#5
"Pelayan!"Suara panggilan yang akhir-akhir ini sudah tak asing di telinga Sera pun seketika membuatnya bergegas menghampiri pelanggan itu."Baik, Pak. Anda ingin memesan menu apa saja? Akan saya catat dalam daftar pesanan anda," jawab Sera sembari membuka buku kecil yang senantiasa berada dalam genggamannya itu.Pria yang datang bersama dengan istrinya itu pun lantas mulai berdiskusi sejenak mengenai menu yang akan mereka pesan.Ada sekitar empat jenis menu yang kemudian dipesan oleh pelanggan restoran itu."Baik, Pak. Apakah ada yang mau ditambahkan lagi?" tanya Sera memastikan."Tidak ada lagi, Mbak. Cukup itu saja." Sera mengangguk beberapa kali sebelum akhirnya berlalu meninggalkan sang pelanggan untuk mengantarkan kertas pesanan itu ke meja dapur."Untuk meja nomor 7 ya, Mbak." "Oke siap, Sera. Ditunggu, ya!" balas chef restoran itu ramah.Sudah berhari-hari lamanya, Sera menjalani pekerjaannya sebagai seorang pelayan di salah satu restoran di kotanya. Tentu saja, semua ini ada campur tangan dari sang sahabat. Berkat rekomendasi dan bantuan dari Lydia akhirnya Sera pun resmi diterima sebagai pelayan di restoran yang bisa terbilang mewah itu.Beberapa kali, Sera kadang masih harus berbolak-balik ke kamar mandi. Wangi parfum yang dipakai oleh para pelanggan restoran itu kadang membuat Sera menjadi mual. Namun, dengan profesionalnya Sera mampu menghandle rasa mual yang seringkali datang mendadak itu.Sembari menunggu pesanan selesai untuk disajikan pada para pelanggan, Sera merasakan ponselnya bergetar. Menandakan jika sebuah pesan telah masuk ke dalam ponselnya. [Ra, bantu kelarin skripsiku dong. Kepalaku udah pusing banget. Uang DP langsung aku kirim ke rekeningmu, ya. Sisanya aku lunasin kalo skripsinya udah jadi. Thank you!]Sebuah senyuman pun kini mengembang sempurna di wajah Sera. Kembali, ia mendapatkan pesanan untuk membantu pembuatan skripsi oleh mantan teman satu kampusnya. Terlahir sebagai seorang gadis yang memiliki kecerdasan dan selalu mendapatkan peringkat pertama dalam pendidikannya, membuat Sera mencari kerja sampingannya dengan membantu mengerjakan skripsi bagi mahasiswa-mahasiswi yang sudah tidak tahan dengan skripsinya yang masih ditolak oleh para dosen.Memiliki waktu tidur yang tidak terlalu lama benar-benar tidak menjadikan runtuhnya semangat Sera. Dengan bermotivasikan, bayi yang ada di dalam kandungannya. Sera lantas menggarap semua pekerjaan apa pun demi kehidupan layak untuk calon bayinya itu."Apa pun demi kamu, Nak. Mama pasti akan melakukan apa saja termasuk mengorbankan waktu istirahat Mama." Sera bermonolog pada dirinya sendiri.***"Jadi, apakah benar ini restorannya? Kamu sudah memeriksa informasinya dengan benar, bukan?" tanya Leon sembari menatap penuh selidik bangunan yang berdiri kokoh di hadapannya.Leon yang akhirnya telah mendapatkan semua informasi mengenai gadis yang ditemuinya saat di restoran tempo hari itu pun lantas segera mencari keberadaan gadis itu. Leon kini bahkan sudah mengetahui jika gadis itu bernama Sera. Menurut data terakhir yang didapat oleh ajudannya, Sera sekarang bekerja di salah satu restoran setelah memilih untuk memutus pendidikannya."Siap, Pak Leon. Saya sudah mengecek semua datanya dan benar, jika Nona Sera bekerja di restoran ini." Alex menunduk sebagai tanda hormatnya pada sang atasan. "Baiklah. Kamu bisa menunggu di sini." Setelah mengatakan hal yang demikian, Leon langsung bergegas masuk ke dalam restoran. Sebelumnya, ia sudah berbicara pada manajer di restoran itu. Benar saja, tak lama setelah ia melangkah di dalam restoran itu. Seorang pria dengan tubuh yang cukup gemuk lantas menghampiri dirinya."Pak Leon! Mari, kita bicara di dalam ruangan saya saja. Mari!" Dengan santun sang manajer menuntun Leon untuk pergi bersamanya. Namun, dengan cepat Leon langsung menolaknya."Tidak perlu. Saya ke sini hanya ingin meminta izin untuk menemui salah satu pelayan yang bekerja di sini. Namanya Sera Giani Davira." Leon berucap dengan nada lantang tanpa ada sedikit keraguan pun di dalam ucapannya."Saya harus berbicara empat mata bersama dengannya. Akan saya bayar kepada anda atas waktu yang saya minta untuk berbicara pada salah satu pegawaimu!" ucapnya dengan arogan.Sang manajer pun dengan segera langsung memanggil Sera tanpa membuang waktu lagi, mengingat tamunya kali ini adalah seorang Leon Hansen Wijaya yang memiliki pengaruh besar dalam segala bisnis di kota ini. Tak berapa lama, seorang gadis yang ditemuinya kala itu kini tepat berada di hadapannya."Kamu?!" Sera berseru dengan dahi yang berkerut bingung. "Baik. Terima kasih, Pak!" ujar Leon pada sang manajer ketika pria itu berhasil membawa Sera.Tanpa menjawab kebingungan Sera, pria itu langsung saja menarik tangan Sera. Membawanya ke dalam suatu ruangan di restoran yang memang menyediakan ruang VVIP keluarga."Apakah kamu sudah mempertimbangkan ideku? Menikahlah denganku! Aku sungguh nggak main-main dengan ucapanku yang satu ini!" ucap Leon tanpa basa-basi.Begitu keduanya duduk di salah satu sofa yang ada di sana. Sama seperti pertama kali bertemu, Leon kembali mengajukan tawaran yang sama padanya. Sera yang mendapati tingkah konyol Leon itu pun hanya bisa memutar kedua bola matanya malas. Disusul dengan decakan kesal yang keluar dari mulutnya."Apa anda tidak memiliki pekerjaan sama sekali? Anda ini siapa saja, saya tidak tahu. Bahkan mengetahui nama anda saja tidak. Entah darimana anda mengetahui tentang saya tapi saya hanya bisa berkomentar tentang sikap anda sekarang yang benar-benar sangat kekurangan pekerjaan!" Sera berucap dengan kepala yang menggeleng berulang kali.Entah bagaimana pikiran pria itu saat ini. Mengajak orang asing yang sama sekali belum dikenalnya itu untuk menikah bukanlah hal yang pantas dijadikan lelucon. Pemikiran pria itu benar-benar sudah tidak masuk di akal lagi. Sera merasa dirinya tidak perlu menanggapi pria itu lebih jauh.Ia pun lalu kembali menegakkan tubuhnya, seakan bersiap untuk pergi."Saya yakin anda pasti juga memiliki pekerjaan sama seperti saya. Jadi, biarkan saya kembali bekerja begitupun dengan anda. Terima kasih." Baru saja Sera akan meninggalkan pria yang dianggapnya tidak waras itu, secepat kilat Leon kembali mengutarakan kalimat ampuh yang sudah dipersiapkan olehnya sejak beberapa waktu terakhir.Kalimat yang Leon sangat yakin pasti akan membuat wanita itu kembali berpikir mengenai ide bodoh dari dirinya itu."Aku akan membantumu untuk membalaskan dendam kepada Nyonya Danira dan juga Brian, si brengsek itu!" serunya meyakinkan Sera.Seolah tak ada keraguan dalam ucapannya, Leon lantas menatap lurus ke arah dua manik coklat di hadapannya itu.Sera sontak terkesiap ketika mendapati kata demi kata yang keluar dari mulut pria konyol di hadapannya itu."Kamu bisa mempercayai ucapanku, Sera. Saya bukan si brengsek Brian yang akan membohongimu. Saya pasti akan membantumu membalaskan semua dendam yang ada di hatimu untuk Nyonya Danira dan Brian. Saya akan membuat mereka hingga benar-benar sengsara. Saya tahu, kalau kamu pasti merasa benar-benar direndahkan dan dipermalukan beberapa waktu yang lalu itu. Menjadi tontonan satu restoran bukan suatu hal yang dapat disepelekan. Apa kamu akan membiarkan mereka begitu saja setelah semua yang telah dilakukannya kepadamu? Di luar sana mereka hidup bahagia sementara kamu sengsara seperti ini." Leon seolah mulai meracuni pikiran Sera dengan suara tegasnya. Ia mencoba untuk mempengaruhi gadis itu hingga akhirnya, Sera akan menuruti ucapannya. "Jadi, katakan dengan benar. Apa keputusanmu? Apa kamu mau menikah denganku?" tanya Leon saat menyadari Sera yang sudah hanyut dalam amarahnya. Terdengar beberapa kali Sera menarik dan mengembuskan napasnya beberapa kali. Mengingat semua luka yang sudah ditorehkan oleh Nyonya Danira dan Brian kepada dirinya membuat Sera akhirnya berani dan terkesan nekat mengambil keputusan besar dalam hidupnya. "Baiklah. Saya mau menikah dengan anda, Tuan!" putus Sera lantang.Leon menyeringai senang. Namun, sedetik kemudian seringai itu mulai memudar digantikan dengan mimik wajah ambigunya."Tapi … tentu saja pernikahan ini dengan syarat dan perjanjian di antara saya dan anda!" sambung Sera menegaskan.***#6"Apa kamu menyetujuinya?" Sera bertanya hati-hati. Leon yang kala itu terdiam bermaksud memikirkan betapa puasnya ia dengan kenyataan jika Sera telah setuju akan tawarannya lantas tersadar. Ia lalu menatap sang wanita dengan sorot mata yang menyorot tajam. Sera tertegun sejenak, menatap lama wajah pria itu jujur saja benar-benar membuat Sera cukup merasa seram. Mengingat bagaimana wajahnya yang penuh akan raut jutek dan acuh tak acuhnya. Bisa Sera katakan, wajah Leon sangat mirip dengan karakter bos kaya raya berwajah menyeramkan dan dingin seperti di film-film biasanya. "Apa kamu pikir saya akan menolaknya?" tanya balik Leon dengan nada mematikan lawannya. Perlahan, tampak bagaimana Sera yang menggelengkan kepalanya. "Bukan begitu. Saya … hanya ingin memastikannya saja," sahut Sera mencoba tenang. Ia tidak ingin sampai terlihat sedang takut di hadapan pria itu. Leon bergeming, mengandalkan wajah yang tampak sangar itu. Ia lantas menatap tak berkedip ke arah sang wanita.
#7"Permisi, Mbak. Kalau mau naik bus kota nunggunya benar di sini, kan?" Sera yang kala itu tampak menatap lurus dengan pikiran kosongnya pun seketika tersadar begitu mendengar sebuah suara menyeru dirinya. "Gimana, Kak?" tanya Sera mencoba memastikan pertanyaan yang diajukan oleh gadis berusia lebih muda darinya itu. "Ini, Mbak. Saya mau tanya, apa benar kalau mau naik bus kota kita nunggunya di sini?" ulangi gadis itu lagi akan pertanyaannya. Sera pun lalu menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan. "Biasanya sebentar lagi bus kotanya bakalan datang, Kak," sahut Sera pada gadis itu. Tak berselang lama setelah kalimat yang diutarakan oleh Sera itu, bus kota pun akhirnya datang dan berhenti tepat di hadapan keduanya. Ucapan terima kasih tampak keluar dari mulut gadis yang bertanya pada Sera itu. Masih sama seperti sebelumnya, Sera hanya menganggukkan kepalanya pelan. Sera menatap kosong ke arah kursi duduk yang ada di bus itu. Terdengar helaan nafas yang panjang keluar dari mul
#8"Aku dan dia sudah menyiapkan kontrak perjanjian pernikahannya. Ke depannya dia pasti akan kabarkan kapan waktu dan tempat kami menggelar pernikahan kami." Kini, Lydia semakin dibuat heran dengan pengakuan yang keluar dari mulut sahabatnya itu. Entah apa yang telah merasuki akal dan pikiran dari wanita itu, Lydia sendiri pun sama sekali tidak mengetahuinya. Lydia benar-benar tak habis pikir dengan keputusan impulsif yang dikatakan oleh sang sahabat. "Lalu? Apa kamu yakin jika keputusan yang kamu ambil sekarang adalah keputusan yang tepat dan benar?" tanya Lydia memastikan. Sera terdiam sejenak, jika ditanya apakah ini keputusan yang benar atau tidak jujur Sera juga tidak mengerti. Namun yang pasti jika dirinya ingin balas dendam itu terbalaskan, hanya inilah jalan satu-satunya yang bisa Sera tempuh. "Aku gak begitu yakin tentang keputusan ini memang sudah benar atau tidak. Tapi yang aku tau, ini adalah satu-satunya keputusan yang bisa aku ambil jika aku ingin membalaskan den
Cukup lama Sera hanyut dalam pemikiran tentang alasan Leon menginginkan pernikahan kontrak bersama dengannya membuat wanita itu akhirnya menyerah untuk melakukannya. "Kamu yakin gak tau soal alasan dia mau melakukan pernikahan kontrak ini denganmu?" tanya Lydia tampak memastikan. Sera yang kala itu baru sadar dari lamunan memikirkan alasan Leon tampak mengalihkan pandangannya ke arah sang sahabat.Sera kemudian mengedikkan bahunya. Pasalnya selama pertemuan mereka. Leon nyatanya tak pernah mengatakan apa pun tentang alasan dirinya membalas dendam pada Nyonya Danira dan Brian."Aku pernah tanya sama dia, tepatnya pas pertemuan kami tadi. Tapi, sepertinya dia nggak ingin membahas apalagi memberitahukannya padaku." Sera berucap dengan gamblang. Itulah kenyataan yang ia dapat selama ini. Menurutnya, bukan masalah yang besar juga jika Leon tak ingin mengatakan alasan tersendiri dari diri pria itu."Terus kamu gak berusaha ngorek tentang alasan dia gitu?" tanya Lydia pada sang sahabat. D
"I miss you so much, Honey!" Terdengar suara gemericik air yang menemani percakapan antara dua insan yang berbeda negara itu. "Aku juga sangat merindukanmu, Honey. Sangat amat merindukanmu." Suara bass yang begitu berat itu terdengar membalas ucapan yang diutarakan oleh wanitanya. Tampak wanita cantik dengan rambut coklat burgundy itu tengah berendam santai di dalam bathup di kamar mandinya. Dia adalah kekasih Leon yang memiliki nama Ruby. "Bagaimana dengan kabarmu, Honey?" tanya Ruby dari balik teleponnya. Sesekali, Ruby tampak memainkan kedua kakinya di dalam air itu. Menimbulkan suara air yang dapat didengar jelas oleh Leon yang ada di balik panggilan telepon itu."Menjadi lebih baik setelah mendengar suara indahmu, Honey." Leon berujar dengan kalimat menggodanya. Terlihat kini Ruby yang mulai tersipu malu mendengar gombalan dari sang kekasih. "Apa kau sedang mandi?" tanya Leon setelahnya. Ruby pun tampak mengangguk meski ia sadar sang pria tidak akan melihat tingkahnya i
"Honey? Apa semuanya baik-baik saja?" Ruby merasa heran dengan sang kekasih yang justru hanya diam sedari tadi.Hingga tak lama setelahnya. Tiba-tiba saja panggilan video call yang baru saja terhubung itu pun lantas dimatikan begitu saja oleh Leon tanpa menanggapi kalimat pernyataan maupun pertanyaan dari Ruby. "What? Dia matiin telpon dari aku?" tanya Ruby berdialog dengan dirinya sendiri. Sejenak, Ruby tampak memikirkan alasan dibalik sang kekasih mematikan sambungan telepon mereka itu. Apakah pria itu tidak merasa senang dengan kalimatnya yang menyatakan jika ia akan ke Indonesia bulan depan? "Apa dia tidak suka jika aku datang ke Indonesia? Ah, ayolah. Mana mungkin kekasihmu itu akan menolak kedatanganmu, Ruby." Ruby kemudian menjawab sendiri pertanyaan yang muncul di dalam dirinya. Lagipula mana mungkin Leon akan mengacuhkan dirinya saat nanti wanita itu berada di negara pria
"Huh? Oke. Aku akan dat—"Sera membelalakkan matanya kesal. Baru saja ia akan menyelesaikan kalimatnya, pria itu justru sudah lebih dulu mematikan sambungan telepon secara sepihak."Astaga … apakah ini adil? Dia bahkan mengganggu waktu tidurku. Sedangkan aku? Aku bahkan belum menyelesaikan kalimatku tapi dia bahkan seenaknya mematikan teleponnya. Dasar pria angkuh!" Sera memberengut marah.Rasanya ingin sekali ia bersikeras untuk tetap melanjutkan tujuan awalnya yakni tidur dengan lelap. Alih-alih menemui pria arogan yang kerap semena-mena padanya itu. Akan tetapi, mengingat siapa sosok Leon dan betapa berpengaruhnya Leon di ibukota tempatnya tinggal ini membuat Sera lantas mengurungkan niatnya. Bergegas Sera keluar dari kamarnya dan menemui sosok pria yang katanya sudah menunggu di depan rumah kontrakannya. "Kalau bukan karena kosan ini punya orang dan takut Lydia bakalan diusir, aku pasti gak akan menghiraukannya." Sera menggerutu sepanjang jalan dirinya melangkah menuju pintu l
"Tapi sebelumnya saya minta maaf, Tuan. Satu hal yang saya tau, di mana saat sebuah perjanjian telah diikrarkan. Hanya ada satu kata yang bisa menjadi jawabannya yakni menepatinya." Sera terdengar mulai mengajukan protesnya pada pria dengan wajah dingin di hadapannya itu.Jika pria bernama Leon itu dapat bersikeras pada kebenaran yang dipegangnya maka Sera juga seharusnya bertingkah demikian."Pak! Halo? Pak! Anda masih ada di dalam tubuh besar ini, kan?" Sera melambaikan tangannya tepat di hadapan wajah pria itu. Leon yang baru sadar dari lamunannya pun sontak menggelengkan kepalanya cepat. "Beraninya kamu?!" sentak Leon menatap tajam wanita yang dianggapnya tidak sopan itu.Sera menelan salivanya begitu kasar. Entah mengapa, setiap kali mendapati kalimat tegas yang keluar dari mulut Leon begini rasanya nafas Sera tercekat saat itu juga."Menurut pembelajaran yang dulu pernah saya dapatkan saat berada di bangku sekolah." Sera lantas memberi jarak antara dirinya dan juga Leon. Ras