Share

Bab 14

Author: Hilya
Pada hari Devina keluar dari rumah sakit, salju berhenti dan matahari bersinar cerah. Pepohonan di pinggir jalan berkilauan seperti kristal. Langit biru juga tampak jernih.

Adrian mengemudi sendiri untuk menjemput Devina dari rumah sakit. Sepanjang perjalanan, sepasang suami istri ini tidak berbicara. Suasananya begitu menekan dan suram.

Eleanor kecil duduk di kursi belakang. Dia mengembuskan napas ke jendela mobil, lalu menggambar dengan jarinya. Hatinya dipenuhi kegembiraan karena ibunya akhirnya keluar dari rumah sakit.

Eleanor kecil menggambar tiga orang di jendela mobil. Sudut matanya melengkung dengan gembira.

Begitu melihat gambar di jendela mobil, hati Devina sangat pedih. Kedua matanya seketika memerah. Dia menoleh untuk menyeka air matanya diam-diam. Setelah perasaannya tenang, dia tersenyum sembari bertanya, "Beberapa hari lagi, Elea akan berulang tahun. Elea mau hadiah apa?"

Eleanor kecil masih menggambar di jendela mobil. Dia menjawab ibunya dengan ceria. Katanya, "Ibu, aku mau Cinnamoroll."

Devina bertanya lagi dengan lembut, "Cinnamoroll? Apa itu ... seekor anjing peliharaan? Ibu nggak pernah mendengar jenis anjing itu."

Eleanor kecil menggeleng seraya menjelaskan, "Bukan. Itu anjing yang ada di kartun. Aku mau Cinnamoroll dari porselen. Novita bilang, di Jalan Harmoni ada sebuah toko kerajinan tangan. Kita bisa beli sebuah porselen anjing yang nggak berwarna, lalu mewarnainya sendiri."

Eleanor kecil menoleh menatap ibunya sambil melanjutkan, "Minggu lalu, Novita dan Kak Marcel mewarnai dua boneka porselen yang sangat imut di sana."

Devina menunduk sembari tersenyum tipis, lalu bertutur, "Oke. Kalau Elea mau ke sana, Ibu akan temani."

Pada hari ulang tahun ke-12 Eleanor, salju turun dengan lebat. Eleanor dan ibunya memasuki toko kerajinan tangan sambil bergandengan tangan. Lantaran sebelumnya sudah memesan Cinnamoroll porselen yang tidak berwarna, mereka tidak perlu menunggu begitu tiba.

Setelah pemilik toko mengeluarkan Cinnamoroll yang sudah disiapkan, Eleanor dan ibunya mulai mewarnainya. Itu adalah pertama kalinya mereka membuat kerajinan tangan bersama.

Eleanor sangat puas dengan hasil akhirnya. Cinnamoroll miliknya terlihat persis dengan yang ada di gambar, bahkan lebih imut.

Sesudah itu, Devina dan Eleanor keluar dari toko. Mereka pergi ke toko kue di sekitar sana.

Devina membawa kue dengan tangan kiri dan menggandeng Eleanor dengan tangan kanan. Mereka berjalan beberapa saat di tengah lebatnya salju, lalu tiba-tiba berhenti. Devina menoleh menatap Eleanor kecil dengan lembut dan penuh kasih.

"Elea, Ibu sangat menyayangimu," tutur Devina dengan suara pelan. Tak lama kemudian, kata-katanya menghilang bersama embusan angin.

Hidung Eleanor kecil kedinginan sampai merah. Sebelumnya, Devina sering mengatakan sangat menyayanginya, jadi Eleanor tidak merasakan ada yang aneh. Dia membalas dengan ceria, "Ibu, Elea juga sangat menyayangi Ibu."

Hidung Devina seketika terasa perih. Dia tak kuasa membendung air matanya. Putrinya masih begitu kecil dan baru berusia 12 tahun. Jika kelak dia tidak bisa menemani Eleanor lagi, Eleanor harus bagaimana?

Lantaran takut Eleanor melihat air matanya, Devina segera menoleh dan terus berjalan ke depan.

Devina menggandeng Eleanor berjalan melewati keramaian di Jalan Harmoni hingga tiba di tempat parkir terbuka. Mobil Adrian terparkir di sana.

Dari kejauhan, Eleanor kecil melihat ayahnya sedang berdiri di tengah badai salju sambil merokok. Wajahnya tampak sedih dan kesepian.

Eleanor sangat jarang melihat ekspresi ayahnya seperti itu. Ketika sedang bertanya-tanya, Adrian menengadah dan melihat mereka berdua. Kesedihan di wajahnya sirna dalam sekejap, lalu tampak seperti biasa.

Eleanor masih mengira ekspresi barusan hanya ilusinya.

Adrian mematikan rokoknya, lalu bertutur dengan suara serak, "Kalian sudah kembali, ya?"

Devina mengiakan dengan pelan.

Malam itu, Adrian yang memasak. Mereka bertiga duduk mengelilingi meja makan dengan penuh kehangatan. Eleanor kecil memakai mahkota. Dia membuat permohonan sebelum meniup lilin.

Insiden itu terjadi saat mereka sedang makan kue. Ketika Devina menyuapkan kue ke mulutnya, dia tiba-tiba memuntahkan banyak darah.

Eleanor sangat terkejut. Kue di tangannya terjatuh ke lantai dan mengotori sepatu barunya.

Adrian menggendong Devina dengan panik. Dia berkata dengan suara tercekat, "Devina, jangan membuatku takut. Aku segera bawa kamu ke rumah sakit."

Pembantu menghubungi ambulans dengan panik. Sementara itu, Eleanor berdiri diam dengan tatapan kosong. Pikirannya melayang.

Mengapa bisa seperti ini? Jelas-jelas tadi baik-baik saja. Mengapa ibunya bisa tiba-tiba memuntahkan darah? Bukankah dokter bilang sudah boleh keluar dari rumah sakit? Bukankah ibunya sudah sembuh?

Ambulans segera tiba. Petugas medis mengangkat Devina ke dalam mobil.

Sebelum pergi, Eleanor melihat Devina menatapnya dengan berlinang air mata. Devina berusaha membuka mulut seperti ingin mengatakan sesuatu padanya.

Devina sudah kesakitan sampai tidak bisa bersuara. Bibirnya bergerak pelan, tetapi Eleanor bisa mengerti gerak bibir itu. Ibunya sedang mengatakan "maaf".

Seketika, air mata memenuhi wajah Eleanor. Dia berlari keluar seperti orang gila dan menerjang badai salju. Dia berteriak, "Ibu! Ibu, jangan pergi ...."

Ambulans mengejar waktu. Mereka tidak bisa menunggu Eleanor dan segera melaju.

Eleanor berlari cukup jauh untuk mengejar ambulans. Setelah ambulans yang membawa ibunya menghilang dari pandangan, dia baru berhenti.

Devina meninggal dunia pada malam itu. Adrian berjaga di sisinya sepanjang malam dan menangis tanpa henti. Eleanor tidak mengetahui hal ini.

Eleanor bukan hanya gagal mengejar ambulans, tetapi juga terjatuh di salju. Lantaran khawatir, pembantu mengejar Eleanor keluar dan menggendongnya kembali ke rumah.

Malam itu, Eleanor demam tinggi. Dia terus memanggil ibunya di dalam mimpi dan menangis sepanjang malam. Ketika terbangun keesokan harinya, dia malah mendengar kabar ibunya telah meninggal.

Eleanor tidak berani melihat ibunya untuk terakhir kali di rumah sakit. Dia takut melihat jenazah yang sudah tidak memiliki kehangatan.

Kala itu, Eleanor masih membohongi diri sendiri. Dia berpikir asalkan tidak melihat jenazah ibunya, berarti ibunya masih hidup. Ibunya hanya bepergian ke tempat yang jauh untuk sementara waktu.

Di dalam hati Eleanor, wanita yang lembut, suka tersenyum, dan hangat seperti cahaya matahari itu akan selalu hidup.

Setelah Devina pergi, Eleanor terus memeluk boneka porselen itu siang dan malam, tidak mau makan dan minum, dan tidur saat mengantuk. Ketika bangun, dia akan menangis tanpa bersuara.

Adrian seakan-akan bertambah tua 10 tahun dalam satu malam. Tidak ada cahaya lagi di matanya. Rambutnya juga bertambah putih. Dia sudah kehilangan tenaga untuk mengurus putrinya.

Kemudian, Adrian bahkan didiagnosis mengalami depresi.

Eleanor pernah berpikir bahwa Adrian tidak akan menikah lagi seumur hidup ini. Lagi pula, Adrian begitu mencintai Devina. Bagaimana mungkin hatinya masih ada ruang untuk wanita lain?

Namun, dua tahun kemudian, Adrian malah menikahi sahabat Devina.

Saat itu, Eleanor membuat keributan besar. Dia langsung pindah ke asrama sekolah. Bahkan saat liburan musim panas dan musim dingin, dia hanya pulang untuk mengurung diri di dalam kamar, tidak bicara dengan mereka.

Dua tahun terakhir masa kuliah, hubungan Eleanor dan Adrian akhirnya sedikit membaik. Begitu lulus, Adrian malah langsung menjodohkannya dengan putra Keluarga Orlando. Hal ini membuat hubungan ayah dan anak yang sudah rapuh makin hancur.

Adrian mungkin benar-benar marah. Selama ini, dia selalu menuruti semua keinginan Eleanor. Namun, dia tidak bisa mengalah dalam hal perjodohan. Dia bahkan memblokir kartu Eleanor untuk memaksanya pulang.

Bagi Eleanor, masalah perjodohan adalah pemicu terakhir. Segala beban yang sudah dia pikul akhirnya tidak bisa ditahan lagi. Alasan utamanya meninggalkan rumah adalah Adrian menikah lagi. Ayahnya mengkhianati ibunya.

Eleanor bahkan berpikir bahwa Adrian langsung menjodohkannya begitu lulus karena ingin mengusirnya dari rumah. Orang-orang mengatakan putri yang sudah menikah bukan menjadi tanggung jawab orang tua lagi. Keluarga Izara sudah tidak bisa menerima Eleanor lagi.

Itu sebabnya, Eleanor pergi dengan penuh amarah. Sampai sekarang, dia sudah pergi selama tiga tahun.

Eleanor selalu membawa boneka porselen ini ke mana-mana. Ini adalah sandaran jiwanya, hadiah terakhir yang ditinggalkan ibunya, dan benda paling berharga baginya. Namun, sekarang sudah pecah. Hati Eleanor juga ikut hancur berkeping-keping.

....

Setelah puas menangis, Eleanor mulai memikirkan cara untuk memperbaikinya. Jika bisa menemukan ahli restorasi top, mungkin masih ada harapan.

Eleanor mengambil foto pecahan, lalu mengunggahnya ke media sosial. Dia menuliskan keterangan.

[ Aku mencari ahli restorasi top. ]

Eleanor memiliki koneksi yang sangat luas di Kota Ordo. Beberapa kerabatnya adalah tokoh besar yang hebat. Sahabat dan teman-temannya juga anak orang kaya. Seharusnya tidak sulit untuk menemukan ahli restorasi.

Setelah diunggah beberapa menit, Eleanor menerima panggilan dari Dominic. Eleanor awalnya mengira Dominic mau merekomendasikan ahli restorasi. Jadi, dia segera menjawab panggilannya.

Dominic bertanya dengan suara panik dan cemas, "Elea, kamu terluka?"

Eleanor tertegun sejenak, lalu segera menyadari bahwa noda darah di pecahan porselen belum sempat dibersihkan.

"Aku nggak terluka. Itu bukan darahku," jawab Eleanor.

Dominic bertanya lagi, "Apa yang terjadi? Kenapa boneka porselen pemberian ibumu bisa pecah?"

Eleanor terdiam. Dia tidak tahu harus menceritakan dari mana. Yang lebih mengejutkannya, Dominic langsung tahu bahwa itu adalah boneka porselen pemberian Devina hanya dengan melihat pecahannya.

Sesaat kemudian, suara Dominic terdengar tegas. Katanya, "Aku ke bandara sekarang. Tunggu aku. Aku segera ke Kota Alman untuk menemuimu."

Related chapters

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 15

    Setelah panggilan berakhir, Eleanor memikirkan dengan detail kejadian malam ini.Mengapa Miranda menyelinap masuk ke kamarnya saat Eleanor sedang mandi? Pasti bukan hanya sekadar jalan-jalan seperti yang Miranda katakan. Miranda pasti punya niat tersembunyi.Eleanor berkeliling di dalam kamar. Dia memperhatikan tata letak barang-barang di kamarnya dengan teliti. Selain boneka porselen yang pecah, semuanya tampak seperti sebelumnya. Tidak ada yang berubah.Tiba-tiba, pandangan Eleanor tertuju pada segelas susu yang terletak di meja samping tempat tidur.Eleanor memiliki kebiasaan minum segelas susu sebelum tidur. Sebelum mandi, dia sudah minta Jenar memanaskan susu. Dia berencana untuk meminumnya sesudah mandi. Sementara itu, boneka porselen juga diletakkan di meja samping tempat tidur sebelum pecah.Miranda sudah memecahkan boneka porselen. Itu berarti saat masuk ke kamarnya, Miranda mendekati meja samping tempat tidur. Susu ini kemungkinan besar juga sudah dicampuri sesuatu.....Domi

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 16

    Mungkin karena Dominic menyadari bahwa Eleanor merasa agak canggung di tempat ini, dia pun berkata, "Coba periksa dulu. Kalau ada yang kurang, beri tahu aku. Aku mau naik ke atas untuk mandi.""Tunggu sebentar," ucap Eleanor.Dominic menghentikan langkahnya, lalu menoleh sambil bertanya, "Ada apa?"Eleanor membuka ranselnya, mengeluarkan sebotol susu, lalu menyerahkannya kepada pria itu. Dia memberi tahu, "Kak Dominic, tolong bantu aku menghubungi lembaga pemeriksaan. Mungkin ada sesuatu yang nggak beres dengan susu ini."Tatapan Dominic langsung menajam. Segera setelah itu, dia bertanya, "Maksudmu, ada orang yang ingin mencelakaimu?"Eleanor membalas sambil mengangguk dengan serius, "Sepertinya begitu. Aku juga belum yakin, tapi sebaiknya tetap berhati-hati.""Oke, serahkan saja padaku." Dominic mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan."Datanglah ke sini, ada sesuatu yang harus kamu lakukan," ucap Dominic sambil berjalan menjauh, hingga akhirnya sosoknya menghilang di ujung tan

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 17

    Setelah sarapan, Dominic dan Eleanor turun ke tempat parkir bawah tanah. Kemudian, Eleanor berjalan ke arah mobil Bentley biru itu.Tiba-tiba, pria itu bertanya, "Gimana rasanya mengendarai mobil ini?"Eleanor mengatupkan bibirnya sejenak, lalu menyelipkan sehelai rambut di belakang telinganya sebelum membalas, "Aku sudah mencobanya tadi malam. Bagus kok. Makasih, Kak Dominic.""Kalau begitu, aku pergi dulu?" Eleanor mengangkat kunci mobil di tangannya. Seolah teringat sesuatu, dia menambahkan, "Oh ya, Kak. Aku juga punya hadiah untukmu. Seharusnya sudah kuberikan semalam saat kita bertemu, tapi aku lupa.""Hmm? Hadiah apa?" tanya Dominic.Eleanor memberi tahu, "Ada di koper di hotel. Nanti setelah kembali, aku akan ambilkan untukmu."Dominic membuka pintu di sisi pengemudi, lalu berucap, "Aku ikut denganmu. Biar aku yang menyetir saja.""Hah?" Eleanor terkejut sejenak, tetapi segera bereaksi. Dia membalas, "Oke, kita pergi bareng-bareng. Tapi biar aku saja yang menyetir, kamu istiraha

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 18

    Dominic duduk di kursi pengamat. Dia menatap wanita yang tengah berdiri di ruang sidang dengan penuh semangat. Dalam hatinya, rasa bangga muncul begitu saja.Sementara itu di mata Dominic, kekaguman dan kasih sayang meluap tanpa bisa dikendalikannya. Eleanor benar-benar luar biasa. Setelah sidang berakhir, dia menyerahkan sebotol air mineral padanya sambil berucap, "Minumlah sedikit.""Makasih." Eleanor menerimanya dan meneguk dua kali. Kemudian, dia berujar, "Putusan akan diumumkan di lain waktu, tapi kemungkinan besar kami akan menang."Dominic masih sangat kagum. Dia memuji, "Elea, saat tadi kamu berdebat di ruang sidang, matamu bersinar terang dan penuh keyakinan. Aku sampai nggak sadar dan terpikat padamu."Mendengar itu, Eleanor tersipu malu dan tertawa pelan. Dia bertanya, "Benarkah? Aku juga merasa saat sidang, aku seperti berubah menjadi orang yang berbeda."Dominic memujinya dengan tulus, "Kamu luar biasa. Suatu hari nanti, kamu pasti akan menjadi pengacara top yang dikenal d

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 19

    Setelah selesai mengambil foto, Dominic menyerahkan ponsel kepada Eleanor. Tatapannya tetap tenang, sementara suaranya datar dan tanpa emosi berlebih ketika berucap, "Sepertinya ada pesan dari temanmu.""Hmm? Biar aku lihat," balas Eleanor.Begitu Eleanor membuka pesan itu, seketika wajahnya sedikit menegang. Dia tahu ponselnya menampilkan isi pesan dalam notifikasi pop-up, jadi Dominic pasti sudah melihatnya.Berhubung merasa sedikit bersalah, Eleanor menoleh ke arahnya dan menjelaskan, "Dia mantan pacarku. Kami sudah putus.""Ya." Ekspresi Dominic tetap datar. Tak terlihat emosi apa pun di matanya."Aku sudah memblokirnya di WhatsApp, tapi malah lupa memblokir nomor teleponnya," jelas Eleanor yang merasa gugup tanpa alasan yang jelas. Entah kenapa, dia merasa bersalah.Bukankah wajar jika di usia 25 tahun Eleanor memiliki seorang mantan pacar? Lagi pula, dia mulai menjalin hubungan dengan Rowan sebelum menerima perjodohan dengan Dominic. Dia tidak pernah melakukan kesalahan apa pun t

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 20

    Tanpa Gina, mungkin Eleanor tidak akan mampu melewati masa-masa sulit itu. Di hatinya, Gina sudah seperti keluarganya sendiri.Selama tiga tahun ini, Eleanor memang tidak pernah menghubungi Adrian. Hanya saja setiap hari raya dan perayaan, dia selalu menelepon Gina untuk menanyakan kabarnya.Berhubung teringat sesuatu, Eleanor mengeluarkan sebuah kotak hadiah dan menyerahkannya kepada Gina. Dia memberi tahu, "Ini sarang burung walet, oleh-oleh khas paling terkenal dari Kota Alman. Bibi rebuslah untuk dimakan."Saat menerimanya, Gina menimpali sambil tersenyum, "Malam ini, aku akan buatkan untuk Nona."Eleanor menggeleng pelan, lalu menjelaskan, "Bukan untukku. Ini khusus untuk Bibi. Aku sudah sering makan, jadi bawakan untukmu agar bisa mencicipinya."Gina buru-buru melambaikan tangan sambil menolak, "Aduh, ini nggak pantas."Namun, Eleanor langsung menyelipkan kotak itu ke dalam pelukan Gina. Dia menegaskan, "Ambillah. Bibi sudah banyak mengkhawatirkanku selama ini. Anggap saja ini se

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 21

    Makan malam itu berlangsung dengan suasana yang canggung dan tidak menyenangkan bagi semua orang di meja.Eleanor tidak punya banyak hal untuk dibicarakan dengan mereka. Begitu selesai makan, dia langsung naik ke atas dan kembali ke kamarnya.Begitu masuk, pandangannya tertuju pada kotak hadiah di atas meja. Baru saat itulah Eleanor teringat bahwa dia belum sempat memberikan jam tangan untuk Dominic. Dia segera menelepon pria itu.Eleanor berucap, "Halo, Kak Dominic. Aku pernah bilang akan menyiapkan hadiah untukmu, 'kan? Sekarang, aku ingin mengantarnya. Apa kamu ada di rumah?""Ya, aku di sini," balas Dominic.Eleanor memberi tahu, "Oke, tunggu sebentar. Aku akan segera ke sana."....Di vila Kompleks Helia.Saat Rowan dan Miranda baru saja masuk ke rumah, Jenar melirik ke arah belakang mereka dan bertanya, "Tuan, Nona Eleanor nggak pulang bareng kamu?"Rowan balas bertanya sambil mengernyit, "Dia nggak ada di rumah?"Jenar terlihat bingung. Dia menimpali, "Bukankah Nona Eleanor kelu

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 22

    Miranda bertanya dengan penuh semangat, "Benarkah? Aku mau pergi ke Provinsi Nabo dulu. Musim ini, pemandangan di Kansa sangat indah."Kansa? Ekspresi Rowan sedikit berubah. Kenapa tempat ini terdengar begitu familier?Rowan segera mengingatnya. Eleanor ternyata pernah menyebutkan hal ini sebelumnya. Dia bilang, ingin pergi ke Kansa saat liburan Hari Nasional.Namun, bagaimana Rowan menanggapinya saat itu? Dia beralasan bahwa saat liburan, Kansa pasti akan sangat ramai. Apa yang menyenangkan dari itu?Sekarang juga sama-sama liburan Hari Nasional. Secara refleks, Rowan ingin menolak ajakan Miranda. Hanya saja begitu teringat Eleanor, dia tiba-tiba berubah pikiran. Pria itu malah membalas, "Baiklah, ayo pergi ke Provinsi Nabo."Setelah menemani Miranda menonton TV sebentar, rasa gelisah di hati Rowan masih belum juga mereda.Rowan pun memberi tahu, "Kamu baru saja keluar dari rumah sakit. Istirahatlah di rumah dengan baik. Aku ada urusan dan harus pergi sebentar."Miranda sangat mengert

Latest chapter

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 50

    Mengingat bagaimana dulu dia mengabaikan Eleanor demi Miranda dan mengucapkan banyak kata-kata menyakitkan, Rowan kembali merasakan sakit di hatinya.Tiba-tiba, dia teringat bahwa Eleanor dulu sangat ingin menikah dengannya. Namun, dia pernah mengatakan banyak hal yang menyakitkan, bahkan berkata bahwa dia tidak mungkin menikahinya.Namun, bagaimana jika dia bersedia menikahi Eleanor? Apakah Eleanor akan kembali padanya?Memikirkan hal itu, mata Rowan kembali berbinar. Jika Eleanor menikah dengannya dan menjadi Nyonya Keluarga Naval, dia pasti akan menerima ajakannya untuk kembali bersama!....Keesokan paginya, Eleanor pergi ke kantor jaminan sosial bersama kliennya untuk mengurus klaim kecelakaan kerja. Menjelang siang, dia naik taksi kembali ke firma hukum.Saat taksi mendekati jalan tempat firma hukum berada, sopirnya bergumam, "Ada apa di depan sana? Kenapa ramai sekali?"Kemudian, dia menoleh ke arah Eleanor. "Bu, jalan di depan macet, sebaiknya turun di sini saja. Nggak jauh kok

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 49

    Beberapa tahun lalu, Dominic pernah berkelahi dan dihukum oleh kakeknya dengan aturan keluarga. Untungnya, saat itu mereka tidak tahu alasan dia berkelahi.Kali ini pun, dia tidak boleh membiarkan keluarganya tahu bahwa dia berkelahi demi Eleanor. Jika tidak, pertunangan mereka bisa ditunda atau bahkan dibatalkan.Haris menyeka keringat dingin di dahinya, punggungnya terasa dingin. Dia lalu mengangguk cepat. "Baik, baik.""Urus administrasi," perintah Dominic dengan suara datar."Baik, Pak."Tempat tidur Rowan tidak jauh dari sana, jadi dia bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas. "Hah." Dia mengangkat alis dan tersenyum sinis. "Sudah sebesar ini, masih takut ketahuan keluarga kalau berkelahi? Dasar bayi besar!"Dominic hanya tertawa dan meliriknya dengan tatapan penuh provokasi. "Keluargaku nggak perlu tahu, cukup tunanganku saja yang tahu."Kata tunangan terlalu tajam, seperti belati paling tajam yang menusuk tepat ke jantung Rowan. Dalam sekejap, Rowan kehilangan seluruh tenag

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 48

    Begitu kedua pria itu dipisahkan, Eleanor segera berlari ke arah Dominic. Matanya penuh kepedihan. Air mata menggenang di pelupuknya, suaranya bergetar seperti hendak menangis. "Kak, kamu terluka! Kita harus ke rumah sakit sekarang!"Melihat Eleanor, semua keganasan di mata Dominic langsung lenyap, berganti dengan kelembutan. "Aku baik-baik saja."Tidak jauh dari sana, Rowan yang ditahan oleh polisi melihat pemandangan itu dan merasa hatinya hancur berkeping-keping.Dengan wajahnya yang tersirat kesakitan mendalam, dia terlihat seperti anjing yang ditelantarkan oleh pemiliknya. Dia bertanya, "Eleanor, siapa dia?"Begitu mendengar pertanyaan itu, kilatan amarah muncul di mata Eleanor. Dia sontak menoleh dan menatap langsung ke arah Rowan.Kebencian dalam tatapannya begitu jelas, menusuk tepat ke hati Rowan, membuatnya terasa seperti tertusuk belati. Detik berikutnya, Rowan mendengar suara dingin yang menusuk tulang."Rowan, aku nggak ingin melihatmu lagi. Tolong lenyap dari hidupku untu

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 47

    Dominic bahkan tidak melirik Rowan. Tanpa sepatah kata pun, dia langsung mengayunkan tinjunya ke wajah Rowan. Pukulan itu penuh dengan amarah, dia mengerahkan seluruh kekuatannya.Rowan mengerang kesakitan, refleks melepaskan Eleanor dan menutupi bagian yang dipukul. "Sialan! Cari mati ya!"Dominic menarik Eleanor ke belakangnya, melindunginya dengan tubuhnya. Tatapan dinginnya yang penuh niat membunuh tertuju pada Rowan. Dia menggertakkan giginya. "Jauhi dia!"Rowan yang sudah dipukul pun semakin marah saat melihat pria ini melindungi Eleanor. Dadanya sesak dipenuhi amarah. Dia mendorong Dominic dengan kasar. "Berengsek! Dia wanitaku, jangan sentuh dia!"Dominic menyerahkan termos makanan ke tangan Eleanor. "Tunggu di sana."Begitu Eleanor menerima termos itu, Dominic langsung berbalik dan menendang Rowan dengan keras.Rowan terjungkal ke tanah. Dia bangkit dengan wajah penuh amarah. Sebagai pewaris Keluarga Naval, dia selalu dipuja dan dihormati. Dia tidak pernah diperlakukan sehina

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 46

    Eleanor langsung menghentikan langkah kakinya. Dia menoleh ke arah sumber suara dan melihat Rowan berdiri di bawah pohon, menatapnya dalam diam. Tatapannya gelap dan berbahaya."Nanti kita bicara lagi, aku tutup dulu." Eleanor langsung mengakhiri panggilan dan berjalan ke arah Rowan.Dia berhenti satu meter di depannya. Ekspresinya penuh kekesalan. "Gimana kamu bisa menemukan tempat ini?""Hah." Rowan menyipitkan matanya sedikit, auranya penuh ancaman. "Kamu menghindar dariku?"Eleanor mengernyit. "Kenapa aku harus menghindarimu? Bukannya aku sudah bilang aku akan balik ke kampung halaman?"Rowan melangkah lebih dekat. Eleanor refleks mundur. Gerakan itu membuat kekesalan di tatapan Rowan semakin dalam."Kamu bilang cuma sebentar, tapi kamu nggak bilang nggak akan kembali ke Kota Alman." Rowan mencondongkan tubuhnya ke depan. Tatapannya dipenuhi emosi yang berkecamuk. "Kamu mau merajuk sampai kapan?"Eleanor berdecak kesal sambil menatap mata Rowan dengan tenang. "Aku nggak merajuk. Ro

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 45

    Keesokan hari saat bekerja, Vivian memberikan dua kasus kepada Eleanor. Dia secara langsung menyerahkan berkas kasus dan berbicara dengan cepat, "Klien ingin mengajukan banding. Pengacara sebelumnya sudah mengundurkan diri, jadi sekarang dialihkan ke kamu.""Batas waktu banding sudah dekat, sebaiknya kamu segera menyiapkan dokumen banding hari ini dan merapikan semua berkas untuk diajukan ke pengadilan.""Lalu, ada kasus kecelakaan kerja ini. Kamu perlu membawa klien melakukan verifikasi kecelakaan dan penilaian kemampuan kerja. Kamu bisa membuat janji dengannya hari ini atau besok. Besok sudah hari Jumat, sebaiknya jangan ditunda sampai minggu depan."Eleanor menerima berkas kasus dan mengangguk berkali-kali. "Baik, baik."Dia baru mulai bekerja, tetapi sudah langsung menangani kasus. Memang pantas jika firma hukum ini menjadi yang terbaik di Kota Ordo.Sibuk sedikit bukan masalah, semakin banyak kasus berarti semakin banyak komisi dan pengalaman yang bisa didapat.Eleanor lantas meng

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 44

    Sekarang Adrian sudah mengaktifkan kembali kartu banknya, jadi nominal sebanyak ini bukan masalah bagi Eleanor. Anggap saja ini sebagai biaya untuk menjaga hubungan sosial.Saat makan malam berlangsung, Eleanor bangkit untuk pergi ke toilet. Erica kembali melontarkan sindiran, "Bu Eleanor, mau ke mana? Jangan-jangan mau kabur karena nggak sanggup bayar ya? Hahaha."Dengan ekspresi datar, Eleanor menjawab, "Aku mau ke toilet. Kenapa? Kamu nggak percaya padaku? Mau ikut juga?""Mana mungkin? Aku cuma bercanda kok. Kalau kamu terlalu serius, berarti salahmu sendiri," balas Erica dengan santai.Eleanor tidak lagi menggubrisnya dan langsung keluar dari ruangan. Saat berjalan ke toilet dan melewati area dekat lift, dia tanpa sengaja menoleh dan bertemu dengan sepasang mata yang familier.Dominic tampak terkejut. "Elea? Kok kamu ada di sini?"Di sekelilingnya, ada beberapa pria berpakaian formal dengan tampilan berkelas.Ruangan tempat Eleanor makan bersama rekan-rekannya berada di lantai sat

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 43

    Di Restoran Nuansa, restoran mewah di sekitar Firma Hukum Victory. Selain ruang VIP eksklusif, hampir semua ruang privat dipesan oleh firma hukum.Di dalam ruang makan tempat Eleanor duduk ...."Bu Eleanor, wah, kamu royal sekali ya! Langsung pilih Restoran Nuansa!" Seorang pengacara wanita muda tersenyum. "Terakhir kali aku makan di sini itu pas acara tahunan firma, waktu bos besar yang traktir."Vivian ikut bercanda, "Bu Eleanor masih muda, tapi sudah sukses. Sepertinya selama ini dapat banyak klien besar ya? Di kantor kita, kalau semua departemen digabung, ada lebih dari 100 orang. Sepertinya malam ini kamu bakal keluar banyak uang nih."Torro terkekeh-kekeh dan berkata, "Kamu ini keren juga ya."Seorang wanita muda lainnya bertanya dengan nada sarkastis, "Bu Eleanor, kamu yakin bisa nih? Di sini, rata-rata per orang bisa habis 400 sampai 600 ribu. Ditambah minuman dan alkohol, makan malam ini bisa-bisa menghabiskan gaji tiga bulanmu. Gimana kalau cari tempat lain saja? Jangan memak

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 42

    Eleanor berpikir, jika dirinya bekerja di Firma Hukum Victory nanti, dia akan pindah ke apartemen supaya perjalanan ke kantor lebih mudah. Tinggal sendiri juga lebih nyaman. Yang paling penting, dia tidak perlu berhadapan dengan Adrian dan Karmela. Hidupnya akan lebih tenang.Di Firma Hukum Victory, yang mewawancarainya adalah HRD serta Vivian. Eleanor adalah lulusan universitas ternama dan memiliki pengalaman kerja 3 tahun. Semua pertanyaan profesional yang diajukan oleh Vivian dapat dijawab dengan lancar.Terlihat jelas bahwa Vivian sangat puas dengannya. Untuk gaji dan tunjangan, mereka langsung menyetujui ekspektasi Eleanor. Gaji pokok 30 juta ditambah komisi dari biaya hukum.Setelah wawancara selesai, Vivian tersenyum dan berkata, "Bu Eleanor, sampai jumpa besok."Eleanor membalas dengan senyuman sopan, "Sampai jumpa besok."Wawancara ini jauh lebih mudah dari yang dibayangkan. Awalnya, dia mengira firma hukum akan menekan tawaran gajinya. Tak disangka, semuanya berjalan begitu l

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status