Terlihat sebuah mobil Bentley Continental GT berwarna biru salju. Warnanya sangat cantik dan unik. Mata Eleanor berbinar-binar. Dia sangat menyukai mobil ini.Seorang pria berjas turun sambil memberi hormat. Dia menyerahkan kunci mobil kepada Eleanor sebelum berujar, "Bu Eleanor, ini mobil yang diberikan Pak Dominic."Ketika menerima kunci mobil, hati Eleanor sedikit tersentuh. Dominic cukup royal kepadanya. Mobil ini setidaknya seharga lebih dari 8 miliar."Terima kasih," tutur Eleanor."Sama-sama. Kalau nggak ada urusan lain, aku pamit dulu," ucap pria itu sembari membungkuk dengan hormat."Oke," sahut Eleanor.Tidak lama setelah pria itu pergi, Eleanor menerima panggilan dari Dominic."Mobilnya bagus nggak?" tanya Dominic dengan santai. Nada bicaranya terdengar seakan-akan sedang menanyakan makanan hari ini sesuai selera atau tidak. Mobil seharga 8 miliar terdengar seperti sayuran yang dijual di pasar saat diucapkan dari mulutnya.Sebenarnya, bagi orang-orang dari kalangan seperti m
Eleanor tersenyum dengan tidak acuh, lalu menyahut, "Benar. Karena kamu nggak benar-benar mengenalku."Setelah melontarkan itu, Eleanor menggoda Miranda dengan usil. Katanya, "Miranda, kamu benar-benar nggak mau berfoto? Kalau nggak mau, aku bawa mobilnya pergi, nih."Miranda begitu kesal sampai wajahnya merah padam. Dia benar-benar sangat Ingin berfoto! Namun, Eleanor ada di dalam mobil. Apa pun yang terjadi, dia tidak akan menurunkan harga dirinya."Aku nggak butuh," jawab Miranda dengan keras kepala."Ya, sudah. Sampai jumpa!" seru Eleanor seraya melambaikan tangan kepada mereka. Kemudian, dia menginjak pedal gas dan melaju pergi.Mobil Bentley biru menghilang dari pandangan Rowan dan Miranda.Miranda bertanya dengan kesal, "Rowan, kenapa kamu bisa tertarik sama wanita yang begitu mementingkan gengsi?"Rowan memijat dahinya sebelum menimpali, "Dulu dia nggak seperti ini. Aku nggak tahu ada apa dengannya akhir-akhir ini. Dia bukan cuma memaksaku menikah dengannya, tapi juga menyewa m
Satu malam sebelum hari persidangan.Ketika sedang mandi, Eleanor mendengar suara barang pecah dari kamarnya. Dia segera membilas busa di tubuhnya, lalu memakai baju tidur dan keluar memeriksanya. Di dalam kamar tidak ada siapa-siapa, hanya ada pecahan porselen yang berserakan di lantai.Eleanor langsung mengenali barang yang pecah adalah boneka porselen peninggalan ibunya. Itu adalah boneka Cinnamoroll biru muda.Saat ulang tahunnya yang ke-12, Eleanor dan ibunya mewarnai boneka itu bersama di toko kerajinan tangan. Di belakang boneka itu juga terukir namanya dan ibunya.Begitu melihat pecahan di lantai, Eleanor merasa darahnya seakan-akan mendidih. Amarahnya seketika meluap."Siapa yang melakukannya?" pekik Eleanor keluar dari kamar.Tok! Tok! Tok! Eleanor mengetuk pintu kamar Rowan dengan keras sambil berteriak marah, "Rowan! Miranda! Siapa di antara kalian yang masuk ke kamarku?"Pintu kamar Rowan terbuka. Dia bertanya dengan jengkel, "Apa yang kamu lakukan malam-malam? Kenapa kamu
Pada hari Devina keluar dari rumah sakit, salju berhenti dan matahari bersinar cerah. Pepohonan di pinggir jalan berkilauan seperti kristal. Langit biru juga tampak jernih.Adrian mengemudi sendiri untuk menjemput Devina dari rumah sakit. Sepanjang perjalanan, sepasang suami istri ini tidak berbicara. Suasananya begitu menekan dan suram.Eleanor kecil duduk di kursi belakang. Dia mengembuskan napas ke jendela mobil, lalu menggambar dengan jarinya. Hatinya dipenuhi kegembiraan karena ibunya akhirnya keluar dari rumah sakit.Eleanor kecil menggambar tiga orang di jendela mobil. Sudut matanya melengkung dengan gembira.Begitu melihat gambar di jendela mobil, hati Devina sangat pedih. Kedua matanya seketika memerah. Dia menoleh untuk menyeka air matanya diam-diam. Setelah perasaannya tenang, dia tersenyum sembari bertanya, "Beberapa hari lagi, Elea akan berulang tahun. Elea mau hadiah apa?"Eleanor kecil masih menggambar di jendela mobil. Dia menjawab ibunya dengan ceria. Katanya, "Ibu, ak
Setelah panggilan berakhir, Eleanor memikirkan dengan detail kejadian malam ini.Mengapa Miranda menyelinap masuk ke kamarnya saat Eleanor sedang mandi? Pasti bukan hanya sekadar jalan-jalan seperti yang Miranda katakan. Miranda pasti punya niat tersembunyi.Eleanor berkeliling di dalam kamar. Dia memperhatikan tata letak barang-barang di kamarnya dengan teliti. Selain boneka porselen yang pecah, semuanya tampak seperti sebelumnya. Tidak ada yang berubah.Tiba-tiba, pandangan Eleanor tertuju pada segelas susu yang terletak di meja samping tempat tidur.Eleanor memiliki kebiasaan minum segelas susu sebelum tidur. Sebelum mandi, dia sudah minta Jenar memanaskan susu. Dia berencana untuk meminumnya sesudah mandi. Sementara itu, boneka porselen juga diletakkan di meja samping tempat tidur sebelum pecah.Miranda sudah memecahkan boneka porselen. Itu berarti saat masuk ke kamarnya, Miranda mendekati meja samping tempat tidur. Susu ini kemungkinan besar juga sudah dicampuri sesuatu.....Domi
Mungkin karena Dominic menyadari bahwa Eleanor merasa agak canggung di tempat ini, dia pun berkata, "Coba periksa dulu. Kalau ada yang kurang, beri tahu aku. Aku mau naik ke atas untuk mandi.""Tunggu sebentar," ucap Eleanor.Dominic menghentikan langkahnya, lalu menoleh sambil bertanya, "Ada apa?"Eleanor membuka ranselnya, mengeluarkan sebotol susu, lalu menyerahkannya kepada pria itu. Dia memberi tahu, "Kak Dominic, tolong bantu aku menghubungi lembaga pemeriksaan. Mungkin ada sesuatu yang nggak beres dengan susu ini."Tatapan Dominic langsung menajam. Segera setelah itu, dia bertanya, "Maksudmu, ada orang yang ingin mencelakaimu?"Eleanor membalas sambil mengangguk dengan serius, "Sepertinya begitu. Aku juga belum yakin, tapi sebaiknya tetap berhati-hati.""Oke, serahkan saja padaku." Dominic mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan."Datanglah ke sini, ada sesuatu yang harus kamu lakukan," ucap Dominic sambil berjalan menjauh, hingga akhirnya sosoknya menghilang di ujung tan
Setelah sarapan, Dominic dan Eleanor turun ke tempat parkir bawah tanah. Kemudian, Eleanor berjalan ke arah mobil Bentley biru itu.Tiba-tiba, pria itu bertanya, "Gimana rasanya mengendarai mobil ini?"Eleanor mengatupkan bibirnya sejenak, lalu menyelipkan sehelai rambut di belakang telinganya sebelum membalas, "Aku sudah mencobanya tadi malam. Bagus kok. Makasih, Kak Dominic.""Kalau begitu, aku pergi dulu?" Eleanor mengangkat kunci mobil di tangannya. Seolah teringat sesuatu, dia menambahkan, "Oh ya, Kak. Aku juga punya hadiah untukmu. Seharusnya sudah kuberikan semalam saat kita bertemu, tapi aku lupa.""Hmm? Hadiah apa?" tanya Dominic.Eleanor memberi tahu, "Ada di koper di hotel. Nanti setelah kembali, aku akan ambilkan untukmu."Dominic membuka pintu di sisi pengemudi, lalu berucap, "Aku ikut denganmu. Biar aku yang menyetir saja.""Hah?" Eleanor terkejut sejenak, tetapi segera bereaksi. Dia membalas, "Oke, kita pergi bareng-bareng. Tapi biar aku saja yang menyetir, kamu istiraha
Dominic duduk di kursi pengamat. Dia menatap wanita yang tengah berdiri di ruang sidang dengan penuh semangat. Dalam hatinya, rasa bangga muncul begitu saja.Sementara itu di mata Dominic, kekaguman dan kasih sayang meluap tanpa bisa dikendalikannya. Eleanor benar-benar luar biasa. Setelah sidang berakhir, dia menyerahkan sebotol air mineral padanya sambil berucap, "Minumlah sedikit.""Makasih." Eleanor menerimanya dan meneguk dua kali. Kemudian, dia berujar, "Putusan akan diumumkan di lain waktu, tapi kemungkinan besar kami akan menang."Dominic masih sangat kagum. Dia memuji, "Elea, saat tadi kamu berdebat di ruang sidang, matamu bersinar terang dan penuh keyakinan. Aku sampai nggak sadar dan terpikat padamu."Mendengar itu, Eleanor tersipu malu dan tertawa pelan. Dia bertanya, "Benarkah? Aku juga merasa saat sidang, aku seperti berubah menjadi orang yang berbeda."Dominic memujinya dengan tulus, "Kamu luar biasa. Suatu hari nanti, kamu pasti akan menjadi pengacara top yang dikenal d
Mengingat bagaimana dulu dia mengabaikan Eleanor demi Miranda dan mengucapkan banyak kata-kata menyakitkan, Rowan kembali merasakan sakit di hatinya.Tiba-tiba, dia teringat bahwa Eleanor dulu sangat ingin menikah dengannya. Namun, dia pernah mengatakan banyak hal yang menyakitkan, bahkan berkata bahwa dia tidak mungkin menikahinya.Namun, bagaimana jika dia bersedia menikahi Eleanor? Apakah Eleanor akan kembali padanya?Memikirkan hal itu, mata Rowan kembali berbinar. Jika Eleanor menikah dengannya dan menjadi Nyonya Keluarga Naval, dia pasti akan menerima ajakannya untuk kembali bersama!....Keesokan paginya, Eleanor pergi ke kantor jaminan sosial bersama kliennya untuk mengurus klaim kecelakaan kerja. Menjelang siang, dia naik taksi kembali ke firma hukum.Saat taksi mendekati jalan tempat firma hukum berada, sopirnya bergumam, "Ada apa di depan sana? Kenapa ramai sekali?"Kemudian, dia menoleh ke arah Eleanor. "Bu, jalan di depan macet, sebaiknya turun di sini saja. Nggak jauh kok
Beberapa tahun lalu, Dominic pernah berkelahi dan dihukum oleh kakeknya dengan aturan keluarga. Untungnya, saat itu mereka tidak tahu alasan dia berkelahi.Kali ini pun, dia tidak boleh membiarkan keluarganya tahu bahwa dia berkelahi demi Eleanor. Jika tidak, pertunangan mereka bisa ditunda atau bahkan dibatalkan.Haris menyeka keringat dingin di dahinya, punggungnya terasa dingin. Dia lalu mengangguk cepat. "Baik, baik.""Urus administrasi," perintah Dominic dengan suara datar."Baik, Pak."Tempat tidur Rowan tidak jauh dari sana, jadi dia bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas. "Hah." Dia mengangkat alis dan tersenyum sinis. "Sudah sebesar ini, masih takut ketahuan keluarga kalau berkelahi? Dasar bayi besar!"Dominic hanya tertawa dan meliriknya dengan tatapan penuh provokasi. "Keluargaku nggak perlu tahu, cukup tunanganku saja yang tahu."Kata tunangan terlalu tajam, seperti belati paling tajam yang menusuk tepat ke jantung Rowan. Dalam sekejap, Rowan kehilangan seluruh tenag
Begitu kedua pria itu dipisahkan, Eleanor segera berlari ke arah Dominic. Matanya penuh kepedihan. Air mata menggenang di pelupuknya, suaranya bergetar seperti hendak menangis. "Kak, kamu terluka! Kita harus ke rumah sakit sekarang!"Melihat Eleanor, semua keganasan di mata Dominic langsung lenyap, berganti dengan kelembutan. "Aku baik-baik saja."Tidak jauh dari sana, Rowan yang ditahan oleh polisi melihat pemandangan itu dan merasa hatinya hancur berkeping-keping.Dengan wajahnya yang tersirat kesakitan mendalam, dia terlihat seperti anjing yang ditelantarkan oleh pemiliknya. Dia bertanya, "Eleanor, siapa dia?"Begitu mendengar pertanyaan itu, kilatan amarah muncul di mata Eleanor. Dia sontak menoleh dan menatap langsung ke arah Rowan.Kebencian dalam tatapannya begitu jelas, menusuk tepat ke hati Rowan, membuatnya terasa seperti tertusuk belati. Detik berikutnya, Rowan mendengar suara dingin yang menusuk tulang."Rowan, aku nggak ingin melihatmu lagi. Tolong lenyap dari hidupku untu
Dominic bahkan tidak melirik Rowan. Tanpa sepatah kata pun, dia langsung mengayunkan tinjunya ke wajah Rowan. Pukulan itu penuh dengan amarah, dia mengerahkan seluruh kekuatannya.Rowan mengerang kesakitan, refleks melepaskan Eleanor dan menutupi bagian yang dipukul. "Sialan! Cari mati ya!"Dominic menarik Eleanor ke belakangnya, melindunginya dengan tubuhnya. Tatapan dinginnya yang penuh niat membunuh tertuju pada Rowan. Dia menggertakkan giginya. "Jauhi dia!"Rowan yang sudah dipukul pun semakin marah saat melihat pria ini melindungi Eleanor. Dadanya sesak dipenuhi amarah. Dia mendorong Dominic dengan kasar. "Berengsek! Dia wanitaku, jangan sentuh dia!"Dominic menyerahkan termos makanan ke tangan Eleanor. "Tunggu di sana."Begitu Eleanor menerima termos itu, Dominic langsung berbalik dan menendang Rowan dengan keras.Rowan terjungkal ke tanah. Dia bangkit dengan wajah penuh amarah. Sebagai pewaris Keluarga Naval, dia selalu dipuja dan dihormati. Dia tidak pernah diperlakukan sehina
Eleanor langsung menghentikan langkah kakinya. Dia menoleh ke arah sumber suara dan melihat Rowan berdiri di bawah pohon, menatapnya dalam diam. Tatapannya gelap dan berbahaya."Nanti kita bicara lagi, aku tutup dulu." Eleanor langsung mengakhiri panggilan dan berjalan ke arah Rowan.Dia berhenti satu meter di depannya. Ekspresinya penuh kekesalan. "Gimana kamu bisa menemukan tempat ini?""Hah." Rowan menyipitkan matanya sedikit, auranya penuh ancaman. "Kamu menghindar dariku?"Eleanor mengernyit. "Kenapa aku harus menghindarimu? Bukannya aku sudah bilang aku akan balik ke kampung halaman?"Rowan melangkah lebih dekat. Eleanor refleks mundur. Gerakan itu membuat kekesalan di tatapan Rowan semakin dalam."Kamu bilang cuma sebentar, tapi kamu nggak bilang nggak akan kembali ke Kota Alman." Rowan mencondongkan tubuhnya ke depan. Tatapannya dipenuhi emosi yang berkecamuk. "Kamu mau merajuk sampai kapan?"Eleanor berdecak kesal sambil menatap mata Rowan dengan tenang. "Aku nggak merajuk. Ro
Keesokan hari saat bekerja, Vivian memberikan dua kasus kepada Eleanor. Dia secara langsung menyerahkan berkas kasus dan berbicara dengan cepat, "Klien ingin mengajukan banding. Pengacara sebelumnya sudah mengundurkan diri, jadi sekarang dialihkan ke kamu.""Batas waktu banding sudah dekat, sebaiknya kamu segera menyiapkan dokumen banding hari ini dan merapikan semua berkas untuk diajukan ke pengadilan.""Lalu, ada kasus kecelakaan kerja ini. Kamu perlu membawa klien melakukan verifikasi kecelakaan dan penilaian kemampuan kerja. Kamu bisa membuat janji dengannya hari ini atau besok. Besok sudah hari Jumat, sebaiknya jangan ditunda sampai minggu depan."Eleanor menerima berkas kasus dan mengangguk berkali-kali. "Baik, baik."Dia baru mulai bekerja, tetapi sudah langsung menangani kasus. Memang pantas jika firma hukum ini menjadi yang terbaik di Kota Ordo.Sibuk sedikit bukan masalah, semakin banyak kasus berarti semakin banyak komisi dan pengalaman yang bisa didapat.Eleanor lantas meng
Sekarang Adrian sudah mengaktifkan kembali kartu banknya, jadi nominal sebanyak ini bukan masalah bagi Eleanor. Anggap saja ini sebagai biaya untuk menjaga hubungan sosial.Saat makan malam berlangsung, Eleanor bangkit untuk pergi ke toilet. Erica kembali melontarkan sindiran, "Bu Eleanor, mau ke mana? Jangan-jangan mau kabur karena nggak sanggup bayar ya? Hahaha."Dengan ekspresi datar, Eleanor menjawab, "Aku mau ke toilet. Kenapa? Kamu nggak percaya padaku? Mau ikut juga?""Mana mungkin? Aku cuma bercanda kok. Kalau kamu terlalu serius, berarti salahmu sendiri," balas Erica dengan santai.Eleanor tidak lagi menggubrisnya dan langsung keluar dari ruangan. Saat berjalan ke toilet dan melewati area dekat lift, dia tanpa sengaja menoleh dan bertemu dengan sepasang mata yang familier.Dominic tampak terkejut. "Elea? Kok kamu ada di sini?"Di sekelilingnya, ada beberapa pria berpakaian formal dengan tampilan berkelas.Ruangan tempat Eleanor makan bersama rekan-rekannya berada di lantai sat
Di Restoran Nuansa, restoran mewah di sekitar Firma Hukum Victory. Selain ruang VIP eksklusif, hampir semua ruang privat dipesan oleh firma hukum.Di dalam ruang makan tempat Eleanor duduk ...."Bu Eleanor, wah, kamu royal sekali ya! Langsung pilih Restoran Nuansa!" Seorang pengacara wanita muda tersenyum. "Terakhir kali aku makan di sini itu pas acara tahunan firma, waktu bos besar yang traktir."Vivian ikut bercanda, "Bu Eleanor masih muda, tapi sudah sukses. Sepertinya selama ini dapat banyak klien besar ya? Di kantor kita, kalau semua departemen digabung, ada lebih dari 100 orang. Sepertinya malam ini kamu bakal keluar banyak uang nih."Torro terkekeh-kekeh dan berkata, "Kamu ini keren juga ya."Seorang wanita muda lainnya bertanya dengan nada sarkastis, "Bu Eleanor, kamu yakin bisa nih? Di sini, rata-rata per orang bisa habis 400 sampai 600 ribu. Ditambah minuman dan alkohol, makan malam ini bisa-bisa menghabiskan gaji tiga bulanmu. Gimana kalau cari tempat lain saja? Jangan memak
Eleanor berpikir, jika dirinya bekerja di Firma Hukum Victory nanti, dia akan pindah ke apartemen supaya perjalanan ke kantor lebih mudah. Tinggal sendiri juga lebih nyaman. Yang paling penting, dia tidak perlu berhadapan dengan Adrian dan Karmela. Hidupnya akan lebih tenang.Di Firma Hukum Victory, yang mewawancarainya adalah HRD serta Vivian. Eleanor adalah lulusan universitas ternama dan memiliki pengalaman kerja 3 tahun. Semua pertanyaan profesional yang diajukan oleh Vivian dapat dijawab dengan lancar.Terlihat jelas bahwa Vivian sangat puas dengannya. Untuk gaji dan tunjangan, mereka langsung menyetujui ekspektasi Eleanor. Gaji pokok 30 juta ditambah komisi dari biaya hukum.Setelah wawancara selesai, Vivian tersenyum dan berkata, "Bu Eleanor, sampai jumpa besok."Eleanor membalas dengan senyuman sopan, "Sampai jumpa besok."Wawancara ini jauh lebih mudah dari yang dibayangkan. Awalnya, dia mengira firma hukum akan menekan tawaran gajinya. Tak disangka, semuanya berjalan begitu l