"Hoam… tidurku rasanya benar-benar nyenyak dan menyegarkan." Sera lantas menggeliatkan tubuhnya cukup lama. Kedua tangannya sengaja ia bentangkan ke udara hingga tak lama terdengar suara pertemuan antar tulang itu yang seketika beradu mengisi suasana di sekitarnya. Huoekkk!Tak lupa, rutinitas pagi yang tak pernah luput dari hari Sera ialah rasa mual pada perutnya itu. Bergegas Sera turun dari tempat tidurnya dan berlari ke kamar mandi. Masih pagi memang tapi seluruh cairan bahkan apapun yang semalam dikonsumsi oleh Sera kini telah habis tuntas, dikeluarkan oleh wanita itu. "Sampai kapankah aku akan terus mual begini? Perutku rasanya benar-benar gak nyaman," gumam Sera memejamkan matanya sambil menahan nyeri.Ia kemudian duduk sejenak di ujung tempat tidurnya itu mencoba menenangkan perutnya yang tampak tak bisa diajak kompromi itu. "Senyenyak apa pun aku tertidur. Setiap pagi pasti akan tetap saja sama. Memiliki masalah dengan mual dan muntah ini." Sera berdecak tak menyangka j
"Apa Pak Leon sudah menunggu di butik yang akan kita tuju?" Tepat saat Sera menyadari mobil mewah yang membawanya itu sudah begitu dekat dengan tempat tujuannya pun, barulah wanita itu berani menanyakan hal yang sudah mengganjal dalam dirinya sedari tadi.Tampak bagaimana Alex yang masih fokus pada kemudinya, terlihat mulai menganggukkan kepalanya perlahan."Sudah, Nona. Tuan Leon sudah menunggu kedatangan kita berdua dari beberapa waktu lalu," balas Alex membuat Sera kini kembali menyandarkan tubuhnya pada sandaran tempat duduk di mobil itu.Sera benar-benar merasa bosan dengan suasana dingin dan canggung di mobil itu. Entah bawaan dari bayi yang sedang dikandungnya atau apa, rasanya Sera tak ingin diam begini terus-terusan."Apa butik yang kita tuju masih jauh?" tanya Sera tepat 30 detik setelah pertanyaannya sebelumnya. "Sebentar lagi, Nona. Kita akan segera sampai," balas Alex dengan nada suara ramahnya. Sera terlihat mendekatkan tubuhnya di antara dua kursi yang ada di jok de
"Tuan? Bagaimana gaunnya?" tanya Alex sambil menggerakkan telapak tangan di depan wajah Leon."Cantik." Leon masih tak sadarkan diri, saat dirinya begitu terpesona dengan sosok yang memakai gaun itu. Ia lantas tersadar dan menepuk pelan pipinya.'Astaga, bodoh! Apa yang kamu katakan tadi, Leon?' rutuknya dalam hati."Gaunnya sangat cantik untuk ukuran orang biasa sepertimu," tukas Leon yang kini seakan kembali ke setelan awalnya. Mode datar.Sera terkesiap mendapat jawaban begitu menohok dari Leon. Padahal dia sempat salah tingkah saat Leon menatapnya tanpa berkedip beberapa menit yang lalu. 'Cih, apaan! Bilang aja kalau gaun ini gak pantas untuk ukuran gadis miskin sepertiku, kan?' Sera menggerutu dalam hati, sementara Alex justru menangkap maksud lain dari jawaban Leon."Apakah perlu mengganti gaunnya, Tuan?" tanya ajudan Leon. Sera jelas saja tercengang, dia yakin sekali kalau jawaban Leon akan sama saja.
"Baiklah, setelah makan kita akan pergi ke rumah orang tuamu. Setidaknya mereka harus tahu kalau kamu akan segera menikah," ucap Leon tegas.Sera hanya dapat menghirup dan membuang napasnya beberapa kali demi menetralkan emosinya pada Leon. Alex menatap iba ke arah Sera, pria itu seakan tahu jika ada hal yang tidak beres terjadi antara Sera dan orang tuanya."Tuan Leon, apa tak sebaiknya jika saya saya yang datang mewakili Nona Sera untuk memberitahukan pernikahan kalian?" tawar Alex tiba-tiba hingga membuat Sera menoleh ke arahnya.'Setidaknya pengawal Tuan Leon jauh lebih peka dan mengerti arti wajah senduku ini. Aku sungguh belum siap menghadapi ibu dan ayah saat ini.' Sera menggumam kecil dalam hatinya. "Tidak bisa! Saya dan dia yang harus datang sendiri untuk membahas hal penting seperti ini. Itu untuk menghormati kedua orang tuanya," tolak Leon tanpa berpikir dua kali. Menurutnya, keputusan yang keluar dari mulutnya adalah hal mutlak. Sehingga tidak ada satupun yang bisa meng
"Anda gak apa-apa?" tanya Sera panik. Sorot matanya tak bisa dibohongi kala itu jika dirinya tengah mengkhawatirkan nasib Leon.Padahal ada satu orang yang lebih pantas mendapat pukulan itu, yakni adalah Brian."Kalian sangat tak tahu malu berani menampakkan wajah kalian di rumah ini!" seru pria paruh baya itu Pak Rama tampak masih mengatur napasnya yang naik turun akibat amarah yang membuncah tatkala melihat sosok pria yang telah menghancurkan masa depan putrinya. Bagaimanapun seorang ayah tentu saja masih memikirkan nasib sang anak, walaupun kemarahan dan kekecewaannya belum sepenuhnya sirna. "A–ayah …," cicit Sera pelan sambil membantu Leon yang terjungkal akibat pukulan dari Pak Rama."Seharusnya kamu gak usah datang ke sini! Kalau memang kalian mau menikah, silakan saja, kami sudah gak peduli lagi dengan hidupmu! Kamu bukan bagian dari keluarga ini lagi!" cibir Bu Kinar semakin menyayat hati Sera.Leon dan Alex tak ayal terperangah dengan reaksi kedua orang tua Sera. Kini dia s
"Kamu kenapa?" tanya Lydia saat wanita itu melihat jika Sera hanya mengaduk-aduk ketoprak pesanannya. Sera terperanjat seraya menatap sang sahabat dengan tatapan linglungnya. "Eh, kenapa, Lyd? Aku lagi gak fokus tadi," ucapnya ala kadarnya."Gak fokus kenapa? Ada yang lagi kamu pikirin?" tanya Lydia lagi."Begitulah, Lyd." "Ayolah cerita apa yang kamu sedang pikirin itu, Sera?" Lydia terdengar memaksa sahabatnya untuk menceritakan keluh kesahnya.'Benar, pada siapa lagi aku menceritakan semua keluhanku ini kalau gak sama Lydia. Hanya dia satu-satunya yang kumiliki di dunia ini,' batin Sera. Sedetik kemudian, dia segera meralat ucapan batin tersebut ketika bayi di dalam perutnya seperti menendangnya. 'Ah, iya, aku juga punya dia,' ucapnya lagi dalam hati sembari mengelus pelan perutnya yang mulai memiliki tanda kehidupan di sana."Ayo dong cerita, kamu lagi mikirin apa sih?" tanya Lydia lagi saat Sera tak kunjung menjawab pertanyaannya. "Lyd, apa kamu bisa hadir di hari pernikahank
"Kenapa kalian di sini?" Sera mengernyit heran tatkala mendapati kedua orang tuanya berada di sini. Entah apa yang terjadi, ia bahkan mengucek perlahan matanya untuk memastikan kalau dia sedang tidak berhalusinasi. "Mereka nyata," gumam Sera pelan. Tetapi, dia masih tetap tak mengerti alasan keduanya berada di Mansion Leon sekarang ini. "Kenapa kamu hanya berdiri di situ, kemarilah," ucap Leon serupa sebuah perintah bagi Sera.Sera pun akhirnya melangkahkan kedua kaki jenjangnya untuk mencapai sofa ruang tamu, di mana Leon, dan kedua orang tuanya berada."Ayah, Ibu, kenapa kalian di sini? Bukankah kemarin aku dengar jelas kalau kalian gak akan datang di acara pernikahan ini?" Sera memberanikan diri bertanya pada keduanya, usai meredam rasa cemas yang melandanya."Untuk apa kamu nanyain hal itu lagi, Sera? Yang terpenting, mereka akan hadir di acara pernikahan kita, dan menyaksikan pernikahan mereka. Bagaimanapun mereka adalah orang tuamu," sergah Leon menimpali pertanyaan yang seha
Leon terpana ketika melihat Sera menuruni undakan tangga dipandu oleh Bu Kinar dan Lydia yang tampak telaten membawa ekor gaun yang cukup berat itu.'Entah kenapa dia bisa secantik itu?' gumam Leon dalam hatinya. Sungguh, dia seperti tidak bisa mengalihkan pandangan dari sosok Leon. Kecantikan Sera pun cukup menyedot atensi hadirin yang hadir di sana. Mereka rata-rata melontarkan kalimat pujian terhadap penampilan Sera hari ini."Tuan, Nona Sera begitu … cantik." Alex sengaja memuji Sera demi menggoda sang atasan. Ia ingin tahu bagaimana reaksi Leon ketika dia melontarkan pujian sedemikian rupa."Halah, namanya juga pakai full riasan, jadi wajar aja. Aku sudah pesan MUA yang profesional dan mahal jadi wajar aja wanita itu tampil cantik saat ini," dumal Leon panjang lebar, yang enggan secara langsung mengakui jika Sera sungguh sangat cantik dan menawan dengan balutan gaun putih tulang dan riasan sederhana namun sungguh membuat Sera terlihat sangat cantik. Sangat jauh berbeda dari pena