Dara Emas yang menjawab,”Menurut ramalan... ”
"Tunggu, tunggu dulu!" potong si pemuda, cepat.
"Menurut ramalan? Jadi kalian menganggapku sebagai majikan juga menurut ramalan?"
"Benar."
"Terus... kalian percaya ramalan itu begitu saja?"
"Tidak salah."
"Kalian... percaya dengan ramalan itu? Benar-benar percaya?"
"Betul."
Jejaka memejamkan mata untuk menahan gejolak dalam dadanya. Makinya dalam hati,”Sialan! Mereka percaya dengan takhayul, sudah gitu... rombongan lagi. Wuuh... untung mereka cantik-cantik, kalau seperti nenek-nenek bau susur... hiiii... ”
"Jelaskan tentang ramalan itu," kata Jejaka kemudian. ”Tapi sebelumnya... kalian berpakaian dulu. Tidak nyaman kalau kita berbicara dengan situasi dan kondisi seperti ini."
"Baik."
Setelah berpakaian rapi wah, sulit mengatakan rapi, lha wong serba tembus pandang sih. Masih untung penutup bukit kembar dan rimba belantara cukup teba
Happ!Tanpa basa-basi, meluncur masuk ke dalam mulut. Dua kali kunyahan lalu mata sedikit melotot dengan leher memanjang dan urat leher sesaat mengejang...Glekk!Sukses dech masuk ke dalam perut!"Uahhh... enaakkk... ” kata Jejaka."Hahahah, dasar tidak sopan!" seru Dara Hijau tanpa sadar."Ihhh... cara makan yang jorok!" sahut Dara Merah yang sedari tadi diam."Sebenarnya, kau mau mendengarkan nggak sih?" ucap Dara Emas dengan melotot indah."Iya... iya... cerewet amat, sih." tukas Jejaka sambil memotes pisang lagi. ”Ngomong saja, aku denger, kok.""Menurut ramalan, orang yang bisa mengalahkan kami bersepuluh, dialah yang akan menjadi tuan kami, majikan kami... ” Panjang lebar Dara Emas menjelaskan tentang isi ramalan yang menurutnya sudah aja sejak ribuan tahun yang lalu. Dara emas terus bercerita hingga sampai Jejaka yang mendengarnya sampai puyeng sendiri karena begitu panjang dan kompleknya penjel
“Kalau nyawa … enggaklah. Aku tidak sekejam itu," seloroh Jejaka dengan mulut monyong-monyong, yang membuat para gadis tersenyum geli.Melihat tawa geli Sepuluh Dara Gaib, membuat Jejaka makin rikuh saja.“Yach … baiklah-baiklah. Kuterima diriku menjadi majikan kalian! Gitu aja kok repot."“Kalau begitu kita langsung ke inti pokok permasalahannya saja. Aku kemari karena didatangi oleh seorang kakek melalui mimpi. Apa kalian tau tentang hal itu?”Ke-10 dara Gaib itu terlihat saling pandang."Kakek yang datang ke mimpimu itu adalah Ki Ageng Buana” cetus dara putih.“Jadi benar dugaanku, ternyata kakek itu adalah Ki Ageng Buana, gurunya ayah” kata Jejaka pelan.“Ki Ageng Buana sudah tiada, Jejaka” cetus darah merah. Kontan saja wajah Jejaka langsung berubah mendengarnya.“M-maksudmu tewas?!” tanya Jejaka dengan wajah tak percaya. Hampir bersamaan ke-10
Dengan Gerak Kilat Dewata-nya, tak butuh waktu lama bagi Jejaka untuk tiba didepan pintu gerbang Perguruan Mekar Bumi, tapi seketika saja wajah Jejaka langsung berubah saat melihat api yang membumbung ke angkasa menyebarkan asap hitam pekat menyemarakkan langit dari dalam Perguruan Mekar Bumi. Si jago merah yang tak kenal kata ampun itu kelihatan menggila, melalap apa saja yang di dekatnya. Perguruan Mekar Bumi yang rata-rata muridnya adalah wanita itu perlahan-lahan mulai musnah. Padahal, perguruan itu tak pernah membuat persoalan dengan urusan dunia luar. Bahkan perguruan itu tempat orang yang lari dari kebrutalan rimba persilatan. Di sana-sini bangkai manusia tercampak mengenaskan. Sebuah pembantaian besar-besaran telah terjadi. Seluruh murid-murid Perguruan Mekar Bumi tak tersisa. Mereka dihabisi seperti binatang dengan luka terkuak lebar di tubuh. Beberapa wanita yang beruntung masih memilik nyawa pun keadaannya sungguh menyedihkan. Dengan luka tak ringan, mereka merangkak kelu
Dan yang seorang lagi…. Jejaka mengerjap-ngerjap mata, tak mempercayai apa yang dilihatnya. Tampak Rintih Manja dengan gerakan luar biasa menandingi serangan-serangan wanita itu. Padahal, Rintih Manja hanya menggunakan sebatang ranting pohon. Namun begitu, terlihat kekuatan tenaga dalamnya, ranting sebesar kelingking itu mampu dibuatnya menjadi senjata ampuh menandingi pedang milik lawannya.Jejaka yang masih di atas dahan pohon menggeleng-gelengkan kepala. Hatinya kagum kepada Rintih Manja karena memiliki ilmu kedigdayaan yang tidak main-main. ”Berhenti!” teriak Jejaka dengan pengerahan tenaga dalam yang keluar begitu saja.Dua wanita yang sedang menjajal jurus masing-masing terhentak. Dan seketika mereka menghentikan gerakan, dan sama-sama menoleh ke arah Jejaka.Pada kesempatan itulah, Jejaka yang tak berada jauh dari mereka bergerak mengagumkan. Luncuran tubuhnya demikian cepat, dan sulit di ikuti mata biasa ke arah mereka. Dan sebelum ada
“Kau pikir, kau siapa, hah?!”“Kupikir aku bukan siapa-siapa. Tapi yang jelas, aku sekarang sedang memegang pedangmu.” Di perhatikannya pedang besar berkepala naga pada gagangnya. ”Nampaknya, ini sangat berarti bagimu. Bukan begitu.’ Kalau tak cerita, tak kau dapat benda kunomu ini…”“Kenapa tak kau tanya kekasihmu?”“Ya, kenapa? Karena aku menanyakanmu”, jawab Jejaka benar-benar menyebalkan.“Anak keparat! Kau tidak mengenal aku adalah Naga Wanita, orang kepercayaan prabu!” maki wanita itu penuh amarah.“Ampunkan hamba jika tidak tahu siapa dirimu,” seloroh Jejaka lagi amat meremehkan Wanita cantik berambut kepang dua itu memperlihatkan sinar keheranan di wajah halusnya. Hampir semua tokoh rimba persilatan mengenalnya. Dan sebagian malah yang ada langsung ciut nyalinya mendengar julukannya. Tapi anak ingusan yang baru besar itu?“Jejaka. B
“Lalu, siapa kalian sebenarnya? Dan, apa tujuan kalian ke tempat ini?” selidik Naga Wanita. Saat bertanya, wajahnya penuh sinar kecurigaan.Jejaka segera menjura, mencoba memperbaiki kesalahan yang tadi dibuatnya pada Naga Wanita. ”Maafkan sikapku tadi, Nyai,” ucap Jejaka.Wanita cantik itu menyambutnya dengan senyum meledek. ”Sebenarnya, aku memang mempunyai tujuan khusus datang ke tempat ini…,” urai Jejaka.“Lantas apa tujuanmu?” ulang Naga Wanita. Jejaka segera menghampiri perempuan cantik itu.“Bisakah aku mengatakan tujuanku itu agak jauh dari tempat ini?”Naga Wanita beberapa saat hanya menatap Jejaka. Kecurigaan masih tampak di wajah itu. Namun, akhirnya dituruti juga permintaan Jejaka. Mereka berjalan be berapa puluh langkah dari tempat itu, meninggalkan Rintih Manja yang memandang dengan hati bertanya-tanya.”Apakah Nini kenal dengan orang yang bernama Bajing I
Agak jauh memasuki kota kabupaten, mereka berhenti di sebuah kedai untuk beristirahat. Kedai itu tak begitu luas dan agak kotor. Namun, mereka tetap turun dari kuda masing-masing, dan menambatkannya di depan kedai. Dengan agak terpaksa, mereka masuk juga karena memang hanya kedai itu satu-satunya yang ada di kota Kabupaten Banyugerabak.Lima orang berwajah tak ramah tampak duduk terpencar di beberapa meja kayu bundar. Hampir semuanya memegang gelas bambu berisi tuak. Rupanya hari yang kelewat panas membuat mereka hanya berselera untuk minum.Jejaka, Rintih Manja, dan Srikandi lalu menuju sebuah meja kosong yang terletak di sudut. Sebentar kemudian mereka sudah duduk melingkari meja itu.“Pelayan, berikan kami makanan!” seru Jejaka tanpa membuka caping yang dikenakan.Tak lama menunggu, makanan dengan lauk sederhana disediakan seorang pelayan tua dengan sikap sopan.“Terima kasih, Ki…,” ucap Jejaka ramah.Dan be
Srikandi yang duduk menghadap pintu jadi terperangah. Amat dikenalinya ketiga orang itu. Bajing Ireng, pemberontak besar yang sedang diselidikinya, bersama dua orang kaki tangannya, Sepasang Kembar dari Tiongkok. Maka cepat-cepat Srikandi memalingkan wajah, menyembunyikannya dari tatapan Bajing Ireng.“Keparat itu ada di sini…,” bisik Srikandi amat hati-hati. Jejaka dan Rintih Manja yang membelakangi pintu serentak menatap mata Srikandi.”Siapa?” tanya Jejaka dengan suara wajar."Ssst..., Bajing Ireng dan dua orang Tiongkok jahanam itu," Bisik Srikandi lagi.Jejaka dan Rintih Manja kontan terperangah. Tanpa terasa, ingatannya dibawa kembali .kepada peristiwa beberapa waktu lalu. Tentang api yang berkobar ganas, tentang tubuh murid-murid Perguruan Mekar Bumi yang tewas dalam keadaan tercabik di sana-sini. Juga, tentang tubuh tua Nyai Lirih Dewi yang menyedihkan. Semuanya amat menyesakkan dadanya.Napas Jejaka jad