Setelah selesai mengambil foto, Dominic menyerahkan ponsel kepada Eleanor. Tatapannya tetap tenang, sementara suaranya datar dan tanpa emosi berlebih ketika berucap, "Sepertinya ada pesan dari temanmu.""Hmm? Biar aku lihat," balas Eleanor.Begitu Eleanor membuka pesan itu, seketika wajahnya sedikit menegang. Dia tahu ponselnya menampilkan isi pesan dalam notifikasi pop-up, jadi Dominic pasti sudah melihatnya.Berhubung merasa sedikit bersalah, Eleanor menoleh ke arahnya dan menjelaskan, "Dia mantan pacarku. Kami sudah putus.""Ya." Ekspresi Dominic tetap datar. Tak terlihat emosi apa pun di matanya."Aku sudah memblokirnya di WhatsApp, tapi malah lupa memblokir nomor teleponnya," jelas Eleanor yang merasa gugup tanpa alasan yang jelas. Entah kenapa, dia merasa bersalah.Bukankah wajar jika di usia 25 tahun Eleanor memiliki seorang mantan pacar? Lagi pula, dia mulai menjalin hubungan dengan Rowan sebelum menerima perjodohan dengan Dominic. Dia tidak pernah melakukan kesalahan apa pun t
Tanpa Gina, mungkin Eleanor tidak akan mampu melewati masa-masa sulit itu. Di hatinya, Gina sudah seperti keluarganya sendiri.Selama tiga tahun ini, Eleanor memang tidak pernah menghubungi Adrian. Hanya saja setiap hari raya dan perayaan, dia selalu menelepon Gina untuk menanyakan kabarnya.Berhubung teringat sesuatu, Eleanor mengeluarkan sebuah kotak hadiah dan menyerahkannya kepada Gina. Dia memberi tahu, "Ini sarang burung walet, oleh-oleh khas paling terkenal dari Kota Alman. Bibi rebuslah untuk dimakan."Saat menerimanya, Gina menimpali sambil tersenyum, "Malam ini, aku akan buatkan untuk Nona."Eleanor menggeleng pelan, lalu menjelaskan, "Bukan untukku. Ini khusus untuk Bibi. Aku sudah sering makan, jadi bawakan untukmu agar bisa mencicipinya."Gina buru-buru melambaikan tangan sambil menolak, "Aduh, ini nggak pantas."Namun, Eleanor langsung menyelipkan kotak itu ke dalam pelukan Gina. Dia menegaskan, "Ambillah. Bibi sudah banyak mengkhawatirkanku selama ini. Anggap saja ini se
Makan malam itu berlangsung dengan suasana yang canggung dan tidak menyenangkan bagi semua orang di meja.Eleanor tidak punya banyak hal untuk dibicarakan dengan mereka. Begitu selesai makan, dia langsung naik ke atas dan kembali ke kamarnya.Begitu masuk, pandangannya tertuju pada kotak hadiah di atas meja. Baru saat itulah Eleanor teringat bahwa dia belum sempat memberikan jam tangan untuk Dominic. Dia segera menelepon pria itu.Eleanor berucap, "Halo, Kak Dominic. Aku pernah bilang akan menyiapkan hadiah untukmu, 'kan? Sekarang, aku ingin mengantarnya. Apa kamu ada di rumah?""Ya, aku di sini," balas Dominic.Eleanor memberi tahu, "Oke, tunggu sebentar. Aku akan segera ke sana."....Di vila Kompleks Helia.Saat Rowan dan Miranda baru saja masuk ke rumah, Jenar melirik ke arah belakang mereka dan bertanya, "Tuan, Nona Eleanor nggak pulang bareng kamu?"Rowan balas bertanya sambil mengernyit, "Dia nggak ada di rumah?"Jenar terlihat bingung. Dia menimpali, "Bukankah Nona Eleanor kelu
Miranda bertanya dengan penuh semangat, "Benarkah? Aku mau pergi ke Provinsi Nabo dulu. Musim ini, pemandangan di Kansa sangat indah."Kansa? Ekspresi Rowan sedikit berubah. Kenapa tempat ini terdengar begitu familier?Rowan segera mengingatnya. Eleanor ternyata pernah menyebutkan hal ini sebelumnya. Dia bilang, ingin pergi ke Kansa saat liburan Hari Nasional.Namun, bagaimana Rowan menanggapinya saat itu? Dia beralasan bahwa saat liburan, Kansa pasti akan sangat ramai. Apa yang menyenangkan dari itu?Sekarang juga sama-sama liburan Hari Nasional. Secara refleks, Rowan ingin menolak ajakan Miranda. Hanya saja begitu teringat Eleanor, dia tiba-tiba berubah pikiran. Pria itu malah membalas, "Baiklah, ayo pergi ke Provinsi Nabo."Setelah menemani Miranda menonton TV sebentar, rasa gelisah di hati Rowan masih belum juga mereda.Rowan pun memberi tahu, "Kamu baru saja keluar dari rumah sakit. Istirahatlah di rumah dengan baik. Aku ada urusan dan harus pergi sebentar."Miranda sangat mengert
Saat Rowan diantar pulang oleh sopir, waktu sudah menunjukkan pukul 3 dini hari. Dengan langkah terhuyung-huyung, dia berjalan menuju kamar lalu langsung jatuh ke ranjang dan tertidur lelap.Rowan terbangun karena rasa sakit. Dalam keadaan setengah sadar, dia bergumam, "Eleanor, perutku sakit. Tolong ambilkan obat maag untukku."Berhubung tidak ada jawaban, Rowan memanggil lagi, "Eleanor ...."Tiba-tiba, Rowan membuka mata lebar-lebar dan langsung terduduk di atas ranjang. Kesadarannya kembali perlahan. Saat itu juga, dia baru ingat bahwa Eleanor sudah pindah dari rumah ini.Hatinya terasa campur aduk. Ada kekosongan yang tak bisa dijelaskan dan dadanya terasa sesak. Sambil menekan perutnya yang terasa nyeri, Rowan turun dari ranjang dan mulai mengubrak-abrik ruangan untuk mencari obat.Namun setelah mencari ke sana kemari, Rowan tetap tidak menemukannya. Rasa sakitnya makin menjadi-jadi. Berhubung tidak tahan lagi, dia mengeluarkan ponsel dan menelepon pembantu rumah tangga. Saat mene
Miranda duduk di tepi ranjang dan mengeluarkan ponselnya, lalu memperlihatkannya kepada Rowan.Miranda memberi tahu, "Rowan, lihat ini. Aku menemukan panduan wisata ke Provinsi Nabo di internet. Nanti kita bisa road trip dan menyewa dua sopir untuk bergantian mengemudi. Provinsi Nabo sangat luas, jadi lebih nyaman kalau pakai mobil. Setelah ke Kansa, kita juga bisa lanjut ke ...."Saat itu juga, Rowan tiba-tiba merasa kalau Miranda sangat berisik. Kepalanya sudah pusing, tetapi wanita ini terus saja berceloteh di telinganya tanpa henti. Benar-benar menjengkelkan.Kalau yang ada di sini adalah Eleanor, dia pasti akan lebih perhatian. Dia akan turun tangan sendiri untuk memasak bubur, lalu menyuapinya perlahan dengan sabar."Cukup." Rowan akhirnya memotong ucapannya dengan nada tidak sabar. Dia berucap, "Bahasnya besok saja, aku lagi lelah hari ini."Miranda terdiam sejenak, lalu memasukkan kembali ponselnya. Dia menundukkan kepala, sementara ekspresinya terlihat sedih. Suaranya terdenga
Wajah Dominic tetap dingin dan tegas saat menjawab, "Mereka sudah putus. Sekarang, dia cuma mantan pacarnya."Kevin bertanya lagi, "Kamu nggak keberatan?"Dominic dengan tenang mengeluarkan kartu dan meliriknya dengan tatapan dingin. Dia membalas, "Siapa sih yang nggak punya masa lalu? Apa kamu sendiri belum pernah pacaran?"Kevin mengusap hidungnya, lalu berucap, "Pernah dong. Maksudku, kamu 'kan belum pernah. Dia adalah cinta pertamamu, tapi kamu malah bukan cinta pertamanya. Kamu yakin benar-benar nggak keberatan?"Tatapan Dominic yang dalam dan gelap dipenuhi kelembutan. Dia menjelaskan, "Aku nggak keberatan. Bisa bersamanya saja sudah merupakan keberuntungan besar bagiku."Marcel meledek sambil tersenyum, "Ck, ck, benar-benar pria yang setia dan penuh perasaan."Setelah satu putaran permainan kartu berakhir, Dominic melirik jam tangannya lalu berdiri sambil berucap, "Sudah waktunya, ayo pergi." Hari ini, dia telah menyiapkan jamuan penyambutan untuk Eleanor.Di bawah cahaya neon y
Kevin adalah orang pertama yang menyambutnya. Dia berucap, "Eleanor, akhirnya kamu datang juga. Tiga tahun nggak bertemu, kamu jadi makin cantik."Olivia langsung memutar matanya sembari meledek, "Kak, bisakah kamu jangan terdengar begitu menjilat?"Kevin berdecak, lalu berucap dengan nada tak puas, "Dasar kamu ini, bisa nggak bicara dengan sopan? Ini namanya bukan menjilat, tapi seni berkomunikasi dengan kecerdasan emosional yang tinggi.""Nggak jelas." Olivia tak mau repot-repot meladeninya. Dia langsung menarik tangan Eleanor dan berjalan ke dalam sambil berujar, "Ayo Elea, jangan pedulikan dia."Sementara itu, Novita duduk dengan patuh di samping Marcel. Dia memanggil, "Kak.""Ya." Marcel mengangguk ringan.Kemudian, Eleanor duduk di sebelah Dominic. Wanita itu berucap, "Kak Dominic, maaf membuatmu menunggu."Suara Dominic terdengar lembut ketika membalas, "Nggak, kami juga baru sampai kok."Usai berkata demikian, Dominic melirik seorang wanita di sisi lain meja dan bertanya, "Kena
Mereka berdua terlihat berbincang dan tertawa, tampak begitu akrab.Rowan bergumam, "Cepat sekali dia keluar dari rumah sakit. Benar-benar susah mati."Anthony menduga pria itu adalah tunangan Eleanor. Tanpa ragu, Rowan membuka pintu mobil dan berjalan menuju Eleanor.....Sudah seminggu sejak Dominic keluar dari rumah sakit. Selama seminggu ini, setiap hari dia harus makan makanan polos di bawah pengawasan Eleanor.Awalnya dia masih bisa menerimanya, tetapi setelah beberapa hari berturut-turut hanya makan makanan yang begitu-begitu saja, dia mulai bosan.Setelah membujuk dan merajuk, akhirnya hari ini Eleanor setuju untuk membawanya keluar makan sesuatu yang lebih enak.Restoran yang mereka tuju berada di pusat kota, daerah paling ramai. Itu adalah restoran tua yang terkenal di Kota Ordo, tempat mereka biasa makan sejak kecil.Karena sekarang jam makan, restoran itu penuh. Tidak ada satu kursi pun yang kosong, bahkan di depan pintu ada antrean panjang yang menunggu giliran masuk.Untu
Akhir-akhir ini, Rowan sibuk mencari investor untuk perusahaannya. Di Kota Ordo, hampir tidak ada perusahaan yang bersedia berinvestasi di Grup Naval. Jadi, dia terpaksa mencari peluang di luar kota. Sebagian besar waktunya dihabiskan di hotel dan pesawat.Hari ini, Rowan baru saja kembali ke Kota Ordo dan Anthony sudah datang menjemputnya. Saat sore hari dalam perjalanan menuju sebuah acara makan, Anthony melirik sekilas ke arah Rowan ketika mobil berhenti di lampu merah.Rowan sedang memegang ponselnya, melihat satu per satu foto lamanya bersama Eleanor. Anthony membuka mulut seolah-olah ingin mengatakan sesuatu, tetapi ragu-ragu.Sebelum dia sempat berbicara, Rowan sudah lebih dulu menyodorkan ponselnya. Matanya penuh nostalgia. "Lihat, betapa bahagianya kami dulu."Anthony memandangnya dengan ekspresi rumit. Beberapa waktu lalu, Rowan memintanya membeli cincin dari Pransis, katanya ingin menggunakannya untuk merebut kembali Eleanor.Saat itu, Rowan mengatakan bahwa Eleanor akan seg
Eleanor masih belum puas dan bertanya lagi, "Benar-benar nggak ada perkiraan waktu?""Kalau harus dijawab, mungkin saat kamu SMA. Saat Declan mengganggumu, aku menghajarnya dan baru sadar kalau perasaanku ke kamu memang berbeda."Eleanor merapatkan bibirnya. "Kamu menyembunyikannya dengan baik ya."Dominic mengusap kepala Eleanor yang lembut. "Aku harus menunggumu tumbuh dewasa dulu."Tatapannya tiba-tiba dipenuhi sedikit kesedihan. "Begitu kamu lulus kuliah, aku langsung menemui ayahmu untuk mengajukan pernikahan. Tapi, kamu malah menolak dan kabur dari rumah."Eleanor merasa bersalah. Dia mengalihkan pandangannya dan bergumam, "Waktu itu ... aku pikir Ayah mengorbankanku demi bisnis keluarga. Mana aku tahu kalau kamu sudah merencanakan ini sejak lama? Kamu juga nggak pernah bilang. Aku benar-benar merasa dirugikan ...."Tiba-tiba, Dominic memasang ekspresi kesakitan. "Aduh, sakit sekali."Eleanor pun panik dan buru-buru melihat ke arah pinggangnya yang terluka. "Kenapa? Kebentur sesu
Ucapan Rowan seperti mantra yang terus bergema di kepala Eleanor, membuat pikirannya kacau sepanjang hari.Keesokan harinya saat Eleanor datang ke rumah sakit untuk menjenguk Dominic, wajahnya tampak penuh beban."Elea, lagi pikirin apa?" tanya Dominic.Eleanor mengedipkan matanya, memalingkan wajahnya agar tak menatapnya langsung. "Itu ... soal Katalina, sebenarnya dia siapa?"Dominic tersenyum misterius. "Cemburu ya?"Eleanor berusaha terlihat tidak acuh dan menggembungkan pipinya sedikit. "Nggak kok. Aku hanya penasaran. Kamu nggak pernah menyebutnya sebelumnya."Mengingat bagaimana wanita itu menculik Emily dan hampir menikamnya, Eleanor bukan hanya cemburu, tetapi juga marah. "Dari mana kamu mendapatkan penggemar gila seperti itu?"Dominic melambaikan tangannya ke arah Eleanor. "Kemari."Eleanor menurut. Dia mendekat dan duduk di tepi tempat tidur.Dominic menggenggam tangannya dengan serius. "Aku dan dia dulu teman sekelas waktu SMA. Dia pernah mengejarku dengan sangat agresif, t
"Hmm."Selena menoleh menatap Dominic. "Kamu sudah kenyang? Mau makan lagi nggak? Ibu bawa semua makanan favoritmu."Dominic menjawab, "Nggak perlu. Masakan Eleanor pas banget di lidahku, aku habiskan semuanya."Mendengar itu, Selena tersenyum puas. "Baiklah. Kalau sudah makan, nggak apa-apa."Kevin memandang mereka dengan tatapan menggoda. "Oh? Masakan Eleanor ya?"Dia meletakkan keranjang buah dan suplemen yang dibawanya, lalu menatap Dominic sambil tersenyum. "Kamu beruntung sekali ya."Dominic menanggapi, "Tentu saja. Kebahagiaan seperti ini mana bisa dirasakan oleh para jomblo?"Senyuman Kevin langsung membeku. "Baiklah, aku juga harus cari pacar, lalu pamer kemesraan setiap hari di depanmu sampai kamu muak!"Olivia membelalakkan mata karena terkejut. "Elea, kamu bisa masak?"Eleanor tersenyum tipis. "Baru saja belajar.""Tsk, tsk, cinta memang ajaib." Olivia masih tak percaya. Dia bahkan mengelilingi Eleanor seakan-akan ingin memastikan sesuatu."Aku masih ingat waktu kuliah dulu
Saat Dominic sadar kembali, meja lipat di depannya sudah penuh dengan makanan. Ada tumis pakcoy, daging sapi, nasi putih yang masih mengepul asap, serta semangkuk sup."Kamu masak sebanyak ini?" Dominic tersenyum lembut. "Sup apa ini?""Sup ayam kampung." Eleanor mengangkat mangkuk sup, mengambil sesendok, lalu meniupnya perlahan sebelum menyodorkannya ke bibir Dominic. "Coba cicipi."Dominic menurunkan pandangannya sambil tersenyum, tetapi senyuman itu tiba-tiba memudar. "Tanganmu kenapa?" Dia melihat ada lepuhan kecil di jari telunjuk kanan Eleanor.Eleanor refleks ingin menyembunyikannya, tetapi sudah terlambat. Dia hanya bisa berkata dengan jujur, "Tadi ... waktu di dapur, aku nggak sengaja kena air panas. Nggak apa-apa, cuma lepuhan kecil saja."Mata Dominic sedikit memerah. "Sakit nggak?"Eleanor menggeleng. "Nggak sakit."Dominic menyesap sup dengan tenang, lalu menggenggam pergelangan tangan Eleanor dengan lembut, menunduk dan meniup pelan bagian yang terluka.Setelah beberapa
Bibir pucat Dominic membentuk senyuman tipis. "Baik, aku janji padamu."Isaac dan Selena baru saja keluar dari ruang ICU ketika mereka menerima telepon. Suara di ujung telepon terdengar cemas. "Pak Isaac, ada masalah."Di pusat tahanan, Katalina mengaku bahwa dia hamil. Sesuai prosedur, dia harus dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan.Dalam perjalanan ke rumah sakit, sebuah mobil tiba-tiba melaju dengan kencang, menabrak mobil yang membawa Katalina hingga berhenti di tepi jalan.Dari mobil itu, turun beberapa pria bertubuh kekar dengan keterampilan luar biasa. Mereka pun membawa Katalina pergi.Petugas yang mengawal mengalami cedera parah, sementara kendaraan mereka rusak berat dan tidak bisa langsung mengejar.Mendengar laporan itu, wajah Isaac menunjukkan ekspresi tak percaya. "Dia berhasil dibawa pergi?""Apa yang terjadi? Siapa yang dibawa pergi?" tanya Selena dengan cemas.Isaac menarik napas dalam-dalam, tubuhnya sedikit bungkuk. "Katalina.""Apa?" Selena terkejut. "Bukankah di
Eleanor sudah cemas sepanjang sore. Sekarang setelah Dominic melewati masa kritis, dia ingin melihatnya. Bagaimanapun, Dominic terluka karena melindunginya."Ayo, ikut aku pulang," ucap Adrian dengan tegas.Eleanor menggeleng, menatap ayahnya dengan teguh. "Ayah, aku tahu Ayah sangat marah sekarang, tapi aku belum bisa pulang. Dominic sudah mempertaruhkan nyawanya untukku. Aku nggak punya alasan untuk pergi begitu saja. Kalau dia nggak melihatku saat siuman nanti, dia pasti akan sangat sedih."Nirvan merasa terharu mendengar kata-kata itu. Dia lantas menoleh ke Adrian. "Adrian, istriku tadi memang terlalu kasar. Aku minta maaf, jangan terlalu dimasukkan ke dalam hati."Isaac juga menimpali, "Benar, Dominic pasti ingin melihat Eleanor di sisinya setelah siuman."Selena berkata, "Adrian, jangan marah. Kedua anak ini saling mencintai, ini hal yang baik."Tokoh besar seperti Nirvan sampai merendahkan diri untuk meminta maaf, Adrian pun tidak bisa berkata apa-apa lagi.Memang benar bahwa Gi
Eleanor menunduk. "Semua ini salahku."Selena langsung menoleh ke arahnya. "Elea, apa maksudmu?"Eleanor pun menceritakan semuanya dengan jelas.Giana bertanya dengan nada menyalahkan, "Jadi, Dominic ditikam karena melindungimu?"Eleanor menggigit bibirnya. "Ya."Giana pun kesal. "Eleanor, kamu terlalu gegabah. Kami sudah melapor ke polisi dan ada banyak pengawal di vila. Kenapa kamu nggak bisa menunggu sebentar? Kalau kamu nggak bertindak gegabah, Dominic nggak akan terluka seperti ini.""Maafkan aku, ini semua salahku," ucap Eleanor dengan suara lirih, kepalanya semakin tertunduk.Giana semakin menekan. "Kamu belum resmi masuk keluarga ini, tapi sudah membawa masalah sebesar ini."Wajah Adrian langsung menjadi masam. "Apa maksudmu? Jelas-jelas Dominic yang ada masalah dengan wanita itu, sementara putriku adalah korbannya. Kenapa malah menyalahkan putriku?"Adrian menyindir, "Gampang sekali kalian bicaranya. Kalian suruh kami menunggu? Wanita itu menculik putri bungsuku, menodongkan p