Miranda bertanya dengan penuh semangat, "Benarkah? Aku mau pergi ke Provinsi Nabo dulu. Musim ini, pemandangan di Kansa sangat indah."Kansa? Ekspresi Rowan sedikit berubah. Kenapa tempat ini terdengar begitu familier?Rowan segera mengingatnya. Eleanor ternyata pernah menyebutkan hal ini sebelumnya. Dia bilang, ingin pergi ke Kansa saat liburan Hari Nasional.Namun, bagaimana Rowan menanggapinya saat itu? Dia beralasan bahwa saat liburan, Kansa pasti akan sangat ramai. Apa yang menyenangkan dari itu?Sekarang juga sama-sama liburan Hari Nasional. Secara refleks, Rowan ingin menolak ajakan Miranda. Hanya saja begitu teringat Eleanor, dia tiba-tiba berubah pikiran. Pria itu malah membalas, "Baiklah, ayo pergi ke Provinsi Nabo."Setelah menemani Miranda menonton TV sebentar, rasa gelisah di hati Rowan masih belum juga mereda.Rowan pun memberi tahu, "Kamu baru saja keluar dari rumah sakit. Istirahatlah di rumah dengan baik. Aku ada urusan dan harus pergi sebentar."Miranda sangat mengert
Saat Rowan diantar pulang oleh sopir, waktu sudah menunjukkan pukul 3 dini hari. Dengan langkah terhuyung-huyung, dia berjalan menuju kamar lalu langsung jatuh ke ranjang dan tertidur lelap.Rowan terbangun karena rasa sakit. Dalam keadaan setengah sadar, dia bergumam, "Eleanor, perutku sakit. Tolong ambilkan obat maag untukku."Berhubung tidak ada jawaban, Rowan memanggil lagi, "Eleanor ...."Tiba-tiba, Rowan membuka mata lebar-lebar dan langsung terduduk di atas ranjang. Kesadarannya kembali perlahan. Saat itu juga, dia baru ingat bahwa Eleanor sudah pindah dari rumah ini.Hatinya terasa campur aduk. Ada kekosongan yang tak bisa dijelaskan dan dadanya terasa sesak. Sambil menekan perutnya yang terasa nyeri, Rowan turun dari ranjang dan mulai mengubrak-abrik ruangan untuk mencari obat.Namun setelah mencari ke sana kemari, Rowan tetap tidak menemukannya. Rasa sakitnya makin menjadi-jadi. Berhubung tidak tahan lagi, dia mengeluarkan ponsel dan menelepon pembantu rumah tangga. Saat mene
Miranda duduk di tepi ranjang dan mengeluarkan ponselnya, lalu memperlihatkannya kepada Rowan.Miranda memberi tahu, "Rowan, lihat ini. Aku menemukan panduan wisata ke Provinsi Nabo di internet. Nanti kita bisa road trip dan menyewa dua sopir untuk bergantian mengemudi. Provinsi Nabo sangat luas, jadi lebih nyaman kalau pakai mobil. Setelah ke Kansa, kita juga bisa lanjut ke ...."Saat itu juga, Rowan tiba-tiba merasa kalau Miranda sangat berisik. Kepalanya sudah pusing, tetapi wanita ini terus saja berceloteh di telinganya tanpa henti. Benar-benar menjengkelkan.Kalau yang ada di sini adalah Eleanor, dia pasti akan lebih perhatian. Dia akan turun tangan sendiri untuk memasak bubur, lalu menyuapinya perlahan dengan sabar."Cukup." Rowan akhirnya memotong ucapannya dengan nada tidak sabar. Dia berucap, "Bahasnya besok saja, aku lagi lelah hari ini."Miranda terdiam sejenak, lalu memasukkan kembali ponselnya. Dia menundukkan kepala, sementara ekspresinya terlihat sedih. Suaranya terdenga
Wajah Dominic tetap dingin dan tegas saat menjawab, "Mereka sudah putus. Sekarang, dia cuma mantan pacarnya."Kevin bertanya lagi, "Kamu nggak keberatan?"Dominic dengan tenang mengeluarkan kartu dan meliriknya dengan tatapan dingin. Dia membalas, "Siapa sih yang nggak punya masa lalu? Apa kamu sendiri belum pernah pacaran?"Kevin mengusap hidungnya, lalu berucap, "Pernah dong. Maksudku, kamu 'kan belum pernah. Dia adalah cinta pertamamu, tapi kamu malah bukan cinta pertamanya. Kamu yakin benar-benar nggak keberatan?"Tatapan Dominic yang dalam dan gelap dipenuhi kelembutan. Dia menjelaskan, "Aku nggak keberatan. Bisa bersamanya saja sudah merupakan keberuntungan besar bagiku."Marcel meledek sambil tersenyum, "Ck, ck, benar-benar pria yang setia dan penuh perasaan."Setelah satu putaran permainan kartu berakhir, Dominic melirik jam tangannya lalu berdiri sambil berucap, "Sudah waktunya, ayo pergi." Hari ini, dia telah menyiapkan jamuan penyambutan untuk Eleanor.Di bawah cahaya neon y
Kevin adalah orang pertama yang menyambutnya. Dia berucap, "Eleanor, akhirnya kamu datang juga. Tiga tahun nggak bertemu, kamu jadi makin cantik."Olivia langsung memutar matanya sembari meledek, "Kak, bisakah kamu jangan terdengar begitu menjilat?"Kevin berdecak, lalu berucap dengan nada tak puas, "Dasar kamu ini, bisa nggak bicara dengan sopan? Ini namanya bukan menjilat, tapi seni berkomunikasi dengan kecerdasan emosional yang tinggi.""Nggak jelas." Olivia tak mau repot-repot meladeninya. Dia langsung menarik tangan Eleanor dan berjalan ke dalam sambil berujar, "Ayo Elea, jangan pedulikan dia."Sementara itu, Novita duduk dengan patuh di samping Marcel. Dia memanggil, "Kak.""Ya." Marcel mengangguk ringan.Kemudian, Eleanor duduk di sebelah Dominic. Wanita itu berucap, "Kak Dominic, maaf membuatmu menunggu."Suara Dominic terdengar lembut ketika membalas, "Nggak, kami juga baru sampai kok."Usai berkata demikian, Dominic melirik seorang wanita di sisi lain meja dan bertanya, "Kena
Orang yang baru datang adalah seorang wanita anggun dan berwibawa. Dia terlihat berusia sekitar 30 tahunan.Dominic memperkenalkan, "Elea, ini Lulu, ahli restorasi terbaik yang aku rekomendasikan untukmu."Mata Eleanor langsung berbinar penuh kejutan. Awalnya dia mengira ahli restorasi yang disebut Dominic adalah seorang pria tua, tetapi ternyata orang itu adalah seorang wanita cantik.Eleanor segera berdiri dan melangkah mendekat untuk berjabat tangan dengannya. Wajahnya terlihat antusias ketika berujar, "Master Lulu, senang bertemu denganmu. Namaku Eleanor. Mohon bantuannya untuk memperbaiki boneka porselenku.""Pfft ...." Lulu tidak bisa menahan tawa. Ekspresinya penuh keceriaan saat menatap Eleanor. Dia membalas, "Master Lulu? Kenapa terdengar seperti antivirus?"Eleanor langsung sadar dan merasa sangat menyesal. Kenapa dia bisa salah bicara? Wanita secantik ini bisa-bisanya dipanggilnya dengan nama perangkat lunak antivirus.Eleanor buru-buru meminta maaf, "Maaf! Aku benar-benar m
Eleanor menolak sambil mengernyit, "Nggak mau.""Kita jangan bertengkar lagi ya? Beberapa hari ini, aku benar-benar merindukanmu. Hari itu, aku memang salah. Aku nggak seharusnya mengatakan hal-hal yang membuatmu marah." Nada suara Rowan terdengar agak canggung."Nggak masalah. Lagian kita sudah putus. Itu semua sudah nggak penting lagi." Suara Eleanor terdengar santai, seolah tidak peduli.Suara Rowan mendadak menjadi dingin ketika menimpali, "Putus? Aku nggak setuju untuk putus."Sayangnya, sikap Eleanor tegas dan dingin. Dia membalas, "Putus bukan perceraian. Aku nggak butuh persetujuanmu. Rowan, jangan hubungi aku lagi." Setelah mengatakan itu, Eleanor langsung menutup telepon dan memblokir nomor tersebut.Eleanor mulai memikirkan masa depannya. Dia ingin membangun karier sendiri. Meskipun dia bisa saja langsung membuka firma hukum sendiri, saat ini namanya belum begitu dikenal di industri ini. Kalau langsung memulai usaha sendiri, dia akan sulit mendapatkan reputasi.Eleanor berpi
Eleanor bertanya, "Maksudmu, dia minta Keluarga Orlando mengadopsi Cindy?"Novita menggeleng dan mendekat sedikit, lalu berbisik, "Bukan cuma itu. Saat itu, pembantu itu meminta Bu Selena untuk menjodohkan Kak Dominic dengan Cindy di masa depan."Mendengar ini, mata Eleanor langsung membelalak karena terkejut. Olivia berseru dengan suara lebih tinggi, "Gila, ini benar-benar berita panas! Dia berani banget meminta hal seperti itu!"Novita melanjutkan, "Entah gimana Bu Selena menanggapinya saat itu, tapi pada akhirnya pembantu itu setuju dengan kompensasi berupa menjadikan Cindy sebagai anak angkat."Olivia mendengus sinis sebelum berucap, "Ya jelas! Bu Selena cuma punya satu putra. Mana mungkin dia membiarkan anaknya menikahi putri seorang pembantu?"Novita menimpali, "Benar. Kak Dominic adalah satu-satunya pewaris Keluarga Orlando. Apa pun yang terjadi, dia nggak akan mungkin menikahi putri seorang pembantu."Eleanor menyesap sedikit wine buahnya dan merenung. Mereka terus mengobrol ta
Mengingat bagaimana dulu dia mengabaikan Eleanor demi Miranda dan mengucapkan banyak kata-kata menyakitkan, Rowan kembali merasakan sakit di hatinya.Tiba-tiba, dia teringat bahwa Eleanor dulu sangat ingin menikah dengannya. Namun, dia pernah mengatakan banyak hal yang menyakitkan, bahkan berkata bahwa dia tidak mungkin menikahinya.Namun, bagaimana jika dia bersedia menikahi Eleanor? Apakah Eleanor akan kembali padanya?Memikirkan hal itu, mata Rowan kembali berbinar. Jika Eleanor menikah dengannya dan menjadi Nyonya Keluarga Naval, dia pasti akan menerima ajakannya untuk kembali bersama!....Keesokan paginya, Eleanor pergi ke kantor jaminan sosial bersama kliennya untuk mengurus klaim kecelakaan kerja. Menjelang siang, dia naik taksi kembali ke firma hukum.Saat taksi mendekati jalan tempat firma hukum berada, sopirnya bergumam, "Ada apa di depan sana? Kenapa ramai sekali?"Kemudian, dia menoleh ke arah Eleanor. "Bu, jalan di depan macet, sebaiknya turun di sini saja. Nggak jauh kok
Beberapa tahun lalu, Dominic pernah berkelahi dan dihukum oleh kakeknya dengan aturan keluarga. Untungnya, saat itu mereka tidak tahu alasan dia berkelahi.Kali ini pun, dia tidak boleh membiarkan keluarganya tahu bahwa dia berkelahi demi Eleanor. Jika tidak, pertunangan mereka bisa ditunda atau bahkan dibatalkan.Haris menyeka keringat dingin di dahinya, punggungnya terasa dingin. Dia lalu mengangguk cepat. "Baik, baik.""Urus administrasi," perintah Dominic dengan suara datar."Baik, Pak."Tempat tidur Rowan tidak jauh dari sana, jadi dia bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas. "Hah." Dia mengangkat alis dan tersenyum sinis. "Sudah sebesar ini, masih takut ketahuan keluarga kalau berkelahi? Dasar bayi besar!"Dominic hanya tertawa dan meliriknya dengan tatapan penuh provokasi. "Keluargaku nggak perlu tahu, cukup tunanganku saja yang tahu."Kata tunangan terlalu tajam, seperti belati paling tajam yang menusuk tepat ke jantung Rowan. Dalam sekejap, Rowan kehilangan seluruh tenag
Begitu kedua pria itu dipisahkan, Eleanor segera berlari ke arah Dominic. Matanya penuh kepedihan. Air mata menggenang di pelupuknya, suaranya bergetar seperti hendak menangis. "Kak, kamu terluka! Kita harus ke rumah sakit sekarang!"Melihat Eleanor, semua keganasan di mata Dominic langsung lenyap, berganti dengan kelembutan. "Aku baik-baik saja."Tidak jauh dari sana, Rowan yang ditahan oleh polisi melihat pemandangan itu dan merasa hatinya hancur berkeping-keping.Dengan wajahnya yang tersirat kesakitan mendalam, dia terlihat seperti anjing yang ditelantarkan oleh pemiliknya. Dia bertanya, "Eleanor, siapa dia?"Begitu mendengar pertanyaan itu, kilatan amarah muncul di mata Eleanor. Dia sontak menoleh dan menatap langsung ke arah Rowan.Kebencian dalam tatapannya begitu jelas, menusuk tepat ke hati Rowan, membuatnya terasa seperti tertusuk belati. Detik berikutnya, Rowan mendengar suara dingin yang menusuk tulang."Rowan, aku nggak ingin melihatmu lagi. Tolong lenyap dari hidupku untu
Dominic bahkan tidak melirik Rowan. Tanpa sepatah kata pun, dia langsung mengayunkan tinjunya ke wajah Rowan. Pukulan itu penuh dengan amarah, dia mengerahkan seluruh kekuatannya.Rowan mengerang kesakitan, refleks melepaskan Eleanor dan menutupi bagian yang dipukul. "Sialan! Cari mati ya!"Dominic menarik Eleanor ke belakangnya, melindunginya dengan tubuhnya. Tatapan dinginnya yang penuh niat membunuh tertuju pada Rowan. Dia menggertakkan giginya. "Jauhi dia!"Rowan yang sudah dipukul pun semakin marah saat melihat pria ini melindungi Eleanor. Dadanya sesak dipenuhi amarah. Dia mendorong Dominic dengan kasar. "Berengsek! Dia wanitaku, jangan sentuh dia!"Dominic menyerahkan termos makanan ke tangan Eleanor. "Tunggu di sana."Begitu Eleanor menerima termos itu, Dominic langsung berbalik dan menendang Rowan dengan keras.Rowan terjungkal ke tanah. Dia bangkit dengan wajah penuh amarah. Sebagai pewaris Keluarga Naval, dia selalu dipuja dan dihormati. Dia tidak pernah diperlakukan sehina
Eleanor langsung menghentikan langkah kakinya. Dia menoleh ke arah sumber suara dan melihat Rowan berdiri di bawah pohon, menatapnya dalam diam. Tatapannya gelap dan berbahaya."Nanti kita bicara lagi, aku tutup dulu." Eleanor langsung mengakhiri panggilan dan berjalan ke arah Rowan.Dia berhenti satu meter di depannya. Ekspresinya penuh kekesalan. "Gimana kamu bisa menemukan tempat ini?""Hah." Rowan menyipitkan matanya sedikit, auranya penuh ancaman. "Kamu menghindar dariku?"Eleanor mengernyit. "Kenapa aku harus menghindarimu? Bukannya aku sudah bilang aku akan balik ke kampung halaman?"Rowan melangkah lebih dekat. Eleanor refleks mundur. Gerakan itu membuat kekesalan di tatapan Rowan semakin dalam."Kamu bilang cuma sebentar, tapi kamu nggak bilang nggak akan kembali ke Kota Alman." Rowan mencondongkan tubuhnya ke depan. Tatapannya dipenuhi emosi yang berkecamuk. "Kamu mau merajuk sampai kapan?"Eleanor berdecak kesal sambil menatap mata Rowan dengan tenang. "Aku nggak merajuk. Ro
Keesokan hari saat bekerja, Vivian memberikan dua kasus kepada Eleanor. Dia secara langsung menyerahkan berkas kasus dan berbicara dengan cepat, "Klien ingin mengajukan banding. Pengacara sebelumnya sudah mengundurkan diri, jadi sekarang dialihkan ke kamu.""Batas waktu banding sudah dekat, sebaiknya kamu segera menyiapkan dokumen banding hari ini dan merapikan semua berkas untuk diajukan ke pengadilan.""Lalu, ada kasus kecelakaan kerja ini. Kamu perlu membawa klien melakukan verifikasi kecelakaan dan penilaian kemampuan kerja. Kamu bisa membuat janji dengannya hari ini atau besok. Besok sudah hari Jumat, sebaiknya jangan ditunda sampai minggu depan."Eleanor menerima berkas kasus dan mengangguk berkali-kali. "Baik, baik."Dia baru mulai bekerja, tetapi sudah langsung menangani kasus. Memang pantas jika firma hukum ini menjadi yang terbaik di Kota Ordo.Sibuk sedikit bukan masalah, semakin banyak kasus berarti semakin banyak komisi dan pengalaman yang bisa didapat.Eleanor lantas meng
Sekarang Adrian sudah mengaktifkan kembali kartu banknya, jadi nominal sebanyak ini bukan masalah bagi Eleanor. Anggap saja ini sebagai biaya untuk menjaga hubungan sosial.Saat makan malam berlangsung, Eleanor bangkit untuk pergi ke toilet. Erica kembali melontarkan sindiran, "Bu Eleanor, mau ke mana? Jangan-jangan mau kabur karena nggak sanggup bayar ya? Hahaha."Dengan ekspresi datar, Eleanor menjawab, "Aku mau ke toilet. Kenapa? Kamu nggak percaya padaku? Mau ikut juga?""Mana mungkin? Aku cuma bercanda kok. Kalau kamu terlalu serius, berarti salahmu sendiri," balas Erica dengan santai.Eleanor tidak lagi menggubrisnya dan langsung keluar dari ruangan. Saat berjalan ke toilet dan melewati area dekat lift, dia tanpa sengaja menoleh dan bertemu dengan sepasang mata yang familier.Dominic tampak terkejut. "Elea? Kok kamu ada di sini?"Di sekelilingnya, ada beberapa pria berpakaian formal dengan tampilan berkelas.Ruangan tempat Eleanor makan bersama rekan-rekannya berada di lantai sat
Di Restoran Nuansa, restoran mewah di sekitar Firma Hukum Victory. Selain ruang VIP eksklusif, hampir semua ruang privat dipesan oleh firma hukum.Di dalam ruang makan tempat Eleanor duduk ...."Bu Eleanor, wah, kamu royal sekali ya! Langsung pilih Restoran Nuansa!" Seorang pengacara wanita muda tersenyum. "Terakhir kali aku makan di sini itu pas acara tahunan firma, waktu bos besar yang traktir."Vivian ikut bercanda, "Bu Eleanor masih muda, tapi sudah sukses. Sepertinya selama ini dapat banyak klien besar ya? Di kantor kita, kalau semua departemen digabung, ada lebih dari 100 orang. Sepertinya malam ini kamu bakal keluar banyak uang nih."Torro terkekeh-kekeh dan berkata, "Kamu ini keren juga ya."Seorang wanita muda lainnya bertanya dengan nada sarkastis, "Bu Eleanor, kamu yakin bisa nih? Di sini, rata-rata per orang bisa habis 400 sampai 600 ribu. Ditambah minuman dan alkohol, makan malam ini bisa-bisa menghabiskan gaji tiga bulanmu. Gimana kalau cari tempat lain saja? Jangan memak
Eleanor berpikir, jika dirinya bekerja di Firma Hukum Victory nanti, dia akan pindah ke apartemen supaya perjalanan ke kantor lebih mudah. Tinggal sendiri juga lebih nyaman. Yang paling penting, dia tidak perlu berhadapan dengan Adrian dan Karmela. Hidupnya akan lebih tenang.Di Firma Hukum Victory, yang mewawancarainya adalah HRD serta Vivian. Eleanor adalah lulusan universitas ternama dan memiliki pengalaman kerja 3 tahun. Semua pertanyaan profesional yang diajukan oleh Vivian dapat dijawab dengan lancar.Terlihat jelas bahwa Vivian sangat puas dengannya. Untuk gaji dan tunjangan, mereka langsung menyetujui ekspektasi Eleanor. Gaji pokok 30 juta ditambah komisi dari biaya hukum.Setelah wawancara selesai, Vivian tersenyum dan berkata, "Bu Eleanor, sampai jumpa besok."Eleanor membalas dengan senyuman sopan, "Sampai jumpa besok."Wawancara ini jauh lebih mudah dari yang dibayangkan. Awalnya, dia mengira firma hukum akan menekan tawaran gajinya. Tak disangka, semuanya berjalan begitu l