dia membanting pintu kasar. 

Sheila luruh, seluruh tubuhnya lemas. Terduduk di lantai seraya memeluk lututnya. Bara mudah sekali tersulut emosi dan salahnya kian memperburuk situasi.

Tapi, bukankah begini yang Sheila mau? Membuat Bara membencinya, tapi kenapa hati kecilnya tidak rela? Mengapa seperti ada yang hilang? 

"Aku memang ingin pergi darimu, tapi ... sekarang tidak lagi," lirih Sheila.

Related chapters

  • Jerat Cinta CEO Posesif   8. Barbar Posesif

    Bara berada di ruang olahraga miliknya yang terletak di lantai dua. Dia terus meninju samsak di depannya secara brutal. Bara tidak habis pikir, Sheila begitu keras kepala. Alih-alih meminta maaf, Sheila terus menyanggah ucapannya. "Argh!" teriaknya. "Sheila ... Apa sesulit itu kau membalas perasaanku?" erang Bara frustasi. Jujur saja dia belum pernah jatuh hati sedalam ini.Bara berhenti dengan napas yang terengah-engah. Pelampiasannya cukup berpengaruh, emosinya perlahan mereda. Matanya terpejam lama merasakan butiran keringat menetes ke lehernya.Perasaannya mulai tenang. Bara akui dirinya egois karena terlalu menuntut Sheila. Harusnya dia sadar perasaan tidak bisa dipaksa secepat yang dia inginkan. "Aku harus sabar, ini hanya masalah waktu," gumamnya. Bara berdiri dan berjalan cepat menemui Sheila yang berada di kamar utama lantai tiga. Bara memegang kenop pintu sembari mengayunkannya pelan."Shei," panggil Bara lembut.Pandangan Bara menyapu ke seluruh penjuru, tapi Sheila t

    Last Updated : 2024-11-08
  • Jerat Cinta CEO Posesif   9. Dibandingkan

    "Bara! Kamu benar-benar menikah?" Bara memejam mendengar lengkingan suara ibunya."Astaga! Iya, Ma," jawab Bara menjauhkan ponselnya dari telinga."Ya, ampun! Dasar anak nakal! Siang ini, kamu datang ke rumah bawa istri kamu!" perintah Elisa."Tapi, Ma. Aku masih di kantor, nanti malam saja ya," terang Bara."Kamu bantah Mama?"Bara menghembuskan napas kasar. "Iya, Ma. Aku ke sana sekarang," pungkas Bara seketika panggilannya terputus sepihak. "Surat pengunduran diri, Bryan," gumam Bara melihat amplop di sudut mejanya. Dia meremat kertas itu lalu melemparnya ke tempat sampah."Bagus, tahu diri juga dia!"**Sheila tengah menyirami bunga-bunga di taman belakang. Kedua sudut bibirnya melengkung melihat bunga mawar merah yang tumbuh cantik di sini. Sheila tidak menyangka Bara menyiapkan semua ini untuknya. Ternyata, Bara mencoba mencari tahu kesukaannya. Tipikal pria yang romantis, pikirnya. "Dasar bucin," gumam Sheila senyumnya kian merekah.Sheila terkesiap, selang yang dia pegang te

    Last Updated : 2024-11-09
  • Jerat Cinta CEO Posesif   10. Pergi

    "Jaga-ja──" Sheila melotot geram. Benar dugaannya, Bara mengecup bibirnya tanpa izin."Barbar!" teriak Sheila melihat Bara berlari meninggalkannya."Haha!" Tawa berat Bara menggema di area dapur.Sheila mengejar Bara dan hendak memukulnya Bara tapi tidak jadi. "Ampun, Shei!" Bara mengangkat dua jari membentuk huruf V. Sheila terkekeh geli, ekspresi wajah Bara berhasil menggelitiknya. "Sejak kapan seekor Harimau berubah menjadi seekor Kucing?" dengus Sheila mencubit pipi Bara.Bara mengendikan bahu, dia lantas mengambil clemek berwarna merah muda dan memakainya. Pria gagah itu berkacak pinggang."Cocok tidak?" tanya Bara mengangkat kedua lengan berniat memamerkan ototnya.Sheila menggeleng dan terkekeh pelan. "Tidak masalah, yang penting aku cocok jadi suamimu," ucap Bara percaya diri."Iya-iya," balas Sheila mulai menyiapkan bahan-bahan dari kulkas.Bara mengambil satu bungkus tepung terigu lalu membukanya kasar."Uhuk!" Bara terbatuk, tangannya mengibaskan tepung yang menguap di

    Last Updated : 2024-11-10
  • Jerat Cinta CEO Posesif   11. Cemburu

    Kedua mata Sheila melebar mendengar keinginan Bara. "A-aku tidak bisa," lirih Sheila. Dia menatap manik mata Bara cemas."Kenapa?" tanya Bara kecewa Sheila menolaknya.Sheila menggigit bibirnya, "Pagi tadi aku ... datang bulan," kata Sheila.Maaf, aku terpaksa bohong, batin Sheila. Dia masih takut dengan Bara bila menyangkut urusan ranjang. Jujur saja, Sheila masih belum siap melayani Bara sepenuhnya.Bara mengusap pipi Sheila. "Jika memang iya, kenapa kau terlihat gusar?" tanya Bara menyelidik."Takut kamu marah," lirih Sheila.Bara memeluk Sheila, "Aku ini suamimu. Apa aku terlihat menyeramkan?" gerutunya mendadak emosi sendiri.Sheila tersenyum, "Sedikit, kamu kan Barbar!" imbuh Sheila membuat Bara mengeratkan pelukannya. Pria itu menunduk menciumi puncak kepala Sheila gemas. Sheila mendongak membuat ciuman Bara mendarat di keningnya."Tapi ... apa alasanmu menyukaiku, Bara? Kenapa bisa yakin denganku? Padahal kita belum saling mengenal." Sheila selalu bertanya-tanya, apa yang mem

    Last Updated : 2024-11-11
  • Jerat Cinta CEO Posesif   12. Diculik

    "Shei, jangan menggodaku. Kau membuat konsentrasiku buyar," peringat Bara namun dia justru terpesona meneliti paras cantik Sheila. Sheila memundurkan wajahnya hendak bangkit dari pangkuan Bara. "Eits! Tidak semudah itu keluar dariku Sayang," sergah Bara mendekap pinggang ramping Sheila. "Apalagi? Bukankah aku hanya akan mengganggumu?! Lepaskan aku!" kesal Sheila merajuk."Aku belum selesai." Bara memiringkan wajah, mendaratkan kecupan singkat di bibir Sheila. Kali ini Bara berubah dominan. Bara menjelajahi rahang Sheila, mengecupi lehernya membuat Sheila mendesis pelan. Ciuman ini begitu memabukan. Bara kembali naik melumat bibir Sheila. Memagutnya lembut dan penuh perasaan. Bara menekan tengkuk leher Sheila berniat memperdalam ciumannya.Sheila membuka mulutnya memberi akses lidah Bara untuk masuk. Ciuman ini terasa membakar, Bara semakin bernafsu menciumnya. Basah dan panas. Kedunya berhenti, saling menatap dengan kilatan mata penuh gairah. "Mau lagi?" tanya Bara dengan binar d

    Last Updated : 2024-11-11
  • Jerat Cinta CEO Posesif   13. Hampir Celaka

    Bara berdiri dengan raut wajah tersenyum senang. Dia tengah menjabat tangan seorang investor yang resmi bergabung dalam pembangunan villa di salah satu kawasan wisata sedang populer tapi masih kurang dalam sarana infrastruktur."Senang bekerja sama dengan anda, Mr. Bara," puji Adam, seorang pria berusia 50 tahun. "Begitu juga saya. Terima kasih Mr. Adam," balas Bara.Satu per satu dari mereka keluar dari ruang meeting. Sementara Bara masih ada di sana bersama Calvin."Rapat ini berjalan sesuai dengan harapan," ucap Bara puas. Dia yakin dengan adanya pembangunan di desa yang lumayan terpencil itu akan mendatangkan banyak wisatawan. Mereka pasti akan terpana dengan keindahan pantai juga pasir putihnya yang berdampak pada keuntungan besar bagi perusahaan juga masyarakat yang tinggal di sekitarnya.Bara yang hanyut dalam bayangannya dikejutkan getaran ponsel di saku celananya. Tatapannya menajam disertai kedua alis yang hampir menyatu kala membaca pesan dari nomor asing itu. Tidak Dik

    Last Updated : 2024-11-13
  • Jerat Cinta CEO Posesif   14. Candu

    "Kita pasti hidup bahagia."Bara membawa Sheila keluar dari gedung yang terbengkalai yang tampak berantakan dan dipenuhi sarang laba-laba karena pembangunannya tidak dilanjutkan. Calvin membukakan pintu mobil. Bara merendahkan tubuhnya untuk mendudukkan Sheila."Aku ingin pulang," lirih Sheila parau dalam dekapan Bara."Iya. Kita memang akan pulang," jawab Bara mengusap punggung Sheila."Tidak. Aku ingin pulang ke rumahku," tukas Sheila. Dia merindukan orang tuanya, dia ingin merasakan kehangatan rumahnya, tempat di mana dia dibesarkan dengan kasih sayang."Kita akan ke sana," ucap Bara tenang. Gurat ketakutan dari wajah Sheila adalah hal yang membuat Bara murka. Sial! Miliknya terluka. Kalian akan menyesal karena berurusan denganku!**"Calvin. Perketat keamanan di sini!" perintah Bara lugas. "Siap, Bos."Bara menggandeng tangan Sheila dan berdiri di depan pintu lalu menekan bel. Laras membuka pintu rumahnya, terkejut dengan kedatangan Sheila dan Bara yang tiba-tiba."Sheila," gum

    Last Updated : 2024-11-13
  • Jerat Cinta CEO Posesif   15. Milikku Seutuhnya

    "Bara ...." Suara rintihan Sheila terdengar menggairahkan. Bibir ranumnya membuat Bara ingin menyesapnya lagi. "Katakan jika kau juga menginginkanku," pinta Bara, matanya yang menggelap tampak berkilat.Sheila mencengkeram sprei erat ketika tangan Bara menelusuri belahan dadanya lalu menangkupnya dengan satu tangan. Meremasnya begitu lembut, memberikan sensasi yang tak tertahankan. Setiap sentuhannya dipenuhi cinta dan gairah. Rasa panas menyelubungi dirinya."Sheila, menyerahlah dengan setiap gerakanku," desis Bara.Napas hangat Bara membelai halus kulitnya, lidah Bara menjejalah di lehernya. Nadi Sheila berpacu, dia sedikit terkejut saat lengan kekar itu mencubit pelan di puncaknya, memilin lalu menariknya. Mengirimkan denyut membutuhkan. "Ahh!" Sheila mendesah. Sentuhan Bara menyiksa, membakar gairahnya. Bara menyeringai nakal menatap Sheila yang dipenuhi buliran keringat. Sheila tampak kewalahan dengan kenikmatan yang menggerogoti tubuhnya. Dia menatap sayu Bara, pria itu menun

    Last Updated : 2024-11-14

Latest chapter

  • Jerat Cinta CEO Posesif   51. Ketakutan

    "Tolong ...." rintih Sheila lemah, satu tangannya menekan luka di perutnya dengan perasaan putus asa. Darah terus mengalir dari sana membuat wajah Sheila begitu pucat. Dia berusaha menyeret tubuhnya untuk mencari pintu keluar."Saat kau menemukan jalan keluar, semuanya sudah terlambat Sheila. Kau akan mati kehabisan darah!" seru sosok itu tanpa belas kasihan."Mas Bara tolong aku ... sakit Mas, ini sakit ..." ucap Sheila perih.Bara terbangun mendengar rintihan Sheila. Dia melihat wajah Sheila sudah dipenuhi dengan peluh keringat. "Astaga." Istrinya pasti sedang bermimpi buruk. "Shei, bangun... sayang buka matamu, aku di sini," ucap Bara tenang tepat di samping telinga Sheila.Sheila tersadar, tangisnya pecah saat melihat Bara ada di dekatnya. Dia langsung memeluk leher Bara erat. Hanya mimpi namun terasa begitu nyata. Sheila terisak di pelukan Bara."Tenang, Sayang. Aku tidak akan membiarkan satu orang pun melukaimu dan calon anak kita. Memangnya mimpi apa tadi?'' Sheila semakin m

  • Jerat Cinta CEO Posesif   50. Halo Papa

    Monica membuka pintu apartemen setelah mendapat telfon dari Kevin. Saat pria itu akan melangkah masuk, dia menahan tubuh Kevin. Matanya memicing melihat Kevin menyunggingkan senyum penuh arti."Mau apa?" ketus Monica."Aku kemari karena merindukanmu Mona. Apa aku tidak boleh masuk?" rayu Kevin menyentuh pipi Monica membuat wanita itu menyingkir.Kevin langsung menyandarkan tubuhnya di sofa dengan kaki di angkat ke atas meja. Seolah-olah tempat ini adalah miliknya. "Ambilkan aku minum," pintanya.Monica menatap sinis Kevin yang semena-mena padanya."Gunakan tangan dan kakimu yang masih berfungsi itu. Kau pikir aku pelayan?!" sahut Monica kesal, ia paling benci disuruh-suruh.Kevin menghela napas berat. "Kau tau apa kabar paling indah hari ini?""Apa?""Aku bertemu Sheila tadi, dia sangat cantik tidak heran bila Bara mencintainya," puji Kevin sambil tersenyum membayangkan paras Sheila. Pesona istri orang memang luar biasa, batinnya. "Cantik? Apa matamu rusak?!" maki Monica. Mendengar

  • Jerat Cinta CEO Posesif   49. Hamil

    Sheila mendesah pelan di sela ciuman mereka. "Uh, Barbar," lenguhnya saat bibir Bara menjelajah ke lehernya dengan gerakan tangan yang terus meraba punggungnya. Bara yang sudah diselubungi gairahnya langsung menggendong Sheila seperti koala. Dia membawa Sheila ke ranjang tanpa melepas ciuman panasnya. Bara membaringkan Sheila lalu menindihnya. Menciumi Sheila liar hingga suara kecapannya terdengar menggema di kamar ini."Huh." Bara menyudahi aksinya pria itu tersenyum melihat wajah Sheila yang memerah. Ekspresi Sheila saat ini begitu seksi dengan bibir terbuka dan mata sayu yang membuat Bara tidak tahan untuk menyerang bibir ranumnya lagi.Sheila mengusap rahang tegas Bara. Dia menyentuh dada bidang Bara lalu membalikkan posisi, Sheila menumpukan wajahnya di sana.Bara menjengitkan sebelah alisnya saat Sheila tidak melakukan apa-apa dan hanya memandangnya kagum.Tangan Bara sudah menyusup ke punggung Sheila melepaskan kaitan branya. Sedangkan Sheila tersenyum malu dengan reaksi tidak

  • Jerat Cinta CEO Posesif   48. Restu

    Elisa menghembuskan napas berat setelah mendengar pertanyaan Bara. Sejujurnya, dia masih kesal dengan Sheila yang secara tidak langsung mengubah sikap Bara. Namun, demi putra kesayangannya, ia berusaha untuk lapang dada."Panggil Sheila ke sini," pintanya dengan suara parau.Bara mengangguk lalu berjalan keluar. Sheila bangkit dari duduknya saat Bara membuka pintu."Gimana kondisi Mama?" tanyanya dengan sorot mata cemas."Mama cari kamu, Shei." Ucap Bara membuat Sheila terdiam.Bara menggenggam tangan Sheila yang meragu, dia tahu terselip ketakutan di benak istrinya."Aku boleh masuk?""Iya. Gak apa-apa, Sayang," ucap Bara menatap Sheila teduh.Sheila dan Elisa saling bersitatap membuat Sheila merunduk takut dan tanpa sadar mengeratkan genggamannya. Elisa tersenyum melihat keduanya. Jika diperhatikan, mereka memang sangat serasi. Kenapa dia baru menyadarinya?"She, kemari lebih dekat. Jangan takut," pinta Elisa lembut. Sheila menoleh sebentar pada Bara dan lelaki itu membawa Sheila m

  • Jerat Cinta CEO Posesif   47. Pulang

    "Aku bercanda, Shei! Hahaha!" Tawa Bara memudarkan raut tegang di wajah Sheila. "Jahat!" seru Sheila kesal membuang muka.Bara menarik dagu Sheila dengan telunjuknya. Dia tidak bisa menahan senyumnya melihat wajah Sheila tertekuk masam. Bibirnya mengerucut lucu membuat Bara ingin menciumnya. "Jangan marah. Lagi pula bibir kamu mungil, Sayang, aku gak akan tega masukinnya." Bara mencium kening Sheila yang membuat wanita itu mendorong dada Bara agar menjauh."Jangan dibahas lagi," pinta Sheila sinis lalu melipat tangannya.Pria itu menoel-noel pipi Sheila yang cemberut. "Ayo belanja, beli apa pun yang kamu mau," bujuk Bara yang dibalas gelengan oleh Sheila, dia memilih berganti posisi duduk memunggungi suaminya.Bara menumpukan dagunya di pundak Sheila lalu berbisik lembut. "Ayo ke pantai."Sheila menoleh membuat hidung mereka bersentuhan. Sebenarnya dia sama sekali tidak marah, hanya sedikit terkejut dengan permintaan suaminya. Sheila juga merasa kesal lantaran tontonan favoritnya di

  • Jerat Cinta CEO Posesif   46. Terlalu Menggoda

    Sheila mematut dirinya di depan cermin dengan dress ketat keemasan sebatas paha dan sedikit memperlihatkan belahan dadanya. Sheila paham betul jika Bara menyukainya berpenampilan seksi begini, tentunya hanya untuk Bara seorang. Suaminya jelas akan marah jika dia mengenakan gaun ini ke tempat umum. Sheila keluar kamar dengan high heelsnya, melangkah pelan menaiki tangga menuju rooftop. Pria tampan dengan kemeja putih itu tampak tertegun menatap penampilan istrinya. Lengan kemejanya digulung hingga siku menampakkan otot-ototnya yang tercetak jelas. Wajah yang semula tampak datar itu berubah menjadi senyum yang merekah ketika Sheila datang. Matanya terkunci pada Sheila seutuhnya. Semilir angin menerbangkan beberapa helai rambutnya."Perfect," puji Bara ketika Sheila melangkah anggun mendekati Bara. Bara menarik kursi mempersilahkan Sheila duduk. Meja yang dihias dengan mewah dan elegan. Bara memegang gelas mengajak Sheila bersulang. Suara dentingan gelas terdengar lirih. Setelah meneg

  • Jerat Cinta CEO Posesif   45. Honeymoon

    Sheila membelai lembut dada Bara yang berkeringat. Wangi parfum bercampur aroma Bara yang khas membuatnya betah dan nyaman berada dalam dekapan hangat suami tampannya. Debar jantung Bara yang tak beraturan membuat Sheila bersemu kala teringat momen panas itu. Ya, mereka bercinta di tengah penerbangannya menuju Bali.Sheila mengangkat wajahnya menatap Bara. "Suami aku ganteng banget," pujinya sambil mengelus rahang tegas itu. Dahi Bara mengerut. "Tumben puji aku, ada maunya pasti," tebaknya menoel hidung Sheila. Sheila menggeleng sambil tersenyum malu. "Gantian, biasanya kan kamu yang selalu bilang aku cantik," jawab Sheila polos. Bara memajukan wajahnya, mengikis jarak di antara mereka. "Karena kau memang cantik Shei, jauh lebih cantik saat naked seperti ini," balas Bara menyeringai."Nakal," cibir Sheila mencubit hidung mancung suaminya."Ahahaha." Bara tertawa lepas membuat Sheila terus tersipu karena tatapan jahil Bara yang meneliti ke arah tubuhnya.**Setelah perjalanan kurang

  • Jerat Cinta CEO Posesif   44. Permainan Panas

    Sheila, kenapa mata aku ditutup segala sih?" protes Kayla berjalan hati-hati dengan Sheila yang memegang tangannya."Sabar dong, Kay," jawab Sheila membuka tali di belakang kepala Kayla. Kayla dibuat takjub saat penutup matanya dibuka. Air danau yang berkilau karena sorot lampu keemasan di sekitarnya tampak sangat indai. Ditambah hiasan berbentuk hati di depannya. Manis sekali, pikirnya."Kayla," panggil Bryan yang berjalan ke arahnya. Tanpa menunggu Bryan sampai di hadapannya Kayla memilih berlari dan langsung merengkuh tubuhnya. Menyalurkan kerinduan dan kecemasan yang beradu satu."Kemana saja kau ini?!" kesal Kayla, dia mendongak dan menyentuh wajah Bryan. Meski ada beberapa lebam di wajahnya. Bryan masih sangat tampan dan berwibawa dengan setelan jas yang membalut tubuh tegapnya.Bryan bersimpuh."Will you marry me?" tanya Bryan serius sambil membuka kotak kecil berisi cincin berlian."Ini tidak lucu," tegur Kayla syok. "Aku tau ini mendadak, tapi bersamamu aku ingin membuka lem

  • Jerat Cinta CEO Posesif   43. Berdamai

    Pagi ini Sheila tengah menyirami bunga mawar di taman belakang rumah. Pinggangnya terlihat ramping memakai dress selutut berwarna putih dengan motif bunga merah muda. "Shei ...."Ketika Sheila berbalik badan, Bara terpesona dengan kecantikannya yang polos dan menawan. Meski ada plester yang menempel di keningnya, itu sama sekali tidak mengurangi kadar kecantikan Sheila.Bara memetik satu mawar dari tangkainya. Tangannya menyingkirkan pelan rambut Sheila lalu menyelipkan mawar merah itu di daun telinganya.Bara menarik pinggang Sheila untuk melihat lebih dekat wajah Sheila yang berseri-seri. Tatapan mata penuh damba dan cinta terpancar dari Bara. "Bahkan jika wajahmu keriput dan rambutmu memutih. Cintaku akan tetap sama." Jemarinya menelusuri paras Sheila.Sheila memukul dada Bara pelan."Dasar gombal ... ayo nikmati waktu hari ini.""Menikmatinya dengan begini?" Bara mencium bibir Sheila. Diamerindukan lumatan lembut dari bibir mungil itu. "Ehm, ssh," desis Sheila lantaran Bara me

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status