Share

Bab 14

Penulis: Hilya
Pada hari Devina keluar dari rumah sakit, salju berhenti dan matahari bersinar cerah. Pepohonan di pinggir jalan berkilauan seperti kristal. Langit biru juga tampak jernih.

Adrian mengemudi sendiri untuk menjemput Devina dari rumah sakit. Sepanjang perjalanan, sepasang suami istri ini tidak berbicara. Suasananya begitu menekan dan suram.

Eleanor kecil duduk di kursi belakang. Dia mengembuskan napas ke jendela mobil, lalu menggambar dengan jarinya. Hatinya dipenuhi kegembiraan karena ibunya akhirnya keluar dari rumah sakit.

Eleanor kecil menggambar tiga orang di jendela mobil. Sudut matanya melengkung dengan gembira.

Begitu melihat gambar di jendela mobil, hati Devina sangat pedih. Kedua matanya seketika memerah. Dia menoleh untuk menyeka air matanya diam-diam. Setelah perasaannya tenang, dia tersenyum sembari bertanya, "Beberapa hari lagi, Elea akan berulang tahun. Elea mau hadiah apa?"

Eleanor kecil masih menggambar di jendela mobil. Dia menjawab ibunya dengan ceria. Katanya, "Ibu, aku mau Cinnamoroll."

Devina bertanya lagi dengan lembut, "Cinnamoroll? Apa itu ... seekor anjing peliharaan? Ibu nggak pernah mendengar jenis anjing itu."

Eleanor kecil menggeleng seraya menjelaskan, "Bukan. Itu anjing yang ada di kartun. Aku mau Cinnamoroll dari porselen. Novita bilang, di Jalan Harmoni ada sebuah toko kerajinan tangan. Kita bisa beli sebuah porselen anjing yang nggak berwarna, lalu mewarnainya sendiri."

Eleanor kecil menoleh menatap ibunya sambil melanjutkan, "Minggu lalu, Novita dan Kak Marcel mewarnai dua boneka porselen yang sangat imut di sana."

Devina menunduk sembari tersenyum tipis, lalu bertutur, "Oke. Kalau Elea mau ke sana, Ibu akan temani."

Pada hari ulang tahun ke-12 Eleanor, salju turun dengan lebat. Eleanor dan ibunya memasuki toko kerajinan tangan sambil bergandengan tangan. Lantaran sebelumnya sudah memesan Cinnamoroll porselen yang tidak berwarna, mereka tidak perlu menunggu begitu tiba.

Setelah pemilik toko mengeluarkan Cinnamoroll yang sudah disiapkan, Eleanor dan ibunya mulai mewarnainya. Itu adalah pertama kalinya mereka membuat kerajinan tangan bersama.

Eleanor sangat puas dengan hasil akhirnya. Cinnamoroll miliknya terlihat persis dengan yang ada di gambar, bahkan lebih imut.

Sesudah itu, Devina dan Eleanor keluar dari toko. Mereka pergi ke toko kue di sekitar sana.

Devina membawa kue dengan tangan kiri dan menggandeng Eleanor dengan tangan kanan. Mereka berjalan beberapa saat di tengah lebatnya salju, lalu tiba-tiba berhenti. Devina menoleh menatap Eleanor kecil dengan lembut dan penuh kasih.

"Elea, Ibu sangat menyayangimu," tutur Devina dengan suara pelan. Tak lama kemudian, kata-katanya menghilang bersama embusan angin.

Hidung Eleanor kecil kedinginan sampai merah. Sebelumnya, Devina sering mengatakan sangat menyayanginya, jadi Eleanor tidak merasakan ada yang aneh. Dia membalas dengan ceria, "Ibu, Elea juga sangat menyayangi Ibu."

Hidung Devina seketika terasa perih. Dia tak kuasa membendung air matanya. Putrinya masih begitu kecil dan baru berusia 12 tahun. Jika kelak dia tidak bisa menemani Eleanor lagi, Eleanor harus bagaimana?

Lantaran takut Eleanor melihat air matanya, Devina segera menoleh dan terus berjalan ke depan.

Devina menggandeng Eleanor berjalan melewati keramaian di Jalan Harmoni hingga tiba di tempat parkir terbuka. Mobil Adrian terparkir di sana.

Dari kejauhan, Eleanor kecil melihat ayahnya sedang berdiri di tengah badai salju sambil merokok. Wajahnya tampak sedih dan kesepian.

Eleanor sangat jarang melihat ekspresi ayahnya seperti itu. Ketika sedang bertanya-tanya, Adrian menengadah dan melihat mereka berdua. Kesedihan di wajahnya sirna dalam sekejap, lalu tampak seperti biasa.

Eleanor masih mengira ekspresi barusan hanya ilusinya.

Adrian mematikan rokoknya, lalu bertutur dengan suara serak, "Kalian sudah kembali, ya?"

Devina mengiakan dengan pelan.

Malam itu, Adrian yang memasak. Mereka bertiga duduk mengelilingi meja makan dengan penuh kehangatan. Eleanor kecil memakai mahkota. Dia membuat permohonan sebelum meniup lilin.

Insiden itu terjadi saat mereka sedang makan kue. Ketika Devina menyuapkan kue ke mulutnya, dia tiba-tiba memuntahkan banyak darah.

Eleanor sangat terkejut. Kue di tangannya terjatuh ke lantai dan mengotori sepatu barunya.

Adrian menggendong Devina dengan panik. Dia berkata dengan suara tercekat, "Devina, jangan membuatku takut. Aku segera bawa kamu ke rumah sakit."

Pembantu menghubungi ambulans dengan panik. Sementara itu, Eleanor berdiri diam dengan tatapan kosong. Pikirannya melayang.

Mengapa bisa seperti ini? Jelas-jelas tadi baik-baik saja. Mengapa ibunya bisa tiba-tiba memuntahkan darah? Bukankah dokter bilang sudah boleh keluar dari rumah sakit? Bukankah ibunya sudah sembuh?

Ambulans segera tiba. Petugas medis mengangkat Devina ke dalam mobil.

Sebelum pergi, Eleanor melihat Devina menatapnya dengan berlinang air mata. Devina berusaha membuka mulut seperti ingin mengatakan sesuatu padanya.

Devina sudah kesakitan sampai tidak bisa bersuara. Bibirnya bergerak pelan, tetapi Eleanor bisa mengerti gerak bibir itu. Ibunya sedang mengatakan "maaf".

Seketika, air mata memenuhi wajah Eleanor. Dia berlari keluar seperti orang gila dan menerjang badai salju. Dia berteriak, "Ibu! Ibu, jangan pergi ...."

Ambulans mengejar waktu. Mereka tidak bisa menunggu Eleanor dan segera melaju.

Eleanor berlari cukup jauh untuk mengejar ambulans. Setelah ambulans yang membawa ibunya menghilang dari pandangan, dia baru berhenti.

Devina meninggal dunia pada malam itu. Adrian berjaga di sisinya sepanjang malam dan menangis tanpa henti. Eleanor tidak mengetahui hal ini.

Eleanor bukan hanya gagal mengejar ambulans, tetapi juga terjatuh di salju. Lantaran khawatir, pembantu mengejar Eleanor keluar dan menggendongnya kembali ke rumah.

Malam itu, Eleanor demam tinggi. Dia terus memanggil ibunya di dalam mimpi dan menangis sepanjang malam. Ketika terbangun keesokan harinya, dia malah mendengar kabar ibunya telah meninggal.

Eleanor tidak berani melihat ibunya untuk terakhir kali di rumah sakit. Dia takut melihat jenazah yang sudah tidak memiliki kehangatan.

Kala itu, Eleanor masih membohongi diri sendiri. Dia berpikir asalkan tidak melihat jenazah ibunya, berarti ibunya masih hidup. Ibunya hanya bepergian ke tempat yang jauh untuk sementara waktu.

Di dalam hati Eleanor, wanita yang lembut, suka tersenyum, dan hangat seperti cahaya matahari itu akan selalu hidup.

Setelah Devina pergi, Eleanor terus memeluk boneka porselen itu siang dan malam, tidak mau makan dan minum, dan tidur saat mengantuk. Ketika bangun, dia akan menangis tanpa bersuara.

Adrian seakan-akan bertambah tua 10 tahun dalam satu malam. Tidak ada cahaya lagi di matanya. Rambutnya juga bertambah putih. Dia sudah kehilangan tenaga untuk mengurus putrinya.

Kemudian, Adrian bahkan didiagnosis mengalami depresi.

Eleanor pernah berpikir bahwa Adrian tidak akan menikah lagi seumur hidup ini. Lagi pula, Adrian begitu mencintai Devina. Bagaimana mungkin hatinya masih ada ruang untuk wanita lain?

Namun, dua tahun kemudian, Adrian malah menikahi sahabat Devina.

Saat itu, Eleanor membuat keributan besar. Dia langsung pindah ke asrama sekolah. Bahkan saat liburan musim panas dan musim dingin, dia hanya pulang untuk mengurung diri di dalam kamar, tidak bicara dengan mereka.

Dua tahun terakhir masa kuliah, hubungan Eleanor dan Adrian akhirnya sedikit membaik. Begitu lulus, Adrian malah langsung menjodohkannya dengan putra Keluarga Orlando. Hal ini membuat hubungan ayah dan anak yang sudah rapuh makin hancur.

Adrian mungkin benar-benar marah. Selama ini, dia selalu menuruti semua keinginan Eleanor. Namun, dia tidak bisa mengalah dalam hal perjodohan. Dia bahkan memblokir kartu Eleanor untuk memaksanya pulang.

Bagi Eleanor, masalah perjodohan adalah pemicu terakhir. Segala beban yang sudah dia pikul akhirnya tidak bisa ditahan lagi. Alasan utamanya meninggalkan rumah adalah Adrian menikah lagi. Ayahnya mengkhianati ibunya.

Eleanor bahkan berpikir bahwa Adrian langsung menjodohkannya begitu lulus karena ingin mengusirnya dari rumah. Orang-orang mengatakan putri yang sudah menikah bukan menjadi tanggung jawab orang tua lagi. Keluarga Izara sudah tidak bisa menerima Eleanor lagi.

Itu sebabnya, Eleanor pergi dengan penuh amarah. Sampai sekarang, dia sudah pergi selama tiga tahun.

Eleanor selalu membawa boneka porselen ini ke mana-mana. Ini adalah sandaran jiwanya, hadiah terakhir yang ditinggalkan ibunya, dan benda paling berharga baginya. Namun, sekarang sudah pecah. Hati Eleanor juga ikut hancur berkeping-keping.

....

Setelah puas menangis, Eleanor mulai memikirkan cara untuk memperbaikinya. Jika bisa menemukan ahli restorasi top, mungkin masih ada harapan.

Eleanor mengambil foto pecahan, lalu mengunggahnya ke media sosial. Dia menuliskan keterangan.

[ Aku mencari ahli restorasi top. ]

Eleanor memiliki koneksi yang sangat luas di Kota Ordo. Beberapa kerabatnya adalah tokoh besar yang hebat. Sahabat dan teman-temannya juga anak orang kaya. Seharusnya tidak sulit untuk menemukan ahli restorasi.

Setelah diunggah beberapa menit, Eleanor menerima panggilan dari Dominic. Eleanor awalnya mengira Dominic mau merekomendasikan ahli restorasi. Jadi, dia segera menjawab panggilannya.

Dominic bertanya dengan suara panik dan cemas, "Elea, kamu terluka?"

Eleanor tertegun sejenak, lalu segera menyadari bahwa noda darah di pecahan porselen belum sempat dibersihkan.

"Aku nggak terluka. Itu bukan darahku," jawab Eleanor.

Dominic bertanya lagi, "Apa yang terjadi? Kenapa boneka porselen pemberian ibumu bisa pecah?"

Eleanor terdiam. Dia tidak tahu harus menceritakan dari mana. Yang lebih mengejutkannya, Dominic langsung tahu bahwa itu adalah boneka porselen pemberian Devina hanya dengan melihat pecahannya.

Sesaat kemudian, suara Dominic terdengar tegas. Katanya, "Aku ke bandara sekarang. Tunggu aku. Aku segera ke Kota Alman untuk menemuimu."
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 15

    Setelah panggilan berakhir, Eleanor memikirkan dengan detail kejadian malam ini.Mengapa Miranda menyelinap masuk ke kamarnya saat Eleanor sedang mandi? Pasti bukan hanya sekadar jalan-jalan seperti yang Miranda katakan. Miranda pasti punya niat tersembunyi.Eleanor berkeliling di dalam kamar. Dia memperhatikan tata letak barang-barang di kamarnya dengan teliti. Selain boneka porselen yang pecah, semuanya tampak seperti sebelumnya. Tidak ada yang berubah.Tiba-tiba, pandangan Eleanor tertuju pada segelas susu yang terletak di meja samping tempat tidur.Eleanor memiliki kebiasaan minum segelas susu sebelum tidur. Sebelum mandi, dia sudah minta Jenar memanaskan susu. Dia berencana untuk meminumnya sesudah mandi. Sementara itu, boneka porselen juga diletakkan di meja samping tempat tidur sebelum pecah.Miranda sudah memecahkan boneka porselen. Itu berarti saat masuk ke kamarnya, Miranda mendekati meja samping tempat tidur. Susu ini kemungkinan besar juga sudah dicampuri sesuatu.....Domi

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 16

    Mungkin karena Dominic menyadari bahwa Eleanor merasa agak canggung di tempat ini, dia pun berkata, "Coba periksa dulu. Kalau ada yang kurang, beri tahu aku. Aku mau naik ke atas untuk mandi.""Tunggu sebentar," ucap Eleanor.Dominic menghentikan langkahnya, lalu menoleh sambil bertanya, "Ada apa?"Eleanor membuka ranselnya, mengeluarkan sebotol susu, lalu menyerahkannya kepada pria itu. Dia memberi tahu, "Kak Dominic, tolong bantu aku menghubungi lembaga pemeriksaan. Mungkin ada sesuatu yang nggak beres dengan susu ini."Tatapan Dominic langsung menajam. Segera setelah itu, dia bertanya, "Maksudmu, ada orang yang ingin mencelakaimu?"Eleanor membalas sambil mengangguk dengan serius, "Sepertinya begitu. Aku juga belum yakin, tapi sebaiknya tetap berhati-hati.""Oke, serahkan saja padaku." Dominic mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan."Datanglah ke sini, ada sesuatu yang harus kamu lakukan," ucap Dominic sambil berjalan menjauh, hingga akhirnya sosoknya menghilang di ujung tan

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 17

    Setelah sarapan, Dominic dan Eleanor turun ke tempat parkir bawah tanah. Kemudian, Eleanor berjalan ke arah mobil Bentley biru itu.Tiba-tiba, pria itu bertanya, "Gimana rasanya mengendarai mobil ini?"Eleanor mengatupkan bibirnya sejenak, lalu menyelipkan sehelai rambut di belakang telinganya sebelum membalas, "Aku sudah mencobanya tadi malam. Bagus kok. Makasih, Kak Dominic.""Kalau begitu, aku pergi dulu?" Eleanor mengangkat kunci mobil di tangannya. Seolah teringat sesuatu, dia menambahkan, "Oh ya, Kak. Aku juga punya hadiah untukmu. Seharusnya sudah kuberikan semalam saat kita bertemu, tapi aku lupa.""Hmm? Hadiah apa?" tanya Dominic.Eleanor memberi tahu, "Ada di koper di hotel. Nanti setelah kembali, aku akan ambilkan untukmu."Dominic membuka pintu di sisi pengemudi, lalu berucap, "Aku ikut denganmu. Biar aku yang menyetir saja.""Hah?" Eleanor terkejut sejenak, tetapi segera bereaksi. Dia membalas, "Oke, kita pergi bareng-bareng. Tapi biar aku saja yang menyetir, kamu istiraha

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 18

    Dominic duduk di kursi pengamat. Dia menatap wanita yang tengah berdiri di ruang sidang dengan penuh semangat. Dalam hatinya, rasa bangga muncul begitu saja.Sementara itu di mata Dominic, kekaguman dan kasih sayang meluap tanpa bisa dikendalikannya. Eleanor benar-benar luar biasa. Setelah sidang berakhir, dia menyerahkan sebotol air mineral padanya sambil berucap, "Minumlah sedikit.""Makasih." Eleanor menerimanya dan meneguk dua kali. Kemudian, dia berujar, "Putusan akan diumumkan di lain waktu, tapi kemungkinan besar kami akan menang."Dominic masih sangat kagum. Dia memuji, "Elea, saat tadi kamu berdebat di ruang sidang, matamu bersinar terang dan penuh keyakinan. Aku sampai nggak sadar dan terpikat padamu."Mendengar itu, Eleanor tersipu malu dan tertawa pelan. Dia bertanya, "Benarkah? Aku juga merasa saat sidang, aku seperti berubah menjadi orang yang berbeda."Dominic memujinya dengan tulus, "Kamu luar biasa. Suatu hari nanti, kamu pasti akan menjadi pengacara top yang dikenal d

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 19

    Setelah selesai mengambil foto, Dominic menyerahkan ponsel kepada Eleanor. Tatapannya tetap tenang, sementara suaranya datar dan tanpa emosi berlebih ketika berucap, "Sepertinya ada pesan dari temanmu.""Hmm? Biar aku lihat," balas Eleanor.Begitu Eleanor membuka pesan itu, seketika wajahnya sedikit menegang. Dia tahu ponselnya menampilkan isi pesan dalam notifikasi pop-up, jadi Dominic pasti sudah melihatnya.Berhubung merasa sedikit bersalah, Eleanor menoleh ke arahnya dan menjelaskan, "Dia mantan pacarku. Kami sudah putus.""Ya." Ekspresi Dominic tetap datar. Tak terlihat emosi apa pun di matanya."Aku sudah memblokirnya di WhatsApp, tapi malah lupa memblokir nomor teleponnya," jelas Eleanor yang merasa gugup tanpa alasan yang jelas. Entah kenapa, dia merasa bersalah.Bukankah wajar jika di usia 25 tahun Eleanor memiliki seorang mantan pacar? Lagi pula, dia mulai menjalin hubungan dengan Rowan sebelum menerima perjodohan dengan Dominic. Dia tidak pernah melakukan kesalahan apa pun t

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 20

    Tanpa Gina, mungkin Eleanor tidak akan mampu melewati masa-masa sulit itu. Di hatinya, Gina sudah seperti keluarganya sendiri.Selama tiga tahun ini, Eleanor memang tidak pernah menghubungi Adrian. Hanya saja setiap hari raya dan perayaan, dia selalu menelepon Gina untuk menanyakan kabarnya.Berhubung teringat sesuatu, Eleanor mengeluarkan sebuah kotak hadiah dan menyerahkannya kepada Gina. Dia memberi tahu, "Ini sarang burung walet, oleh-oleh khas paling terkenal dari Kota Alman. Bibi rebuslah untuk dimakan."Saat menerimanya, Gina menimpali sambil tersenyum, "Malam ini, aku akan buatkan untuk Nona."Eleanor menggeleng pelan, lalu menjelaskan, "Bukan untukku. Ini khusus untuk Bibi. Aku sudah sering makan, jadi bawakan untukmu agar bisa mencicipinya."Gina buru-buru melambaikan tangan sambil menolak, "Aduh, ini nggak pantas."Namun, Eleanor langsung menyelipkan kotak itu ke dalam pelukan Gina. Dia menegaskan, "Ambillah. Bibi sudah banyak mengkhawatirkanku selama ini. Anggap saja ini se

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 21

    Makan malam itu berlangsung dengan suasana yang canggung dan tidak menyenangkan bagi semua orang di meja.Eleanor tidak punya banyak hal untuk dibicarakan dengan mereka. Begitu selesai makan, dia langsung naik ke atas dan kembali ke kamarnya.Begitu masuk, pandangannya tertuju pada kotak hadiah di atas meja. Baru saat itulah Eleanor teringat bahwa dia belum sempat memberikan jam tangan untuk Dominic. Dia segera menelepon pria itu.Eleanor berucap, "Halo, Kak Dominic. Aku pernah bilang akan menyiapkan hadiah untukmu, 'kan? Sekarang, aku ingin mengantarnya. Apa kamu ada di rumah?""Ya, aku di sini," balas Dominic.Eleanor memberi tahu, "Oke, tunggu sebentar. Aku akan segera ke sana."....Di vila Kompleks Helia.Saat Rowan dan Miranda baru saja masuk ke rumah, Jenar melirik ke arah belakang mereka dan bertanya, "Tuan, Nona Eleanor nggak pulang bareng kamu?"Rowan balas bertanya sambil mengernyit, "Dia nggak ada di rumah?"Jenar terlihat bingung. Dia menimpali, "Bukankah Nona Eleanor kelu

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 22

    Miranda bertanya dengan penuh semangat, "Benarkah? Aku mau pergi ke Provinsi Nabo dulu. Musim ini, pemandangan di Kansa sangat indah."Kansa? Ekspresi Rowan sedikit berubah. Kenapa tempat ini terdengar begitu familier?Rowan segera mengingatnya. Eleanor ternyata pernah menyebutkan hal ini sebelumnya. Dia bilang, ingin pergi ke Kansa saat liburan Hari Nasional.Namun, bagaimana Rowan menanggapinya saat itu? Dia beralasan bahwa saat liburan, Kansa pasti akan sangat ramai. Apa yang menyenangkan dari itu?Sekarang juga sama-sama liburan Hari Nasional. Secara refleks, Rowan ingin menolak ajakan Miranda. Hanya saja begitu teringat Eleanor, dia tiba-tiba berubah pikiran. Pria itu malah membalas, "Baiklah, ayo pergi ke Provinsi Nabo."Setelah menemani Miranda menonton TV sebentar, rasa gelisah di hati Rowan masih belum juga mereda.Rowan pun memberi tahu, "Kamu baru saja keluar dari rumah sakit. Istirahatlah di rumah dengan baik. Aku ada urusan dan harus pergi sebentar."Miranda sangat mengert

Bab terbaru

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 100

    Mereka berdua terlihat berbincang dan tertawa, tampak begitu akrab.Rowan bergumam, "Cepat sekali dia keluar dari rumah sakit. Benar-benar susah mati."Anthony menduga pria itu adalah tunangan Eleanor. Tanpa ragu, Rowan membuka pintu mobil dan berjalan menuju Eleanor.....Sudah seminggu sejak Dominic keluar dari rumah sakit. Selama seminggu ini, setiap hari dia harus makan makanan polos di bawah pengawasan Eleanor.Awalnya dia masih bisa menerimanya, tetapi setelah beberapa hari berturut-turut hanya makan makanan yang begitu-begitu saja, dia mulai bosan.Setelah membujuk dan merajuk, akhirnya hari ini Eleanor setuju untuk membawanya keluar makan sesuatu yang lebih enak.Restoran yang mereka tuju berada di pusat kota, daerah paling ramai. Itu adalah restoran tua yang terkenal di Kota Ordo, tempat mereka biasa makan sejak kecil.Karena sekarang jam makan, restoran itu penuh. Tidak ada satu kursi pun yang kosong, bahkan di depan pintu ada antrean panjang yang menunggu giliran masuk.Untu

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 99

    Akhir-akhir ini, Rowan sibuk mencari investor untuk perusahaannya. Di Kota Ordo, hampir tidak ada perusahaan yang bersedia berinvestasi di Grup Naval. Jadi, dia terpaksa mencari peluang di luar kota. Sebagian besar waktunya dihabiskan di hotel dan pesawat.Hari ini, Rowan baru saja kembali ke Kota Ordo dan Anthony sudah datang menjemputnya. Saat sore hari dalam perjalanan menuju sebuah acara makan, Anthony melirik sekilas ke arah Rowan ketika mobil berhenti di lampu merah.Rowan sedang memegang ponselnya, melihat satu per satu foto lamanya bersama Eleanor. Anthony membuka mulut seolah-olah ingin mengatakan sesuatu, tetapi ragu-ragu.Sebelum dia sempat berbicara, Rowan sudah lebih dulu menyodorkan ponselnya. Matanya penuh nostalgia. "Lihat, betapa bahagianya kami dulu."Anthony memandangnya dengan ekspresi rumit. Beberapa waktu lalu, Rowan memintanya membeli cincin dari Pransis, katanya ingin menggunakannya untuk merebut kembali Eleanor.Saat itu, Rowan mengatakan bahwa Eleanor akan seg

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 98

    Eleanor masih belum puas dan bertanya lagi, "Benar-benar nggak ada perkiraan waktu?""Kalau harus dijawab, mungkin saat kamu SMA. Saat Declan mengganggumu, aku menghajarnya dan baru sadar kalau perasaanku ke kamu memang berbeda."Eleanor merapatkan bibirnya. "Kamu menyembunyikannya dengan baik ya."Dominic mengusap kepala Eleanor yang lembut. "Aku harus menunggumu tumbuh dewasa dulu."Tatapannya tiba-tiba dipenuhi sedikit kesedihan. "Begitu kamu lulus kuliah, aku langsung menemui ayahmu untuk mengajukan pernikahan. Tapi, kamu malah menolak dan kabur dari rumah."Eleanor merasa bersalah. Dia mengalihkan pandangannya dan bergumam, "Waktu itu ... aku pikir Ayah mengorbankanku demi bisnis keluarga. Mana aku tahu kalau kamu sudah merencanakan ini sejak lama? Kamu juga nggak pernah bilang. Aku benar-benar merasa dirugikan ...."Tiba-tiba, Dominic memasang ekspresi kesakitan. "Aduh, sakit sekali."Eleanor pun panik dan buru-buru melihat ke arah pinggangnya yang terluka. "Kenapa? Kebentur sesu

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 97

    Ucapan Rowan seperti mantra yang terus bergema di kepala Eleanor, membuat pikirannya kacau sepanjang hari.Keesokan harinya saat Eleanor datang ke rumah sakit untuk menjenguk Dominic, wajahnya tampak penuh beban."Elea, lagi pikirin apa?" tanya Dominic.Eleanor mengedipkan matanya, memalingkan wajahnya agar tak menatapnya langsung. "Itu ... soal Katalina, sebenarnya dia siapa?"Dominic tersenyum misterius. "Cemburu ya?"Eleanor berusaha terlihat tidak acuh dan menggembungkan pipinya sedikit. "Nggak kok. Aku hanya penasaran. Kamu nggak pernah menyebutnya sebelumnya."Mengingat bagaimana wanita itu menculik Emily dan hampir menikamnya, Eleanor bukan hanya cemburu, tetapi juga marah. "Dari mana kamu mendapatkan penggemar gila seperti itu?"Dominic melambaikan tangannya ke arah Eleanor. "Kemari."Eleanor menurut. Dia mendekat dan duduk di tepi tempat tidur.Dominic menggenggam tangannya dengan serius. "Aku dan dia dulu teman sekelas waktu SMA. Dia pernah mengejarku dengan sangat agresif, t

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 96

    "Hmm."Selena menoleh menatap Dominic. "Kamu sudah kenyang? Mau makan lagi nggak? Ibu bawa semua makanan favoritmu."Dominic menjawab, "Nggak perlu. Masakan Eleanor pas banget di lidahku, aku habiskan semuanya."Mendengar itu, Selena tersenyum puas. "Baiklah. Kalau sudah makan, nggak apa-apa."Kevin memandang mereka dengan tatapan menggoda. "Oh? Masakan Eleanor ya?"Dia meletakkan keranjang buah dan suplemen yang dibawanya, lalu menatap Dominic sambil tersenyum. "Kamu beruntung sekali ya."Dominic menanggapi, "Tentu saja. Kebahagiaan seperti ini mana bisa dirasakan oleh para jomblo?"Senyuman Kevin langsung membeku. "Baiklah, aku juga harus cari pacar, lalu pamer kemesraan setiap hari di depanmu sampai kamu muak!"Olivia membelalakkan mata karena terkejut. "Elea, kamu bisa masak?"Eleanor tersenyum tipis. "Baru saja belajar.""Tsk, tsk, cinta memang ajaib." Olivia masih tak percaya. Dia bahkan mengelilingi Eleanor seakan-akan ingin memastikan sesuatu."Aku masih ingat waktu kuliah dulu

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 95

    Saat Dominic sadar kembali, meja lipat di depannya sudah penuh dengan makanan. Ada tumis pakcoy, daging sapi, nasi putih yang masih mengepul asap, serta semangkuk sup."Kamu masak sebanyak ini?" Dominic tersenyum lembut. "Sup apa ini?""Sup ayam kampung." Eleanor mengangkat mangkuk sup, mengambil sesendok, lalu meniupnya perlahan sebelum menyodorkannya ke bibir Dominic. "Coba cicipi."Dominic menurunkan pandangannya sambil tersenyum, tetapi senyuman itu tiba-tiba memudar. "Tanganmu kenapa?" Dia melihat ada lepuhan kecil di jari telunjuk kanan Eleanor.Eleanor refleks ingin menyembunyikannya, tetapi sudah terlambat. Dia hanya bisa berkata dengan jujur, "Tadi ... waktu di dapur, aku nggak sengaja kena air panas. Nggak apa-apa, cuma lepuhan kecil saja."Mata Dominic sedikit memerah. "Sakit nggak?"Eleanor menggeleng. "Nggak sakit."Dominic menyesap sup dengan tenang, lalu menggenggam pergelangan tangan Eleanor dengan lembut, menunduk dan meniup pelan bagian yang terluka.Setelah beberapa

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 94

    Bibir pucat Dominic membentuk senyuman tipis. "Baik, aku janji padamu."Isaac dan Selena baru saja keluar dari ruang ICU ketika mereka menerima telepon. Suara di ujung telepon terdengar cemas. "Pak Isaac, ada masalah."Di pusat tahanan, Katalina mengaku bahwa dia hamil. Sesuai prosedur, dia harus dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan.Dalam perjalanan ke rumah sakit, sebuah mobil tiba-tiba melaju dengan kencang, menabrak mobil yang membawa Katalina hingga berhenti di tepi jalan.Dari mobil itu, turun beberapa pria bertubuh kekar dengan keterampilan luar biasa. Mereka pun membawa Katalina pergi.Petugas yang mengawal mengalami cedera parah, sementara kendaraan mereka rusak berat dan tidak bisa langsung mengejar.Mendengar laporan itu, wajah Isaac menunjukkan ekspresi tak percaya. "Dia berhasil dibawa pergi?""Apa yang terjadi? Siapa yang dibawa pergi?" tanya Selena dengan cemas.Isaac menarik napas dalam-dalam, tubuhnya sedikit bungkuk. "Katalina.""Apa?" Selena terkejut. "Bukankah di

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 93

    Eleanor sudah cemas sepanjang sore. Sekarang setelah Dominic melewati masa kritis, dia ingin melihatnya. Bagaimanapun, Dominic terluka karena melindunginya."Ayo, ikut aku pulang," ucap Adrian dengan tegas.Eleanor menggeleng, menatap ayahnya dengan teguh. "Ayah, aku tahu Ayah sangat marah sekarang, tapi aku belum bisa pulang. Dominic sudah mempertaruhkan nyawanya untukku. Aku nggak punya alasan untuk pergi begitu saja. Kalau dia nggak melihatku saat siuman nanti, dia pasti akan sangat sedih."Nirvan merasa terharu mendengar kata-kata itu. Dia lantas menoleh ke Adrian. "Adrian, istriku tadi memang terlalu kasar. Aku minta maaf, jangan terlalu dimasukkan ke dalam hati."Isaac juga menimpali, "Benar, Dominic pasti ingin melihat Eleanor di sisinya setelah siuman."Selena berkata, "Adrian, jangan marah. Kedua anak ini saling mencintai, ini hal yang baik."Tokoh besar seperti Nirvan sampai merendahkan diri untuk meminta maaf, Adrian pun tidak bisa berkata apa-apa lagi.Memang benar bahwa Gi

  • Jatuh Cinta di Hati yang Tepat   Bab 92

    Eleanor menunduk. "Semua ini salahku."Selena langsung menoleh ke arahnya. "Elea, apa maksudmu?"Eleanor pun menceritakan semuanya dengan jelas.Giana bertanya dengan nada menyalahkan, "Jadi, Dominic ditikam karena melindungimu?"Eleanor menggigit bibirnya. "Ya."Giana pun kesal. "Eleanor, kamu terlalu gegabah. Kami sudah melapor ke polisi dan ada banyak pengawal di vila. Kenapa kamu nggak bisa menunggu sebentar? Kalau kamu nggak bertindak gegabah, Dominic nggak akan terluka seperti ini.""Maafkan aku, ini semua salahku," ucap Eleanor dengan suara lirih, kepalanya semakin tertunduk.Giana semakin menekan. "Kamu belum resmi masuk keluarga ini, tapi sudah membawa masalah sebesar ini."Wajah Adrian langsung menjadi masam. "Apa maksudmu? Jelas-jelas Dominic yang ada masalah dengan wanita itu, sementara putriku adalah korbannya. Kenapa malah menyalahkan putriku?"Adrian menyindir, "Gampang sekali kalian bicaranya. Kalian suruh kami menunggu? Wanita itu menculik putri bungsuku, menodongkan p

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status