tinggalin komen dulu lah sayang-sayangnya chinta sekalian 🥰🥰🥰
Diva membaca pesan dari Alisha langsung mengerutkan keningnya, kemudian mengulas senyum lebar. Pesan ini memperkuat keyakinan Diva, kalau ada sesuatu yang sedang direncanakan oleh prianya itu.“Baiklah Elvan, aku kali ini harus mengikuti setiap ucapanmu. Menurut dan jangan membantah. Benar begitu, kan?” Diva berkata dengan nada yang bersemangat, tentunya kalimat ini juga untuk mengalirkan energi positif yang cukup besar untuk dirinya.“Diva semangat! Tidak boleh berpikir aneh-aneh lagi.” Diva berkata pada dirinya sendiri lagi.Diva lalu kembali memasukkan semua barang-barangnya di dalam kotak penyimpanan, walaupun belum sampai satu bulan Diva bersama dengan mereka, rasanya saat meninggalkan mejanya dia tetap sedih.“Ah, semoga nanti bisa kerja lagi dengan suasana yang lebih nyaman.” Setelah mengatakan hal itu, Diva melangkahkan kakinya untuk keluar dari tempat itu dan dengan cepat.“Maaf menunggu lama.” Diva berkata saat membuka bagasi penyimpanan di belakang mobil mereka.“Tidak mas
Diva terkejut mendengar ucapan itu keluar dari mulut pria brengsek yang menghancurkan kehidupan adiknya itu. Mulut yang dulu dengan sombong mengatakan kalau dia tidak bersalah. Terlebih lagi keadaannya yang sangat terlihat kacau. Jelas sudah dalam beberapa waktu terkahir pria itu pasti tidak akan bisa istirahat dengan tenang karena kekacauan yang dia buat sendiri.“Ngapain kamu ke sini? Kamu mau apa?!” Prisya berkata dengan suara tidak sukanya, dia berdiri dari tempatnya, sedangkan Lukman masih diam memperhatikan Anggala yang tiba-tiba berlutut di depannya.“Om, Saya benar-benar minta maaf, saya juga akan menebus semua kesalahan saya.” Dia kembali mengulang kata-katanya yang cukup terdengar lirih.“Lalu apa keluarga kami akan percaya dengan ucapan busukmu itu?!” Prisya berkata dengan kesal dan mencoba mendekati ayahnya. Anggala hanya diam, wajahnya tertunduk lesu, matanya mengisyaratkan sebuah rasa lelah yang cukup dalam.“Kenapa? Apa dunia sedang tidak membelamu sekarang? Lalu, kamu
“Kalian duluan saja, Diva mau bayar tagihannya dulu.” Diva berkata pada keluarganya, ketika mereka berjalan ke arah luar. Namun saat di meja kasir, Diva terkejut karena makanan mereka sudah dibayar seluruhnya. “Sudah dibayar, Mbak?” tanya Diva dengan mengerutkan keningnya. “Iya, Bu, Bapak itu yang membayarnya,” tunjuk kasir itu pada Diva ke arah Anggala yang berjalan gontai mendekati Diva. “Berapa totalnya Mbak?” tanya Diva pada wanita yang masih tersenyum padanya. Dia menjawab dengan suara ramah. Diva mengangguk dan mengucapkan terima kasih setelah dia menjawab pertanyaan Diva itu. Anggala makin dekat dengan Diva. Diva tahu dia harus melakukan apa, dengan cepat dia mengambil uang cash yang ada di dalam tasnya sesuai dengan apa yang dikatakan oleh kasir itu. “Ini uangnya aku kembalikan padamu. Keluarga kami tidak ingin berhutang apapun padamu.” Diva memberikan sejumlah uang cash itu pada Anggala. Pria itu terlihat tidak terima. “Tidak aku tidak akan mengambilnya,” tolaknya deng
Kini Anggala sedang duduk bersama Lukman di ruang tamu, sedangkan Indah membawa cucunya ke kamar untuk menggulingkannya di tempat tidur, lalu Diva dan Prisya duduk di ruang tengah yang bisa melihat ke arah ruang tamu dengan memasang telinga lebar-lebar untuk mendengarkan apa yang ingin disampaikan oleh Anggala pada ayah mereka.Sayangnya, jarak yang lumayan jauh untuk mendengarkan apa yang ingin dibicarakan oleh Anggala tidak tertangkap di telinga mereka.“Mau kemana Kak Diva?” tanya Prisya saat Diva beranjak dari tempat duduknya.“Membuat minuman, bukannya kita seharusnya menjamu tamu yang datang?” Diva berkata santai pada Prisya.Adiknya itu mengerutkan keningnya dalam-dalam, dari raut wajahnya jelas menampilkan rasa tidak sukanya.“Ya tergantung tamunya, Kak, kalo si brengsek itu … lebih baik tidak perlu.” Prisya mendengkus kesal.Diva tidak terlalu menghiraukannya dan berjalan ke arah dapur. Meneruskan aktivitasnya walau saat ini segala tingkahnya diawasi oleh Prisya dengan wajah
Setelah Anggala pulang, Lukman mengumpulkan anggota keluarganya di ruang tengah. Diva sudah sangat penasaran sekali apa yang terjadi, pun Prisya juga sangat ingin tahu maksud ucapan Anggala sesaat sebelum dia meninggalkan rumah mereka. “Ayah tahu kalian sangat penasaran dengan apa yang disampaikan oleh Anggala.” Lukman berbicara dengan kalimat pembuka yang dibenarkan oleh Diva dalam hatinya. “Jadi, si Anggala ini memberikan ini pada kita," tunjuk Lukman ke amplop di atas meja. "Isinya sejumlah investasi yang dia punya dan juga sisa tabungannya. Dia mengatakan kalau besok atau lusa kuasa hukumnya akan datang kemari menemui ayah untuk melakukan semua proses pindah tangan atas nama Ratri dan juga Danish.” Hal ini jelas memancing tanya mereka semua. “Ayah memang menolaknya, tapi … dia berkata dengan sungguh-sungguh dan ingin menebusnya, kita sebagai orang luar tidak bisa melakukan apapun, apalagi secara biologis Anggala adalah ayahnya Danish. Jadi, ayah menerimanya.” Lukman berkata p
Pertanyaan Diva yang berhasil membuat wajah Indah berubah ini makin membuat Diva penasaran. 'Aku harus terus memancingnya,' ucap Diva dalam hati. Diva menyadari kalau ibunya saat ini masih diam dan pandangannya mulai kosong, seolah ada di dunianya sendiri “Bu, kenapa Ibu seperti itu?” tanya Diva membuat Indah seolah tersadar akan lamunannya. “Oh, tidak, tidak apa-apa.” Indah segera berusaha untuk tenang, tapi kali ini pergerakannya bisa dengan cepat dibaca oleh Diva. Mumpung ada kesempatan, Diva sangat ingin bertanya tentang hal ini. Bukankah dia tidak bisa diam saja? Ada hal besar yang pasti sedang disembunyikan oleh Ibunya sampai sekarang. Diva harus membuka satu per satu masalah yang menghampirinya belakangan. “Bu,” ucap Diva lalu mendekati Indah. “Apa Diva boleh bertanya sesuatu?” tanya Diva, lalu duduk di sebelah ibunya. “Ten-tentang apa?” tanya Indah dengan sedikit gugup. Kali ini benar-benar pertama untuk Diva melihat ibunya yang menampakkan wajah panik, walaupun dengan
Diva tahu hal ini pasti membuat ibunya sangat terkejut mendapati pertanyaan beruntung yang dia tujukan. Pertanyaan ini menggiring ibunya ke sudut ruangan yang membuatnya terperangkap. Diva yakin kali ini Ibunya tidak bisa menghindar lagi. “Bu … katakan saja, bukankah Ibu sendiri yang mengajarkan tentang kejujuran?” Diva kembali mengingatkan pada Indah, kali ini wanita itu memejamkan matanya. Diva tahu ada banyak hal yang mungkin saat ini sedang berkecamuk hebat dalam diri ibunya, apalagi saat Diva melihat ke arah tangan ibunya yang terkepal tadi mulai sedikit gemetar. “Bu,” ucap Diva lalu menggenggam tangan ibunya membuat wanita itu terkejut dan membuka matanya secara spontan. “Bu, Diva bukan anak kecil lagi, Kalau memang ada yang disembunyikan, bukankah ini saat yang tepat untuk mengungkapkannya?” Diva melihat ke dalam mata Indah yang sekarang nampak beban berat menghimpit di sana. “Ini ….” Indah seolah akan mengatakan sesuatu tetapi kalimatnya masih menggantung dan tertahan,
Mendengarkan hal itu, Diva sangat terkejut. Dalam sekejap dia mengantongi Informasi besar!“Apa yang ibu katakan barusan? Bisa mengulanginya?” tanya Diva lagi, dia hanya memastikan kalau dia tidak salah dengar dan sepertinya itu adalah informasi penting yang cukup luar biasa.Indah diam, dia lalu beranjak dan berjalan mendekati Diva.“Ibu ulang sekali lagi dan Ibu tidak akan mengatakannya lagi.” Indah berkata dengan tatapan tajam melihat ke arah anaknya.“Pendiri Royal Damen Holding yang berpusat di Belanda itu, didirikan oleh Joachim Wennink. Seorang pengusaha sukses yang mendapat tempat di hati kerajaan.” Hal ini jelas membuat Diva terkesima, beberapa kali dia mengerjapkan matanya saking tidak percaya dengan apa yang barusan diucapkan oleh ibunya. Jelas hal ini membuat kejutan besar untuk Diva, walaupun dia tidak tahu apapun tentang Royal Damen Holding dan siapa itu Joachim Wennink yang diucapkan oleh ibunya, karena baru pertama kali mendengarnya, tetapi saat ibunya mengatakan tenta