Di perusahaan Kaivan. Pria itu kini disibukkan dengan banyaknya pekerjaan karena dia sudah sepenuhnya memegang jabatan CEO di perusahaan keluarganya itu.Kaivan sudah tidak satu divisi dengan Grisel karena wanita itu dinaikkan jabatan menjadi manager pemasaran, hanya agar Kaivan bisa sedikit menghindari Grisel meski setiap hari masih bertemu tapi tentunya tidak seintens kalau mereka satu divisi.Setidaknya Kaivan tidak perlu setiap waktu melihat wanita itu. Jika orang yang saling mencintai akan berusaha agar pasangannya berada dekat, tapi dalam kasus Kaivan tentunya berbeda. Kaivan hanya merasa ada sesuatu yang mengganjal tapi sampai saat ini belum menemukan jawaban atas kegelisahannya dan penolakannya akan Grisel. Berulang kali dia mencoba menerima, tapi dia secara tak sadar menolak Grisel.Di ruang kerja Grisel. Dia duduk menatap komputer sambil menggigit ujung pulpen karena sedang berpikir.“Ini sudah tiga, tapi mana janjinya?”Grisel meletakkan pulpen dengan kasar di meja.Kaivan
Kaivan melihat melihat wanita paruh baya dengan pakaian agak lusuh menghampiri Grisel. Bahkan dia melihat wanita itu menatap Grisel seperti ingin menangis. Dia bertanya-tanya, siapa wanita tua itu. Tidak mungkin ibunya Grisel, kan? Sedangkan Grisel berkata kalau ibunya sudah meninggal.Kaivan melihat Grisel yang terlihat tak senang, lalu tiba-tiba menarik pergi wanita itu. Kaivan diam sejenak, siapa wanita tua itu? Apa saudara Grisel? Atau mungkin ada masalah dengan keduanya?Grisel benar-benar panik sampai menarik wanita tua itu dengan cepat menjauh dari mobil Kaivan. Dia tidak menyangka ibunya muncul di sana.Grisel mengajak wanita itu masuk lobi, tapi berhenti di dekat koridor dekat lift lalu dia menoleh ke depan lobi dan melihat mobil Kaivan meninggalkan halaman apartemen, membuat Grisel merasa sangat lega.Jangan sampai Kaivan tahu soal wanita itu.“Akhirnya ibu nemuin kamu, Gris.” Wanita itu tersenyum bahagia saat menatap Grisel.Grisel langsung menatap tajam pada wanita itu.“I
Setelah sehari dirawat di rumah sakit. Akhirnya Kai diperbolehkan pulang. Setelah tahu Kai alergi kacang, Eve harus benar-benar berhati-hati memilih makanan untuk Kai.“Ingat ya, Kai. Pokoknya mulai sekarang jangan pernah makan kacang, ya? Kalau Kai bandel makan kacang, Kai akan muntah-muntah dan masuk rumah sakit lagi,” ucap Eve mengingatkan.“Iya, Mami.” Kai mengangguk penuh semangat.Eve tersenyum lalu mengusap lembut rambut Kai. Dia menurunkan Kai agar bisa bermain di kamar, memandang putranya yang sangat aktif dan sudah sehat seperti sediakala.“Kai tidak kenapa-napa, kan?” tanya Bibi karena cemas dengan kondisi Kai yang sampai harus dirawat di rumah sakit.“Tidak kok, Bi. Selama dia tidak makan kacang, dia aman,” jawab Eve, “minta tolong jangan pernah masak kacang ya, Bi. Apalagi menyediakan kacang di rumah,” pinta Eve.Bibi mengangguk lega dan mengiyakan permintaan Eve, lalu pamit ke dapur untuk memasak.Saat Eve hendak ke kamar. Ponselnya berdering dan membuat Eve langsung mel
Keesokan harinya. Eve mengecek koper untuk memastikan tidak ada barang yang tertinggal, terutama barang milik Kai.“Mami, kita mau ke mana?” tanya Kai yang duduk di ranjang sambil memperhatikan Eve yang sedang sibuk.Eve menoleh Kai. Dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga lalu menjawab, “Kita mau ketemu paman dan bibinya Kai.”Kai berpikir.“Memangnya punya? Kenapa harus bawa baju banyak? Kan Paman Brian dan Paman Damian yang datang, bukan kita yang pergi?” tanya Kai sambil menggerakkan kedua tangan di depan pundak sebagai tanda bingung.Eve tersenyum. Lalu duduk di dekat Kai dan mencium kedua tangan mungil putranya itu. Eve memang belum pernah memberitahu Kai soal Bram dan Alana karena belum siap mengenalkan Kai kepada kakaknya.“Mami punya kakak, dia itu pamannya Kai. Tapi, karena Paman sedang sakit, nanti Kai sama temen mami dulu, kalau Paman sudah sembuh. Kai baru ketemu dia, ya? Paman pasti sangat suka sama Kai,” ucap Eve menjelaskan. Dia kembali mencium punggung tangan Kai
“Halo, Bibi Cantik. Aku Kai.” Kai langsung menyapa ramah pada Dania.Dania sangat terkejut sampai menatap anak laki-laki itu dan Eve secara bergantian.“Dia siapa, Eve?” tanya Dania benar-benar bingung.Eve menghela napas pelan, lalu membalas, “Bisa kita pergi dulu? Nanti kujelaskan.”Dania mengangguk. Dia membantu Eve membawakan koper karena Eve menggandeng Kai.Dania mengajak Eve dan Kai ke apartemennya karena Eve bilang butuh tempat tinggal sementara. Mereka menempuh perjalanan tak terlalu lama menuju apartemen milik Dania.“Kai mau minum apa?” tanya Dania saat sampai di unit apartemennya.Kai malah menoleh Eve seolah meminta sang mami yang memutuskan.“Air putih saja dulu karena kita baru saja melakukan perjalanan panjang,” jawab Eve,Dania mengangguk lalu menyajikan air dingin untuk Kai dan Eve.“Jadi, Kai ini anak siapa?” tanya Dania yang sejak tadi memendam rasa penasaran.Sebelum menjawab, Kai bilang mau pipis. Eve meminta Kai segera ke kamar mandi sendiri.“Jadi ….” Dania men
Eve sampai di rumah sakit. Dia berjalan di koridor menuju ruang inap Bram. Saat sampai di depan pintu ruangan Bram, Eve tidak langsung masuk karena gugup.Sudah sangat lama sekali dia tidak pulang dan mengabaikan sang kakak, meski terkadang saling berhubungan, tapi bukankah itu tidak cukup.Eve menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Dia mengetuk pintu, lalu masuk perlahan saat mendengar suara sahutan dari dalam.Alana dan Bram ada di dalam, Alana sedang menyuapi Bram makan lalu keduanya menatap ke pintu saat mendengar suara ketukan. Alana dan Bram melihat Eve masuk.“Eve.” Bram langsung senang melihat adiknya pulang.Eve tersenyum pada Bram. Namun, siapa sangka kedatangannya mampu membuat Bram langsung menangis.“Akhirnya kamu pulang, kemarilah.” Bram mengulurkan tangan pada Eve.Alana menjauh dari ranjang, memberikan ruang untuk Eve bertemu dengan Bram.Eve mendekat dan memeluk sang kakak. Baru tiga tahun dia pergi, sudah banyak sekali perubahan yang terjadi pada kakakn
Eve bergeming melihat pria yang baru saja menatap ke arahnya. Dia ingin menghindar tapi sudah terlambat. Pria itu sudah melihatnya.Apa dia mengenali? Kenapa dia menatap? Semoga dia tidak ingat pada Eve. Apalagi penampilan Eve berbeda dari dulu, rambutnya yang dulu panjang dan sering diikat, kini menjadi pendek sebahu dan tergerai bebas.Eve memandang Kaivan yang baru saja dari loket administrasi. Dia mencoba bersikap biasa, lalu berjalan ke arah pria itu berjalan juga.Di saat keduanya saling berpapasan, Eve melihat Kaivan menatapnya tapi pria itu sama sekali tidak merespon atau menghentikan langkahnya. Eve melihat Kaivan yang berjalan begitu saja melewati dirinya.Eve langsung menghela napas lega. Dia sudah menahan napas karena panik, tapi sepertinya Kaivan lupa padanya atau tak mengenalinya, sehingga Eve benar-benar bersyukur. Itu bagus, tapi kenapa tiba-tiba Eve merasa sesak di dada. Ada apa dengannya?Eve mencoba mengabaikan rasa sakit yang tidak tahu apa penyebabnya itu. Dia pun
Kaivan baru saja turun dari mobil bersama Hendry. Dia pergi dari rumah sakit karena ada rapat siang ini.“Pastikan karyawan kita tidak melakukan kesalahan saat presentasi nanti,” ucap Kaivan mengingatkan.“Baik, Pak.” Hendry berjalan di samping Kaivan sambil mengangguk.Saat mereka berjalan di lobi menuju lift, tiba-tiba ada yang menabrak kaki Kaivan, lalu membuat Kaivan dan Hendry berhenti melangkah. Mereka melihat anak laki-laki kecil terjatuh di lantai dan merintih kesakitan.Kaivan terkejut dan keheranan melihat anak kecil di perusahaannya. Dia sampai menengok ke kanan dan kiri, tapi tidak ada orang dewasa di sana yang menghampiri anak kecil itu.Kaivan menatap anak kecil itu yang sudah berdiri tapi melipat kedua kaki sambil memasang wajah siap menangis.“Siapa kamu dan sedang apa di sini?” tanya Kaivan dengan nada suara tegas karena memang begitulah dia.Bukannya menjawab pertanyaan Kaivan, Kai malah menangis karena takut dan menahan pipis. Dia merasa kalau pria di depannya itu s
Semua staff di sana sangat terkejut. Itu benar-benar berita yang sangat menghebohkan.Grisel syok, tapi tentunya tidak percaya begitu saja. “Kamu pasti hanya mengaku-ngaku. Kaivan tidak punya saudara,” bantah Grisel.Dania tersenyum miring, lalu membalas, “Siapa yang bilang saudara kandung? Aku bilang sepupu. Kamu bahkan tidak tahu Damian punya adik, kan?”Grisel gelagapan panik.Dania mendekat pada Grisel, lalu mencondongkan wajah di dekat telinga Grisel dan berbisik, “Aku tahu kamu tidur dengan kakakku untuk merebutnya dari Eve. Dan aku tahu, kamu mengaku sebagai Eve agar bisa mendapatkan Kaivan. Lalu kamu masih mengelak? Sadar diri, Kaivan tidak akan pernah mau dengan wanita berbisa sepertimu.”Grisel membeku mendengar ucapan Dania. Tidak ada yang tahu soal dirinya tidur dengan Damian selain Eve, tapi siapa sangka Dania benar-benar tahu.Dania tersenyum miring, lalu berjalan menjauh dari Grisel. Dia memandang ketiga staff yang tadi terkena marah, lalu dengan enteng berkata, “Kalau
“Apa kalian sudah dengar? Katanya Bu Grisel tidak jadi menikah dengan Pak Kaivan.”“Aku dengar, katanya Bu Grisel selama ini membohongi Pak Kaivan.”“Bohongi apa?”Beberapa staff yang sedang menunggu lift terbuka, asyik bergosip soal Grisel dan Kaivan.Berita Grisel akan menikah dengan Kaivan cukup menghebohkan perusahaan waktu itu, lalu lambat-laun berita itu meredup dan banyak yang mempertanyakan apakah Kaivan benar akan menikah dengan Grisel atau tidak karena tidak ada tanda-tanda pernikahan itu akan terjadi.Sekarang terbukti, tiba-tiba saja berembus berita jika hubungan Kaivan dan Grisel berakhir.Saat para staff itu asyik bergosip, sampai tidak sadar kalau Grisel ada di belakang mereka.“Apa kalian digaji hanya untuk bergosip, hah?!” Grisel membentak ketiga staff yang berani bergunjing.Ketiga staff itu sangat terkejut. Mereka panik saat melihat Grisel ada di sana, seketika ketiganya langsung menunduk panik.“Apa pekerjaan kalian sudah benar sampai sibuk menggosipkan atasan kali
“Saya bisa mengurus semuanya sendiri. Anda tidak seharusnya ikut campur dalam hidup saja,” ucap Eve yang terpaksa pergi bersama Kaivan agar Alana dan Bram tidak curiga.Kai ditinggal bersama Alana karena Eve ikut Kaivan untuk bertemu pekerja yang akan merenovasi tempat yang disewa Eve.Kaivan tiba-tiba menepikan mobil, membuat Eve terkejut lalu menoleh pada Kaivan.“Kenapa Anda berhenti?” tanya Eve. Dia juga mengecek pintu yang dikunci otomatis.“Sepertinya aku harus mengingatkanmu berulang kali kalau Kai anakku dan aku berhak atas dirinya. Jika kamu tidak suka aku datang ke tempatmu atau membantumu demi masa depan Kai, maka biarkan Kai bersamaku, karena aku yakin masa depannya lebih terjamin daripada denganmu.”Eve terkejut mendengar ucapan Kaivan.“Apa Anda pikir bisa melakukan segalanya karena Anda kaya? Perlu Anda catat, selama ini kehidupan kami baik-baik saja. Kai sehat dan semua kebutuhannya tercukupi, jadi Anda tidak usah bersikap seolah Anda bisa segalanya dan meremehkanku se
Keesokan harinya. Eve baru saja bangun setelah semalam begadang membuat anggaran belanja untuk merenovasi tempat yang akan disewanya, serta membuat perincian barang juga bahan untuk modal usaha.Eve sudah tidak melihat Kai di ranjang, itu artinya Kai sudah bangun dan mungkin ada di ruang tamu sedang bermain.Eve menguap, lalu turun dari ranjang dan keluar kamar masih memakai piyama dengan celana pendek.“Pagi Mami.” Kai langsung menyapa meski tak menatap sang mami.“Pagi,” balas Eve, “Bibi lagi masak, ya?” tanya Eve.“Iya, soalnya Mami bangun kesiangan,” jawab Kai.Eve berjalan ke dapur untuk membantu Alana memasak. Dia tidak enak hati karena bangun kesiangan dan membiarkan Alana yang menyiapkan sarapan sendirian.“Pagi, Kak. Maaf aku kesiangan,” ucap Eve sambil mengikat rambutnya.Alana menoleh, lalu tersenyum. Tentu saja sikap Alana yang sekarang, sangat berbeda dengan dulu ketika masih membenci Eve.“Tidak apa-apa. Aku juga masuk siang, kemungkinan pulang malam. Sore nanti jangan l
“Aku? Kamu? Apa kamu tidak punya sopan santun sampai bicara non formal pada atasanmu?” Kaivan bicara sambil menatap dingin pada Grisel.Hendry langsung melipat bibir, menahan tawa karena Kaivan benar-benar mengabaikan dan bersikap dingin pada Grisel.Grisel sangat terkejut, tapi dia berusaha untuk tenang.“Maaf, apa saya bisa bicara dengan Anda?” tanya Grisel mengubah cara bicaranya.Grisel mengumpat dalam hati. Dia sudah terbiasa bicara non formal, tapi begitu Kaivan mengakhiri hubungan mereka, pria itu langsung menegurnya.“Jika mau ada yang dikatakan, katakan di sini!” Kaivan bicara tegas. Dia tidak mau jika sampai ada kesalahpahaman kalau bicara berdua dengan Grisel.Grisel terkejut. Dia kesal karena Kaivan semakin susah diajak bicara.“Saya ingin membahas hubungan kita, apa baik jika dibicarakan di depan orang lain?” tanya Grisel sambil melirik pada Hendry.Kaivan tahu ke mana arah lirikan Grisel, dia membalas, “Kenapa tidak? Hendry orang kepercayaanku, apa pun yang menjadi masal
Eve menghela napas kasar. Dia menatap Kaivan yang sedang mengeluarkan barang dari bagasi, terlihat Kai yang begitu antusias menunggu Kaivan.“Kalau Kai menginginkan yang lain lagi, katakan padaku. Oke.” Kaivan memberikan kantong berisi mainan dan pakaian yang dibelinya untuk Kai.“Oke.” Kai terlihat sangat senang.Eve masih diam melihat putranya kesusahan membawa barang-barang itu.“Mami, ini berat,” kata Kai susah payah membawa kantong yang diberikan Kaivan.Eve dengan terpaksa menerima. Dia lalu memandang Kaivan yang mendekat sambil membawa kantong lain.“Ini suplemen untuk kakakmu. Ibuku juga meminum ini untuk menjaga kondisi tubuhnya,” ujar Kaivan sambil mengulurkan kantong yang dibawanya ke Eve.Eve menerima, lalu membalas, “Sebaiknya Anda tidak perlu membelikan apa pun lagi untuk kami.”Kaivan tersenyum tipis, lalu membalas, “Aku ayahnya, aku berhak melakukannya.”Kaivan bicara dengan lirih agar Kai tidak mendengar. Dia yakin Eve belum mau jujur pada Kai, kalau Kaivan adalah aya
Kaivan menemani Eve menemui pemilik tempat yang akan disewa. Dia duduk diam sambil mendengarkan perbincangan Eve dan pria itu.“Jika sewa sekaligus beberapa tahun, apa bisa dapat potongan?” tanya Eve setelah mendengar harga sewanya.Eve berpikir. Jika hanya sewa satu atau dua tahun, maka dia akan rugi renovasi dan lain-lainnya, sedangkan jika ingin mengambil jangka lama, Eve takut dananya tidak cukup untuk yang lainnya dan akan habis untuk sewa tempat saja.Pemilik toko melirik Kaivan, melihat pria itu menyesap kopi sambil mengedipkan mata.Eve menyadari ke mana arah tatapan pria itu. Dia menoleh Kaivan dan melihat mantan atasannya itu sedang minum.“Jika memang kamu mau ambil lima atau di atas lima tahun, akan aku beri potongan harga,” kata pemilik toko itu.Eve senang lalu sepakat mengambil tempat itu. Setelah deal dan akan disiapkan surat kontraknya, pemilik toko itu pamit undur diri.Kaivan masih santai minum kopinya saat Eve menatap curiga padanya.“Kenapa saya merasa kalau pria
“Kamu ingin mencari tempat yang seperti apa?” tanya Kaivan sambil mengemudikan mobil.Eve tidak menjawab, dia mengamati jalanan yang ada dilewati. Dia terlalu malas dan tidak punya energi untuk bicara dengan pria di sampingnya saat ini.Kai mengamati sang mami yang tidak mau menjawab pertanyaan Kaivan. Dia sampai menatap bergantian dua orang dewasa yang duduk di depannya itu.“Mami, Paman Kaivan tanya, Mami haruc jawab. Mami bilang, kalau ada yang tanya haruc copan jawab,” celoteh Kai mengingat nasihat sang mami.Eve terkejut sampai menoleh Kai. Dia melihat Kai menatap heran padanya. Eve melirik pada Kaivan yang sedang menyetir, akhirnya mau tidak mau dia harus merespon perkataan Kaivan.“Yang jelas lingkungannya ramai, jika perlu yang memiliki halaman parkir luas agar pelanggan nyaman saat makan di kafe karena ada tempat parkir yang tidak mengganggu pengguna jalan,” ujar Eve menjelaskan.Kaivan mengangguk-angguk.Eve tidak paham arti anggukan kepala itu. Dia memilih diam mengamati ja
Eve sangat terkejut melihat siapa yang sekarang berdiri di hadapannya. Kenapa pria ini harus mendatanginya lagi.“Kalian mau ke mana?” tanya Kaivan.Kaivan sengaja datang pagi-pagi untuk bisa menemui Eve. Dia akan memanfaatkan setiap waktu yang ada agar bisa mendekati Eve.“Bukan urusanmu,” balas Eve lirih karena tidak ingin Kai mendengarnya bicara ketus.Kaivan lalu melirik Kai. Jika Eve tak mau menjawab, Kai pasti akan jujur.“Kai mau ke mana?” tanya Kaivan.Eve melotot mendengar Kaivan bertanya pada Kai.“Mami bilang mau jalan-jalan cambil nyari tempat buat buka kafe ceperti milik Paman Brian,” jawab Kai dengan nada suaranya yang khas dan lucu.Eve menghela napas panjang. Dia memalingkan muka ketika Kaivan memandangnya.Kaivan tersenyum. Benar kata Hendry, dia harus menggunakan Kai untuk meluluhkan Eve.“Bagaimana kalau paman antar, pakai mobil?” tanya Kaivan pada Kai sambil mengulurkan tangan pada Kai.Kai sudah bersemangat ingin meraih tangan Kaivan, tapi dia menoleh sang mami unt