Jadi artinya apa teman2? 🤣🤣🤣 Nunggu rame dulu lah... 🔥🔥🔥 menyala teman2nya Chinta!
Mendengar hal itu Alisha langsung menautkan alisnya, “Benarkah?” Elvan mempertegasnya dengan menangguk dan tersenyum lebar pada adiknya ini. “Eh, benar juga, dipikir-pikir tidak mungkin keluarga mereka menolak kakak, kan? Apalagi kita ini dari keluarga yang terpandang. Sudah pasti pertimbangan tentang latar belakang keluarga tidak ada masalah.” Alisha berkata pada dirinya sendiri. “Maksudmu? Keluarga mereka ini melihat dari materi?” Elvan melihat ke arah Alisha dengan tatapan tajam, tidak terima kalau keluarga Diva disangka sama saja dengan orang kebanyakan yang mengincar harta dari orang kaya. “Tidak, bukan begitu maksudku tapi ….” “Dengar ya Al, seperti yang kamu bilang, Diva dan keluarganya ini tidak seperti yang orang lain pikirkan, mereka tidak peduli dengan seberapa banyak uangmu, tapi–” “Ah, artinya kakak mengakui kalau kakak pernah ditolak, ya!” Alisha langsung terkekeh mendengar ucapan Elvan barusan, hal ini membuat Elvan sadar kalau dirinya membocorkan hal penting dan
“Maaf membuat kalian menunggu lama,” ucap Diva saat masuk ke mobilnya.“Tidak masalah, apa handphone kakak ketemu?” tanya Prisya pada Diva.“Yeah, setelah cukup lama mencarinya, ternyata terselip di tempat yang cukup tersembunyi.” Diva menjawab dengan tenang. Dia berusaha untuk menjaga intonasi kalimatnya agar tidak terlihat kalau dirinya menutupi sesuatu.“Baiklah, setelah ini kita lanjut kemana?” tanya Prisya pada yang lainnya.“Kemana lagi kalau tidak ke tempat kerjanya Diva.” Lukman menyahut dari belakang membuat Prisya terdiam lalu melihat ke arah Diva. Namun, Diva hanya tersenyum mengangguk saat Prisya melihat ke arahnya.“Ya, seperti yang dikatakan ayah saja.” Diva berkata dengan nada datar. Sejujurnya hal ini membuat tanda tanya besar di dalam kepala Prisya, kenapa sepertinya kakaknya sangat menuruti ayahnya, apa dia menyerah dengan Elvan? Akan tetapi, mengingat sifat kakaknya yang seperti ini rasa-rasanya tidak mungkin.“Jadi … kita sekarang ke Tekno In Tower?” Prisya berkata
Diva membaca pesan dari Alisha langsung mengerutkan keningnya, kemudian mengulas senyum lebar. Pesan ini memperkuat keyakinan Diva, kalau ada sesuatu yang sedang direncanakan oleh prianya itu.“Baiklah Elvan, aku kali ini harus mengikuti setiap ucapanmu. Menurut dan jangan membantah. Benar begitu, kan?” Diva berkata dengan nada yang bersemangat, tentunya kalimat ini juga untuk mengalirkan energi positif yang cukup besar untuk dirinya.“Diva semangat! Tidak boleh berpikir aneh-aneh lagi.” Diva berkata pada dirinya sendiri lagi.Diva lalu kembali memasukkan semua barang-barangnya di dalam kotak penyimpanan, walaupun belum sampai satu bulan Diva bersama dengan mereka, rasanya saat meninggalkan mejanya dia tetap sedih.“Ah, semoga nanti bisa kerja lagi dengan suasana yang lebih nyaman.” Setelah mengatakan hal itu, Diva melangkahkan kakinya untuk keluar dari tempat itu dan dengan cepat.“Maaf menunggu lama.” Diva berkata saat membuka bagasi penyimpanan di belakang mobil mereka.“Tidak mas
Diva terkejut mendengar ucapan itu keluar dari mulut pria brengsek yang menghancurkan kehidupan adiknya itu. Mulut yang dulu dengan sombong mengatakan kalau dia tidak bersalah. Terlebih lagi keadaannya yang sangat terlihat kacau. Jelas sudah dalam beberapa waktu terkahir pria itu pasti tidak akan bisa istirahat dengan tenang karena kekacauan yang dia buat sendiri.“Ngapain kamu ke sini? Kamu mau apa?!” Prisya berkata dengan suara tidak sukanya, dia berdiri dari tempatnya, sedangkan Lukman masih diam memperhatikan Anggala yang tiba-tiba berlutut di depannya.“Om, Saya benar-benar minta maaf, saya juga akan menebus semua kesalahan saya.” Dia kembali mengulang kata-katanya yang cukup terdengar lirih.“Lalu apa keluarga kami akan percaya dengan ucapan busukmu itu?!” Prisya berkata dengan kesal dan mencoba mendekati ayahnya. Anggala hanya diam, wajahnya tertunduk lesu, matanya mengisyaratkan sebuah rasa lelah yang cukup dalam.“Kenapa? Apa dunia sedang tidak membelamu sekarang? Lalu, kamu
“Kalian duluan saja, Diva mau bayar tagihannya dulu.” Diva berkata pada keluarganya, ketika mereka berjalan ke arah luar. Namun saat di meja kasir, Diva terkejut karena makanan mereka sudah dibayar seluruhnya. “Sudah dibayar, Mbak?” tanya Diva dengan mengerutkan keningnya. “Iya, Bu, Bapak itu yang membayarnya,” tunjuk kasir itu pada Diva ke arah Anggala yang berjalan gontai mendekati Diva. “Berapa totalnya Mbak?” tanya Diva pada wanita yang masih tersenyum padanya. Dia menjawab dengan suara ramah. Diva mengangguk dan mengucapkan terima kasih setelah dia menjawab pertanyaan Diva itu. Anggala makin dekat dengan Diva. Diva tahu dia harus melakukan apa, dengan cepat dia mengambil uang cash yang ada di dalam tasnya sesuai dengan apa yang dikatakan oleh kasir itu. “Ini uangnya aku kembalikan padamu. Keluarga kami tidak ingin berhutang apapun padamu.” Diva memberikan sejumlah uang cash itu pada Anggala. Pria itu terlihat tidak terima. “Tidak aku tidak akan mengambilnya,” tolaknya deng
Kini Anggala sedang duduk bersama Lukman di ruang tamu, sedangkan Indah membawa cucunya ke kamar untuk menggulingkannya di tempat tidur, lalu Diva dan Prisya duduk di ruang tengah yang bisa melihat ke arah ruang tamu dengan memasang telinga lebar-lebar untuk mendengarkan apa yang ingin disampaikan oleh Anggala pada ayah mereka.Sayangnya, jarak yang lumayan jauh untuk mendengarkan apa yang ingin dibicarakan oleh Anggala tidak tertangkap di telinga mereka.“Mau kemana Kak Diva?” tanya Prisya saat Diva beranjak dari tempat duduknya.“Membuat minuman, bukannya kita seharusnya menjamu tamu yang datang?” Diva berkata santai pada Prisya.Adiknya itu mengerutkan keningnya dalam-dalam, dari raut wajahnya jelas menampilkan rasa tidak sukanya.“Ya tergantung tamunya, Kak, kalo si brengsek itu … lebih baik tidak perlu.” Prisya mendengkus kesal.Diva tidak terlalu menghiraukannya dan berjalan ke arah dapur. Meneruskan aktivitasnya walau saat ini segala tingkahnya diawasi oleh Prisya dengan wajah
Setelah Anggala pulang, Lukman mengumpulkan anggota keluarganya di ruang tengah. Diva sudah sangat penasaran sekali apa yang terjadi, pun Prisya juga sangat ingin tahu maksud ucapan Anggala sesaat sebelum dia meninggalkan rumah mereka. “Ayah tahu kalian sangat penasaran dengan apa yang disampaikan oleh Anggala.” Lukman berbicara dengan kalimat pembuka yang dibenarkan oleh Diva dalam hatinya. “Jadi, si Anggala ini memberikan ini pada kita," tunjuk Lukman ke amplop di atas meja. "Isinya sejumlah investasi yang dia punya dan juga sisa tabungannya. Dia mengatakan kalau besok atau lusa kuasa hukumnya akan datang kemari menemui ayah untuk melakukan semua proses pindah tangan atas nama Ratri dan juga Danish.” Hal ini jelas memancing tanya mereka semua. “Ayah memang menolaknya, tapi … dia berkata dengan sungguh-sungguh dan ingin menebusnya, kita sebagai orang luar tidak bisa melakukan apapun, apalagi secara biologis Anggala adalah ayahnya Danish. Jadi, ayah menerimanya.” Lukman berkata p
Pertanyaan Diva yang berhasil membuat wajah Indah berubah ini makin membuat Diva penasaran. 'Aku harus terus memancingnya,' ucap Diva dalam hati. Diva menyadari kalau ibunya saat ini masih diam dan pandangannya mulai kosong, seolah ada di dunianya sendiri “Bu, kenapa Ibu seperti itu?” tanya Diva membuat Indah seolah tersadar akan lamunannya. “Oh, tidak, tidak apa-apa.” Indah segera berusaha untuk tenang, tapi kali ini pergerakannya bisa dengan cepat dibaca oleh Diva. Mumpung ada kesempatan, Diva sangat ingin bertanya tentang hal ini. Bukankah dia tidak bisa diam saja? Ada hal besar yang pasti sedang disembunyikan oleh Ibunya sampai sekarang. Diva harus membuka satu per satu masalah yang menghampirinya belakangan. “Bu,” ucap Diva lalu mendekati Indah. “Apa Diva boleh bertanya sesuatu?” tanya Diva, lalu duduk di sebelah ibunya. “Ten-tentang apa?” tanya Indah dengan sedikit gugup. Kali ini benar-benar pertama untuk Diva melihat ibunya yang menampakkan wajah panik, walaupun dengan