Nah lohhhh anak bujang mauu ditemani kan? hahah! ditunggu kelanjutannya ya! Semoga hari ini listriknya sudah normal kembali! Sayang kalian banyak2.... 🥰🥰🥰
Ucapan Darma barusan tidak seperti sedang merendahkan anaknya, tetapi dia terdengar berkata dengan sungguh-sungguh untuk membantu Elvan. Namun, saat mendengar hal seperti itu Elvan merasa kalau ayahnya mungkin sedang meremehknnya.“Kenapa aku harus ditemani? Aku bukan seperti Aldo yang masih anak-anak.” Elvan berkata dengan sedikit kesal sambil melihat ke arah keponakannya yang saat ini sedang makan buah apel. Anak ini berhenti mengunyah saat Elvan menyebut namanya.“Ow-om panggil Aldo?” Anak itu melihat ke arah Elvan dengan mata hitam bulatnya itu.“Ah, tidak anak kecil, ini hanya perumpamaan orang dewasa saja.” Elvan menjawab pertanyaan anak itu dengan wajah datarnya, hal itu membuat Diva yang melirik ke arah Elvan.“Diva, katakan padaku, apa Elvan ini berlaku baik padamu?” tanya Arkam padanya, dia berusaha untuk membuat suasana menjadi cair.Diva hanya menjawab dengan mengangguk, karena untuk mengeluarkan suara sekarang ini masih memerlukan energi yang cukup besar.“Apa dia akan min
Beberapa saat sebelumnya. “Kita lihat saja nanti apakah anakmu itu benar-benar tidak main-main atau tidak.” Hartono berkata dengan Darma saat mereka semua sedang berkumpul menunggu kedatangan Elvan. “Aku hanya ragu dengan Elvan, menurutku tidak mungkin hubungan mereka bisa berjalan secepat itu, ditambah lagi … Elvan ini orang yang cukup ambisius, Yah.” Darma berkata dengan suara rendah pada Hartono. “Tapi menurutku, Sayang, anak kita itu benar-benar serius. Lagipula, dia bahkan sampai masuk rumah sakit karena …." Anita menghela napas sejenak, "maksudku, dia bahkan rela melakukan apapun demi Diva, kan?” Anita membantah argumen Darma tentang perasaan Elvan. “Ya, tapi apa kamu lupa, Ma, dia adalah Elvan, kadang kita tidak tahu mana yang benar-benar serius dan tidak darinya, bahkan satu tahun lalu sebelum ini, dia nyaris menyetujui lamaran dari anak teman kamu itu, karena dia ingin mengakuisisi perusahaan orang tuanya. Apa kamu yakin secepat itu dia menemukan Diva ini?" Darma berka
Dalam perjalanan ke rumah sakit, Diva tak henti melihat ke arah Elvan dengan tatapan dalam. “Kenapa melihatku seperti itu, nanti wajahku akan berlubang dilihat dengan tajam seperti itu.” Elvan berkata pada Diva seperti biasanya. “Van, apa kamu pernah berpikir kalau ini nyata?” tanya Diva dengan suara rendah. Elvan mengerutkan keningnya. “Lagi-lagi berpikir begitu, apa tidak cukup nyata dengan mencubit orang lain dan orang menjerit sakit?” “Orang lain? Bukannya kamu itu bukan orang lain?” Diva tersenyum lalu menekan pipi Elvan dengan jari telunjuknya. “Diva, kamu ini kenapa sih?” Elvan makin heran dengan tingkah Diva ini. “No, aku gak kenapa-napa, cuma memastikan aja kalo kamu itu bukan makhluk hologram yang tak bisa kusentuh.” Diva terkekeh senang. “Ada-ada saja,” gumam Elvan menyadari tingkah Diva yang seperti anak kecil ini. “Van, ternyata Chef Cantika itu kakak ipar kamu, ya?” Diva kali ini berkata dengan nada serius. “Ah, tentang tadi, kamu mengenalnya dari mana? Setahuku
Diva merasakan kekecewaan tatapan yang diisyaratkan di wajah Elvan, dia sadar kalau dirinya sangat egois. Namun, dia lebih paham dengan apa yang akan mereka hadapi kalau terlalu cepat mengambil langkah seperti ini. Kemudian, dia menghela napas berat beberapa saat lalu menggenggam tangan pria itu. “Maaf, aku benar-benar minta maaf, tapi bisakah kamu bersabar sedikit lagi padaku?” Diva berkata dengan suara yang sedikit berat. Elvan masih diam, dia lalu meraih wajah Diva dan menangkupkan kedua tangannya dan menatap dalam. “Kamu mengatakan kalau sampai Ratri pulih ‘kan? Kalau begitu, harusnya kamu mengizinkanku agar aku bisa mengusahakan cara apapun agar adikmu itu cepat pulih, bukan begitu, Diva? Ini cara paling adil diantara kita.” Kilat mata Elvan itu memberikan penekanan pada wanita itu. “Maksudmu?” Diva tidak mengerti dengan ucapan Elvan barusan. Pria itu hanya tersenyum miring penuh arti melihat Diva yang kini menuntut jawab darinya. “Tenang, aku tidak akan melakukan hal gila, y
Prisya begitu terkejut saat ibunya berkata kalau ayahnya ingin bicara dengannya menggunakan nada yang cukup tegas.Wanita itu mulai bertanya-tanya dan menebak, ‘Apa ini berhubungan dengan Kak Diva, ya?’“Pris? Apa kamu dengar Ibu?” tanya wanita itu dengan lembut.“I-itu … apa boleh agak sore sedikit? Prisya sedang ada kerjaan mendesak yang harus keluar sekarang, Bu.” Prisya terdengar gugup, tapi apa yang dikatakannya adalah sebuah kejujuran, dia memang ada urusan yang perlu segera dilakukan sekarang dan itu berkaitan dengan tugasnya sebagai salah seorang personal assistant Elvan.“Baiklah, tapi ingat jangan terlalu sore, karena ayah benar-benar ingin bicara padamu.” Ibunya berkata dengan suara tegas.*** Sementara itu di tempat lain.“Tidak perlu terlihat gugup seperti itu, apa rasa percaya dirimu itu sudah luntur?” Elvan berkata santai pada Diva saat mobil yang dikendarai Elvan memasuki lobi Tekno In Tower.Diva menghela napas sejenak, tak berselang lama mobil itu berhenti. Elvan tur
DIva yang mendapatkan perkataan tersebut langsung mengernyitkan keningnya, tidak ada angin dan hujan tiba-tiba rekannya ini malah berkata hal demikian. Diva mencoba tenang menanggapinya, dia lalu keluar dari dalam lift dan berjalan mendekati rekannya itu.“Kamu kenapa, Win? Apa kepalamu terbentur sesuatu?” tanya Diva dengan santai, tetapi tatapan matanya melihat ke arah Winda dengan sangat tajam, berjalan mendekatinya dan membuat wanita itu melangkah mundur.“Diva aku tidak menyangka ternyata kamu adalah orang yang seperti itu.” Dia kembali berkata dengan penekanan yang cukup dalam lalu tersenyum sinis pada Diva. Winda menghentikan langkah kakinya dan berdiri tegak mencoba untuk melawan Diva. Saat ini mereka berada dengan jarak yang cukup dekat. Diva masih mencoba untuk menenangkan dirinya. Menghadapi orang seperti ini untuk bertindak anarkis, rasanya tidak sesuai kelas.“Terserah apa yang ada dalam pikiranmu, lagipula aku tidak mengerti apa yang dimaksud trik kotor itu. Tapi, Win, ka
“Kamu mengancamku?!” Winda berkata dengan suara yang tidak suka.“Aku tidak tahu apa aku ini mengancammu atau tidak, tapi bekerja secara profesional, sudah dua kali kamu melakukan hal buruk terkait pekerjaan padaku! aku ingatkan kalau-kalau kamu lupa, pertama saat aku baru masuk, kedua kejadian kemarin! Kalau saja file itu tidak kuberikan lebih dulu, mungkin pekerjaan kita akan kembali tertunda karenamu! Jadi, jangan melibatkan rasa tidak sukamu itu di pekerjaan kita, karena kamu bisa menghambat kerjaan banyak orang. Apa kamu mengerti?” Diva berkata dengan nada tegas dan melihat ke arah Winda dengan tatapan tajam.Setelah melakukan hal itu, Diva menggeser pintu ruangan mereka dan masuk sendiri meninggalkan Winda yang masih terpaku di tempat itu.“Maaf, aku terlambat,” ucap Diva pada semuanya saat dia masuk ke ruangan ini.Ruangan ini awalnya hanya senyap karena beberapa karyawan ada yang belum pulang dari makan siang tiba-tiba menjadi gaduh karena kedatangan Diva.“Hei Diva! Aduhh kam
Setelah Prisya memutuskan sambungan teleponnya, Elvan terlihat berpikir tentang apa yang diucapkan wanita itu dan menghubungkannya dengan kekhawatiran Diva akan hubungan mereka jika terlalu cepat memberitahu kedua orang tuanya. “Apa orang tuanya memang seprotektif itu?” Pelipis Elvan berkedut. Tiba-tiba saja Dania membuyarkan lamuan Elvan. “Pak Elvan, ini file yang perlu ditandatangani segera dari bagian keuangan, lalu yang ini dari Bu Marissa, pagi tadi dia datang kemari dan mengatakan file ini harus segera ditandatangani dan bersifat rahasia.” Dania menyerahkan file lain dalam sebuah map tertutup yang bersegel yang belum terbuka. “Baiklah, letakkan saja di sana, nanti saya akan periksa lagi.” Elvan berkata seperti biasa. Namun baru beberapa langkah Dania akan meninggalkan ruangannya Elvan memanggilnya, “Dan, tunggu sebentar.” Sekretarisnya itu pun memutar badan dan menyahut cepat, “Iya, Pak? Ada yang bisa saya bantu lagi?” tanyanya karena saat ini wajah Elvan terlihat sangat ser