Sementara, Jejaka masih menatap wajah Jaka. Ada sesuatu yang mengganjal dadanya. Tapi dia berusaha menahan, sampai Jaka memutuskan ceritanya.
“Sikap ramahku ternyata mendapat sambutan yang baik dari wanita itu. Dan dia memintaku untuk mengantarkan ke kedai kelontong yang menyediakan pakaian wanita. Tentu saja membuat hatiku mekar,” lanjut Jaka. “Maka aku mengantarkannya ke kelontong terdekat. Sesampainya di tempat itu, dia membeli beberapa keperluan. Usai urusannya, dia memberiku uang. Benar-benar sial nasibku hari itu. Rupanya wanita yang kutaksir menyangka kalau aku adalah pesuruh pasar. Tapi, lebih sial lagi ketika datang lima orang bertampang seram yang menuduhku mata-mata.”
“Mata-mata siapa?” tanya Jejaka, memotong cerita Jaka.
“Aku juga tidak tahu. Mereka lalu menanyakan tujuanku bersama wanita itu. Bahkan mereka, membakar begitu saja kedai kelontong tempat belanja wanita yang kudekati. Ah! Aku jadi tidak mengerti.
SENJA merayap. Sinar matahari telah meredup merata. Hamparan langit terlihat kian sayu. Bersama jangkrik yang mulai berderik, hari akhirnya rebah dalam singgasana malam. Dan Jejaka sekarang sudah mempunyai rencana untuk memulai tugas sucinya. Setelah kejadian siang tadi, dia memutuskan untuk mencari Srikandi yang lebih terkenal berjuluk Naga Wanita. Sejak sepanjang siang tadi, dijelajahinya daerah sekitar itu. Tapi, wanita yang dicarinya belum juga ditemukan.Badan Jejaka mulai menuntut istirahat. Pegal dan linu melantakkan seluruh persendiannya. Yang terbaik baginya saat itu hanya istirahat. Kalaupun pencarian terus dilakukan, akan sia-sia saja karena kegelapan malam akan mempersulitnya. Dan saat ini, dia tengah berada di bawah sebuah pohon besar. Sebentar kepalanya didongakkan ke atas, lalu bibirnya tersenyum. Kemudian....Hup!Jejaka langsung melesat ke atas, disertai ilmu meringankan tubuhnya yang telah tinggi tingkatannya. Dan manis sekali kakinya menjejak
Kemudian Srikandi bangkit. Dihampirinya lelaki itu. Lalu. Sret!Srikandi mencabut pedangnya di punggung. Langsung dibabatkan pedangnya ke arah paha laki- laki yang digantung.“Aaakh!”Kembali terdengar jeritan menyayat. Tampak darah meleleh dari paha yang tersayat itu. “Bagaimana, apa kau masih tidak ingin bicara?” desak Srikandi.Orang yang dipaksa bicara hanya menatap dengan sinar mata dendam. Sementara di tempat persembunyian, Jejaka mengutuk perbuatan Srikandi yang telengas itu.Ternyata dugaannya dulu bahwa Naga Wanita adalah bajingan perempuan yang mengaku-ngaku sebagai utusan adipati, kini terbukti.Darah Jejaka menggelegak hingga ke ujung kepala. Dadanya berderu keras dilanda kemarahan yang tiba-tiba membakar. Terlebih, saat benaknya dibawa kembali pada peristiwa pembokongan dirinya oleh Srikandi ketika bertempur melawan Bajing Ireng dulu. Seketika saja, tangannya meraba sesuatu di tanah. Lalu....
“Diaaam!” potong Jejaka.“Kau yang diam! Dengarkan aku!” balas Srikandi, tak kalah sengit. “Aku memang utusan Prabu Jaya Mahesa. Dan aku pula yang dulu membokongmu. Tapi...”“Tapi kau hanya bajingan perempuan!” potong Jejaka sekali lagi.Mata Srikandi meredup. Sakit hatinya dikatakan bajingan. “Jejaka... Bukalah totokanmu. Akan kujelaskan semuanya,” ratap gadis itu agak perlahan. Dia berusaha menguasai kejengkelan yang memberontaki dirinya.“Setelah kau kubebaskan, lalu akan buron? Huh! Nanti dulu. ”“Apa kau pikir aku bisa menandingi kehebatanmu? Apa kau lupa, kalau kau adalah keturunan Pendekar Gunung Batu yang diwarisi kecepatan gerak yang sulit tertandingi?”Jejaka menggaruk-garuk kepala seperti orang bodoh. “Memang benar apa yang dikatakan perempuan brengsek ini. Ilmu meringankan tubuhku sudah demikian sempurna.” Kepala pemuda itu jadi mengan
“Ah, dasar anak tolol! Apa kau tak mau kubuktikan kalau aku tidak bermaksud membunuhmu waktu itu?” tukas wanita itu seraya mengacungkan pisau tanpa gagang, namun terdapat rumbai-rumbai di ujung belakangnya. Pisau seperti itulah yang dulu menancap di badan Jejaka dulu.“Baik..., buktikanlah! Tapi kalau main curang, kau akan kucium sampai mati!”Di antara sinar api unggun yang menerpa wajah cantik Srikandi, seketika rona merah dadu merayapinya. Ucapan terakhir Jejaka yang sedikit nakal, membuatnya mati kutu. Mulutnya terkunci rapat, tak dapat lagi berkata apa-apa.“Ayo, tunggu apa lagi?!” sentak Jejaka. Tiba-tiba tangan Srikandi bergerak.Zing...!Zing...!Zing...!Tiga pisau kecil langsung meluncur pada sisa tali yang dipakai untuk menggantung lelaki yang kini telah lenyap entah lari ke mana.Tes! Tes! Tes!Tali itu langsung terpotong tiga bagian dengan ukuran sama. Namun Jejaka m
“O, jadi kau tidak mengarahkan pisau itu ke jantungku?”“Ya! Aku hanya mengarahkan pada titik yang menghentikan gerakan jantung sesaat. Sehingga, Bajing Ireng menyangka kau mati.”Jejaka mengangguk-angguk kembali. Dia mulai percaya penjelasan wanita cantik yang kini kembali duduk di dekat api unggun. Karena dia sendiri pernah bertemu seseorang yang mampu menghentikan denyut jantungnya. Siapa lagi kalau bukan Ki Nogomurkho.Dihampirinya Srikandi yang terduduk kesal. Bagaimana wanita itu tidak kesal, kalau lelaki yang sedang dipaksa bicara tadi akhirnya kabur karena perbuatan yang dilakukan Jejaka. Dan sementara Jejaka sudah duduk di sisinya.“Lalu siapa lima lelaki yang kutemui siang tadi? Apa mereka dari kerajaan?” tanyanya, mulai lembut.Saat bertanya, mata Jejaka yang setajam mata naga memperhatikan wajah Srikandi di dalam selimut cahaya merah api unggun. Dan tentu saja gadis itu jadi salah tingkah. Dia bangkit
“Aneh bagaimana?” tanya Srikandi ingin tahu pikiran Jejaka saat itu. Jejaka lalu mendekati api unggun, dan duduk di depan Srikandi.“Apa kau tak heran? Mengapa Bajing Ireng tidak menyerbu kerajaan, sementara kekuatan gerombolan yang dimiliki bisa saja menghancurkan kerajaan?” Jejaka mengajukan pertanyaan.Srikandi menatap Jejaka dengan mata menyipit. Diakui perkataan pemuda di depannya memang benar.“Bajing Ireng ingin merebut kekuasaan Prabu Jaya Mahesa, kan?”Srikandi mengangguk.“Nah! Tunggu apa lagi kalau kekuatannya sudah sanggup merebut kekuasaan prabu?”Srikandi mengangguk-angguk. Hatinya diam-diam memuji kecerdasan Jejaka dalam mencium hal itu. Dia sendiri tak pernah berpikir sampai sejauh itu, meski menyelidiki setiap gerakan pasukan Bajing Ireng dari waktu ke waktu. Ditatapnya kembali mata pemuda tampan itu dengan sinar kekaguman.“Kenapa kau menatapku seperti itu?”
Akhirnya Jejaka bisa juga digiring Srikandi ke Desa Panerokan. Mereka kini memasuki pasar di desa ini untuk membeli beberapa keperluan di perjalanan nanti, sekaligus membeli pakaian untuk Jejaka.Seperti biasa, pasar pagi itu ramai oleh pedagang dan pengunjung. Kedai kelontong yang terbakar kemarin siang, tampak mulai dibersihkan oleh beberapa orang. Ketika tubuh Srikandi dan Jejaka sudah menyatu dalam arus manusia di pasar, beberapa orang di pinggir jalan terdengar berbisik-bisik. Sementara, mata mereka menatap Jejaka lekat-lekat. Jejaka yang tiba-tiba menjadi pusat perhatian di pasar itu. tentu saja mengusik keingintahuan Srikandi. Tapi sebelum bertanya langsung pada anak muda di sampingnya, kasak-kusuk yang ditangkap telinganya sudah cukup menjelaskan, kenapa Jejaka diper- hatikan mereka begitu rupa.“Itu kan, pendekar yang kemarin mengusir lima pengacau, ya?” tunjuk salah seorang.“O, iya... si Pendekar Konyol, kan?” timpal yang lain.
Sebelum makanan pesanan tiba, Srikandi terus menatap anak muda itu lekat-lekat. Hatinya tak habis- habisnya memuji kegagahan pemuda di hadapannya dalam pakaian baru. Biarpun usia antara dirinya dengan Jejaka bertaut cukup jauh, tetap saja Srikandi tidak bisa mendustai perasaan kagumnya pada Jejaka.Sementara, orang yang sedang diperhatikan malah sibuk melirik kian kemari. Terutama pada beberapa wanita yang berada dalam kedai.“Bagaimana, Jejaka?” tanya Srikandi, mengusik keasyikan Jejaka.“Wah, cantik-cantik...,” jawab Jejaka cepat.“Aku tidak menanyakan gadis-gadis itu! Aku tanya, bagaimana dengan pakaian barumu itu?” tukas Srikandi.“Ooo, itu. Pakaian hadiahmu ini boleh jugalah,” ucap Jejaka jujur. “Paling tidak, aku bisa dilirik beberapa gadis di tempat ini.”Srikandi geleng-geleng kepala. Dia jadi menggerutu dalam hati. Masalahnya, kenapa pemuda ini sulit sekali sungguh-sungguh.