Prisya begitu terkejut saat ibunya berkata kalau ayahnya ingin bicara dengannya menggunakan nada yang cukup tegas.Wanita itu mulai bertanya-tanya dan menebak, ‘Apa ini berhubungan dengan Kak Diva, ya?’“Pris? Apa kamu dengar Ibu?” tanya wanita itu dengan lembut.“I-itu … apa boleh agak sore sedikit? Prisya sedang ada kerjaan mendesak yang harus keluar sekarang, Bu.” Prisya terdengar gugup, tapi apa yang dikatakannya adalah sebuah kejujuran, dia memang ada urusan yang perlu segera dilakukan sekarang dan itu berkaitan dengan tugasnya sebagai salah seorang personal assistant Elvan.“Baiklah, tapi ingat jangan terlalu sore, karena ayah benar-benar ingin bicara padamu.” Ibunya berkata dengan suara tegas.*** Sementara itu di tempat lain.“Tidak perlu terlihat gugup seperti itu, apa rasa percaya dirimu itu sudah luntur?” Elvan berkata santai pada Diva saat mobil yang dikendarai Elvan memasuki lobi Tekno In Tower.Diva menghela napas sejenak, tak berselang lama mobil itu berhenti. Elvan tur
DIva yang mendapatkan perkataan tersebut langsung mengernyitkan keningnya, tidak ada angin dan hujan tiba-tiba rekannya ini malah berkata hal demikian. Diva mencoba tenang menanggapinya, dia lalu keluar dari dalam lift dan berjalan mendekati rekannya itu.“Kamu kenapa, Win? Apa kepalamu terbentur sesuatu?” tanya Diva dengan santai, tetapi tatapan matanya melihat ke arah Winda dengan sangat tajam, berjalan mendekatinya dan membuat wanita itu melangkah mundur.“Diva aku tidak menyangka ternyata kamu adalah orang yang seperti itu.” Dia kembali berkata dengan penekanan yang cukup dalam lalu tersenyum sinis pada Diva. Winda menghentikan langkah kakinya dan berdiri tegak mencoba untuk melawan Diva. Saat ini mereka berada dengan jarak yang cukup dekat. Diva masih mencoba untuk menenangkan dirinya. Menghadapi orang seperti ini untuk bertindak anarkis, rasanya tidak sesuai kelas.“Terserah apa yang ada dalam pikiranmu, lagipula aku tidak mengerti apa yang dimaksud trik kotor itu. Tapi, Win, ka
“Kamu mengancamku?!” Winda berkata dengan suara yang tidak suka.“Aku tidak tahu apa aku ini mengancammu atau tidak, tapi bekerja secara profesional, sudah dua kali kamu melakukan hal buruk terkait pekerjaan padaku! aku ingatkan kalau-kalau kamu lupa, pertama saat aku baru masuk, kedua kejadian kemarin! Kalau saja file itu tidak kuberikan lebih dulu, mungkin pekerjaan kita akan kembali tertunda karenamu! Jadi, jangan melibatkan rasa tidak sukamu itu di pekerjaan kita, karena kamu bisa menghambat kerjaan banyak orang. Apa kamu mengerti?” Diva berkata dengan nada tegas dan melihat ke arah Winda dengan tatapan tajam.Setelah melakukan hal itu, Diva menggeser pintu ruangan mereka dan masuk sendiri meninggalkan Winda yang masih terpaku di tempat itu.“Maaf, aku terlambat,” ucap Diva pada semuanya saat dia masuk ke ruangan ini.Ruangan ini awalnya hanya senyap karena beberapa karyawan ada yang belum pulang dari makan siang tiba-tiba menjadi gaduh karena kedatangan Diva.“Hei Diva! Aduhh kam
Setelah Prisya memutuskan sambungan teleponnya, Elvan terlihat berpikir tentang apa yang diucapkan wanita itu dan menghubungkannya dengan kekhawatiran Diva akan hubungan mereka jika terlalu cepat memberitahu kedua orang tuanya. “Apa orang tuanya memang seprotektif itu?” Pelipis Elvan berkedut. Tiba-tiba saja Dania membuyarkan lamuan Elvan. “Pak Elvan, ini file yang perlu ditandatangani segera dari bagian keuangan, lalu yang ini dari Bu Marissa, pagi tadi dia datang kemari dan mengatakan file ini harus segera ditandatangani dan bersifat rahasia.” Dania menyerahkan file lain dalam sebuah map tertutup yang bersegel yang belum terbuka. “Baiklah, letakkan saja di sana, nanti saya akan periksa lagi.” Elvan berkata seperti biasa. Namun baru beberapa langkah Dania akan meninggalkan ruangannya Elvan memanggilnya, “Dan, tunggu sebentar.” Sekretarisnya itu pun memutar badan dan menyahut cepat, “Iya, Pak? Ada yang bisa saya bantu lagi?” tanyanya karena saat ini wajah Elvan terlihat sangat ser
Andi yang mendapatkan perintah tersebut sedikit heran, sejak kapan bosnya itu jadi suka memancing. “Alat pancing yang seperti apa, Pak?” tanya Andi pada Elvan, karena dia harus memastikan sekali lagi. “Yang terbaik dan jangan terlihat mahal dan mencolok,” titahnya dengan suara tegas. Elvan memang bicara cukup jelas, tetapi sayangnya hal ini makin membuat Andi kebingungan. "Maaf saya tanya lagi, Pak. Ini untuk memancing di kolam pemancingan, sungai atau di laut?" Walaupun opsi terakhir sepertinya tidak mungkin, karena Elvan sudah lama menghindari laut! Elvan diam sejenak lalu berkata, "Belikan saja yang terbaik dari semuanya." “Hah?! Apa ini untuk Pak Elvan?” tanyanya lagi dengan terkejut. Elvan belum merespon, membuat Andi harus sekali lagi bertanya, “Pak, apa Pak Elvan ingin pergi memancing?” tanyanya lagi. “Itu …, apa aku harus menjawab semua pertanyaanmu? Belikan saja dan jangan banyak tanya.” Elvan berkata dengan datar. Dia hanya tidak ingin anak buahnya itu banyak bicara.
Miko yang baru saja mendengar ucapan Diva tercenung sesaat lalu tersenyum. “Kamu tenang saja, untuk bagian itu calon suamimu tidak tahu.” Namun, hal ini justru membuat wajah Diva berubah menjadi tidak suka, dagunya terlihat mengeras sesaat, lalu kembali membalas ucapan Miko. “Ya, memang dia belum tahu untuk saat ini, tapi aku ingatkan sekali lagi, hal yang dia tidak tahu cepat atau lambat akan terbuka. Lupakan saja hal yang sudah lewat. Jangan membuat gesekan apapun untuk menciptakan kesalahpahaman.” Tatapan tajam Diva melihat ke arah Miko dengan pandangan menusuk. “Tolong tetap konsisten untuk tidak menaruh hati padaku.” Setelah mengatakan hal tersebut, mulut Miko terasa terpasung dan tak bisa membuka lagi. Diva berlalu dari hadapannya, wanita itu jelas menciptakan batas yang tegas terhadap dirinya. Wanita ini ternyata masih sama seperti dulu, tidak akan menciptakan celah untuk orang lain saat ada yang mengisi hatinya. *** Prisya sudah duduk di hadapan kedua orang tuanya, wajah
Prisya berusaha tenang menghadapi pertanyaan ayahnya yang cukup dalam ini. Dia lalu mengulas senyum. “Ayah, aku saja yang bekerja part time di tempat itu bisa dapat gaji yang tinggi, satu bulan bisa sampai 1000 sampai dengan 1500 Dollar, ah, aku mengatakan hal ini karena aku memang dibayar berdasarkan kesepakatan awal dengan L Tekno. Apalagi Kak Diva yang memang pegawai di sana.” Sejenak Lukman diam dan melihat ke arah Indah, istrinya itu mengangguk singkat, tetapi maknanya tidak dimengerti oleh Prisya. “Coba ayah pikir lagi, lagipula Kak Diva ini sudah sangat lama bekerja sebagai seorang analis data yang sangat cekatan, tentu masalah gaji akan lebih besar.” Prisya kembali menambahkan. “Baiklah, kalau begitu anggap dia mendapatkan gaji sampai dengan 50 juta tiap bulan, dengan riwayat pekerjaannya itu, apa masuk akal?” Pernyataan Lukman lagi-lagi membuat Prisya terdiam! “Tapi, Yah sekarang ini skill nomor satu dan–” “Prisya, mungkin ayah kurang update tentang informasi begini, tapi
Diva yang baru saja masuk ke dalam lift terkejut mendapat pesan dari Prisya. Dia menghela napas dengan sedikit berat.“Ayah pasti akan bertanya hal ini cepat atau lambat.” Diva bergumam sendiri di dalam lift.“Aku harus bicara dengan Elvan kalau dia setidaknya harus tahan dulu untuk menemui orang tuaku. Bisa bahaya kalau terjadi salah sangka antara ayah dan Elvan.” Diva kembali bicara pada dirinya sendiri.Baru saja Diva ingin membalas pesan Prisya, lift sudah berbunyi dan menandakan dia sudah sampai di lantai ruangan Elvan berada. Diva mengurungkan niatnya untuk bertanya, pada Prisya, setidaknya dia harus meyakinkan Elvan agar dia jangan dulu datang ke rumahnya.“Bu Diva,” sapa salah satu karyawan dengan menundukkan kepalanya sedikit hormat pada Diva saat dia keluar dari lift. Diva sedikit terkejut dengan perlakuan barusan. Dia membalasnya dengan hal yang sama dan tersenyum dengan ramah lalu berjalan cepat ke ruangan Elvan.'Ah, ternyata berita cepat sekali menyebar!' Diva berkata dal