Share

Tekad Sera

Author: Merry Heafy
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

#4

Sementara itu, Lydia lalu mengiringi sang sahabat untuk masuk ke dalam kostnya. 

Ia merasa tidak enak dengan para tetangga yang mulai melihat aneh ke arah dirinya dan sang sahabat. Keduanya berpelukan diambang pintu dengan satu gadis yang menangis terisak penuh.

"Aku sama sekali nggak tau harus kayak gimana lagi, Lydia. Apa yang udah terjadi sekarang nggak bisa aku kontrol lagi. Semuanya seolah terjadi begitu saja tanpa bisa kucegah. Aku udah nggak tau harus kayak gimana lagi. Hidupku semuanya sudah benar-benar berantakan sekali, Lydia." 

Tangisan Sera pun kembali pecah. Ia sama sekali tidak bisa menahan dirinya lagi. 

Wajahnya kini basah oleh air mata yang jatuh berduyun-duyun. Berulang kali, ia tampak mencoba untuk menenangkan diri namun lagi-lagi air matanya turun tanpa henti maupun dikomando.

"Apa yang sudah terjadi, Sera? Mengapa kamu bisa jadi seperti ini? Apa sesuatu besar yang kamu maksud saat ini? Berantakan? Apa maksudmu? Aku sama sekali nggak ngerti sama yang kamu maksud." Lydia mencoba untuk menanyakan perihal alasan dibalik sikap gadis itu kepadanya saat ini.

Jujur, melihat raut wajah Sera yang berantakan seperti ini membuat Lydia juga tak tenang. 

Apalagi gadis itu terus saja sesenggukan ketika mengatakan kalimatnya. Dengan tangan yang bergetar, Sera lalu menyodorkan sebuah benda pipih panjang berukuran kecil kepada sang sahabat. 

Lydia lantas mengerutkan keningnya ambigu, benda itu tampak asing di matanya kala itu.

Sepersekian detik setelahnya, saat benda itu sudah berpindah tangan kepada Lydia sontak kedua matanya pun membulat sempurna saat menyadari benda apa yang ada di hadapannya itu.

"Dua garis? Apa maksudnya? Testpack siapa ini, Sera? Jangan bilang, kalau —"

Lydia bertanya dengan raut wajahnya yang  tak karuan lagi. Ia benar-benar sudah tidak bisa berpikir dengan jernih lagi. Apa yang ada di tangannya membuat Lydia jujur terkejut bukan main.

"Mama mengusirku. Benda inilah yang menjadi alasanku diusir. Aku benar-benar ngggak nyangka kalo ini bakalan terjadi, Lydia. Aku sudah mempercayai semuanya kepada Brian. Aku dan Brian sama-sama sudah saling mencintai dan percaya. Jadi, aku memberikan segalanya kepada Brian. Termasuk keperawananku." 

Sera berucap seakan semua yang dilakukannya adalah hal yang biasa.

"Aku tahu kamu pasti akan memarahiku juga, Lydia. Tapi, tolong jangan menghakimiku sampai mengusirku seperti yang Mama lakukan. Aku benar-benar nggak tahu harus datang kepada siapa lagi selain dirimu. Aku tahu, aku sudah salah besar karena terlalu percaya padanya. Aku menyesali semua itu. Aku sudah mendapatkan balasan untuk semua yang kulakukan sekarang ini. Aku mohon jangan mengusirku. Aku sudah sangat menyesalinya." 

Terdengar suara Sera yang mulai berucap dengan mencicit pelan. 

Awalnya Lydia ingin memarahi gadis itu habis-habisan. Namun, sedetik kemudian saat Lydia mendengar permohonan dari sahabatnya itu. Akhirnya, Lydia mengurungkan niatnya, dan meredam emosi yang semula ingin dilampiaskan olehnya.

"Bagaimana dengan Brian?" tanyanya penasaran.

Tanpa harus memperjelas pertanyaannya lagi, Sera tentu sudah mengetahui ke mana arah pembicaraan dari sahabatnya itu.

"Nyonya Danira sama sekali nggak menyukaiku. Dia bahkan telah menghinaku di hadapan semua orang. Brian sama sekali nggak berkata apa pun untuk membelaku. Dia sudah membuatku kecewa. Hidupku menjadi berantakan karena dia! Aku benar-benar sudah hancur, Lydia!" 

Lydia lantas mulai memaki kesal pemuda itu di dalam hatinya. Emosi di dalam dirinya pun semakin membuncah. Namun, ia tidak ingin membuat Sera kembali merasa lebih buruk. 

Sekuat tenaga, Lydia mencoba untuk tidak meluapkan emosinya di hadapan wanita yang benar-benar sangat terpuruk itu.

Tangisan Sera pun kembali pecah. Ia terus saja menyalahkan diri dan mengatakan kalau hidupnya sudah hancur berantakan itu.

Lydia tahu jika tidak ada gunanya jika ia mengangkat suaranya kala itu hanya memilih untuk diam.

Ia hanya memberikan tatapan lurusnya ke arah wanita itu sambil berusaha keras melawan emosi yang ingin diledakkannya.

Cukup lama Lydia membiarkan Sera bermonolog pada dirinya sendiri. Barulah, Sera perlahan mulai menjadi tenang. 

"Aku pasti nggak akan membiarkanmu lepas begitu saja, Brian. Apa yang sudah kamu lakukan kepada sahabatku sudah melewati batasan. Lihat saja, apa yang akan aku perbuat padamu nantinya." 

Lydia bergumam pelan mengukir janji pada dirinya sendiri.

Lydia benar-benar merasa iba kepada sahabatnya itu. Sudahlah harus menanggung bayi yang sama sekali tidak ingin dipertanggungjawabkan oleh sang kekasih. Kini, Sera juga harus dihadapkan dengan fakta di mana keluarganya tidak ingin menerimanya lagi.

Semua adalah buah dari kebodohan yang telah dilakukan oleh wanita itu.

"Kamu bisa tinggal sampai kapan pun yang kamu mau di rumah ini. Tempat ini akan selalu terbuka lebar untukmu, Sera." Lydia mencoba untuk menenangkan sedikit perihal yang mungkin saja tengah dipikirkan oleh wanita itu.

Sera lalu mengembangkan senyumannya, menatap berterima kasih pada sang sahabat.

"Aku ambilkan minum untukmu. Tunggu sebentar," ucapnya yang baru terpikirkan kalau dia belum menjamu tamunya dengan baik. 

Bergegas ia mengambilkan air minum untuk sahabatnya itu. "Kata orang, air putih dingin biasanya manjur untuk menenangkan seseorang yang tengah di bawah kendali emosi." 

Sera mengangguk menerima gelas itu dengan senang hati.

"Lalu, bagaimana dengan rencanamu ke depannya? Maaf, mungkin pertanyaanku bisa menyinggungmu. Tapi aku rasa, kamu tentu butuh planning buat ke depannya harus bagaimana." 

Lydia bertanya dengan hati-hati membuat Sera lantas mengalihkan pandangannya pada wanita itu. 

"Tentu, aku pasti akan membesarkan bayi yang saat ini ada dalam kandunganku." Sera menjawab dengan tanpa adanya keraguan sama sekali. 

Sebab, Sera merasa hanya itu saja satu-satunya tujuan hidup yang ia miliki.

"Lalu, bagaimana dengan kuliahmu? Apa kamu berpikir akan—" 

Belum usai Lydia menyelesaikan kalimatnya, Sera sudah lebih dulu memotongnya. 

"Aku akan berhenti dan fokus untuk mencari pekerjaan. Nggak ada gunanya lagi aku berkuliah. Aku harus mencari biaya untuk persalinanku nantinya dan untuk membesarkan bayi ini." 

Sera tampak begitu pasrah saat mengatakan semua kalimatnya itu. 

Hati Lydia sontak merasa semakin sedih ketika mendapati nasib sang sahabat yang kian memprihatinkan begini. Rasanya seperti ditikam oleh ribuan belati yang begitu tajam. 

Baru beberapa hari yang lalu, Lydia dan Sera sama-sama berjanji akan berjuang bersama untuk lulus kuliah dengan mendapatkan nilai terbaik di kampusnya. 

Namun, sekarang Sera justru harus dipatahkan dengan segala musibah yang sedang melandanya saat ini. Tak pernah sekalipun terpikirkan oleh Lydia sebelumnya jika sang sahabat akan menghadapi masalah seberat ini. 

Nasib Sera benar-benar sangat berbanding terbalik dengan dirinya.

Lydia lalu membawa sang sahabat untuk kembali masuk ke dalam dekapannya. Menyalurkan sedikit kekuatan darinya sebagai penguat bagi gadis itu.

"Tenanglah, Sera. Aku pasti akan selalu membantumu. Aku akan membantu mencarikan pekerjaan untukmu. Ah, iya! Sepertinya aku ingat sesuatu." 

Dengan cepat, Lydia langsung melepaskan pelukannya dari sang sahabat. Buru-buru ia menyalakan ponselnya dan langsung mengotak-atiknya. 

Setelah menemukan sesuatu pada ponsel itu, ia lalu mengembangkan senyumannya begitu lebar. Sebelum akhirnya, "Nih! Pas banget, tadi aku gak sengaja lihat ini." 

Lydia menyodorkan ponselnya tepat di hadapan sang sahabat. Sera menyambutnya dan langsung membaca setiap tulisan kalimat yang tertera di sana.

"Ini … Beneran?" Sera bertanya dengan raut tak percayanya. 

Lydia hanya menganggukkan kepalanya membalas pertanyaan yang keluar dari mulut wanita itu.

***

Related chapters

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Menikahlah Denganku!

    #5"Pelayan!"Suara panggilan yang akhir-akhir ini sudah tak asing di telinga Sera pun seketika membuatnya bergegas menghampiri pelanggan itu."Baik, Pak. Anda ingin memesan menu apa saja? Akan saya catat dalam daftar pesanan anda," jawab Sera sembari membuka buku kecil yang senantiasa berada dalam genggamannya itu.Pria yang datang bersama dengan istrinya itu pun lantas mulai berdiskusi sejenak mengenai menu yang akan mereka pesan.Ada sekitar empat jenis menu yang kemudian dipesan oleh pelanggan restoran itu."Baik, Pak. Apakah ada yang mau ditambahkan lagi?" tanya Sera memastikan."Tidak ada lagi, Mbak. Cukup itu saja." Sera mengangguk beberapa kali sebelum akhirnya berlalu meninggalkan sang pelanggan untuk mengantarkan kertas pesanan itu ke meja dapur."Untuk meja nomor 7 ya, Mbak." "Oke siap, Sera. Ditunggu, ya!" balas chef restoran itu ramah.Sudah berhari-hari lamanya, Sera menjalani pekerjaannya sebagai seorang pelayan di salah satu restoran di kotanya. Tentu saja, semua in

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Syarat dari Sera

    #6"Apa kamu menyetujuinya?" Sera bertanya hati-hati. Leon yang kala itu terdiam bermaksud memikirkan betapa puasnya ia dengan kenyataan jika Sera telah setuju akan tawarannya lantas tersadar. Ia lalu menatap sang wanita dengan sorot mata yang menyorot tajam. Sera tertegun sejenak, menatap lama wajah pria itu jujur saja benar-benar membuat Sera cukup merasa seram. Mengingat bagaimana wajahnya yang penuh akan raut jutek dan acuh tak acuhnya. Bisa Sera katakan, wajah Leon sangat mirip dengan karakter bos kaya raya berwajah menyeramkan dan dingin seperti di film-film biasanya. "Apa kamu pikir saya akan menolaknya?" tanya balik Leon dengan nada mematikan lawannya. Perlahan, tampak bagaimana Sera yang menggelengkan kepalanya. "Bukan begitu. Saya … hanya ingin memastikannya saja," sahut Sera mencoba tenang. Ia tidak ingin sampai terlihat sedang takut di hadapan pria itu. Leon bergeming, mengandalkan wajah yang tampak sangar itu. Ia lantas menatap tak berkedip ke arah sang wanita.

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Keraguan Sera

    #7"Permisi, Mbak. Kalau mau naik bus kota nunggunya benar di sini, kan?" Sera yang kala itu tampak menatap lurus dengan pikiran kosongnya pun seketika tersadar begitu mendengar sebuah suara menyeru dirinya. "Gimana, Kak?" tanya Sera mencoba memastikan pertanyaan yang diajukan oleh gadis berusia lebih muda darinya itu. "Ini, Mbak. Saya mau tanya, apa benar kalau mau naik bus kota kita nunggunya di sini?" ulangi gadis itu lagi akan pertanyaannya. Sera pun lalu menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan. "Biasanya sebentar lagi bus kotanya bakalan datang, Kak," sahut Sera pada gadis itu. Tak berselang lama setelah kalimat yang diutarakan oleh Sera itu, bus kota pun akhirnya datang dan berhenti tepat di hadapan keduanya. Ucapan terima kasih tampak keluar dari mulut gadis yang bertanya pada Sera itu. Masih sama seperti sebelumnya, Sera hanya menganggukkan kepalanya pelan. Sera menatap kosong ke arah kursi duduk yang ada di bus itu. Terdengar helaan nafas yang panjang keluar dari mul

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Identitas Leon Hansen Wijaya

    #8"Aku dan dia sudah menyiapkan kontrak perjanjian pernikahannya. Ke depannya dia pasti akan kabarkan kapan waktu dan tempat kami menggelar pernikahan kami." Kini, Lydia semakin dibuat heran dengan pengakuan yang keluar dari mulut sahabatnya itu. Entah apa yang telah merasuki akal dan pikiran dari wanita itu, Lydia sendiri pun sama sekali tidak mengetahuinya. Lydia benar-benar tak habis pikir dengan keputusan impulsif yang dikatakan oleh sang sahabat. "Lalu? Apa kamu yakin jika keputusan yang kamu ambil sekarang adalah keputusan yang tepat dan benar?" tanya Lydia memastikan. Sera terdiam sejenak, jika ditanya apakah ini keputusan yang benar atau tidak jujur Sera juga tidak mengerti. Namun yang pasti jika dirinya ingin balas dendam itu terbalaskan, hanya inilah jalan satu-satunya yang bisa Sera tempuh. "Aku gak begitu yakin tentang keputusan ini memang sudah benar atau tidak. Tapi yang aku tau, ini adalah satu-satunya keputusan yang bisa aku ambil jika aku ingin membalaskan den

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Honey?

    Cukup lama Sera hanyut dalam pemikiran tentang alasan Leon menginginkan pernikahan kontrak bersama dengannya membuat wanita itu akhirnya menyerah untuk melakukannya. "Kamu yakin gak tau soal alasan dia mau melakukan pernikahan kontrak ini denganmu?" tanya Lydia tampak memastikan. Sera yang kala itu baru sadar dari lamunan memikirkan alasan Leon tampak mengalihkan pandangannya ke arah sang sahabat.Sera kemudian mengedikkan bahunya. Pasalnya selama pertemuan mereka. Leon nyatanya tak pernah mengatakan apa pun tentang alasan dirinya membalas dendam pada Nyonya Danira dan Brian."Aku pernah tanya sama dia, tepatnya pas pertemuan kami tadi. Tapi, sepertinya dia nggak ingin membahas apalagi memberitahukannya padaku." Sera berucap dengan gamblang. Itulah kenyataan yang ia dapat selama ini. Menurutnya, bukan masalah yang besar juga jika Leon tak ingin mengatakan alasan tersendiri dari diri pria itu."Terus kamu gak berusaha ngorek tentang alasan dia gitu?" tanya Lydia pada sang sahabat. D

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Siapa Ruby?

    "I miss you so much, Honey!" Terdengar suara gemericik air yang menemani percakapan antara dua insan yang berbeda negara itu. "Aku juga sangat merindukanmu, Honey. Sangat amat merindukanmu." Suara bass yang begitu berat itu terdengar membalas ucapan yang diutarakan oleh wanitanya. Tampak wanita cantik dengan rambut coklat burgundy itu tengah berendam santai di dalam bathup di kamar mandinya. Dia adalah kekasih Leon yang memiliki nama Ruby. "Bagaimana dengan kabarmu, Honey?" tanya Ruby dari balik teleponnya. Sesekali, Ruby tampak memainkan kedua kakinya di dalam air itu. Menimbulkan suara air yang dapat didengar jelas oleh Leon yang ada di balik panggilan telepon itu."Menjadi lebih baik setelah mendengar suara indahmu, Honey." Leon berujar dengan kalimat menggodanya. Terlihat kini Ruby yang mulai tersipu malu mendengar gombalan dari sang kekasih. "Apa kau sedang mandi?" tanya Leon setelahnya. Ruby pun tampak mengangguk meski ia sadar sang pria tidak akan melihat tingkahnya i

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Tamu Larut Malam

    "Honey? Apa semuanya baik-baik saja?" Ruby merasa heran dengan sang kekasih yang justru hanya diam sedari tadi.Hingga tak lama setelahnya. Tiba-tiba saja panggilan video call yang baru saja terhubung itu pun lantas dimatikan begitu saja oleh Leon tanpa menanggapi kalimat pernyataan maupun pertanyaan dari Ruby. "What? Dia matiin telpon dari aku?" tanya Ruby berdialog dengan dirinya sendiri. Sejenak, Ruby tampak memikirkan alasan dibalik sang kekasih mematikan sambungan telepon mereka itu. Apakah pria itu tidak merasa senang dengan kalimatnya yang menyatakan jika ia akan ke Indonesia bulan depan? "Apa dia tidak suka jika aku datang ke Indonesia? Ah, ayolah. Mana mungkin kekasihmu itu akan menolak kedatanganmu, Ruby." Ruby kemudian menjawab sendiri pertanyaan yang muncul di dalam dirinya. Lagipula mana mungkin Leon akan mengacuhkan dirinya saat nanti wanita itu berada di negara pria

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Mempercepat Pernikahan

    "Huh? Oke. Aku akan dat—"Sera membelalakkan matanya kesal. Baru saja ia akan menyelesaikan kalimatnya, pria itu justru sudah lebih dulu mematikan sambungan telepon secara sepihak."Astaga … apakah ini adil? Dia bahkan mengganggu waktu tidurku. Sedangkan aku? Aku bahkan belum menyelesaikan kalimatku tapi dia bahkan seenaknya mematikan teleponnya. Dasar pria angkuh!" Sera memberengut marah.Rasanya ingin sekali ia bersikeras untuk tetap melanjutkan tujuan awalnya yakni tidur dengan lelap. Alih-alih menemui pria arogan yang kerap semena-mena padanya itu. Akan tetapi, mengingat siapa sosok Leon dan betapa berpengaruhnya Leon di ibukota tempatnya tinggal ini membuat Sera lantas mengurungkan niatnya. Bergegas Sera keluar dari kamarnya dan menemui sosok pria yang katanya sudah menunggu di depan rumah kontrakannya. "Kalau bukan karena kosan ini punya orang dan takut Lydia bakalan diusir, aku pasti gak akan menghiraukannya." Sera menggerutu sepanjang jalan dirinya melangkah menuju pintu l

Latest chapter

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Akhir Yang Indah

    Bab TerakhirSera akhirnya tidak protes lagi, dan membiarkan Leon tidur sambil memeluk tubuhnya. Meskipun, dia tidak mengetahui alasan pria itu tiba-tiba melakukan itu padanya.'Aneh banget. Dia pasti lagi mabuk. Tapi, kok gak bau alkohol ya? Dia kenapa sih, tiba-tiba kayak gini.' Sera membatin dalam hati kecilnya. Leon tampak tertidur sangat pulas saat memeluk Sera. Entah mengapa ada rasa nyaman yang mengalir dalam dirinya sehingga dia tidak merasakan gelisah lagi, meski dirinya sedang tertidur.'Aku ingin memilikimu seutuhnya.' Leon berucap sebelum akhirnya pria itu benar-benar terlena dalam tidur lelapnya. Keesokan paginya, Sera terbangun lebih dahulu dan berusaha melepaskan tangan Leon yang masih melingkar di tubuhnya. Hampir semalaman rupanya mereka tidur dalam posisi berpelukan meskipun posisi tubuh Sera membelakangi Leon."Hufh … untung dia masih nyenyak tidurnya. Lebih baik aku siap-siap ngampus aja deh," gumam Sera memutuskan.Wanita itu turun dari ranjang dan melangkah per

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Belenggu Yang Terlepas

    "Aku akan coba hidup dengan layak, Tante. Terima kasih." Sera terisak, lalu Danira langsung memeluk erat Sera.Dia sungguh tulus saat mengucapkan harapan agar Sera bisa bahagia. Tidak ada lagi amarah, maupun kebencian di dalam hati Danira."Ingatlah, Sera. Apa yang sudah terjadi di masa lalu, jangan pernah kamu ingat lagi. Kamu harus melanjutkan hidup, dan kamu sangat layak untuk bahagia. Bayi ini … harus memiliki masa depan yang sangat baik." Danira bahkan mengelus perut Sera yang terasa membuncit. Ia paham sekali jika bayi yang dikandung Sera adalah cucu kandungnya. "Tante akan tetap menganggap bayi ini sebagai cucu Tante, Sera. Nggak apa-apa, kan?" pinta Danira."Iya, gak apa-apa, Tante. Aku gak keberatan sama sekali." Sera menyahut dengan tatapan harunya.Bagai ada bongkahan batu besar yang terangkat dari dadanya. Beban di sana seolah perlahan sirna. Sera tak pernah menyesal datang ke rumah duka ini, karena keberaniannya itu akhirnya membuahkan hal yang manis. Brian akhirnya dik

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Perubahan Sikap

    Leon tersenyum tipis saat membaca pesan dari Lydia. Ia lantas mengetik pesan balasan untuk sahabat istrinya itu.[Baiklah. Terima kasih sudah memberitahu saya.]Saat ini, beberapa pelayan Leon memang tengah diinterogasi oleh pria itu karena mereka tidak menyadari kalau Sera meninggalkan mansion beberapa waktu yang lalu."Kalian boleh bubar sekarang." Leon berucap datar. Ia rasa tak perlu lagi mengumpulkan mereka semua di sini karena dirinya sudah mengetahui keberadaan Sera. Leon melangkahkan kakinya kembali ke kamar dan memilih untuk beristirahat karena dia sudah tidak cemas lagi. Leon mengetahui Sera tidak ada di kamarnya saat dia hendak meminta maaf karena sudah berdebat seperti tadi dengan Sera. "Sebenarnya aku ini kenapa? Kenapa aku harus mencemaskannya?" gumam Leon dengan perasaan gamang yang menyelimuti hati.Keesokan paginya, Sera sudah bangun sejak jam 6 pagi dan dia sudah bersiap mengenakan pakaian berkabungnya untuk datang ke rumah duka. Lydia pun demikian, mau tak mau dem

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Pergi Tanpa Pamit

    Leon mendengus kesal. Pria itu sangat tidak suka dituduh seperti apa yang sedang dilakukan oleh Sera saat ini. Akan tetapi, Leon pun dilema karena tak bisa benar-benar marah pada Sera."Sudahlah, saya gak mau bahas masalah ini lagi. Dan satu lagi, saya gak suka dituduh dengan hal yang gak pernah saya lakukan! Terserah, kamu mau percaya atau nggak!" ucap Leon setelahnya pria itu memutus pandangannya dan langsung berlalu begitu saja dari hadapan Sera tanpa mau memperpanjang perdebatan mereka. Sera masih mematung di tempatnya. Ia juga tak mengerti kenapa seemosional ini saat mendengar kabar duka dari Brian. Bagaimanapun juga, pria itu adalah ayah biologis dari janin yang tengah dikandungnya, dan Sera seperti merasakan kesedihan saat mendengar Brian sudah tiada. Wanita itu menjatuhkan tubuhnya di atas kursi. Sera merasa malu dan menyesal telah menuduh Leon seperti seorang penjahat. "Padahal dia bilang kalau Brian bunuh diri. Kenapa aku malah menuduhnya dan jadi berdebat," gumam Sera li

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Tuduhan Tak Masuk Akal

    Tubuh wanita itu ambruk ke lantai. Ia seperti tak bertulang. Kabar kematian Brian sangat mendadak dan membuatnya amat sangat terpukul.Beliau bahkan belum mematikan sambungan telepon saking terkejutnya dan tidak begitu mendengarkan ucapan sang petugas yang membawa kabar duka itu."Bagaimana mungkin? Bagaimana anakku bisa meninggal. Tadi … tadi, beberapa jam yang lalu dia masih sehat dan menikmati makanan yang kubawa. Apa yang terjadi." Danira meraung-raung tanpa henti.Perasaannya bercampur aduk kini. Dia sungguh tak bisa berkata-kata lagi saking paniknya."Aku harus mengabari Hans!" ucapnya setelah kewarasannya kembali. Danira meraih ponselnya lalu segera mencari kontak sang suami untuk mengabari kematian Brian.Tetapi, Hans yang sedang menghadiri rapat penting membuatnya sama sekali tidak menerima panggilan dari Danira."Sial! Ke mana si tua bangka ini! Giliran ada hal urgent begini dia malah gak angkat telepon!" makinya saat sepuluh kali panggilannya tak juga diterima oleh Hans.Da

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Kabar Duka

    Zacky datang tepat waktu. Pria dengan naluri bodyguardnya itu jelas tak bisa diremehkan. Saat ia melihat ketiga wanita itu mengikuti Sera, Zacky langsung saja mengikuti mereka dan benar saja. Ketiga perempuan itu hendak melakukan sesuatu pada Sera."Siapa kamu, hah! Lepasin nggak!" pekik Putri tak terima saat tangan halusnya tertahan oleh tangan kekar nan kasar milik Zacky."Jangan pernah menyentuh sehelai rambut Nona Sera!" seru Zacky seraya menghempaskan tangan Putri.Perempuan itu sempat terhuyung bahkan meringis kesakitan padahal Zacky tak menggunakan seluruh kekuatannya."Sialan! Kamu bodyguardnya, hah! Dasar perempuan pengecut, licik!" maki Putri sambil menyorot tajam ke arah Sera."Memang benar dia bodyguardku! Sayangnya, kamu perempuan! Jadi, dia gak akan memukulmu!" Sera tak mau kalah dengan tatapan mengintimidasi dari Putri. Keduanya tampak saling beradu tatapan tajam. "Kurang ajar! Dasar wanita murahan, kamu memang pantas punya jodoh om-om tua yang jelek! Jangan pernah gan

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Dilabrak

    Danira membuang napasnya kasar. Wanita itu menatap tajam sang suami yang telah tega menamparnya."Apa pun akan kulakukan untuk menemukan mereka," ucap Hans yakin."Lalu gimana dengan nasibku dan Brian, Mas?" Danira bertanya menimpali. Bagaimanapun, Danira bukanlah apa-apa jika tanpa kehadiran Hans. "Apa kamu gak mengerti juga! Untuk apa aku mempertahankan sebuah aib dalam keluargaku. Kalian akan kucoret dari kartu keluargaku! Mengerti!" Hans membalas tatapan tajam Danira. Wanita itu terkesiap dan tidak menyangka jika Hans akan secepat itu mendepaknya."Ck, aku gak yakin merek masih hidup!" sinis Danira sengaja memancing kemarahan Hans. Tujuan lainnya adalah agar Hans berpikir kalau mungkin saja istri pertama dan putranya sudah meninggal."Jaga mulutmu, Danira. Mereka gak mungkin—""Gak ada hal yang gak mungkin di dunia ini, Mas. Lagipula, apa kamu lupa sudah berapa tahun lamanya kamu membuang dan mencampakkan mereka tanpa sepeser harta pun. Istrimu waktu itu sakit-sakitan, dan putram

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Hans Menyesal

    "Hari ini kamu boleh pulang," ucap Leon pada Sera. "Benarkah?" "Apa aku pernah bohong dan gak serius?" Leon malah balik bertanya.Sera menggeleng samar, lalu ia pun mulai bergerak untuk membereskan barang-barangnya."Kamu sudah baik-baik saja, kan? Gak ada yang terasa sakit lagi?" tanya Leon. "Gak ada, Leon. Aku sudah baik-baik saja," ucap Sera seadanya. Wanita itu bahkan tidak menatap mata Leon saat berbicara dengannya. Entah apalagi yang akan terjadi ke depannya, setelah Leon sudah jelas mengibarkan bendera perang dengan Brian dan keluarganya. Sera bahkan tak punya keberanian untuk membahas rencana mereka selanjutnya. "Sudah siap?" Leon bertanya lagi ketika melihat Sera sudah selesai membereskan semua barangnya."Iya, sudah selesai." "Baiklah, ayo kita pulang." Leon menggandeng tangan Sera. Wanita itu sempat menatap bingung uluran tangan Leon yang sangat mendadak itu."Orang-orang di rumah sakit ini tahu kalau kita pasangan suami istri. Akan aneh kalau mereka lihat kita gak ga

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Dinding Pembatas

    "Mungkin iya, tapi mungkin juga anda ingat siapa saya." Leon menatap wanita yang paling dibencinya dengan tatapan tajam."Katakan, siapa kamu!" ucap Nyonya Danira lagi terdengar memaksa."Coba Anda ingat-ingat siapa saya." Leon sama sekali tak gentar untuk memprovokasi Nyonya Danira."Heh, jangan macam-macam ya sama saya! Saya gak punya waktu buat ngeladenin orang gak jelas kayak kamu! Cepat katakan aja siapa kamu sebenarnya!" ucap Nyonya Danira terdengar sangat arogan."Sayang sekali, tapi saya hanya berharap anda akan mengingat saya! Permisi!" ucap Leon dengan senyum remeh menghiasi wajahnya."Hei, tunggu! Katakan kamu siapa! Dan saya peringatkan supaya kamu jangan main-main dengan saya! Hei!" teriak Nyonya Danira yang masih penasaran dengan sosok pria tadi yang terlibat masalah dengan Brian.Leon terus melanjutkan langkahnya dan tidak memedulikan teriakan Nyonya Danira yang terus memanggil namanya. Ia mengayun langkahnya menuju ke mobil, dan langsung melajukannya menuju ke rumah sa

DMCA.com Protection Status