Selamat pagi semuanya! ❤️❤️❤️
“Kamu mengancamku?!” Winda berkata dengan suara yang tidak suka.“Aku tidak tahu apa aku ini mengancammu atau tidak, tapi bekerja secara profesional, sudah dua kali kamu melakukan hal buruk terkait pekerjaan padaku! aku ingatkan kalau-kalau kamu lupa, pertama saat aku baru masuk, kedua kejadian kemarin! Kalau saja file itu tidak kuberikan lebih dulu, mungkin pekerjaan kita akan kembali tertunda karenamu! Jadi, jangan melibatkan rasa tidak sukamu itu di pekerjaan kita, karena kamu bisa menghambat kerjaan banyak orang. Apa kamu mengerti?” Diva berkata dengan nada tegas dan melihat ke arah Winda dengan tatapan tajam.Setelah melakukan hal itu, Diva menggeser pintu ruangan mereka dan masuk sendiri meninggalkan Winda yang masih terpaku di tempat itu.“Maaf, aku terlambat,” ucap Diva pada semuanya saat dia masuk ke ruangan ini.Ruangan ini awalnya hanya senyap karena beberapa karyawan ada yang belum pulang dari makan siang tiba-tiba menjadi gaduh karena kedatangan Diva.“Hei Diva! Aduhh kam
Setelah Prisya memutuskan sambungan teleponnya, Elvan terlihat berpikir tentang apa yang diucapkan wanita itu dan menghubungkannya dengan kekhawatiran Diva akan hubungan mereka jika terlalu cepat memberitahu kedua orang tuanya. “Apa orang tuanya memang seprotektif itu?” Pelipis Elvan berkedut. Tiba-tiba saja Dania membuyarkan lamuan Elvan. “Pak Elvan, ini file yang perlu ditandatangani segera dari bagian keuangan, lalu yang ini dari Bu Marissa, pagi tadi dia datang kemari dan mengatakan file ini harus segera ditandatangani dan bersifat rahasia.” Dania menyerahkan file lain dalam sebuah map tertutup yang bersegel yang belum terbuka. “Baiklah, letakkan saja di sana, nanti saya akan periksa lagi.” Elvan berkata seperti biasa. Namun baru beberapa langkah Dania akan meninggalkan ruangannya Elvan memanggilnya, “Dan, tunggu sebentar.” Sekretarisnya itu pun memutar badan dan menyahut cepat, “Iya, Pak? Ada yang bisa saya bantu lagi?” tanyanya karena saat ini wajah Elvan terlihat sangat ser
Andi yang mendapatkan perintah tersebut sedikit heran, sejak kapan bosnya itu jadi suka memancing. “Alat pancing yang seperti apa, Pak?” tanya Andi pada Elvan, karena dia harus memastikan sekali lagi. “Yang terbaik dan jangan terlihat mahal dan mencolok,” titahnya dengan suara tegas. Elvan memang bicara cukup jelas, tetapi sayangnya hal ini makin membuat Andi kebingungan. "Maaf saya tanya lagi, Pak. Ini untuk memancing di kolam pemancingan, sungai atau di laut?" Walaupun opsi terakhir sepertinya tidak mungkin, karena Elvan sudah lama menghindari laut! Elvan diam sejenak lalu berkata, "Belikan saja yang terbaik dari semuanya." “Hah?! Apa ini untuk Pak Elvan?” tanyanya lagi dengan terkejut. Elvan belum merespon, membuat Andi harus sekali lagi bertanya, “Pak, apa Pak Elvan ingin pergi memancing?” tanyanya lagi. “Itu …, apa aku harus menjawab semua pertanyaanmu? Belikan saja dan jangan banyak tanya.” Elvan berkata dengan datar. Dia hanya tidak ingin anak buahnya itu banyak bicara.
Miko yang baru saja mendengar ucapan Diva tercenung sesaat lalu tersenyum. “Kamu tenang saja, untuk bagian itu calon suamimu tidak tahu.” Namun, hal ini justru membuat wajah Diva berubah menjadi tidak suka, dagunya terlihat mengeras sesaat, lalu kembali membalas ucapan Miko. “Ya, memang dia belum tahu untuk saat ini, tapi aku ingatkan sekali lagi, hal yang dia tidak tahu cepat atau lambat akan terbuka. Lupakan saja hal yang sudah lewat. Jangan membuat gesekan apapun untuk menciptakan kesalahpahaman.” Tatapan tajam Diva melihat ke arah Miko dengan pandangan menusuk. “Tolong tetap konsisten untuk tidak menaruh hati padaku.” Setelah mengatakan hal tersebut, mulut Miko terasa terpasung dan tak bisa membuka lagi. Diva berlalu dari hadapannya, wanita itu jelas menciptakan batas yang tegas terhadap dirinya. Wanita ini ternyata masih sama seperti dulu, tidak akan menciptakan celah untuk orang lain saat ada yang mengisi hatinya. *** Prisya sudah duduk di hadapan kedua orang tuanya, wajah
Prisya berusaha tenang menghadapi pertanyaan ayahnya yang cukup dalam ini. Dia lalu mengulas senyum. “Ayah, aku saja yang bekerja part time di tempat itu bisa dapat gaji yang tinggi, satu bulan bisa sampai 1000 sampai dengan 1500 Dollar, ah, aku mengatakan hal ini karena aku memang dibayar berdasarkan kesepakatan awal dengan L Tekno. Apalagi Kak Diva yang memang pegawai di sana.” Sejenak Lukman diam dan melihat ke arah Indah, istrinya itu mengangguk singkat, tetapi maknanya tidak dimengerti oleh Prisya. “Coba ayah pikir lagi, lagipula Kak Diva ini sudah sangat lama bekerja sebagai seorang analis data yang sangat cekatan, tentu masalah gaji akan lebih besar.” Prisya kembali menambahkan. “Baiklah, kalau begitu anggap dia mendapatkan gaji sampai dengan 50 juta tiap bulan, dengan riwayat pekerjaannya itu, apa masuk akal?” Pernyataan Lukman lagi-lagi membuat Prisya terdiam! “Tapi, Yah sekarang ini skill nomor satu dan–” “Prisya, mungkin ayah kurang update tentang informasi begini, tapi
Diva yang baru saja masuk ke dalam lift terkejut mendapat pesan dari Prisya. Dia menghela napas dengan sedikit berat.“Ayah pasti akan bertanya hal ini cepat atau lambat.” Diva bergumam sendiri di dalam lift.“Aku harus bicara dengan Elvan kalau dia setidaknya harus tahan dulu untuk menemui orang tuaku. Bisa bahaya kalau terjadi salah sangka antara ayah dan Elvan.” Diva kembali bicara pada dirinya sendiri.Baru saja Diva ingin membalas pesan Prisya, lift sudah berbunyi dan menandakan dia sudah sampai di lantai ruangan Elvan berada. Diva mengurungkan niatnya untuk bertanya, pada Prisya, setidaknya dia harus meyakinkan Elvan agar dia jangan dulu datang ke rumahnya.“Bu Diva,” sapa salah satu karyawan dengan menundukkan kepalanya sedikit hormat pada Diva saat dia keluar dari lift. Diva sedikit terkejut dengan perlakuan barusan. Dia membalasnya dengan hal yang sama dan tersenyum dengan ramah lalu berjalan cepat ke ruangan Elvan.'Ah, ternyata berita cepat sekali menyebar!' Diva berkata dal
Diva menunduk, dia bingung bagaimana untuk menyampaikannya agar Elvan tidak salah paham dengan sikapnya kali ini. Dia jelas menginginkan Elvan dan ingin hubungan mereka melangkah lebih jauh lagi, tapi jika dia membawa Elvan langsung bertemu kedua orang tuanya malam ini seperti yang dia katakan sebelumnya, maka kemungkinan besar kedua orang tuanya tidak akan memberikan kesempatan dia untuk dekat dengan pria ini lagi.Tangan Diva mencengkram cukup kuat di atas pahanya membuatnya jari-jarinya nyaris kebas. Elvan melihatnya pergerakan itu lalu menarik sebelah bibirnya ke atas penuh misteri.“Apa aku memang tidak bisa masuk kriteria untuk pria yang bisa mendampingimu, Div?” Elvan berkata dengan datar membuat sesuatu terasa memukul hati Diva.Diva sadar Elvan saat ini sudah sangat banyak berkorban untuk dirinya. Tidak hanya materi tetapi juga tentang perasaannya secara pribadi. Elvan yang sejak awal ingin memberitahu semua orang tentang hubungan mereka, Elvan yang selalu ada saat dirinya mem
Mata Diva membola dengan ucapan yang baru saja keluar dari mulut Elvan, padahal dia sudah menebak apa yang akan dilakukan oleh Elvan. Apa tebakannya kali ini meleset? Elvan tidak marah padanya? “Hei, kenapa kamu diam?” Elvan berkata dengan santai sambil tangannya membuka bungkus coklat lalu menyuapkannya ke mulut Diva. “Makan dulu, biar otakmu tidak tegang.” Lagi-lagi Elvan memberikan sebuah jawaban yang menurut Diva sangat tidak disangka-sangka. “A-apa kamu yakin dengan apa yang baru saja kamu katakan itu?” tanya Diva sekali lagi, dia berharap ini bukan khayalannya saja. “Menurutmu?” “Apa ini bukan mimpi?” Diva masih berkata dengan tidak percaya. Elvan lalu menggeleng cepat, detik berikutnya Diva merasakan bibir Elvan yang menempel pada bibirnya, seperti marshmallow yang membuat candu! Barang sesaat Diva terkejut, kemudian Elvan memperdalamnya, membuat Diva akhirnya memejamkan matanya menikmati lumatan itu, semakin lama makin intens dan Diva benar-benar terbuai dan terbawa alur