#3
Ting! Pintu lift yang ditujukan ke arah lantai paling atas pun kini mulai terbuka lebar. Tampak jelas jika lift itu hanya digunakan khusus oleh seorang atasan yang memimpin perusahaan besar itu.Seorang pria dengan tubuh tegap dan gagahnya itu pun lantas keluar dari dalam lift khusus untuk dirinya."Selamat siang, Pak!" Secara berulang, kalimat sapaan itu terus saja terdengar di telinga Leon.Seperti biasanya, ia hanya menganggukkan kepalanya singkat tanpa mengatakan balasan apapun. Kakinya yang panjang tampak melangkah lebar menuju ke ruangan beratas namakan dirinya.Sorot matanya yang tajam mulai terlihat membuatnya menjadi angkuh. "Gadis yang menarik. Aku yakin, kamu pasti akan aku dapatkan. Nggak ada yang bisa menampikkan kenyataan yang valid ini," gumamnya pada diri sendiri. Leon menyeringai membuat garis guratan pada wajahnya yang kini tampak sulit untuk dimengerti artinya.Pandangannya pun kini mulai menyapu seluruh sudut ruangan kantor itu. Beberapa saat setelah pandangannya tidak menemukan sosok yang dicari, Leon lantas mengalihkan atensinya pada sebuah telepon genggam di hadapannya."Selamat siang, Pak Leon. Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya gadis yang berada di balik meja resepsionis melalui intercomnya."Di mana Alex? Mengapa dia tidak berada di dalam ruanganku?" Leon bertanya dengan nada tegas diiringi wajahnya yang datar.Tak berselang lama, sang resepsionis pun mulai menyahuti atasannya itu."Pak Alex sekarang sedang berbicara pada salah seorang staf kebersihan, Pak. Apa saya harus memanggilnya agar Pak Alex segera menemui anda, Pak?" Pertanyaan yang menurut Leon sangat tidak bermutu itu pun sontak membuatnya langsung memutar kedua bola matanya malas."Menurutmu, bagaimana? Apakah saya akan melakukan panggilan telepon yang sia-sia?" ucapnya ketus.Singkat memang, namun hal itu berhasil membuat wanita penjaga resepsionis itu menjadi ketar-ketir dibuatnya. Wanita itu terlihat mulai kesulitan dalam menelan ludahnya. "Baik, Pak. Akan langsung saya sampaikan pada Pak Axel jika Bapak sedang—" Tut! Tanpa menunggu wanita itu menyelesaikan ucapannya lebih dulu, Leon langsung saja mematikan sambungan telepon itu.Menurutnya, wanita itu terlalu banyak membuang waktunya saja. Sepertinya setelah ini mungkin ia akan memprotes pada pihak HRD menanyakan mengapa bisa wanita seperti itu dipekerjakan di perusahaannya.Leon pun lantas menarik napasnya begitu dalam, mencoba untuk menenangkan dirinya meredam semua amarah yang ada di dalam batinnya.Suara ketukan kecil pada pintu ruangannya itu pun membuat Leon tersadar dari lamunannya.Tanpa bertanya lagi, Leon tentu sudah mengetahui siapa pemilik dari tangan yang mengetuk pintu ruangannya itu."Permisi, Pak Leon. Apakah Anda memanggil saya, Pak? Maaf jika saya terlambat ke ruangan Bapak ini." Pria pemilik nama Alex itu pun lantas menundukkan kepalanya tanda hormat, ada rasa bersalah karena terlambat menemui atasannya itu pun mulai muncul di dalam dirinya. "Tenanglah. Saya tidak akan memarahimu ataupun memotong gajimu bulan ini. Lagipula masih ada 3 menit lagi waktu istirahat perusahaan. Jadi, kamu tidak perlu meminta maaf dan merasa bersalah lagi padaku." Alex mengangkat wajahnya menatap dalam-dalam pada atasannya itu. Alex mengerjapkan matanya berulang kali mencoba menelisik lama, memastikan jika di hadapannya sekarang memang benar adalah atasannya. "Tapi kamu jangan senang dulu. Karena tugasmu masih belum selesai." Leon lantas menjeda ucapannya selama beberapa waktu, memberikan ruang kepada Alex untuk mengira-ngira apa yang sebenarnya tengah atasannya itu coba katakan padanya."Saya ingin kamu mencari informasi mengenai gadis yang tadi saya temui di restoran. Saya rasa, kamu masih belum berpisah dengan saya ketika seorang gadis tengah dijadikan tontonan gratis di tengah keramaian restoran, beberapa waktu yang lalu. Jadi, saya ingin kamu segera mencari tahu semuanya tentang gadis itu. Secepatnya." Leon berucap dengan semua kalimat yang ditekankan keras oleh pria itu. Sebuah seringai mengerikan kini mulai kembali tampil menghiasi seluruh wajahnya."Kamu harus segera menemukannya. Bagaimanapun caranya gadis itu harus menjadi milik saya. Jadi, jangan sampai ada satu pun informasi yang salah dalam temuanmu. Kau mengerti, Alex?" Alex menganggukkan kepalanya cepat merasa tidak ada jawaban lain yang bisa ia pilih selain hanya mengiyakannya saja.Saat ini, Leon sangat merasa yakin jika gadis itu pasti akan dapat membantunya dalam membalaskan dendamnya kepada Nyonya Danira dan juga anaknya Brian yang tampak begitu mencintai gadisnya itu.Tanpa dapat mengatakan apa pun lagi, Alex lantas menganggukkan kepalanya patuh. Setelahnya, pria berbadan kekar itu lantas pamit undur diri, sesuai dengan perintah Leon. Pemuda itu pun sontak bergegas untuk mencari informasi mengenai gadis yang ditemui oleh sang atasan di restoran sebelumnya.Sesaat setelah kepergian Alex dari ruangannya, kini tampak Leon yang mulai memangku dagunya. Ingatannya pun sontak mulai menerawang kembali pada masa lalunya saat masih berusia 10 tahun. Saat itu, Leon dan keluarganya benar-benar merasa sedih ketika Ibunya divonis mengidap kanker payudara stadium akhir. Tangis dan juga rasa sesak terus melekat di dalam hati Leon. Terpaksa untuk mencegah penyebaran kanker pada seluruh bagian tubuh sang Ibu akhirnya dokter mengatakan untuk Ibunya melakukan operasi pengangkatan payudara. Semua berduka untuk rasa sakit yang dirasakan oleh Ibu Leon itu. Hingga tak lama pasca operasi itu dilakukan, Leon kecil yang kala itu baru saja pulang dari sekolah dasarnya mendapati pertengkaran hebat terjadi antara orang tuanya."Kamu itu udah nggak bisa diharapkan lagi. Jadi wajar kalau aku cari kesenangan lain sama wanita di luar sana. Melihat kondisimu yang memprihatinkan begini, awalnya aku nggak mau menceraikanmu. Namun, sekarang kamu sudah melewati batasanmu. Saat ini juga, aku talak kamu!" ucap Tuan Hans Atmaja penuh amarah. Nyonya Widya –ibu kandung– Leon pun tampak begitu terluka dan menangis tersedu-sedu saat dicampakkan begitu sadis oleh Tuan Hans.Terlihat seorang wanita yang sebaya dengan Ibunya melingkarkan tangannya pada lengan Tuan Hans.Leon kecil pun mencoba untuk membela sang ibu. Tetapi, semua hanya sia-sia. Bahkan ia tidak bisa mencegah kepergian Tuan Hans karena memang pria itu sudah terlanjur terhasut oleh ucapan wanita ular di sampingnya.Setelah kepergian Tuan Hans bersama dengan wanita pelakor itu, sontak saja berhasil membuat Nyonya Widya menjadi semakin drop dan kehilangan tujuan hidupnya. Sepanjang waktu wanita itu hanya dihabiskan dengan menangisi kepergian pria brengsek itu. Akibat fitnah kejam yang sengaja dibuat-buat oleh wanita ular yang akhirnya diketahui oleh Leon bernama Danira itu membuat Leon kecil dan Ibunya menjadi terasingkan. Leon dan Ibunya sengaja diusir oleh Tuan Hans hanya demi seorang wanita pelakor bernama Danira itu. Terpaksa, saat Leon masih sangat muda di mana ia baru berusia 10 tahunan. Ia lantas sudah harus berjuang banting tulang demi mampu menghidupi dirinya dan sang Ibu. Leon kecil tampak begitu tangguh dan pekerja keras. Namun, semua perjuangannya itu harus berakhir menyedihkan saat Ibunya dinyatakan meninggal dunia tak lama setelah mendengar kabar Tuan Hans menikahi Nyonya Danira. Semenjak kejadian itu, Leon menanamkan tekad yang kuat di dalam hatinya. Ia tidak akan pernah melupakan kejadian berpuluh-puluh tahun itu sampai kapan pun juga. Ia berambisi keras untuk membalaskan dendamnya suatu hari nanti."Tunggulah beberapa waktu lagi. Akan aku berikan kejutan demi kejutan indah di dalam hidupmu, Nyonya Danira!" Pria itu mengepalkan tangan kuat, dengan mata berkilat penuh dendam.***#4Sementara itu, Lydia lalu mengiringi sang sahabat untuk masuk ke dalam kostnya. Ia merasa tidak enak dengan para tetangga yang mulai melihat aneh ke arah dirinya dan sang sahabat. Keduanya berpelukan diambang pintu dengan satu gadis yang menangis terisak penuh."Aku sama sekali nggak tau harus kayak gimana lagi, Lydia. Apa yang udah terjadi sekarang nggak bisa aku kontrol lagi. Semuanya seolah terjadi begitu saja tanpa bisa kucegah. Aku udah nggak tau harus kayak gimana lagi. Hidupku semuanya sudah benar-benar berantakan sekali, Lydia." Tangisan Sera pun kembali pecah. Ia sama sekali tidak bisa menahan dirinya lagi. Wajahnya kini basah oleh air mata yang jatuh berduyun-duyun. Berulang kali, ia tampak mencoba untuk menenangkan diri namun lagi-lagi air matanya turun tanpa henti maupun dikomando."Apa yang sudah terjadi, Sera? Mengapa kamu bisa jadi seperti ini? Apa sesuatu besar yang kamu maksud saat ini? Berantakan? Apa maksudmu? Aku sama sekali nggak ngerti sama yang kamu maksud
#5"Pelayan!"Suara panggilan yang akhir-akhir ini sudah tak asing di telinga Sera pun seketika membuatnya bergegas menghampiri pelanggan itu."Baik, Pak. Anda ingin memesan menu apa saja? Akan saya catat dalam daftar pesanan anda," jawab Sera sembari membuka buku kecil yang senantiasa berada dalam genggamannya itu.Pria yang datang bersama dengan istrinya itu pun lantas mulai berdiskusi sejenak mengenai menu yang akan mereka pesan.Ada sekitar empat jenis menu yang kemudian dipesan oleh pelanggan restoran itu."Baik, Pak. Apakah ada yang mau ditambahkan lagi?" tanya Sera memastikan."Tidak ada lagi, Mbak. Cukup itu saja." Sera mengangguk beberapa kali sebelum akhirnya berlalu meninggalkan sang pelanggan untuk mengantarkan kertas pesanan itu ke meja dapur."Untuk meja nomor 7 ya, Mbak." "Oke siap, Sera. Ditunggu, ya!" balas chef restoran itu ramah.Sudah berhari-hari lamanya, Sera menjalani pekerjaannya sebagai seorang pelayan di salah satu restoran di kotanya. Tentu saja, semua in
#6"Apa kamu menyetujuinya?" Sera bertanya hati-hati. Leon yang kala itu terdiam bermaksud memikirkan betapa puasnya ia dengan kenyataan jika Sera telah setuju akan tawarannya lantas tersadar. Ia lalu menatap sang wanita dengan sorot mata yang menyorot tajam. Sera tertegun sejenak, menatap lama wajah pria itu jujur saja benar-benar membuat Sera cukup merasa seram. Mengingat bagaimana wajahnya yang penuh akan raut jutek dan acuh tak acuhnya. Bisa Sera katakan, wajah Leon sangat mirip dengan karakter bos kaya raya berwajah menyeramkan dan dingin seperti di film-film biasanya. "Apa kamu pikir saya akan menolaknya?" tanya balik Leon dengan nada mematikan lawannya. Perlahan, tampak bagaimana Sera yang menggelengkan kepalanya. "Bukan begitu. Saya … hanya ingin memastikannya saja," sahut Sera mencoba tenang. Ia tidak ingin sampai terlihat sedang takut di hadapan pria itu. Leon bergeming, mengandalkan wajah yang tampak sangar itu. Ia lantas menatap tak berkedip ke arah sang wanita.
#7"Permisi, Mbak. Kalau mau naik bus kota nunggunya benar di sini, kan?" Sera yang kala itu tampak menatap lurus dengan pikiran kosongnya pun seketika tersadar begitu mendengar sebuah suara menyeru dirinya. "Gimana, Kak?" tanya Sera mencoba memastikan pertanyaan yang diajukan oleh gadis berusia lebih muda darinya itu. "Ini, Mbak. Saya mau tanya, apa benar kalau mau naik bus kota kita nunggunya di sini?" ulangi gadis itu lagi akan pertanyaannya. Sera pun lalu menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan. "Biasanya sebentar lagi bus kotanya bakalan datang, Kak," sahut Sera pada gadis itu. Tak berselang lama setelah kalimat yang diutarakan oleh Sera itu, bus kota pun akhirnya datang dan berhenti tepat di hadapan keduanya. Ucapan terima kasih tampak keluar dari mulut gadis yang bertanya pada Sera itu. Masih sama seperti sebelumnya, Sera hanya menganggukkan kepalanya pelan. Sera menatap kosong ke arah kursi duduk yang ada di bus itu. Terdengar helaan nafas yang panjang keluar dari mul
#8"Aku dan dia sudah menyiapkan kontrak perjanjian pernikahannya. Ke depannya dia pasti akan kabarkan kapan waktu dan tempat kami menggelar pernikahan kami." Kini, Lydia semakin dibuat heran dengan pengakuan yang keluar dari mulut sahabatnya itu. Entah apa yang telah merasuki akal dan pikiran dari wanita itu, Lydia sendiri pun sama sekali tidak mengetahuinya. Lydia benar-benar tak habis pikir dengan keputusan impulsif yang dikatakan oleh sang sahabat. "Lalu? Apa kamu yakin jika keputusan yang kamu ambil sekarang adalah keputusan yang tepat dan benar?" tanya Lydia memastikan. Sera terdiam sejenak, jika ditanya apakah ini keputusan yang benar atau tidak jujur Sera juga tidak mengerti. Namun yang pasti jika dirinya ingin balas dendam itu terbalaskan, hanya inilah jalan satu-satunya yang bisa Sera tempuh. "Aku gak begitu yakin tentang keputusan ini memang sudah benar atau tidak. Tapi yang aku tau, ini adalah satu-satunya keputusan yang bisa aku ambil jika aku ingin membalaskan den
Cukup lama Sera hanyut dalam pemikiran tentang alasan Leon menginginkan pernikahan kontrak bersama dengannya membuat wanita itu akhirnya menyerah untuk melakukannya. "Kamu yakin gak tau soal alasan dia mau melakukan pernikahan kontrak ini denganmu?" tanya Lydia tampak memastikan. Sera yang kala itu baru sadar dari lamunan memikirkan alasan Leon tampak mengalihkan pandangannya ke arah sang sahabat.Sera kemudian mengedikkan bahunya. Pasalnya selama pertemuan mereka. Leon nyatanya tak pernah mengatakan apa pun tentang alasan dirinya membalas dendam pada Nyonya Danira dan Brian."Aku pernah tanya sama dia, tepatnya pas pertemuan kami tadi. Tapi, sepertinya dia nggak ingin membahas apalagi memberitahukannya padaku." Sera berucap dengan gamblang. Itulah kenyataan yang ia dapat selama ini. Menurutnya, bukan masalah yang besar juga jika Leon tak ingin mengatakan alasan tersendiri dari diri pria itu."Terus kamu gak berusaha ngorek tentang alasan dia gitu?" tanya Lydia pada sang sahabat. D
"I miss you so much, Honey!" Terdengar suara gemericik air yang menemani percakapan antara dua insan yang berbeda negara itu. "Aku juga sangat merindukanmu, Honey. Sangat amat merindukanmu." Suara bass yang begitu berat itu terdengar membalas ucapan yang diutarakan oleh wanitanya. Tampak wanita cantik dengan rambut coklat burgundy itu tengah berendam santai di dalam bathup di kamar mandinya. Dia adalah kekasih Leon yang memiliki nama Ruby. "Bagaimana dengan kabarmu, Honey?" tanya Ruby dari balik teleponnya. Sesekali, Ruby tampak memainkan kedua kakinya di dalam air itu. Menimbulkan suara air yang dapat didengar jelas oleh Leon yang ada di balik panggilan telepon itu."Menjadi lebih baik setelah mendengar suara indahmu, Honey." Leon berujar dengan kalimat menggodanya. Terlihat kini Ruby yang mulai tersipu malu mendengar gombalan dari sang kekasih. "Apa kau sedang mandi?" tanya Leon setelahnya. Ruby pun tampak mengangguk meski ia sadar sang pria tidak akan melihat tingkahnya i
"Honey? Apa semuanya baik-baik saja?" Ruby merasa heran dengan sang kekasih yang justru hanya diam sedari tadi.Hingga tak lama setelahnya. Tiba-tiba saja panggilan video call yang baru saja terhubung itu pun lantas dimatikan begitu saja oleh Leon tanpa menanggapi kalimat pernyataan maupun pertanyaan dari Ruby. "What? Dia matiin telpon dari aku?" tanya Ruby berdialog dengan dirinya sendiri. Sejenak, Ruby tampak memikirkan alasan dibalik sang kekasih mematikan sambungan telepon mereka itu. Apakah pria itu tidak merasa senang dengan kalimatnya yang menyatakan jika ia akan ke Indonesia bulan depan? "Apa dia tidak suka jika aku datang ke Indonesia? Ah, ayolah. Mana mungkin kekasihmu itu akan menolak kedatanganmu, Ruby." Ruby kemudian menjawab sendiri pertanyaan yang muncul di dalam dirinya. Lagipula mana mungkin Leon akan mengacuhkan dirinya saat nanti wanita itu berada di negara pria
Bab TerakhirSera akhirnya tidak protes lagi, dan membiarkan Leon tidur sambil memeluk tubuhnya. Meskipun, dia tidak mengetahui alasan pria itu tiba-tiba melakukan itu padanya.'Aneh banget. Dia pasti lagi mabuk. Tapi, kok gak bau alkohol ya? Dia kenapa sih, tiba-tiba kayak gini.' Sera membatin dalam hati kecilnya. Leon tampak tertidur sangat pulas saat memeluk Sera. Entah mengapa ada rasa nyaman yang mengalir dalam dirinya sehingga dia tidak merasakan gelisah lagi, meski dirinya sedang tertidur.'Aku ingin memilikimu seutuhnya.' Leon berucap sebelum akhirnya pria itu benar-benar terlena dalam tidur lelapnya. Keesokan paginya, Sera terbangun lebih dahulu dan berusaha melepaskan tangan Leon yang masih melingkar di tubuhnya. Hampir semalaman rupanya mereka tidur dalam posisi berpelukan meskipun posisi tubuh Sera membelakangi Leon."Hufh … untung dia masih nyenyak tidurnya. Lebih baik aku siap-siap ngampus aja deh," gumam Sera memutuskan.Wanita itu turun dari ranjang dan melangkah per
"Aku akan coba hidup dengan layak, Tante. Terima kasih." Sera terisak, lalu Danira langsung memeluk erat Sera.Dia sungguh tulus saat mengucapkan harapan agar Sera bisa bahagia. Tidak ada lagi amarah, maupun kebencian di dalam hati Danira."Ingatlah, Sera. Apa yang sudah terjadi di masa lalu, jangan pernah kamu ingat lagi. Kamu harus melanjutkan hidup, dan kamu sangat layak untuk bahagia. Bayi ini … harus memiliki masa depan yang sangat baik." Danira bahkan mengelus perut Sera yang terasa membuncit. Ia paham sekali jika bayi yang dikandung Sera adalah cucu kandungnya. "Tante akan tetap menganggap bayi ini sebagai cucu Tante, Sera. Nggak apa-apa, kan?" pinta Danira."Iya, gak apa-apa, Tante. Aku gak keberatan sama sekali." Sera menyahut dengan tatapan harunya.Bagai ada bongkahan batu besar yang terangkat dari dadanya. Beban di sana seolah perlahan sirna. Sera tak pernah menyesal datang ke rumah duka ini, karena keberaniannya itu akhirnya membuahkan hal yang manis. Brian akhirnya dik
Leon tersenyum tipis saat membaca pesan dari Lydia. Ia lantas mengetik pesan balasan untuk sahabat istrinya itu.[Baiklah. Terima kasih sudah memberitahu saya.]Saat ini, beberapa pelayan Leon memang tengah diinterogasi oleh pria itu karena mereka tidak menyadari kalau Sera meninggalkan mansion beberapa waktu yang lalu."Kalian boleh bubar sekarang." Leon berucap datar. Ia rasa tak perlu lagi mengumpulkan mereka semua di sini karena dirinya sudah mengetahui keberadaan Sera. Leon melangkahkan kakinya kembali ke kamar dan memilih untuk beristirahat karena dia sudah tidak cemas lagi. Leon mengetahui Sera tidak ada di kamarnya saat dia hendak meminta maaf karena sudah berdebat seperti tadi dengan Sera. "Sebenarnya aku ini kenapa? Kenapa aku harus mencemaskannya?" gumam Leon dengan perasaan gamang yang menyelimuti hati.Keesokan paginya, Sera sudah bangun sejak jam 6 pagi dan dia sudah bersiap mengenakan pakaian berkabungnya untuk datang ke rumah duka. Lydia pun demikian, mau tak mau dem
Leon mendengus kesal. Pria itu sangat tidak suka dituduh seperti apa yang sedang dilakukan oleh Sera saat ini. Akan tetapi, Leon pun dilema karena tak bisa benar-benar marah pada Sera."Sudahlah, saya gak mau bahas masalah ini lagi. Dan satu lagi, saya gak suka dituduh dengan hal yang gak pernah saya lakukan! Terserah, kamu mau percaya atau nggak!" ucap Leon setelahnya pria itu memutus pandangannya dan langsung berlalu begitu saja dari hadapan Sera tanpa mau memperpanjang perdebatan mereka. Sera masih mematung di tempatnya. Ia juga tak mengerti kenapa seemosional ini saat mendengar kabar duka dari Brian. Bagaimanapun juga, pria itu adalah ayah biologis dari janin yang tengah dikandungnya, dan Sera seperti merasakan kesedihan saat mendengar Brian sudah tiada. Wanita itu menjatuhkan tubuhnya di atas kursi. Sera merasa malu dan menyesal telah menuduh Leon seperti seorang penjahat. "Padahal dia bilang kalau Brian bunuh diri. Kenapa aku malah menuduhnya dan jadi berdebat," gumam Sera li
Tubuh wanita itu ambruk ke lantai. Ia seperti tak bertulang. Kabar kematian Brian sangat mendadak dan membuatnya amat sangat terpukul.Beliau bahkan belum mematikan sambungan telepon saking terkejutnya dan tidak begitu mendengarkan ucapan sang petugas yang membawa kabar duka itu."Bagaimana mungkin? Bagaimana anakku bisa meninggal. Tadi … tadi, beberapa jam yang lalu dia masih sehat dan menikmati makanan yang kubawa. Apa yang terjadi." Danira meraung-raung tanpa henti.Perasaannya bercampur aduk kini. Dia sungguh tak bisa berkata-kata lagi saking paniknya."Aku harus mengabari Hans!" ucapnya setelah kewarasannya kembali. Danira meraih ponselnya lalu segera mencari kontak sang suami untuk mengabari kematian Brian.Tetapi, Hans yang sedang menghadiri rapat penting membuatnya sama sekali tidak menerima panggilan dari Danira."Sial! Ke mana si tua bangka ini! Giliran ada hal urgent begini dia malah gak angkat telepon!" makinya saat sepuluh kali panggilannya tak juga diterima oleh Hans.Da
Zacky datang tepat waktu. Pria dengan naluri bodyguardnya itu jelas tak bisa diremehkan. Saat ia melihat ketiga wanita itu mengikuti Sera, Zacky langsung saja mengikuti mereka dan benar saja. Ketiga perempuan itu hendak melakukan sesuatu pada Sera."Siapa kamu, hah! Lepasin nggak!" pekik Putri tak terima saat tangan halusnya tertahan oleh tangan kekar nan kasar milik Zacky."Jangan pernah menyentuh sehelai rambut Nona Sera!" seru Zacky seraya menghempaskan tangan Putri.Perempuan itu sempat terhuyung bahkan meringis kesakitan padahal Zacky tak menggunakan seluruh kekuatannya."Sialan! Kamu bodyguardnya, hah! Dasar perempuan pengecut, licik!" maki Putri sambil menyorot tajam ke arah Sera."Memang benar dia bodyguardku! Sayangnya, kamu perempuan! Jadi, dia gak akan memukulmu!" Sera tak mau kalah dengan tatapan mengintimidasi dari Putri. Keduanya tampak saling beradu tatapan tajam. "Kurang ajar! Dasar wanita murahan, kamu memang pantas punya jodoh om-om tua yang jelek! Jangan pernah gan
Danira membuang napasnya kasar. Wanita itu menatap tajam sang suami yang telah tega menamparnya."Apa pun akan kulakukan untuk menemukan mereka," ucap Hans yakin."Lalu gimana dengan nasibku dan Brian, Mas?" Danira bertanya menimpali. Bagaimanapun, Danira bukanlah apa-apa jika tanpa kehadiran Hans. "Apa kamu gak mengerti juga! Untuk apa aku mempertahankan sebuah aib dalam keluargaku. Kalian akan kucoret dari kartu keluargaku! Mengerti!" Hans membalas tatapan tajam Danira. Wanita itu terkesiap dan tidak menyangka jika Hans akan secepat itu mendepaknya."Ck, aku gak yakin merek masih hidup!" sinis Danira sengaja memancing kemarahan Hans. Tujuan lainnya adalah agar Hans berpikir kalau mungkin saja istri pertama dan putranya sudah meninggal."Jaga mulutmu, Danira. Mereka gak mungkin—""Gak ada hal yang gak mungkin di dunia ini, Mas. Lagipula, apa kamu lupa sudah berapa tahun lamanya kamu membuang dan mencampakkan mereka tanpa sepeser harta pun. Istrimu waktu itu sakit-sakitan, dan putram
"Hari ini kamu boleh pulang," ucap Leon pada Sera. "Benarkah?" "Apa aku pernah bohong dan gak serius?" Leon malah balik bertanya.Sera menggeleng samar, lalu ia pun mulai bergerak untuk membereskan barang-barangnya."Kamu sudah baik-baik saja, kan? Gak ada yang terasa sakit lagi?" tanya Leon. "Gak ada, Leon. Aku sudah baik-baik saja," ucap Sera seadanya. Wanita itu bahkan tidak menatap mata Leon saat berbicara dengannya. Entah apalagi yang akan terjadi ke depannya, setelah Leon sudah jelas mengibarkan bendera perang dengan Brian dan keluarganya. Sera bahkan tak punya keberanian untuk membahas rencana mereka selanjutnya. "Sudah siap?" Leon bertanya lagi ketika melihat Sera sudah selesai membereskan semua barangnya."Iya, sudah selesai." "Baiklah, ayo kita pulang." Leon menggandeng tangan Sera. Wanita itu sempat menatap bingung uluran tangan Leon yang sangat mendadak itu."Orang-orang di rumah sakit ini tahu kalau kita pasangan suami istri. Akan aneh kalau mereka lihat kita gak ga
"Mungkin iya, tapi mungkin juga anda ingat siapa saya." Leon menatap wanita yang paling dibencinya dengan tatapan tajam."Katakan, siapa kamu!" ucap Nyonya Danira lagi terdengar memaksa."Coba Anda ingat-ingat siapa saya." Leon sama sekali tak gentar untuk memprovokasi Nyonya Danira."Heh, jangan macam-macam ya sama saya! Saya gak punya waktu buat ngeladenin orang gak jelas kayak kamu! Cepat katakan aja siapa kamu sebenarnya!" ucap Nyonya Danira terdengar sangat arogan."Sayang sekali, tapi saya hanya berharap anda akan mengingat saya! Permisi!" ucap Leon dengan senyum remeh menghiasi wajahnya."Hei, tunggu! Katakan kamu siapa! Dan saya peringatkan supaya kamu jangan main-main dengan saya! Hei!" teriak Nyonya Danira yang masih penasaran dengan sosok pria tadi yang terlibat masalah dengan Brian.Leon terus melanjutkan langkahnya dan tidak memedulikan teriakan Nyonya Danira yang terus memanggil namanya. Ia mengayun langkahnya menuju ke mobil, dan langsung melajukannya menuju ke rumah sa