Akhirnya Jejaka bisa juga digiring Srikandi ke Desa Panerokan. Mereka kini memasuki pasar di desa ini untuk membeli beberapa keperluan di perjalanan nanti, sekaligus membeli pakaian untuk Jejaka.
Seperti biasa, pasar pagi itu ramai oleh pedagang dan pengunjung. Kedai kelontong yang terbakar kemarin siang, tampak mulai dibersihkan oleh beberapa orang. Ketika tubuh Srikandi dan Jejaka sudah menyatu dalam arus manusia di pasar, beberapa orang di pinggir jalan terdengar berbisik-bisik. Sementara, mata mereka menatap Jejaka lekat-lekat. Jejaka yang tiba-tiba menjadi pusat perhatian di pasar itu. tentu saja mengusik keingintahuan Srikandi. Tapi sebelum bertanya langsung pada anak muda di sampingnya, kasak-kusuk yang ditangkap telinganya sudah cukup menjelaskan, kenapa Jejaka diper- hatikan mereka begitu rupa.
“Itu kan, pendekar yang kemarin mengusir lima pengacau, ya?” tunjuk salah seorang.
“O, iya... si Pendekar Konyol, kan?” timpal yang lain.
Sebelum makanan pesanan tiba, Srikandi terus menatap anak muda itu lekat-lekat. Hatinya tak habis- habisnya memuji kegagahan pemuda di hadapannya dalam pakaian baru. Biarpun usia antara dirinya dengan Jejaka bertaut cukup jauh, tetap saja Srikandi tidak bisa mendustai perasaan kagumnya pada Jejaka.Sementara, orang yang sedang diperhatikan malah sibuk melirik kian kemari. Terutama pada beberapa wanita yang berada dalam kedai.“Bagaimana, Jejaka?” tanya Srikandi, mengusik keasyikan Jejaka.“Wah, cantik-cantik...,” jawab Jejaka cepat.“Aku tidak menanyakan gadis-gadis itu! Aku tanya, bagaimana dengan pakaian barumu itu?” tukas Srikandi.“Ooo, itu. Pakaian hadiahmu ini boleh jugalah,” ucap Jejaka jujur. “Paling tidak, aku bisa dilirik beberapa gadis di tempat ini.”Srikandi geleng-geleng kepala. Dia jadi menggerutu dalam hati. Masalahnya, kenapa pemuda ini sulit sekali sungguh-sungguh.
“Maaf, Jejaka. Aku tak bermaksud mengganggu selera makanmu,” sesal Srikandi ketika menemukan wajah Jejaka dikurung mendung.“Tidak apa-apa,” sahut Jejaka perlahan. “Kenapa waktu itu kau hendak menyelamatkan aku dengan melempar senjata rahasiamu ke diriku?” Jejaka seperti sengaja mengalihkan pembicaraan tentang diri Rintih Manja yang terlalu menyakitkan baginya.“Karena kerajaan perlu dirimu. Begitu juga rakyat. Bajing Ireng sudah terlalu membawa petaka bagi negeri ini. Sementara untuk menyingkirkannya, pihak kerajaan tak bisa berbuat banyak. Banyak pendekar golongan lurus yang menjadi marah, lalu mencoba melenyapkannya. Tapi, usaha mereka hanya membuang nyawa. Kau sebagai seorang keturunan Pendekar Gunung Batu yang diwarisi ilmu kedigdayaan tinggi, tentu menjadi satu-satunya harapan rakyat untuk membebaskan mereka dari cengkeraman kuku-kuku kekuasaan Bajing Ireng,” urai Srikandi panjang.Jejaka mengangguk-angguk. B
“Tepat!” sambut Jejaka, tetap berbisik. “Hanya kita belum tahu apakah mereka dari golongan hitam atau putih. Untuk itu, kita harus mengintai. Siapa tahu mereka adalah salah seorang pengikut Bajing Ireng keparat itu...”Selesai berkata demikian, Jejaka memberi isyarat pada Srikandi untuk bersembunyi di semak-semak lebat. Sementara langkah kuda semakin jelas terdengar. Langkah itu kian dekat, sampai akhirnya terlihatlah dua orang lelaki yang sedang menuntun kuda, tepat seperti dugaan Jejaka.Salah seorang tampak mengenakan pakaian Iurik ketat, membungkus tubuhnya yang demikian gempal berotot. Wajahnya terlihat angker dengan rahang berbentuk persegi. Hidungnya yang agak pendek, mata yang berkelopak besar serta bibir yang tebal, menggambarkan kekerasan kehidupan yang dijalani. Terlebih ditambah kulitnya yang legam.Orang itu berbeda dengan lelaki yang berjalan di sebelahnya. Wajah orang itu terlihat berwibawa dan bersih. Dapat diduga, kalau d
“Kenapa kau menyetujui tawaran Patih Ranggapati, sih? Kita kan bisa jalan berdua saja. Itu lebih indah. Kita bisa berjalan bergandengan tangan di bawah sinar bintang gemerlap dan di antara gigitan nyamuk-nyamuk hutan. Indahkan?” oceh Jejaka setengah berbisik, agar tak sampai di telinga dua lelaki yang berjalan beberapa tombak di depan mereka.Srikandi langsung menyikut perut Jejaka.Duk!“Ukh. Ssst, Srikandi. Bayureksa itu orang benar, apa hanya orang-orangan, sih? Kenapa kaku sekali.”Belum lagi sakit di perutnya hilang, mulut Jejaka sudah cuap-cuap kembali. Terpaksa Srikandi menggerakkan tangannya kembali ke perut Jejaka.Duk! “Ukh!”Dalam sinar bulan sabit yang temaram mereka terus menyusuri jalan mendaki dalam hutan cemara lebat. Jangkrik terus bersenandung memainkan lagu alam bersama binatang malam lain.Sampai suatu saat....Kresk!Terdengar ranting kering yang patah terpijak. Maka serempak keempat orang itu langsung menoleh ke asal suara. Mata masing-masing bergerak-gerak waspa
Dua berkas sinar di bawah siraman cahaya bulan tampak melesat menuju Patih Ranggapati. Mata Jejaka yang amat terlatih, tentu saja dapat mengenali benda itu. Rupanya, dua bilah pisau kecil meluncur deras ke arah Patih Ranggapati. Meski begitu, Jejaka memang tidak mungkin lagi bisa mendahului kecepatan pisau terbang ini. Di samping karena jaraknya dengan Patih Ranggapati cukup jauh, juga karena lesatan pisau terbang itu lebih dekat ke tubuh Patih Ranggapati, sehingga....“Haaakh!”Untung saja Patih Ranggapati juga waspada. Dia berkelit dengan membuang tubuh ke sisi kiri. Hanya itu cara menghindari pisau terbang yang hendak memangsa tubuhnya. Tapi untuk itu, bahunya langsung membentur sebuah batang pohon cemara amat keras.“Aaakh!”Sementara itu, Jejaka dengan sigap menyerbu ke arah si pelempar pisau. Sekali genjot saja, tubuhnya sudah melenting ringan di antara rerimbunan daun cemara.“Hei, jangan lari! Kujadikan makanan tikus, kau!” seru Jejaka ketika matanya menangkap kelebatan seseor
Sementara itu, di bawah siraman cahaya matahari pagi. Jejaka, Srikandi, Patih Ranggapati, dan Bayureksa tiba di kotaraja. Dari gerbang masuk, mereka hanya perlu berjalan sekitar dua jam untuk tiba di Kerajaan Karang Setra.Karena peristiwa semalam, Patih Ranggapati terluka kembali. Dan sebenarnya, luka di bahunya yang banyak mengeluarkan darah, bukan karena tertumbuk batang cemara. Srikandi sendiri agak heran ketika memeriksa luka yang diderita Patih Ranggapati. Karena, luka itu tampak seperti luka sayatan benda tajam! Menurut Patih Ranggapati, luka itu memang akibat sabetan golok ketika harus berhadapan dengan orang-orang Bajing Ireng. Sebenarnya, lukanya sudah mengering andai saja tidak ter- bentur batang pohon cemara semalam.Kini keempat orang itu tiba di pintu gerbang Kerajaan Karang Setra, yang dijaga ketat oleh enam prajurit dengan sikap siaga. Ketika melihat kedatangan empat orang itu, mereka segera menjura dalam-dalam.Memasuki lingkungan istana, puluhan prajurit yang sedang
Wet! Sing! Bret! “Aaakh!”Teriakan mengerikan kembali melengking ke angkasa. Kali ini tidak hanya sekali atau dua kali. Tapi, puluhan jeritan susul-menyusul terdengar dari orang-orang tak berdosa yang dijagal. Bau anyir darah membasahi tanah. Warna merah mulai menodai bumi, sebagai tanda keangkaramurkaan manusia.Tak cukup hanya membantai jiwa-jiwa manusia. Para penunggang kuda berjiwa iblis itu juga menjarah harta penduduk. Selesai menguras harta, rumah pun dibakar. Maka seketika api membumbung ke langit, memberi warna merah jelaga bercampur hitam di cakrawala.Suasana makin hingar-bingar. Gemeletak kayu termakan api, jeritan ngeri para wanita, tangisan meninggi anak-anak kecil, ringkik derap kaki kuda, serta teriakan penunggangnya. telah membaur dalam sebuah untai kekacauan.Apakah jiwa manusia sudah terlalu tak berarti bagi sementara pihak? Atau nilai manusia sudah lebih hina daripada seekor anjing? Dalam setiap peperangan dan kezaliman pertanyaan itu selalu pantas dilontarkan.Tap
“Hiaaat!”“Hiaaat!”Meski serbuan kelima belas lelaki itu makin dekat, tapi orang bercaping itu tampak masih berdiri tenang. Sedikit pun tak terlihat tubuhnya bergerak. Tapi ketika para penyerangnya tinggal tiga tombak dari tempatnya berdiri, tubuhnya melenting cepat, lalu berputar ke depan beberapa kali. Pada saat melayang di udara itulah, tangannya kembali bergerak. Dan....Zing! Zing! Zing! Zing! Zing! Zing!Enam orang penyerang seketika rontok seperti daun kering, terhujam senjata rahasia orang ber- caping ini. Tepat di dada masing-masing tampak menancap pisau kecil yang langsung menghentikan kerja jantung mereka. Kuda-kuda mereka menjadi panik, ketika enam tubuh berdebum menimpa tanah. Tanpa dapat dikendalikan, kuda-kuda itu menendang-nendang dengan kaki depan disertai ringkikan riuh.Pada saat itu orang bercaping ini sudah menjejakkan kaki di antara lawan-lawannya. Dan tanpa banyak kesulitan, sepasang pisau kecil di ta
Klanggg...!"Hugh...!?"Tubuh Jejaka Emas terjengkang ke belakang beberapa tombak jauhnya. Selintas tadi terlihat Algojo Hijau menempelkan kedua tapak tangannya di punggung Ratu Bulan, begitu Jejaka memapak serangan tusukan tombak berujung bulan sabit. Melihat hal ini Jejaka Emas terperanjat. Dia tahu kalau kakek berkepala gundul itu tengah menyalurkan tenaga dalam. Tenaganya disatukan dengan tenaga nenek itu, lalu bersama-sama menghadapi tenaga Jejaka.Tak pelak lagi, perpaduan dua tenaga dalam dahsyat itu tidak dapat ditahan Jejaka Emas. Untung saja beradunya tenaga dalam tadi terjadi secara tidak langsung melainkan melalui perantara. Sehingga akibatnya tidak terlalu berarti bagi Jejaka Emas. Pemuda berpakaian merah keemasan ini hanya merasa sedikit sesak pada dadanya.Dengan bantuan gelang dewanya, gerakan sesulit apa pun akan sama seperti gerakan biasa. Sehingga walaupun Jejaka berada dalam keadaan kritis, dan serangan Ratu Bulan kembali menyambar cep
Sekali mengelak, Jejaka Emas telah berada di belakang Ratu Bulan. Tapi sebelum pemuda itu sempat melepaskan serangan, Algojo Hijau telah terlebih dulu menyerangnya. Terpaksa Jejaka mengurungkan niat untuk menyerang Ratu Bulan. Dan dengan cepat pula dielakkannya serangan kakek itu. Dan belum juga sempat membalas, kembali serangan Ratu Bulan telah mengancam. Tentu saja hal ini membuat Jejaka Emas kewalahan menghadapi hujan serangan dahsyat yang saling susul.Tak tanggung-tanggung, Jejakapun langsung menggunakan jurus-jurus gelang dewanya untuk menyerang lawannya. Tapi rupanya kedua lawannya sangat tangguh, sehingga dalam beberapa gebrak kemudian, ketiga orang ini pun sudah terlibat sebuah pertarungan berat sebelah. Jejaka Emas terus-menerus didesak lawannya, tanpa mampu balas menyerang.Untunglah pemuda bermata biru ini memiliki jurus 'Naga Pamungkas' yang sangat aneh sehingga dapat mengelakkan serangan yang bagaimanapun sulitnya. Dan berkat jurus inilah Jejaka Emas mamp
Algojo Hijau manggut-manggut."Bisa kuterima alasanmu, Jejaka Emas""Terima kasih, Kek!""Jangan'terburu-buru berterima kasih, Jejaka Emas!" sergah Ratu Bulan cepat. "Urusan kami denganmu kini tidak hanya satu macam!" Jejaka mengerutkan keningnya."Apa maksudmu, Nek?""Tidak usah berpura-pura, Jejaka Emas!Bukankah kau yang telah membunuh majikan kami!”"Membunuh majikan kalian"! Aneh"! Kalau boleh kutahu, siapa majikan kalian?" tanya Jejaka. Kerut pada dahinya pun semakin dalam."Seorang pemuda bersenjata sepasang kapak warna perak mengkilat!""Dia majikan kalian?" tanya Jejaka Emas Nada suaranya mengandung keheranan yang besar. "Ya! Karena begitulah bunyi perjanjian antara kami dengannya!" selak Algojo Hijau. "Kami bertemu dan bertempur. Dengan licik dia memancing kami ke dalam suatu perjanjian. Yaitu, apabila dalam tiga puluh jurus kami tidak berhasil merobohkannya, dia akan menjadi majikan kami! Jadi, terpaksa
Tapi untuk yang kesekian kalinya, dengan mempergunakan jurus 'Naga Pamungkas' Jejaka berusaha menghindarinya. Dan tahu-tahu tubuh Jejaka telah berada di belakang Darba. Sebelum pemuda berbaju coklat itu sadar, Jejaka sudah melancarkan serangan baliknya.Wuuut..! Hantaman tangan Jejaka melayang ke arah kepala Darba. Murid Ki Jatayu ini terperanjat kaget Maka sedapat dapatnya dirundukkan kepalanya untuk menghindari sambaran tangan lawan.Wusss...! Usaha untung-untungannya berhasil juga. Tangan itu lewat di atas kepalanya. Tapi, Jejaka tidak tinggal diam. Segera dilancarkan serangan susulan.Bukkk...!"Huakkk...!"Telak sekali pukulan tangan kiri Jejaka Emas mendarat di punggung Darba. Keras bukan main, sehingga tubuh pemuda itu terjerembab ke depan.Cairan merah kental terlontar keluar dari mulutnya. Jelas pemuda berbaju coklat itu terluka dalam!Namun kekuatan tubuh murid Ki Jatayu ini memang patut dipuji. Sekalipun sudah terluka parah
Jejaka terpaku sesaat. Tapi tak lama kemudian amarahnya melonjak."Hiyaaa...!"Sambil berteriak melengking nyaring memekakkan telinga, Jejaka Emas menerjang Darba.Wut...! Ketika serangan gelang dewa Jejaka Emas terayun deras ke arah kepala Darba, pemuda berbaju coklat itu menarik kepalanya ke belakang tanpa menarik kakinya.Wusss...! Gelang dewa itu meluncur deras beberapa rambut di depan wajah Darba. Begitu kerasnya tenaga yang terkandung dalam serangan itu, sehingga rambut berikut seluruh pakaian Darba berkibar keras. Dan cepat-cepat pemuda berbaju coklat itu memberi serangan balasan yang tidak kalah berbahayanya.Wuuut...! Cepat bagai kilat kakinya melesat ke arah dada Jejaka Emas. Sadar akan bahaya besar mengancam, Jejaka segera menangkis serangan itu dengan tangan kirinya disertai tetakan ke bawah.Takkk...! Tubuh Darba melintir. Memang bila dibanding Jejaka Emas, posisi pemuda berbaju coklat itu lebih tidak menguntungkan.Namun
Sementara itu pertarungan antara Cakar Garuda menghadapi pengeroyokan anak buah Darba, berlangsung tidak seimbang. Kepandaian Wakil Ketua Perguruan Garuda Emas itu, memang terlalu tangguh untuk para pengeroyoknya. Setiap kali besi berbentuk cakar di tangannya bergerak, setiap kali pula ada satu nyawa melayang. Jerit kematian terdengar saling susul."Aaa...!"Pekik nyaring melengking panjang, mengiringi rubuhnya orang terakhir para pengeroyok itu. Cakar Garuda memandangi tubuh-tubuh yang terkapar itu sejenak, baru kemudian beralih pada pertarungan antara Jejaka Emas menghadapi Darba. Terdengar suara bergemeletuk dari gigi-gigi Wakil Ketua Perguruan Garuda Emas ini. Amarahnya langsung bangkit ketika melihat orang yang dicari-carinya, karena telah membasmi perguruannya."Hiyaaa...!"Diiringi pekik kemarahan laksana binatang terluka, Cakar Garuda melompat menerjang Darba, ketika pemuda itu tengah melentingkan tubuhnya ke belakang untuk menghindari serangan Je
Bergegas Jejaka berlari menghampiri. Sesaat kemudian Jejaka Emas telah berada dalam jarak tiga tombak dari arena pertempuran. Dari sini dapat terlihat jelas, siapa orang yang tengah dikeroyok itu. Dan ini membuat pemuda berbaju merah keemasan ini menjadi agak terkejut.Orang yang tengah dikeroyok itu berusia sekitar empat puluh tahun. Tubuhnya tegap dan kekar. Pada baju hitam bagian dada sebelah kiri terdapat sulaman cakar burung garuda dari benang emas. Di tangannya tergenggam sebuah baja hitam berbentuk cakar baja hitam dikibas-kibaskan dengan ganas. Ke mana saja cakar baja hitam bergerak, di situ pasti ada sesosok tubuh yang rubuh."Cakar Garuda...," desah Jejaka.Tapi pemuda ini tidak bisa berlama-lama mengamati pertarungan. Ternyata Darba yang memang ada di situ dan tengah dicarinya, bergerak menghampiri."Heh"! Kau lagi, Jejaka Emas" Rupanya kau tidak kapok juga. Atau, kali ini bersama-sama temanmu akan mengeroyokku?" ejek Darba memanas-manasi. Sepa
Seketika berubah wajah Jejaka."Maksud, Kakek?" tanya Jejaka Emas.Wajah Algojo Hijau berubah serius."Sejak puluhan tahun yang lalu, kami adalah sepasang tokoh yang tidak terkalahkan. Kami pun gemar bertanding, sehingga tak terhitung lawan yang rubuh di tangan kami. Sampai akhirnya, kami bertemu dengan Begawan Tapa Pamungkas. Melalui suatu pertarungan yang sengit, kami berhasil dikalahkannya. Tentu saja hal ini membuat penasaran, di samping malu yang besar. Maka kami katakan padanya, bahwa sepuluh tahun lagi kami akan datang menantang untuk menentukan siapa yang lebih unggul. Tapi rupanya kami sedang sial, karena lagi-lagi berhasil dikalahkan gurumu. Semenjak itu kami pun kembali giat berlatih, memperdalam ilmu-ilmu kesaktian. Tapi siapa sangka, di waktu kami telah merasa yakin akan dapat mengalahkannya, Begawan Tapa Pamungkas telah lebih dulu pergi ke alam baka. Siapa yang tidak kesal. Untunglah ada dirimu yang menjadi muridnya. Tapi tentu saja kau akan kami b
Nenek berpakaian putih itu menganggukkan kepalanya. "Aku juga tahu. Kalau tidak salah, pemuda itu berjuluk Jejaka Emas!"“Tepat” Ratu Bulan termenung."Dan ciri-ciri Jejaka Emas mirip pemuda ini!" sambung Algojo Hijau lagi."Ahhh...! Kau benar!" nenek tinggi kurus ini mulai teringat. Sementara itu, Jejaka juga terkejut melihat nenek berpakaian serba putih itu. Kelihaian nenek ini sudah dirasakannya. Sekarang dia datang berdua dengan kawannya yang sekali lihat saja diketahui kalau kepandaiannya tidak rendah.Larasati memegang pundak Jejaka dengan lembut agar Jejaka bisa meredam amarahnya. Jejaka sekarang tengah dilanda kemarahan yang meluap-luap. Tapi, tentu saja sebagai seorang pendekar menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, pemuda ini tidak meluapkan amarahnya secara sembarangan. Maka Jejaka yang memang tidak ingin mencari permusuhan, mencoba bersikap tenang. Ditunggu bagaimana tindakan Ratu Bulan terhadapnya. Jelas terlihat kalau nenek it