“Kenapa?!” desak Srikandi sengit.
“Karena tujuan Bajing Ireng sebenarnya hanya ingin membunuh ayahmu, Prabu Jaya Mahesa,” jawab Jejaka, sambil menatap Srikandi dengan ekor mata yang naik ke atas kelopak mata.
Srikandi kontan menautkan alis. Gadis cantik itu masih belum menangkap maksud Jejaka.
“Kenapa tak dijelaskan secara gamblang, Jejaka! Jangan buat Srikandi mati berdiri karena penasaran!” timpal Rintih Manja.
“Baik..., baik. Kenapa kalian jadi kelewat tolol, sih?”
“Aku bukan tolol! Aku hanya tidak tahu, apa yang kau maksudkan!” selak Srikandi, tersinggung oleh ucapan Jejaka yang asal bunyi.
Jejaka cengar-cengir seraya mengangkat-angkat kedua alisnya yang lebat.
“Iya, ya. Mana ada putri raja yang tolol?” ejek pemuda itu.
“Diam! Jelaskan saja padaku!” bentak Srikandi.
Wajahnya merah padam, seperti baru dipanggang.
“Ki Nogom
Taman Anjangsana keluarga istana temaram di malam hari. Bunga beraneka warna tertunduk menikmati udara malam. Hanya bunga sedap malam yang bermekaran, menebar keharuman ke seluruh taman.Sejak Rintih Manja datang, Jejaka lebih sering bersamanya daripada bersama Srikandi. Termasuk, malam ini. Mereka tampak asyik berbincang-bincang dalam siraman cahaya purnama.“Aku dendam sekali pada gerombolan Bajing Ireng, Jejaka,” kata Rintih Manja.“Aku tahu. Aku juga pernah merasa kehilangan, kan? Meski Perguruan Naga Kencana bukan keluarga-mu sendiri, tapi mereka sudah menjadi bagian dari dirimu. Begitu, kan?” timpal Jejaka. “Tapi, bukan berarti kau harus berbuat bodoh dengan mendatangi gerombolan itu untuk menuntut balas. Serahkan semuanya pada Dewata. Kalau kita tak mampu menuntut keadilan dari orang-orang yang telah merampas sesuatu yang kita cintai, Dewata tak akan mengharuskan kita. Berbuatlah hal-hal yang bisa diperbuat, sebatas kemampuan
Srikandi tak menjawab, dan hanya sibuk menyembunyikan wajahnya yang mendadak memerah. Pertanyaan Jejaka barusan rupanya tepat mengusik sudut hatinya. Memang, kecemburuannya pada Rintih Manja membuatnya merasa dibuang oleh pemuda itu. Dia sendiri sering bertanya pada diri sendiri, “Kenapa harus mencintai seseorang yang usianya jauh di bawahnya? Jejaka berusia delapan belas tahun. Sedangkan dirinya berusia dua puluh sembilan tahun. Apakah itu pantas?”Pantas tidak pantas, hati Srikandi tetap mengakui kalau pribadi Jejaka membuatnya terjatuh dalam kubangan cinta yang ganjil. Ya! Ganjil karena mencintai pemuda yang usianya terpaut jauh. Tapi, bukankah cinta tak mengenal kata ganjil? Karena, cinta itu sendiri pun aneh. Bisa datang tiba-tiba, dan menimpa siapa saja.“Apakah aku sungguh-sungguh mencintai pemuda ini?” keluh gadis itu dalam hati.Terkadang Rintih Manja memang bersikap seperti remaja belasan tahun ketika bersama Jejaka. Apakah itu
“Kau tidak ingat pengkhianat kerajaan ini? Tentu orang itu yang akan memberitahukan, kapan bajingan Bajing Ireng dapat menghabisi Prabu Jaya Mahesa tanpa membuang-buang nyawa pasukannya,” jawab Jejaka pasti.“Oh, Dewata...,” desah Srikandi bergetar.Hati gadis itu langsung didera lecutan kekhawatiran terhadap keselamatan ayahnya.“Aku takut, ayahku akan terbunuh, Jejaka,” desah gadis itu lirih, nyaris terisak.“Jangan cengeng! Apa kau lupa dengan julukan si Naga Wanita yang disegani?” bentak Jejaka, tidak sungguh-sungguh.Pemuda itu sebenarnya hanya ingin menekan kekhawatiran yang berlebihan pada diri wanita itu. Jejaka sendiri dapat maklum kalau Srikandi seperti itu. Biar bagaimanapun dia tetap tak lepas dari kodratnya sebagai seorang wanita yang berhati halus dan peka. Apalagi, ini menyangkut orang yang paling dicintainya.“Jangan khawatir, aku punya rencana bagus. Kalau Dewata mengizin
Dan sekali lagi orang bercaping itu bergerak cepat berbalik. Dan sekali lagi dia terkecoh. Matanya ternyata tidak menemukan seorang pun.“Keparat,” desis orang itu, setelah mengetahui ada seseorang yang sedang mempermainkannya.“Bakikuknya sekarang pakai jurus 'Ular Iseng Menotok Babi',” ucap seseorang di belakang orang bercaping itu.Belum sempat tubuh orang bercaping bergeming, sebuah totokan sudah mendarat di bagian punggungnya.Tuk!Tubuh orang bercaping itu kontan terkulai lemas, tanpa sempat menghindar. Dan sebelum orang itu menyentuh tanah, Jejaka cepat menyambarnya.“Wah! Rupanya kau sudah mengantuk berat, ya? Apa kau mabuk? Kapan minumnya? Kemarin?” oceh Jejaka, saat memanggul tubuh orang bercaping dengan senyum lebar di bibirnya.Secepat bayangan setan, tubuh Jejaka berkelebat. Orang itu memang akan dibawanya ke kamar, agar bisa dipaksa bicara. Mudah-mudahan dia termasuk orang yang tidak p
Mata Jejaka langsung terbelalak lebar saat melihat wajah orang itu.“Rintih Manja...?” desis Jejaka, nyaris tak percaya. Rintih Manja hanya bisa menatap Jejaka. Sebenarnya, dia bisa bicara. Tapi karena kartunya sudah terbuka, mulutnya jadi malas berkata-kata.“Apa-apaan kau ini?!” gerutu Jejaka.Segera dibebaskannya totokan di tubuh Rintih Manja. Dan gadis itu segera bangkit. Tangannya memegangi pinggangnya yang terasa berdenyut-denyut nyeri akibat menghantam lantai kamar. Dan bibirnya juga meringis-ringis.“Jadi, kau yang menyerang Patih Ranggapati waktu itu?” tanya Jejaka.Rintih Manja hanya menyembunyikan wajah ayunya dengan kepala yang tertunduk. Memang, gadis itulah yang telah membokong Patih Ranggapati dengan pisau-pisau terbang saat Jejaka, Srikandi, Bayureksa, dan Patih Ranggapati menembus hutan cemara di atas bukit.“O, bagus!” rutuk Jejaka. “Kau telah menyerang pembesar istana.
“Sejak Bajing Ireng dan gerombolannya membantai perguruanku, aku menyimpan dendam yang tak dapat kukuasai lagi. Lalu, aku bertekad menuntut balas. Untuk muncul terang-terangan, aku takut kaki tangan Bajing Ireng mengenali. Bahkan bisa-bisa mereka menangkapku untuk dijadikan sandera, agar kau menyerahkan diri pada Bajing Ireng. Maka itu, aku menyamar dengan pakaian lelaki dan caping lebar ini. Sengaja senjata kipasku tak kugunakan dengan alasan tadi. Sebagai gantinya, kugunakan pisau-pisau kecil sebagai senjataku,” jelas Rintih Manja.“Tapi bagaimana kalau tokoh-tokoh golongan hitam yang bergabung dengan Bajing Ireng menangkap, kemudian menyerahkan dirimu pada pemimpin mereka? Bukankah Bajing Ireng sudah mengenalimu? Kalau sudah begitu, kau tetap akan dijadikan sandera!” penggal Jejaka keras.Jejaka bukan takut menghadapi tokoh aliran sesat itu, tapi hanya khawatir keselamatan Rintih Manja.Rintih Manja kembali menancapkan pandangan ke lan
PAGI baru berlalu sekian saat. Sang Raja Siang merayap perlahan menuju puncaknya. Panas terasa mulai tak bersahabat. Di sebuah jalan rumput yang membelah padang luas, terlihat arak-arakan kecil. Beberapa orang terlihat berjalan di belakang kereta kuda yang dihela seorang kusir bertubuh ramping. Empat orang di antaranya mengendarai kuda. Dua berada paling depan, sedangkan sisanya berada di barisan paling belakang. Melihat dari bendera yang dibawa, bisa ditebak kalau arak-arakan itu adalah rombongan kerajaan.Dua hari yang lalu, Prabu Jaya Mahesa merencanakan pergi untuk menemui raja dari negeri tetangga yang akan bekerjasama dengannya memberantas gerombolan Bajing Ireng. Menurut Prabu Jaya Mahesa, raja negeri tetangga mulai merasa khawatir oleh meluasnya kekuasaan Bajing Ireng ke wilayahnya. Makanya, dia mengirim pesan rahasia pada Prabu Jaya Mahesa untuk mengadakan kerjasama. Tawaran itu tentu saja diterima gembira.Agar kepergian ini tidak dicurigai mata-mata Bajing I
Setombak demi setombak, rombongan kerajaan makin menghampiri perangkap yang dipasang Bajing Ireng. Saat mereka berada di celah antara dua bukit yang menjadi jalan tembus, Bajing Ireng dan kaki tangannya siap akan menyergap.Saat itu, rombongan kerajaan sudah memasuki mulut celah bukit. Dan....“Maju!” perintah Bajing Ireng pada anak buahnya, penuh nafsu.Seketika dari bebatuan besar yang menyembunyikan tubuh mereka, Bajing Ireng dan anak buahnya berhamburan keluar. Bersama si Kembar dari Tiongkok, dia menghadang di depan. Sementara, empat anak buahnya yang lain menghadang di belakang.Rombongan kerajaan kini benar-benar terjepit, tanpa dapat meloloskan diri lagi. Bagaimana mereka bisa meloloskan diri kalau di sisi-sisi adalah tebing terjal menjulang yang mustahil didaki. Sedangkan di depan dan di belakang mereka, musuh sudah siap merencah.Celah bukit sepi, maut yang akan menjemput. Hanya desir angin yang meluncur di antara dinding cada
Klanggg...!"Hugh...!?"Tubuh Jejaka Emas terjengkang ke belakang beberapa tombak jauhnya. Selintas tadi terlihat Algojo Hijau menempelkan kedua tapak tangannya di punggung Ratu Bulan, begitu Jejaka memapak serangan tusukan tombak berujung bulan sabit. Melihat hal ini Jejaka Emas terperanjat. Dia tahu kalau kakek berkepala gundul itu tengah menyalurkan tenaga dalam. Tenaganya disatukan dengan tenaga nenek itu, lalu bersama-sama menghadapi tenaga Jejaka.Tak pelak lagi, perpaduan dua tenaga dalam dahsyat itu tidak dapat ditahan Jejaka Emas. Untung saja beradunya tenaga dalam tadi terjadi secara tidak langsung melainkan melalui perantara. Sehingga akibatnya tidak terlalu berarti bagi Jejaka Emas. Pemuda berpakaian merah keemasan ini hanya merasa sedikit sesak pada dadanya.Dengan bantuan gelang dewanya, gerakan sesulit apa pun akan sama seperti gerakan biasa. Sehingga walaupun Jejaka berada dalam keadaan kritis, dan serangan Ratu Bulan kembali menyambar cep
Sekali mengelak, Jejaka Emas telah berada di belakang Ratu Bulan. Tapi sebelum pemuda itu sempat melepaskan serangan, Algojo Hijau telah terlebih dulu menyerangnya. Terpaksa Jejaka mengurungkan niat untuk menyerang Ratu Bulan. Dan dengan cepat pula dielakkannya serangan kakek itu. Dan belum juga sempat membalas, kembali serangan Ratu Bulan telah mengancam. Tentu saja hal ini membuat Jejaka Emas kewalahan menghadapi hujan serangan dahsyat yang saling susul.Tak tanggung-tanggung, Jejakapun langsung menggunakan jurus-jurus gelang dewanya untuk menyerang lawannya. Tapi rupanya kedua lawannya sangat tangguh, sehingga dalam beberapa gebrak kemudian, ketiga orang ini pun sudah terlibat sebuah pertarungan berat sebelah. Jejaka Emas terus-menerus didesak lawannya, tanpa mampu balas menyerang.Untunglah pemuda bermata biru ini memiliki jurus 'Naga Pamungkas' yang sangat aneh sehingga dapat mengelakkan serangan yang bagaimanapun sulitnya. Dan berkat jurus inilah Jejaka Emas mamp
Algojo Hijau manggut-manggut."Bisa kuterima alasanmu, Jejaka Emas""Terima kasih, Kek!""Jangan'terburu-buru berterima kasih, Jejaka Emas!" sergah Ratu Bulan cepat. "Urusan kami denganmu kini tidak hanya satu macam!" Jejaka mengerutkan keningnya."Apa maksudmu, Nek?""Tidak usah berpura-pura, Jejaka Emas!Bukankah kau yang telah membunuh majikan kami!”"Membunuh majikan kalian"! Aneh"! Kalau boleh kutahu, siapa majikan kalian?" tanya Jejaka. Kerut pada dahinya pun semakin dalam."Seorang pemuda bersenjata sepasang kapak warna perak mengkilat!""Dia majikan kalian?" tanya Jejaka Emas Nada suaranya mengandung keheranan yang besar. "Ya! Karena begitulah bunyi perjanjian antara kami dengannya!" selak Algojo Hijau. "Kami bertemu dan bertempur. Dengan licik dia memancing kami ke dalam suatu perjanjian. Yaitu, apabila dalam tiga puluh jurus kami tidak berhasil merobohkannya, dia akan menjadi majikan kami! Jadi, terpaksa
Tapi untuk yang kesekian kalinya, dengan mempergunakan jurus 'Naga Pamungkas' Jejaka berusaha menghindarinya. Dan tahu-tahu tubuh Jejaka telah berada di belakang Darba. Sebelum pemuda berbaju coklat itu sadar, Jejaka sudah melancarkan serangan baliknya.Wuuut..! Hantaman tangan Jejaka melayang ke arah kepala Darba. Murid Ki Jatayu ini terperanjat kaget Maka sedapat dapatnya dirundukkan kepalanya untuk menghindari sambaran tangan lawan.Wusss...! Usaha untung-untungannya berhasil juga. Tangan itu lewat di atas kepalanya. Tapi, Jejaka tidak tinggal diam. Segera dilancarkan serangan susulan.Bukkk...!"Huakkk...!"Telak sekali pukulan tangan kiri Jejaka Emas mendarat di punggung Darba. Keras bukan main, sehingga tubuh pemuda itu terjerembab ke depan.Cairan merah kental terlontar keluar dari mulutnya. Jelas pemuda berbaju coklat itu terluka dalam!Namun kekuatan tubuh murid Ki Jatayu ini memang patut dipuji. Sekalipun sudah terluka parah
Jejaka terpaku sesaat. Tapi tak lama kemudian amarahnya melonjak."Hiyaaa...!"Sambil berteriak melengking nyaring memekakkan telinga, Jejaka Emas menerjang Darba.Wut...! Ketika serangan gelang dewa Jejaka Emas terayun deras ke arah kepala Darba, pemuda berbaju coklat itu menarik kepalanya ke belakang tanpa menarik kakinya.Wusss...! Gelang dewa itu meluncur deras beberapa rambut di depan wajah Darba. Begitu kerasnya tenaga yang terkandung dalam serangan itu, sehingga rambut berikut seluruh pakaian Darba berkibar keras. Dan cepat-cepat pemuda berbaju coklat itu memberi serangan balasan yang tidak kalah berbahayanya.Wuuut...! Cepat bagai kilat kakinya melesat ke arah dada Jejaka Emas. Sadar akan bahaya besar mengancam, Jejaka segera menangkis serangan itu dengan tangan kirinya disertai tetakan ke bawah.Takkk...! Tubuh Darba melintir. Memang bila dibanding Jejaka Emas, posisi pemuda berbaju coklat itu lebih tidak menguntungkan.Namun
Sementara itu pertarungan antara Cakar Garuda menghadapi pengeroyokan anak buah Darba, berlangsung tidak seimbang. Kepandaian Wakil Ketua Perguruan Garuda Emas itu, memang terlalu tangguh untuk para pengeroyoknya. Setiap kali besi berbentuk cakar di tangannya bergerak, setiap kali pula ada satu nyawa melayang. Jerit kematian terdengar saling susul."Aaa...!"Pekik nyaring melengking panjang, mengiringi rubuhnya orang terakhir para pengeroyok itu. Cakar Garuda memandangi tubuh-tubuh yang terkapar itu sejenak, baru kemudian beralih pada pertarungan antara Jejaka Emas menghadapi Darba. Terdengar suara bergemeletuk dari gigi-gigi Wakil Ketua Perguruan Garuda Emas ini. Amarahnya langsung bangkit ketika melihat orang yang dicari-carinya, karena telah membasmi perguruannya."Hiyaaa...!"Diiringi pekik kemarahan laksana binatang terluka, Cakar Garuda melompat menerjang Darba, ketika pemuda itu tengah melentingkan tubuhnya ke belakang untuk menghindari serangan Je
Bergegas Jejaka berlari menghampiri. Sesaat kemudian Jejaka Emas telah berada dalam jarak tiga tombak dari arena pertempuran. Dari sini dapat terlihat jelas, siapa orang yang tengah dikeroyok itu. Dan ini membuat pemuda berbaju merah keemasan ini menjadi agak terkejut.Orang yang tengah dikeroyok itu berusia sekitar empat puluh tahun. Tubuhnya tegap dan kekar. Pada baju hitam bagian dada sebelah kiri terdapat sulaman cakar burung garuda dari benang emas. Di tangannya tergenggam sebuah baja hitam berbentuk cakar baja hitam dikibas-kibaskan dengan ganas. Ke mana saja cakar baja hitam bergerak, di situ pasti ada sesosok tubuh yang rubuh."Cakar Garuda...," desah Jejaka.Tapi pemuda ini tidak bisa berlama-lama mengamati pertarungan. Ternyata Darba yang memang ada di situ dan tengah dicarinya, bergerak menghampiri."Heh"! Kau lagi, Jejaka Emas" Rupanya kau tidak kapok juga. Atau, kali ini bersama-sama temanmu akan mengeroyokku?" ejek Darba memanas-manasi. Sepa
Seketika berubah wajah Jejaka."Maksud, Kakek?" tanya Jejaka Emas.Wajah Algojo Hijau berubah serius."Sejak puluhan tahun yang lalu, kami adalah sepasang tokoh yang tidak terkalahkan. Kami pun gemar bertanding, sehingga tak terhitung lawan yang rubuh di tangan kami. Sampai akhirnya, kami bertemu dengan Begawan Tapa Pamungkas. Melalui suatu pertarungan yang sengit, kami berhasil dikalahkannya. Tentu saja hal ini membuat penasaran, di samping malu yang besar. Maka kami katakan padanya, bahwa sepuluh tahun lagi kami akan datang menantang untuk menentukan siapa yang lebih unggul. Tapi rupanya kami sedang sial, karena lagi-lagi berhasil dikalahkan gurumu. Semenjak itu kami pun kembali giat berlatih, memperdalam ilmu-ilmu kesaktian. Tapi siapa sangka, di waktu kami telah merasa yakin akan dapat mengalahkannya, Begawan Tapa Pamungkas telah lebih dulu pergi ke alam baka. Siapa yang tidak kesal. Untunglah ada dirimu yang menjadi muridnya. Tapi tentu saja kau akan kami b
Nenek berpakaian putih itu menganggukkan kepalanya. "Aku juga tahu. Kalau tidak salah, pemuda itu berjuluk Jejaka Emas!"“Tepat” Ratu Bulan termenung."Dan ciri-ciri Jejaka Emas mirip pemuda ini!" sambung Algojo Hijau lagi."Ahhh...! Kau benar!" nenek tinggi kurus ini mulai teringat. Sementara itu, Jejaka juga terkejut melihat nenek berpakaian serba putih itu. Kelihaian nenek ini sudah dirasakannya. Sekarang dia datang berdua dengan kawannya yang sekali lihat saja diketahui kalau kepandaiannya tidak rendah.Larasati memegang pundak Jejaka dengan lembut agar Jejaka bisa meredam amarahnya. Jejaka sekarang tengah dilanda kemarahan yang meluap-luap. Tapi, tentu saja sebagai seorang pendekar menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, pemuda ini tidak meluapkan amarahnya secara sembarangan. Maka Jejaka yang memang tidak ingin mencari permusuhan, mencoba bersikap tenang. Ditunggu bagaimana tindakan Ratu Bulan terhadapnya. Jelas terlihat kalau nenek it