Shakir keluar dari kamarnya dengan wajah yang sangat tidak bercahaya. Rambutnya kusut, bibirnya kering, dan dia masih mengenakan pakaian kemarin malam.Hanya dengan melihat penampilan anaknya, Sarah sudah bisa menyimpulkan jika anak kesayangannya itu belum mandi.Sorot mata Shakir lemah dan tatapannya kosong. Semenjak kepergian Fara, dunianya berhenti. Dia tidak bisa melanjutkan hidup tanpa istri dan anaknya.Hari-hari yang dilalui oleh Ryan dan Sarah tak ada bedanya dengan Shakir. Mata Sarah terlihat merah dan kantong matanya membengkak.Begitu pula dengan Ryan yang lebih sering terlihat diam. Hanya saja, mereka masih menyempatkan diri untuk membersihkan diri.Berita yang menyoroti permasalahan di keluarga dan perusahaan mereka benar-benar menguras tenaga. Para pencari berita sedang menunggu di depan rumah mereka. Shakir yang seharusnya menjadi ujung tombak Afnan Projects justru sedang kehilangan dirinya sendiri.Beberapa menu sarapan sudah terhidang di depan mereka. Namun, belum ada
Sejak pagi apartemen Fara dipenuhi oleh suara tangisan Attar yang menggelegar. Sesekali suaranya nyaring. Sesekali hanya terdengar isakannya saja.Bayi itu hanya mau minum sedikit susu dan waktu tidurnya berkurang. Setiap kali Fara mencoba menidurkannya, Attar justru menangis lebih keras. Tidak heran jika Attar semakin rewel.Fara bersyukur memilih apartemen yang kedap suara sehingga tangisan Attar tidak akan mengganggu tetangga di sebelahnya. Peraturan di apartemen ini cukup ketat. Dia bisa saja diusir jika terlalu sering membuat kegaduhan.“Sayang, Mama cek ya popoknya,” ujar Fara mencoba mengajak Attar bicara. Wajah Attar mengerut, dia terisak, matanya memerah, tapi sudah tidak ada air mata yang keluar dari sana.Ini sudah kelima kalinya Fara memeriksa popok Attar. Padahal jam baru menunjukkan pukul satu siang.“Popoknya masih bersih. Attar haus ya?” tanya Fara. Dia membawa anaknya ke dalam gendongannya dan mulai menurunkan bagian atas pakaiannya supaya Attar bisa minum ASI. Namun,
Frankfurt punya suhu musim dingin yang cukup ekstrem bagi orang yang besar di daerah tropis seperti Fara dan Attar. Jika tidak ada keperluan mendesak, dia akan lebih memilih untuk tinggal di apartemen dan menyalakan penghangat ruangan di sana.Namun, popok Attar habis karena anak itu sempat diare selama dua hari. Alhasil persediaan popoknya untuk sebulan sudah habis lebih cepat dan pesanan popok dari toko daring baru akan sampai besok.Fara sudah memakai empat lapis pakaian saat keluar rumah. Tak lupa, dia juga memakai topi, syal, kaus tangan, dan kaus kaki. Dengan pakaian itu, orang hanya bisa melihat mata dan beberapa rambut Fara yang keluar dari jaket musim dinginnya.Dia juga tidak bisa meninggalkan Attar sendirian di apartemen. Jadi dia juga membawa Attar. Bayi itu memakai baju berlapis empat dan digendong menggunakan hipseat.Kemudian, Fara memasukkan Attar ke dalam jaket musim dinginnya. Orang lain tidak akan mengira jika di dalam jaket itu ada bayi yang tengah memainkan baju i
Sella tersenyum senang. Dia baru saja mendapat kabar dari adiknya bahwa sang ibu sudah mendapat jadwal fisioterapi.Sebagian uang dari Niko, dia kirimkan ke kampung halamanya. Beberapa bulan lalu, ibunya jatuh dari sawah dan membutuhkan biaya pengobatan yang besar.Wanita itu adalah satu-satunya anak yang berhasil merantau di ibu kota di antara saudarannya yang lain. Bisa dibilang, dia menjadi tulang punggung keluarga besarnya. Beruntungnya, dia memang punya kemampuan yang baik dalam kariernya sehingga dia sudah bisa mendirikan salonnya sendiri pada usia 30-an akhir.Apartemennya terbilang cukup rapi. Semua barang ditata sedemikian rupa supaya punya nilai estetika yang baik. Salah satu barang favoritnya adalah lukisan asli dari Basoeki Abdullah yang dia dapatkan dari pelelangan.Bel apartemennya berbunyi. Dia segera membuka pintu tersebut. Saat pintu dibuka, dia menutup mulutnya setelah melihat siapa yang datang ke apartemennya.“Lo harusnya gak di sini, Ra.”Fara mengembuskan napasny
“Total biaya perawatan atas nama Ryan Afnan sebesar 224 juta ya, Bu,” ujar seorang petugas administrasi di loket pembayaran pada Fara.“Iya,” sahut Fara sambil memberikan kartunya. Pagi ini dia nekat pergi ke rumah sakit dengan Attar.Fara tidak bisa diam saja mendengar Sarah kesulitan biaya untuk merawat Ryan di sini. Fara yakin Niko tidak akan berpikir dia pergi ke rumah sakit tempat mantan mertuanya dirawat. Jadi dia aman dari pria itu.Tiba-tiba Fara mengernyit, teringat sesuatu. Sampai saat ini, dia belum mendapat kabar apa pun dari pengacara perceraiannya.Berarti Shakir belum menandatangani surat perceraiannya. Otomatis, Ryan dan Sarah masih berstatus sebagai mertuanya di mata hukum.“Ini kartu dan bukti pembayarannya, Bu. Terima kasih,” ucap petugas itu sambil tersenyum.“Mbak, kondisi Pak Ryan sekarang bagaimana? Sampai kapan Pak Ryan di sini?” tanyanya.“Maaf, Bu. Ibu bisa bertanya langsung ke Bu Sarah sebagai walinya.”Fara mengangguk dan tersenyum tipis. Dia tahu itu adala
Setelah mengumpulkan kembali kesadarannya, Sarah segera pamit pada petugas administrasi itu sambil mengucapkan terima kasih. Api di hatinya mulai membara. Dia tidak terima Fara melakukan hal seperti itu untuknya.Sarah tidak bisa menerima sumbangan dari uang hasil mencuri. Fara tidak mungkin punya uang sebanyak itu karena dia tidak bekerja.Uang dari Shakir selama setahun menikah tidak mungkin sudah sebesar itu. Fara pasti menerima uang dari Niko.Tagihan rumah sakit mencapai 200 juta lebih dan Fara ingin menanggung biaya perawatan selanjutnya sampai Ryan sembuh. Total biaya yang akan dikeluarkan Fara bisa saja mencapai satu miliar lebih mengingat kondisi Ryan belum juga stabil. Ego Sarah tidak bisa membiarkan Fara menginjak keluarganya.Langkah kakinya bergerak cepat di sekitar lobi rumah sakit. Dia melihat ke sekitar dan berharap menemukan sosok wanita berambut panjang itu. Beberapa orang menatapnya terganggu karena dia beberapa kali menyenggol orang.Setelah memastikan Fara tidak a
Fara menyesap es kopi yang dia pesan di kantin rumah sakit sambil memayungi Attar. Sopir taksi daring yang dia pesan tidak mau masuk ke lobi rumah sakit.Jadi, dia terpaksa menunggunya di luar rumah sakit. Tepatnya di pinggir jalan raya.Matahari mulai naik ke atas kepala. Fara bersyukur dia selalu membawa payung.Sekalipun tidak hujan, payung itu bisa melindungi dia dan Attar dari terik matahari. Bayi itu tersenyum padanya, dia refleks membalas senyuman Attar.Perhatiannya teralihkan ketika Fara mendengar suara rem dari beberapa mesin mobil di waktu yang hampir bersamaan. Dia mengangkat dagunya dan melihat ada lima mobil yang berbaris ke belakang dan berhenti tepat di hadapannya. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang dan dia mematung.Tak lama kemudian, beberapa pria berbadan besar dengan pakaian serba hitam keluar dari mobil itu dan menghampirinya. Tanpa memberikan kesempatan Fara untuk bicara, salah satu dari pria itu menyeretnya masuk ke dalam mobil hanya dalam waktu beberapa deti
“Gue sampai, Nik,” ujar Omar pada Niko melalui sambungan telepon.Dia tengah berada di dalam taksi dan terjebak kemacetan ibu kota. Di kanannya ada lalu lintas dari arah sebaliknya yang lancar tanpa hambatan dan di sebelah kiri ada mobil Avanza yang jalannya juga tersendat.“Udah minta jemput Pak Nana?”“Gue naik taksi aja, udah di taksi juga. Fara masih di rumah?”“Masih. Setelah gue tarik-ulur waktunya sampai terlalu malam buat dia pergi keluar bawa bayi. Oh ya, Mar. Tahan emosi lo kalau dia berontak. Gue tetap gak setuju lo pakai kekerasan buat naklukin dia.”“Oh jadi dia ngadu ke lo?”“Iya. Gini aja, sebelum lo sampai rumah, mending lo mampir dulu buat beli bunga atau makanan kesukaan dia sebagai permintaan maaf.”“Gue gak salah apa-apa, Nik.”Niko menghela napas dan Omar bisa mendengarnya. “Terus lo datang ke dia mau langsung marah-marah? Lo mau dia kabur lagi? Kalau Fara kabur, kita yang bahaya, Mar. Dia kunci kita.”Omar mematikan panggilan tersebut. Setelah melakukan perjalana