"Kurang ajar, dasar perempuan j4lang! Beraninya kamu menamparku!" pekik Brian dengan sorot mata memerah menahan amarah. Bagaimana tidak, kini ia justru menjadi bahan tontonan beberapa mahasiswa yang kebetulan lewat di sana.Brian melayangkan tangan ke udara, dan hendak membalas tamparan Sera tadi. Tetapi, dia merasa gengsi ketika beberapa orang membicarakannya di belakang."Yah … beraninya sama perempuan!""Cemen banget sih!" "Sumpah, aku gak respect sama cowok yang kasar sama cewek!" Begitulah selentingan sindiran yang didengar Brian, sehingga tangannya cukup lama mengambang di udara."Kenapa diam? Ayo tampar!" teriak Sera menantang. Ia tak peduli dengan rasa sakit yang akan diterima jika Brian berani melayangkan tamparan padanya. "Si4lan!" seru Brian frustrasi sembari mengempaskan tangannya. Ia tak mungkin menuruti tantangan Sera untuk menamparnya."Aku rasa kita udah gak ada urusan sama kamu lagi, Brian! Permisi!" Sera berniat untuk melenggang pergi dan meninggalkan Brian, tapi
Leon mengingat lagi bagaimana dirinya yang saat menghadiri rapat tadi terlihat gelisah. Pasalnya, orang suruhannya yang ditugaskan untuk mengawasi Sera di kampus memberikan laporan jika seorang pria tengah mengganggu Sera. Alex yang menyadari kegelisahan Leon pun lantas berinisiatif untuk mengawasi gerak-gerik Brian, dan berjaga jika pria itu berniat melakukan hal buruk. Namun, Leon yang kala itu tak mau mengecewakan klien pentingnya yang sudah jauh-jauh datang dari Singapura. Akhirnya, Leon tetap menunggu sampai meeting berakhir, walaupun beberapa kali Leon sempat tidak fokus.Saat meeting berakhir. Leon langsung saja meminta kunci mobil dari Alex dan segera mengendarai mobil menuju ke kampus Sera."Ternyata … dia lebih cepat bereaksi daripada dugaanku!" ucapnya. Leon juga sempat menyuruh seseorang mengawasi Brian, dan orang itu melaporkan jika Brian sempat datang dan cukup lama mengawasi sebuah rumah. Saat melihat foto rumah itu, Leon langsung paham jika Brian mengawasi rumah Ser
“Sera, kamu nggak apa-apa, kan?” Lydia yang baru saja merangsek masuk ke ruang rawat inap Sera itu mengalihkan atensi Leon dan Sera.“Lyd? Aku udah nggak apa-apa kok. Untungnya juga gak terjadi sesuatu yang buruk pada bayiku,” jawab Sera panjang lebar.Diam-diam, Leon menghela napas lega. Pasalnya, dia tak perlu repot menjawab pertanyaan Sera tadi tentang bagaimana dirinya ada di tempat kejadian.“Karena temanmu sudah di sini, saya permisi keluar dulu,” pamit Leon tiba-tiba demi menghindari jika Sera menanyakan pertanyaan yang sama pada dirinya.Tanpa menunggu jawaban dari Sera maupun Lydia, Leon pun segera melangkahkan kakinya keluar ruangan.“Kamu yakin baik-baik aja?” Lydia bertanya memastikan. Ya, saat dia mendapat kabar dari Alex, tanpa babibu lagi di langsung meluncur ke alamat rumah sakit yang diinfokan oleh tangan kanan Leon tersebut.“Iya, Lyd, beneran. Aku udah nggak apa-apa. Kamu tahu, kalau aja Leon gak datang tepat waktu. Entah gimana nasibku,” tutur Sera sembari mengingat
"Nak Putri, sekali lagi Tante ucapin makasih karena kamu udah jagain Brian ya." Nyonya Danira yang baru kembali dari salon dengan teman-temannya itu tampak sumringah. "Iya, Tante. Itu kan sudah jadi tugasku sebagai calon istrinya Brian," sahut Putri malu-malu seraya menatap Brian.Ya, kedua orang tua mereka berdua memang sudah sepakat untuk menikahkan keduanya usai Brian dan Putri menyelesaikan kuliah mereka yang tinggal satu semester lagi itu."Nah, bagus dong. Itu namanya calon istri yang baik," ucap Nyonya Danira seraya terus mengembangkan senyum pada calon menantunya itu. Berbeda halnya, jika yang ada di hadapannya itu adalah Sera. Sudah pasti wajah Nyonya Danira itu akan selalu masam jika sampai melihat Sera. "Kalau gitu, Putri pamit dulu ya, Tan. Mama tadi udah nyuruh aku buat pulang kalau Tante udah datang," ucap Putri berpamitan. Nyonya Danira pun tak memiliki alasan untuk menahan Putri tetap tinggal di sana.Putri pun pergi meninggalkan kamar rawat inap Brian. Pria itu ta
"Ser, aku harus pulang dan siap-siap ke tempat kerja nih. Tapi, aku gak tega ninggalin kamu sendirian," ucap Lydia saat dia melihat ke arah jam tangannya.Tak terasa waktu yang berlalu cukup cepat, hingga dirinya nyaris tidak sadar kalau sudah waktunya untuk pergi bekerja."Nggak apa-apa, Lyd. Kamu pulang aja. Gak usah khawatir," ucap Sera merasa tak keberatan sama sekali."Tapi … aduh, Pak Leon sama asistennya itu ke mana sih? Orang istrinya lagi dirawat malah ditinggal-tinggal mulu," oceh Lydia. Pasalnya sejak tadi, baik Leon maupun Alex tak ada satupun yang menampakkan batang hidungnya. Sera terkekeh kecil. "Santai saja, Lyd. Nanti juga mereka balik ke sini, kok. Udah gih, pulang. Jangan sampai kamu telat pergi ke tempat kerjanya.""Beneran nih, gak apa-apa kalau aku tinggal sendiri?" Lydia masih sangsi dan ingin sekali menemani Sera sampai setidaknya ada orang yang menjaganya di sini.Sera langsung menganggukkan kepalanya cepat. "Iya, aku yakin gak apa-apa kok. Lagian ini rumah s
"Mungkin iya, tapi mungkin juga anda ingat siapa saya." Leon menatap wanita yang paling dibencinya dengan tatapan tajam."Katakan, siapa kamu!" ucap Nyonya Danira lagi terdengar memaksa."Coba Anda ingat-ingat siapa saya." Leon sama sekali tak gentar untuk memprovokasi Nyonya Danira."Heh, jangan macam-macam ya sama saya! Saya gak punya waktu buat ngeladenin orang gak jelas kayak kamu! Cepat katakan aja siapa kamu sebenarnya!" ucap Nyonya Danira terdengar sangat arogan."Sayang sekali, tapi saya hanya berharap anda akan mengingat saya! Permisi!" ucap Leon dengan senyum remeh menghiasi wajahnya."Hei, tunggu! Katakan kamu siapa! Dan saya peringatkan supaya kamu jangan main-main dengan saya! Hei!" teriak Nyonya Danira yang masih penasaran dengan sosok pria tadi yang terlibat masalah dengan Brian.Leon terus melanjutkan langkahnya dan tidak memedulikan teriakan Nyonya Danira yang terus memanggil namanya. Ia mengayun langkahnya menuju ke mobil, dan langsung melajukannya menuju ke rumah sa
"Hari ini kamu boleh pulang," ucap Leon pada Sera. "Benarkah?" "Apa aku pernah bohong dan gak serius?" Leon malah balik bertanya.Sera menggeleng samar, lalu ia pun mulai bergerak untuk membereskan barang-barangnya."Kamu sudah baik-baik saja, kan? Gak ada yang terasa sakit lagi?" tanya Leon. "Gak ada, Leon. Aku sudah baik-baik saja," ucap Sera seadanya. Wanita itu bahkan tidak menatap mata Leon saat berbicara dengannya. Entah apalagi yang akan terjadi ke depannya, setelah Leon sudah jelas mengibarkan bendera perang dengan Brian dan keluarganya. Sera bahkan tak punya keberanian untuk membahas rencana mereka selanjutnya. "Sudah siap?" Leon bertanya lagi ketika melihat Sera sudah selesai membereskan semua barangnya."Iya, sudah selesai." "Baiklah, ayo kita pulang." Leon menggandeng tangan Sera. Wanita itu sempat menatap bingung uluran tangan Leon yang sangat mendadak itu."Orang-orang di rumah sakit ini tahu kalau kita pasangan suami istri. Akan aneh kalau mereka lihat kita gak ga
Danira membuang napasnya kasar. Wanita itu menatap tajam sang suami yang telah tega menamparnya."Apa pun akan kulakukan untuk menemukan mereka," ucap Hans yakin."Lalu gimana dengan nasibku dan Brian, Mas?" Danira bertanya menimpali. Bagaimanapun, Danira bukanlah apa-apa jika tanpa kehadiran Hans. "Apa kamu gak mengerti juga! Untuk apa aku mempertahankan sebuah aib dalam keluargaku. Kalian akan kucoret dari kartu keluargaku! Mengerti!" Hans membalas tatapan tajam Danira. Wanita itu terkesiap dan tidak menyangka jika Hans akan secepat itu mendepaknya."Ck, aku gak yakin merek masih hidup!" sinis Danira sengaja memancing kemarahan Hans. Tujuan lainnya adalah agar Hans berpikir kalau mungkin saja istri pertama dan putranya sudah meninggal."Jaga mulutmu, Danira. Mereka gak mungkin—""Gak ada hal yang gak mungkin di dunia ini, Mas. Lagipula, apa kamu lupa sudah berapa tahun lamanya kamu membuang dan mencampakkan mereka tanpa sepeser harta pun. Istrimu waktu itu sakit-sakitan, dan putram