Eve dirawat inap karena melahirkan prematur. Bayinya pun masih ada di ruang bayi karena harus mendapat perawatan intensif sampai kondisi tubuh bayi stabil.“Kak, Eve.” Salah satu karyawan kafe datang karena mendapat pesan dari Eve.“Kamu datang, maaf sudah merepotkanmu,” ucap Eve melihat gadis itu masuk ruang inapnya. Eve menghubungi karyawan kafe bernama Chila dan meminta membawakan makanan juga beberapa kebutuhan lain untuknya.“Kenapa minta maaf, Kak? Aku malah kesal Kak Eve tidak menghubungiku kemarin. Bagaimana bisa Kak Eve pergi ke rumah sakit sendirian dan mengurus semuanya sendirian padahal masih ada kami,” ucap Chila kasihan karena Eve benar-benar sendirian di sana.Eve tersenyum mendengar ucapan Chila.“Di mana bayinya?” tanya Chila karena tidak melihat bayi Eve di sana.“Masih di ruang perawatan bayi karena lahir prematur,” jawab Eve.“Tapi dia sehat, kan?” tanya Chila penasaran dan cemas.“Iya, dia sehat,” balas Eve sambil mengangguk-anggukan kepala.Chila bernapa lega.“
Setelah rencananya gagal, Grisel semakin memikirkan cara untuk mendapatkan Kaivan. Dia juga kesal karena kemarin Kaivan melarangnya datang menjenguk Maria, padahal dia ingin mengambil hati wanita itu.“Apa benar kalau Pak Kaivan benar-benar menjauhiku sekarang?” Grisel benar-benar takut dan cemas.Grisel menunggu Kaivan berangkat bekerja hari itu. Dia ada di lobi dan berniat naik ke atas bersama Kaivan. Namun, saat dia melihat Kaivan turun dari mobil, ternyata Kaivan malah bersama Dania. Tentu saja hal itu membuat Grisel marah.“Apa ini? Kenapa Pak Kaivan bersamanya? Apalagi Pak Kaivan sampai menggunakan sopir?” Grisel benar-benar geram.Grisel tidak akan tinggal diam jika Dania merebut Kaivan darinya. Ketika Kaivan dan Dania masuk lift bersama, Grisel ikut masuk lift berbeda dan sama-sama naik ke atas.Dania sendiri bisa bersama Kaivan karena mobilnya mogok lalu dia meminta tolong Kaivan untuk membantunya.Saat sampai di lantai ruangan Dania berada. Dania pamit keluar, lalu berjalan
Dania dipanggil ke ruangan Kaivan. Dia sudah menebak jika Grisel pasti mengadu. Buat apa juga terkejut, wanita seperti Grisel pasti mencari pembelaan agar tidak kalah.Dania melihat Grisel di meja kerjanya, membuat Dania melirik tajam karena Grisel tersenyum miring. Grisel berpikir Dania akan takut? Tidak ada kata takut bagi Dania, apalagi yang dihadapinya nanti adalah sepupunya sendiri.Dania masuk ruangan Kaivan setelah mengetuk pintu. Kaivan langsung memintanya duduk.“Apa yang terjadi? Kenapa kamu bertengkar dengan Grisel?” tanya Kaivan tentunya ingin mendengar cerita dari versi Dania.Dania menatap kesal, benar tebakannya Kaivan memanggil gara-gara Grisel mengadu.“Ya, gimana tidak bertengkar. Grisel menuduhku ingin merebutmu. Dia sepertinya sangat takut kalau ada yang mengambilmu darinya,” jawab Dania lalu menceritakan kronologinya.Kaivan sangat terkejut mendengar cerita Dania yang bertolak belakang dengan cerita Grisel.“Grisel itu jahat. Dia itu sepertinya takut kena karma. D
Eve akhirnya diperbolehkan pulang setelah dirawat tiga hari. Dia menggendong bayinya sendiri, berjalan menuju pintu utama rumah sakit untuk menunggu taksi yang akan menjemputnya.Eve memandang bayinya yang tidur pulas dalam gendongan, sesekali terlihat gerakan bibir bayi itu yang seperti sedang menyesap sesuatu.“Mami akan menyayangimu dan menjadi sosok ibu juga ayah buatmu. Kamu jangan merasa kekurangan apa pun, ya.” Eve tersenyum manis setelah mengajak bicara bayinya itu.Eve berjanji tidak akan pernah menelantarkan bayinya bahkan akan memprioritaskan karena bagaimanapun kelahiran bayi itu adalah tanggung jawabnya. Taksi yang dipesan Eve sudah datang dan berhenti tepat di depan lobi rumah sakit. Eve dibantu security membawa tas dan memasukkan ke bagasi taksi, lalu dia masuk mobil.Akhirnya Eve pulang ke rumah. Sepanjang jalan dia menatap bayinya yang sangat anteng meski sesekali tampak menggeliat.“Kamu lucu sekali,” gumam Eve lalu menusuk pipi bayinya yang tidak terlalu chubby.Sa
Tidak terasa waktu cepat berlalu, bahkan tak sadar jika tiga tahun terlewatkan begitu saja.“Kai! Kai, kamu di mana?”“Di mana dia, Bi?” tanya Eve sambil mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan.“Tadi ada di dekat pintu, mungkin di teras,” jawab wanita paruh baya yang selama tiga tahun ini bekerja di rumah dan menjaga Eve.Eve menghela napas kasar, lalu kembali berteriak memanggil.“Kai!” Suara Eve berteriak terdengar begitu lantang. Dia keluar dari rumah, lalu mendapati seseorang yang dicarinya ada di dekat gerbang rumah.“Kai.” Eve menghela napas pelan melihat putranya berdiri di dekat gerbang. “Sedang apa dia di sana?” Eve mencoba mengamati sedang apa putranya itu.Bocah laki-laki berumur tiga tahun menoleh ketika mendengar suara teriakan Eve.“Kai di cini, Mami.” Kaisar–putra Eve., melambai-lambai ke arah maminya, dia masih cedal dan tidak bisa menyebut huruf ‘S’ dengan benar.“Kai, mami bilang apa soal jangan bermain di dekat gerbang?” Eve berjalan menghampiri putranya sambil m
Eve mengajak Kai ke kafe. Kai anak penurut dan tidak hiperaktif meski bisa dibilang cerdas karena memiliki rasa keingintahuan yang tinggi.“Kai duduk dulu sama Kakak Chila, mami mau ke dapur mengecek barang,” kata Eve sambil meminta Kai duduk di salah satu kursi dekat meja kasir.Chila langsung menghampiri dan mengambil alih Kai dari Eve.Eve meninggalkan Kai di depan bersama Chila dan yang lain.Kai duduk dengan anteng sambil mengayunkan kedua kaki yang menggantung.“Kai mau susu?” tanya Chila penuh perhatian.“Kai punya cucu, nih di cini.” Kai membuka tas kecil yang dibawanya, lalu mengeluarkan susu kemasan yang biasa diminumnya.“Lupa, Mami selalu siapin itu ya, buat Kai?” tanya Chila lalu mengusap lembut kepala Kai.Kai mengangguk lalu meminum susunya.Chila pergi ke belakang meja bartender untuk membersihkan gelas. Kai ditinggal sendiri karena sedang menikmati susu, lalu Kai melihat salah satu karyawan sedang makan coklat. Kai turun dan menghampiri.“Kai, mau coklat?” tanya karyaw
Di perusahaan Kaivan. Pria itu kini disibukkan dengan banyaknya pekerjaan karena dia sudah sepenuhnya memegang jabatan CEO di perusahaan keluarganya itu.Kaivan sudah tidak satu divisi dengan Grisel karena wanita itu dinaikkan jabatan menjadi manager pemasaran, hanya agar Kaivan bisa sedikit menghindari Grisel meski setiap hari masih bertemu tapi tentunya tidak seintens kalau mereka satu divisi.Setidaknya Kaivan tidak perlu setiap waktu melihat wanita itu. Jika orang yang saling mencintai akan berusaha agar pasangannya berada dekat, tapi dalam kasus Kaivan tentunya berbeda. Kaivan hanya merasa ada sesuatu yang mengganjal tapi sampai saat ini belum menemukan jawaban atas kegelisahannya dan penolakannya akan Grisel. Berulang kali dia mencoba menerima, tapi dia secara tak sadar menolak Grisel.Di ruang kerja Grisel. Dia duduk menatap komputer sambil menggigit ujung pulpen karena sedang berpikir.“Ini sudah tiga, tapi mana janjinya?”Grisel meletakkan pulpen dengan kasar di meja.Kaivan
Kaivan melihat melihat wanita paruh baya dengan pakaian agak lusuh menghampiri Grisel. Bahkan dia melihat wanita itu menatap Grisel seperti ingin menangis. Dia bertanya-tanya, siapa wanita tua itu. Tidak mungkin ibunya Grisel, kan? Sedangkan Grisel berkata kalau ibunya sudah meninggal.Kaivan melihat Grisel yang terlihat tak senang, lalu tiba-tiba menarik pergi wanita itu. Kaivan diam sejenak, siapa wanita tua itu? Apa saudara Grisel? Atau mungkin ada masalah dengan keduanya?Grisel benar-benar panik sampai menarik wanita tua itu dengan cepat menjauh dari mobil Kaivan. Dia tidak menyangka ibunya muncul di sana.Grisel mengajak wanita itu masuk lobi, tapi berhenti di dekat koridor dekat lift lalu dia menoleh ke depan lobi dan melihat mobil Kaivan meninggalkan halaman apartemen, membuat Grisel merasa sangat lega.Jangan sampai Kaivan tahu soal wanita itu.“Akhirnya ibu nemuin kamu, Gris.” Wanita itu tersenyum bahagia saat menatap Grisel.Grisel langsung menatap tajam pada wanita itu.“I
Hari pernikahan Eve dan Kaivan tiba. Malam sebelum acara pernikahan, Eve berada di kamar sedang istirahat setelah makan malam.“Eve, boleh aku masuk?” tanya Alana setelah sebelumnya mengetuk pintu.“Masuklah, Kak.”Alana membuka pintu kamar Eve. Dia melihat adik iparnya itu sedang duduk memegang ponsel.“Ada apa, Kak?” tanya Eve sambil menggeser posisi duduknya di ranjang untuk memberi tempat agar Alana bisa duduk.Alana duduk di dekat Eve. Dia menatap pada adik iparnya itu.“Besok kamu akan menikah. Aku dan kakakmu selama ini menyadari, belum pernah memberikan yang terbaik, terutama aku yang sering sekali bersikap tak baik karena rasa iri padamu. Tapi, semua sudah berlalu. Aku tidak bisa memberi apa pun selain mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaanmu,” ucap Alana sambil menggenggam erat telapak tangan Eve.Bola mata Eve berkaca-kaca. Dia mengulum bibir untuk menahan tangisnya.“Tidak memberi apa-apa bagaimana, Kak? Aku bisa kuliah dan tumbuh juga karena usaha kalian. Ya, meski Kak
Siang itu Eve pergi ke perusahaan Kaivan. Dia mengantar makanan karena Kaivan berkata jika sangat sibuk.“Kamu masih sibuk?” tanya Eve saat masuk ruangan Kaivan.Kaivan menatap pada Eve. Melihat calon istrinya itu datang, Kaivan langsung menutup tirai dinding kaca agar para staff tak melihat apa yang dilakukannya.“Kenapa tirainya ditutup?” tanya Eve keheranan.Kaivan mendekat pada Eve, lalu mengecup pipi wanita itu.“Biar mereka tidak melihat ini,” jawab Kaivan.Eve terkejut sampai memukul lengan Kaivan karena gemas.Eve mengajak Kaivan duduk. Dia membuka pembungkus makanan agar Kaivan bisa segera menyantap makan siang.“Aku sebenarnya masih harus memilah berkas, sepertinya tidak bisa makan siang dulu,” kata Kaivan.Eve menatap pada Kaivan, lalu membalas, “Kamu tetap harus makan meski sedang sibuk. Kamu memilah berkas, biar aku yang menyuapi.”Senyum mengembang di wajah Kaivan saat mendengar ide Eve. Dia mengajak Eve ke meja kerja, memosisikan kursi lain di samping kursi kerjanya agar
Eve dan Kaivan masih duduk berdua di samping rumah setelah semua orang pulang. Kaivan menggenggam erat telapak tangan Eve seperti tak berniat melepas.“Kamu dan Damian benar-benar sudah berbaikan?” tanya Eve memastikan.“Ya, anggap saja begitu. Tapi aku akan tetap memantaunya, meski bisa dibilang kalau dia sudah berumur, tapi Damian itu masih labil.”Eve terkekeh pelan mendengar ucapan Kaivan.“Kenapa malah tertawa?” tanya Kaivan dengan dahi berkerut halus.“Ya, labil sepertimu tampaknya,” balas Eve sambil melirik Kaivan.“Siapa bilang aku labil?” Kaivan tidak terima Eve mengatainya seperti itu.Eve menahan tawa. Dia menggeser posisi hingga menatap pada Kaivan lalu menjelaskan, “Jika kamu tidak labil, kamu pasti akan segera menikahi Grisel waktu itu.”Kaivan terkesiap, lalu mengelak, “Itu bukan labil, tapi hanya belum yakin.”“Aku memang berjanji akan menikahi, tapi itu untuk wanita yang aku tiduri. Dan saat Grisel mengakuinya, entah kenapa ada yang janggal, karena itu aku tidak seger
Malam itu. Kaivan dan yang lain makan malam bersama di rumah Maria. Ada Bram dan Alana juga yang diundang ke rumah.“Kalian jangan sungkan, ya. Makan saja apa yang kalian suka, kalau mau memilih menu lain yang tidak ada di meja, bilang saja. Tidak usah malu-malu, anggap rumah sendiri,” ucap Maria pada Bram dan Alana.Bram dan Alana mengangguk. Mereka benar-benar canggung diajak makan malam di rumah Maria.Saat mereka sedang makan malam, pelayan datang menemui Maria.“Itu, Bu. Pak Damian dan Mbak Dania datang,” kata pelayan.“Oh, suruh masuk saja. Aku yang mengundang mereka untuk makan malam bersama,” balas Maria.Pelayan itu mengangguk lalu segera pergi ke depan untuk mempersilakan Damian dan Dania masuk.Eve menoleh pada Kaivan. Dia melihat pria itu memasang wajah datar dan tak senang. Eve memilih diam dan tak berkomentar sama sekali.Damian dan Dania masuk. Dania langsung menyapa Maria dan yang lain, sedangkan Damian menatap pada Kaivan yang tak memandang ke arahnya sama sekali.“Ay
Bram buru-buru turun dari mobil saat sampai di rumah Kaivan. Dia dijemput sopir Kaivan karena sangat mencemaskan Eve ketika tadi menghubungi.“Bagaimana keadaanmu? Kenapa kamu tidak segera menghubungiku?” tanya Bram langsung mengecek apakah Eve terluka atau tidak.“Aku baik-baik saja, Kak. Kak Bram tidak perlu mencemaskanku seperti ini,” ucap Eve mencoba menenangkan.Bram menatap sendu, lalu menghela napas pelan.Eve mengajak Bram duduk lebih dulu, kemudian menceritakan yang terjadi dan kondisi Grisel saat ini.Bram menghela napas kasar, baru kemudian berkomentar.“Dia punya pilihan agar hidupnya lebih baik, tapi dia malah memilih cara yang salah dan memaksakan sesuatu yang seharusnya tak dia miliki,” ujar Bram, “ya sudahlah, terpenting kamu baik-baik saja.”Bram menatap Eve penuh kelegaan.Eve mengangguk-angguk sambil memulas senyum agar Bram lega.**Setelah Eve merasa lebih baik, dia dan Kaivan pergi mengunjungi Grisel ke rumah sakit untuk melihat perkembangan dan laporan medis dar
Eve mengajak Kaivan menemui ibu Grisel. Bagaimanapun mereka harus memberitahu kondisi Grisel pada wanita itu. Eve sendiri juga tidak bisa merasa tenang begitu saja karena secara langsung atau tidak, Eve juga memperburuk depresi Grisel.“Pak.” Wanita tua itu langsung sedikit membungkuk saat melihat Kaivan di belakang dan menemuinya.Eve langsung merangkul pundak wanita tua itu, kemudian berkata, “Bibi ada yang mau aku bicarakan.”Wanita itu terkejut, bahkan terlihat takut.“Apa saya membuat kesalahan?” tanya wanita tua itu.“Tidak, Bi. Bibi tidak berbuat salah, hanya saja ada yang memang harus kami bicarakan dengan Bibi,” ucap Eve mencoba tenang meski takut dengan reaksi ibu Grisel.“Duduklah, Bi.” Kaivan bicara dengan tegas agar wanita itu tidak kebingungan.Eve mengajak ibu Grisel duduk, begitu juga dengan Eve dan Kaivan yang duduk berhadapan dengan wanita itu.Wanita itu terlihat gemetar, bahkan jemarinya saling meremas sambil menatap pada Eve dan Kaivan secara bergantian.Eve ingin
Kaivan pergi ke rumah sakit setelah Eve agak tenang. Dia juga sudah berpesan pada Maria untuk menjaga Eve.Sesampainya di rumah sakit, Kaivan menemui Hendry yang ada di depan ruang inap bersama pengacara yang ditunjuk untuk menangani kasus itu, hanya berjaga-jaga jika Grisel tiba-tiba menuntut Eve.“Bagaimana?” tanya Kaivan begitu sudah berada di hadapan Hendry dan pengacara.Hendry dan pengacara itu menatap aneh pada Kaivan, membuat Kaivan mengerutkan alis.“Ada apa? Grisel ingin menuntut Eve, atau dia membuat onar lagi?” tanya Kaivan menaruh curiga.“Bukan,” jawab Hendry sambil menggeleng.“Lalu?” tanya Kaivan dengan satu sudut alis tertarik ke atas.“Lebih baik Anda lihat sendiri, dokter juga ada di dalam,” kata Hendry.Kaivan tentunya semakin penasaran, ada apa sebenarnya sampai Hendry tak menjelaskan langsung padanya. Dia akhirnya masuk ke ruang inap, lalu melihat sendiri apa yang terjadi pada Grisel.Dokter masih mengecek kondisi Grisel bersama dua perawat, bahkan kini Grisel ha
Eve dan Kaivan masih menunggu sampai Grisel selesai CT-Scan, saat itu Hendry datang setelah mengecek kamera Cctv di apartemen.“Bagaimana?” tanya Kaivan.“Saya mendapat salinannya, Pak. Sebentar saya kirim ke Anda,” kata Hendry.Hendry mengirimkan video rekaman Cctv ke ponsel Kaivan, lalu menjelaskan, “Semua murni karena kesalahan Grisel yang menyerang Eve dulu, Pak. Bahkan jatuhnya Grisel sebenarnya tidak sepenuhnya salah Eve karena seperti yang terlihat di rekaman itu, kaki Grisel tersandung kakinya sendiri yang membuatnya jatuh ke belakang dan kepalanya langsung menghantam cermin.”Eve dan Kaivan mengamati rekaman itu, ternyata benar jika kejadian yang menimpa Grisel sepenuhnya bukan salah Eve.“Tapi tetap saja, dia terluka karena aku mendorongnya lebih dulu,” ucap Eve tetap cemas. Dia bisa terlibat dengan hukum karena masalah ini.Kaivan menggenggam erat tangan Eve, lalu berkata, “Kamu tenang saja. Biar pengacaraku yang mengurus semuanya. Ada bukti yang kita pegang juga ada saksi,
Eve terus mempertahankan cincinnya. Dia takkan mengalah lagi dari Grisel setelah apa yang Grisel lakukan padanya selama ini.“Kamu tidak layak memakai cincin ini. Ini seharusnya menjadi milikku!” teriak Grisel terus mencoba melepas cincin dari jari Eve.Eve terus mempertahankan cincin itu, begitu tangannya bisa lepas dari genggaman Grisel, Eve langsung mendorong Grisel agar menjauh darinya.Namun nahas, Grisel terdorong cukup kuat, hingga mundur sebelum akhirnya menabrak cermin yang terpajang di dinding dekat lift. Kaca itu pecah seiring Grisel yang terjatuh berlumuran darah karena luka akibat benturan cukup keras.Eve sangat syok. Dia tak berniat mencelakai Grisel, tapi ternyata Grisel malah terluka karena perbuatannya.Semua yang di sana juga terkejut, apalagi Grisel langsung tak sadarkan diri.Eve gemetar karena panik.Grisel dibawa ke rumah sakit. Eve juga ikut karena merasa harus bertanggung jawab. Dia sudah menghubungi Kaivan karena ketakutan, Eve juga tidak mungkin menghubungi