"Anda gak apa-apa?" tanya Sera panik. Sorot matanya tak bisa dibohongi kala itu jika dirinya tengah mengkhawatirkan nasib Leon.Padahal ada satu orang yang lebih pantas mendapat pukulan itu, yakni adalah Brian."Kalian sangat tak tahu malu berani menampakkan wajah kalian di rumah ini!" seru pria paruh baya itu Pak Rama tampak masih mengatur napasnya yang naik turun akibat amarah yang membuncah tatkala melihat sosok pria yang telah menghancurkan masa depan putrinya. Bagaimanapun seorang ayah tentu saja masih memikirkan nasib sang anak, walaupun kemarahan dan kekecewaannya belum sepenuhnya sirna. "A–ayah …," cicit Sera pelan sambil membantu Leon yang terjungkal akibat pukulan dari Pak Rama."Seharusnya kamu gak usah datang ke sini! Kalau memang kalian mau menikah, silakan saja, kami sudah gak peduli lagi dengan hidupmu! Kamu bukan bagian dari keluarga ini lagi!" cibir Bu Kinar semakin menyayat hati Sera.Leon dan Alex tak ayal terperangah dengan reaksi kedua orang tua Sera. Kini dia s
"Kamu kenapa?" tanya Lydia saat wanita itu melihat jika Sera hanya mengaduk-aduk ketoprak pesanannya. Sera terperanjat seraya menatap sang sahabat dengan tatapan linglungnya. "Eh, kenapa, Lyd? Aku lagi gak fokus tadi," ucapnya ala kadarnya."Gak fokus kenapa? Ada yang lagi kamu pikirin?" tanya Lydia lagi."Begitulah, Lyd." "Ayolah cerita apa yang kamu sedang pikirin itu, Sera?" Lydia terdengar memaksa sahabatnya untuk menceritakan keluh kesahnya.'Benar, pada siapa lagi aku menceritakan semua keluhanku ini kalau gak sama Lydia. Hanya dia satu-satunya yang kumiliki di dunia ini,' batin Sera. Sedetik kemudian, dia segera meralat ucapan batin tersebut ketika bayi di dalam perutnya seperti menendangnya. 'Ah, iya, aku juga punya dia,' ucapnya lagi dalam hati sembari mengelus pelan perutnya yang mulai memiliki tanda kehidupan di sana."Ayo dong cerita, kamu lagi mikirin apa sih?" tanya Lydia lagi saat Sera tak kunjung menjawab pertanyaannya. "Lyd, apa kamu bisa hadir di hari pernikahank
"Kenapa kalian di sini?" Sera mengernyit heran tatkala mendapati kedua orang tuanya berada di sini. Entah apa yang terjadi, ia bahkan mengucek perlahan matanya untuk memastikan kalau dia sedang tidak berhalusinasi. "Mereka nyata," gumam Sera pelan. Tetapi, dia masih tetap tak mengerti alasan keduanya berada di Mansion Leon sekarang ini. "Kenapa kamu hanya berdiri di situ, kemarilah," ucap Leon serupa sebuah perintah bagi Sera.Sera pun akhirnya melangkahkan kedua kaki jenjangnya untuk mencapai sofa ruang tamu, di mana Leon, dan kedua orang tuanya berada."Ayah, Ibu, kenapa kalian di sini? Bukankah kemarin aku dengar jelas kalau kalian gak akan datang di acara pernikahan ini?" Sera memberanikan diri bertanya pada keduanya, usai meredam rasa cemas yang melandanya."Untuk apa kamu nanyain hal itu lagi, Sera? Yang terpenting, mereka akan hadir di acara pernikahan kita, dan menyaksikan pernikahan mereka. Bagaimanapun mereka adalah orang tuamu," sergah Leon menimpali pertanyaan yang seha
Leon terpana ketika melihat Sera menuruni undakan tangga dipandu oleh Bu Kinar dan Lydia yang tampak telaten membawa ekor gaun yang cukup berat itu.'Entah kenapa dia bisa secantik itu?' gumam Leon dalam hatinya. Sungguh, dia seperti tidak bisa mengalihkan pandangan dari sosok Leon. Kecantikan Sera pun cukup menyedot atensi hadirin yang hadir di sana. Mereka rata-rata melontarkan kalimat pujian terhadap penampilan Sera hari ini."Tuan, Nona Sera begitu … cantik." Alex sengaja memuji Sera demi menggoda sang atasan. Ia ingin tahu bagaimana reaksi Leon ketika dia melontarkan pujian sedemikian rupa."Halah, namanya juga pakai full riasan, jadi wajar aja. Aku sudah pesan MUA yang profesional dan mahal jadi wajar aja wanita itu tampil cantik saat ini," dumal Leon panjang lebar, yang enggan secara langsung mengakui jika Sera sungguh sangat cantik dan menawan dengan balutan gaun putih tulang dan riasan sederhana namun sungguh membuat Sera terlihat sangat cantik. Sangat jauh berbeda dari pena
"Brian! Brian! Tunggu!" seru suara seorang perempuan yang berlari menyusul langkah lebar pria itu.Brian mendengarnya, akan tetapi pria itu hanya bergeming dan tetap melanjutkan langkah. Emosinya kini tengah memuncak usai melihat jika Sera telah menikah dengan pria lain. "Bisa-bisanya dia menikah dengan pria lain, padahal sedang mengandung bayiku! Sialan! Apakah bayi itu bukan benihku!" Brian terus fokus pada prasangkanya tentang Sera. "Brian!" Langkah kaki Brian terhenti seketika saat tangan seseorang menahan langkahnya."Apa sih!" seru Brian ketus."Kamu mau ke mana? Kok aku malah ditinggal sih," protes gadis berpakaian seksi itu setengah merengek."Aku mau pulang!" Brian menyahut singkat."Terus aku gimana? Kamu gak nganterin aku pulang, gitu?" rengeknya lagi."Berhenti merengek! Memangnya kamu hidup di hutan, ya! Kamu kan bisa pulang naik taksi ataupun ojol!" pekik Brian menghardik wanita yang menjadi kekasihnya saat ini.Meskipun begitu, Brian nyatanya masih mencintai Sera. Pr
Sera sudah keluar dari kamar mandi dengan memakai piyama lengan panjang dan celana panjang berwarna senada. Setelahnya, tanpa sepatah kata yang terucap, kini giliran Leon yang menggunakan kamar mandi. Sera memilih merebahkan tubuh lelahnya sembari berbaring dengan posisi miring. Entah mengapa, ia masih saja kepikiran tentang ucapan Leon yang mengatakan kalau dia sudah memiliki kekasih."Kalau memang dia punya pacar, kenapa dia harus menikahiku begini? Gimana kalau nanti … kekasihnya itu datang ke mari dan menanyakan tentang siapa aku karena aku tinggal di sini," gumam Sera. Bagaimanapun, pernikahan ini masih seperti mimpi baginya. Terlebih lagi, setelah Leon mengatakan jika dirinya sudah memiliki tambatan hati sehingga Sera yakin pernikahan ini adalah murni sebuah pernikahan kontrak untuk membalas dendam pada keluarga Brian."Entah bagaimana dan seperti apa balas dendam yang dia maksud. Aku gak ngerti," ucap Sera lagi. Ia lalu memutuskan untuk mencoba memejamkan matanya. Rasa kantuk
Leon sudah berangkat ke kantor. Kini di mansion itu hanya ada Sera dan beberapa pelayan yang bekerja di sana. Sera tampak sedang termenung di balkon kamarnya yang ada di lantai dua sembari melihat pemandangan taman di bawahnya."Kuliah? Aku gak pernah kepikiran buat kuliah lagi, tapi kenapa tiba-tiba Leon menyarankan untuk kuliah lagi," ucap Sera setengah menggumam. Tentu saja ini adalah pilihan yang sulit bagi Sera. Selain karena dia malu berhadapan dengan teman-temannya. Dia juga belum siap jika harus berpapasan dengan Brian lagi jika dirinya berkuliah lagi.Namun, kemudian Sera tersadar akan sesuatu."Apa mungkin ini adalah sebagian rencana balas dendam yang dia maksud? Dia menyuruhku kuliah lagi, agar Brian melihat kalau aku sudah gak terpuruk lagi?" gumamnya kembali menebak-nebak.Sera tampak menganggukan kepala beberapa kali, bagaimanapun itu adalah alasan yang logis."Ya, mungkin maksud Leon adalah begitu. Melanjutkan kuliah tanpa terpengaruh dengan hinaan yang didapat dari ke
Brian memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah Sera. Tidak ada satu orang pun yang keluar atau masuk dari rumah itu, sehingga membuat Brian memilih untuk menunggu. Ia pun menunggu cukup lama, hingga seorang gadis muda berseragam putih biru datang, dan hendak masuk ke rumah. Tergesa, Brian pun bergerak cepat untuk memanggil gadis itu."Hei, tunggu!" seru Brian hingga membuat gadis itu menghentikan langkahnya."Siapa ya?" tanyanya dengan kening berkerut heran."Kamu pasti Reina, kan?" tebak Brian yang memang sempat diceritakan soal adik kandung Sera."Eh, kok tahu namaku?" Gadis bernama Reina itu menatap was-was ke arah Brian. "Kamu siapa sebenarnya?" "Sorry, kalau aku buat kamu bingung. Kenalin, aku Brian. Aku … teman kuliahnya kakak kamu, Sera," ucap Brian. Enggan mengakui jika dia pernah menjalin kasih dengan Sera di hadapan Reina."Oh, temannya Kak Sera ya?" beo Reina mengulangi penjelasan Brian.Pria yang memiliki tinggi 170 cm itu hanya mengangguk."Kak Sera udah gak tinggal di