"Iya dia duda, padahal pernikahannya baru jalan enam bulan. Mereka juga baru cerai satu bulan yang lalu," jelas Imelda kepada Renata.
"Lo tau alasan Pak Arjuna cerai?"
"Seperti yang gue dengar ya..." Imelda mendekatkan wajahnya pada telinga kanan Renata dan berbisik rendah. "Istrinya selalu nggak puas, kalau main sama dia."
"Masa sih, Del? Ah, lo bohong kali, secara gitu ya, Pak Arjuna itu ganteng, tajir sih udah tentu, dan duh... seksi abis. Masa sih dia duda karena alasan itu," ujar Renata menolak tak percaya.
"Udah ah, nggak baik ngomongin atasan. Nanti kualat." Dan piring wanita itu juga ikut tandas begitu dia menutup pembicaraan tentang kehidupan pribadi atasannya.
"Intinya, lo harus kuat-kuat ya. Dan selamat datang di dapur kami. Semoga lo betah ya, Re."
Renata dan Imelda pun kembali menuju dapur setelah menghabiskan waktu satu jam untuk beristirahat. Masih ada pertanyaan yang berkeliaran di kepala Renata sejak dia datang ke kantin khusus karyawan. Yaitu; dia tidak melihat Arjuna di sana, lalu biasanya pria itu beristirahat di mana?
Sepanjang perjalanan menuju dapur, Renata tak henti-hentinya mendengarkan Imelda yang terus berbicara. Imelda menyerocos tentang apa saja, mulai dari kesan pertama dia kerja di sini, melihat sosok Arjuna yang membuatnya selalu horny atau apalah, sampai-sampai Imelda bercerita tentang salah satu kucing kesayangannya yang terlindas oleh mobilnya. Dan tentu saja, itu membuat Imelda menangis berhari-hari, itu sih yang Renata dengar sejak tadi.
Tiba-tiba saja, kedua mata Renata menemukan sosok yang tak asing lagi baginya. Sosok itu sedang duduk pada sebuah kursi taman dan meskipun jarak mereka cukup jauh, Renata bisa segera mengenalinya.
"Pak Arjuna.." gumamnya pelan, dan langsung saja dia berhenti berjalan dan menatap Arjuna yang sedang duduk di kursi taman.
Renata melihat Arjuna sedang duduk sembari menghisap rokok, lalu membuang asapnya begitu saja, seolah-seolah asap itu merupakan masa lalunya yang dibuang ke udara. Terlihat juga raut wajah Arjuna yang menunjukan kesedihan. Sesekali juga, pria itu tampak memejamkan kedua mata, dan membukanya kembali. Renata yang melihat itu merasa hatinya terenyuh. Apalagi saat mengetahui bahwa Arjuna merupakan seorang pria yang baru bercerai.
"Woyy!!" teriak Imelda yang membuyarkan lamunan Renata. Dia melihat temannya itu sudah berjarak beberapa meter darinya.
"Lo ngapain sih?!"
Renata yang tersadar, langsung saja kembali berjalan cepat. Oh bukan, melainkan berlari kecil agar bisa segera tiba di samping Imelda.
"Nggak apa-apa." jawabnya ketika sudah berada di samping Imelda.
"Lihat apa sih? Serius amat." Imelda pun kembali bertanya. Renata berpikir sejenak, lalu menggeleng. "Um... nggak lihat apa-apa sih."
"Pak Arjuna ya?" tebakan Imelda membuat Renata terkejut. Bagaimana Imelda bisa tahu? Ah sial, dia terpergok juga.
"Ah, apaan sih lu," sergah Renata cepat.
"Pak Arjuna emang nggak suka istirahat di kantin." Imelda pun mulai melanjutkan langkahnya kembali, sementara Renata menyamakan langkah.
"Dia emang suka duduk di kursi taman itu. Sambil menikmati pemandangan hotel ditemani sebatang rokok. Sendiri, dan nggak pernah ada yang nemanin."
Kali ini, Renata mulai mendengarkan secara serius tatkala Imelda menjawab pertanyaan di kepalanya. Tanpa dia ucapkan, temannya itu sudah tahu.
"Emang suka sedih gitu ya, mukanya?" tanya Renata.
"Maklumlah, namanya juga orang yang baru cerai satu bulan yang lalu. Jadi, wajar aja kalau Pak Arjuna belum bisa move on," jelas Imelda lagi, sementara Renata mengangguk mengerti.
"Lo kayaknya, tahu banget ya tentang Pak Arjuna," lanjut Renata sementara mereka masih terus berjalan kembali ke dapur.
"Re, semua orang juga tahu. So, bukan cuman gue aja. Dannsekarang lo juga tau. Apa lu nggak tahu, gimana mulutnya orang-orang dapur kalau ada gosip terbaru," Imelda terkekeh. "Kayak lambe turah yang selalu up-to-date."
Renata tertawa. "Masa, sih?"
"lya, pura-pura ah lo. Tahu nggak, anak-anak dapur di sini paling suka gosip. Hidup semua kalau udah bergosip." Tawa Imelda berderai ketika sudah berada di depan dapur.
"Ekhm!" Suara dehaman itu membuat Imelda dan Renata terkejut setengah mati. Renata berhenti melangkah sementara Imelda segera menutup mulutnya.
"Sudah waktunya kerja. Ketawa-ketawa saja kerjaannya."
Mereka berdua tak berani menjawab, melainkan mempercepat langkah dan masuk ke dapur. Namun, tiba-tiba saja Renata merasakan cengkeraman lembut di tangan kanannya. Tentu sajanitu membuatnya tersentak dan jantungnya berdebar tak karuan.
"Ikut saya."
Perintah itu membuat bibir Renata kelu, ia tak mampu menjawab perintah Arjuna dan lebih memilih berjalan mengikuti pria itu di belakangnya. Hingga akhirnya mereka tiba di sebuah ruangan kecil, dan sudah dipastikan itu adalah kantor Arjuna.
"Pak, sa-saya minta maaf," ucap Renata, yang masih mengira pria itu marah karena Renata dan Imelda tertawa-tawa di jam kerja.
Arjuna bergeming. Tak menyahut ucapan Renata. Dia hanyanmenatap tajam kedua mata Renata dengan tatapan yang mampu menghunus menuju hati Renata yang paling dalam. Ditatapnya kedua mata Renata tanpa henti, membuat wanita itu semakin menunjukan raut wajah yang ketakutan.
“Pak…”
"Kamu tahu alasan saya menjadikan kamu sebagai Sous Chef?" kata pria itu setelah mendengar Renata memanggilnya untuk yang kedua kali.
Renata mendongak setelah sejak tadi tertunduk ketakutan. "Ng-nggak tau, Pak."
Kenapa wanita ini semakin menggemaskan ketika sedang ketakutan, pikir Arjuna gemas.
"Karena saya yakin, kamu bisa memperhatikan pegawai lain di sini. Dan saya percaya kamu bisa bertanggungjawab pada resep di dapur kita." Renata terdiam, tidak berani membuka mulut. "Jadi, saya harap kamu bisa bekerja dengan baik. Bukan malah ketawa-ketawa kayak tadi."
"Saya minta maaf, Pak," ucap Renata lagi, kali ini bahkan lebih pelan.
"Kembali ke dapur!" Perintah tegas itu langsung saja membuat Renata membalikkan badan dan melesat pergi dari ruangan Arjuna.
Renata kembali ke dapur dan langsung saja memakai apronnya dengan cepat. Lalu kembali bekerja sebagai mestinya. Dia tidak ingin di hari pertama bekerja, sudah membuat masalah. Jadi, saat Imelda mengajaknya mengobrol, Renata tidak mendengarkannya."Re..." panggil Imelda sedikit berteriak, padahal jarak mereka cukup dekat. "Re ish...gue mau nanya.""Apaan?" Renata menolehkan kepalanya sekilas, lalu kembali memfokuskan diri pada masakan yang sedang dibuatnya."Lo tau resep adonan poffertjes?""Tahu. Nih..." Renata menyodorkan catatan kecil yang biasa digunakannya."Eh, tadi Pak Arjuna bil-"Pertanyaan Imelda terhenti ketika melihat Arjuna sudah memasuki dapur. Suasana dapur pun kembali berubah menyeramkan.Arjuna berjalan-jalan melewati beberapa orang yang bekerja. Kadang juga mencicipi masakan yang sedang dibuat oleh para Juru masak."Kurang garam," ucapnya setelah mencicipi masakan dari salah satu juru masak pria."Ini," Arjuna kini berada di samping Imelda, yang sedang meracik bahan u
Arjuna.Pria itu yang menyapanya, khas dengan nada datar dan dingin. Berdiri hadapannya, Arjuna sudah mengganti chef jacket-nya dengan kaos putih polos berlengan pendek. Tatapan Renata terhenti pada kaos ketat yang dikenakan Arjuna.Kedua otot tangannya terlihat sempurna. Dada bidangnya...ugh! Renata ingin mengusapnya lembut. Dan wajahnya juga terlihat lebih bersih serta tatanan rambutnya juga begitu rapi. Tampak sebuah tas punggung hitam yang tergantung pada sebelah bahunya yang kekar. Pokoknya, seksi abis!!!"Renata?" panggil Arjuna, yang membuat Renata makin salah tingkah, karena ketahuan merenung pria itu terlalu lama. Buru-buru, Renata memalingkan wajah dan mengutuk dirinya sendiri karena bersikap layaknya wanita jalang yang mendapatkan pelanggan. "Kamu belum pulang?""Be-belum, Pak." Renata masih memalingkan wajah, tak berani menatap Arjuna, karena itu bisa membuatnya sakit jantung lalu pingsan seketika."Um... " Arjuna bergumam. "Ngomong-ngomong, tangan kamu masih terasa panas?
Sepertinya, hari ini adalah hari tersial Renata. Terlambat masuk kerja dan salah masuk ruang ganti pakaian. Belum lagi, otaknya kini mulai kotor karena pemandangan perut kotak-kotak Arjuna yang tak bisa dia hindari.Walau akhirnya, dia memang mengalihkan wajah namun Arjuna pasti terlanjur menyadarinya, bahwa dia terpana pada tubuh indah pria itu. Dan mungkin, Arjuna akan segera memnecatnya karena memperkejakan karyawan berotak mesum.Sejujurnya, Renata merasakan hal aneh, sikap Arjuna sedikit berbeda. Sejak insiden terkena minyak panas itu, perilaku Arjuna berubah drastis terhadapanya ya, walaupun nada bicaranya masih datar dan sedingin es. Tetapi, Renata dapat melihat bahvwa pria itu peduli kepadanya, mulai dengan menanyakan kondisi tangannya pasca insiden itu, hingga malam tadi Arjuna mengajaknya pulang bersama, yang justru ditolak Renata mentah-mentah. Bukan berarti Renata menolak rezeki, hanya saja dia merasa hal itu tidak pantas.Seperti siang ini, Renata tidak memakan apapun saa
Renata langsung membuang semua angannya mengenai Arjuna. Dan lebih memilih memainkan nampan makan siangnya. Sesekali juga menggaruk tengkuknya karena rasa pegal yang tiba-tiba menjalar di sekujur tubuhnya, dan dia juga merasakan tubuhnya yang sedikit hangat.Mungkin ini efek dari hujan-hujanan dengan ojek online semalam."Ehem..." Arjuna berdeham sambil meraih segelas minumnputih, meneguknya dan meletakkan gelas kosong itu kembali.Piring di hadapannya pun telah tandas. "Nggak makan, Re?""Eh? Hah? Nggak, Pak," respon Renata dengan pertanyaan Arjuna yang tiba-tiba."Kenapa?" tanya Arjuna yang terkesan menginteroasi.Bukan terkesan lagi, bahkan Renata merasakan sedang diinterogasi oleh Arjuna. Suara datar dan dingin pria itu membuat Renata sedikit takut berhadapan dengan atasannya itu. Oke, ini berlebihan.Tapi, itu memang benar! Renata benar-benar merasa jantungnya berdebar kencang. Bulir-bulir keringat sudah bermunculan di pelipisnya.Hawa panas pun mulai menyeruak di kantin tersebut
‘Jangan lupa rotinya dimakan, obatnya juga. Get well soon, Arjuna.’Ketika melihat nama yang tertera pada kertas tersebut, jantung Renata langsung saja berdebar kencang dan hatinya berbunga-bunga.Senyumnya mengembang dan tak henti-hentinya dia menatap secuil kertas yang Arjuna selipkan itu. Kemudian Renata meraih, roti sobek, membuka bungkusnya, lalu mulai memakannya dengan lahap. Tak ingin menyisakan sedikitpun, karena itu merupakan pemberian dari orang yang dia sukai.Ya, Renata akui dia mulai tertarik dengan sosok Arjuna. Walaupun pria itu selalu bersikap dingin dan datar, tetapi itulah daya tarik pria itu, daya tarik yang membuat Renata semakin menyukai atasannya tersebut.Kemudian, diraihnya botol air mineral. Semua dia lahap hingga habis, kecuali minyak kayu putih yang dia masukkan ke dalam saku chef jacket-nya, bersama dengan secuil kertas beriskan tulisan tangan Arjuna.Ketika dia melirik jam pada dinding, Renata terkejut karena jarum pendek sudah bergerak ke angka tujuh."Hah
"Ma-maksud Pak Arjuna?" tanya Renata ragu, karena dengan cepat otaknya langsung berpikiran kotor saat Arjuna berkata ‘temani'."Kamu mau, kan, dengarin saya curhat? Sepertinya akan lebih lega, kalau saya punya teman curhat," kata Arjuna, sambil terkekeh pelan.Oh Tuhan, jangankan kekehan, melihat senyumnya saja, Renata sudah tak tahan."Kamu nggak usah tegang, sini duduk dekat saya," ajaknya kemudian dan Renata pun melangkah pelan, lalu duduk di bangku panjang persis di sebelah Arjuna."Kalau boleh tau, kenapa Pak Arjuna belum pulang? Setahu saya, tadi bapak bilang mau pulang," ucap Renata, yang lebih dulu memecahkan keheningan."Pak Arjuna lagi ada masalah, ya?" selidik Renata. Entah kenapa, ia ingin mnengulik Arjuna lebih dalam."Saya bingung. Saya baru cerai dengan mantan istri saya satu bulan yang lalu," ucap Arjuna, memulai. "Dia selingkuh dengan pria lain, dan jelas itu melukai hati saya."Bahkan pria muda setempan dan seseksi Arjuna, plus juga sangat mapan, tetapi tidak menjadi
Keesokan paginya, Renata bekerja seperti biasa. Tak ada keterlambatan lagi, karena dia tak ingin atasannya itu marah. Lagipula Renata tidak bisa tidur, jadi tidak susah baginya untuk bangun pagi-pagi. Hampir semalaman dia berkutat dengan kenyataan tersebut, bahwa Arjuna sudah tertarik dengan Wanita lain. Dalam artian, cinta Renata bertepuk sebelah tangan. Kalau dipikir-pikir juga, mana mau seorang Arjuna yang tampan, seksi dan kaya mau berhubungan dengannya? Itu sangat tidak mungkin terjadi.Saat melihat Arjuna di dapur, pikiran Renata kembali pada ucapan pria itu, yang bercerita tentang sosok wanita yang disukainya. Walaupun rasanya sakit, menusuk hati Renata yang paling dalam, tetapi dia harus bisa menerimanya. Karena Renata bukan selera Arjuna. Renata yakin, bukan hanya dirinya yang terikat pesona duda keren itu.Arjuna masih sangat muda di usia tiga puluh tahun, karirnya bersinar dan Renata yakin Arjuna tahu kalau banyak wanita mengecapnya sebagai sarang duit. Hanya saja, Renata t
Tentu saja semua pekerja yang ada di sana ikut terkejut. Tak terkecuali Imelda, yang juga membulatkan mata sembari menatap ke arah Renata. Mulutnya bergerak, namun tak bersuara."Kok bisa lo? Kan lo Sous Chef."Iya itu benar, Renata Sous Chef. Seharusnya dia tetap tinggal di sini apabila Arjuna harus pergi. Karena dia-lah yang akan bertanggungjawab menggantikan posisi pria itu."Ya, saya akan berangkat bersama Renata ke Bandung. Selama satu atau dua minggu saya akan berada di sana," ucap Arjuna yang semakin Renata tak bisa berkata-kata. "Mereka memiliki jadwal event yang penuh dan kebutuan catering yang sangat mendadak.""Maaf, Pak." Renata mengangkat tangan kanannya, hendak memprotes ucapan Arjuna barusan. "Kenapa harus saya, Pak? Seharusnya saya tinggal di sini. Bapak bisa pergi bersama Imelda, Pak Toni, ataupun Pak Rudi. Jadwal event di hotel ini juga lagi penuh, Pak."Untuk pertama kalinya, Arjuna tersenyum di hadapan semua pe
Renata menatap dirinya sendiri pada pantulan cermin yang ada di ruang ganti. Tubuhnya sudah terbalut oleh busana pernikahan hasil rancangan Anne. Masih dengan veil yang belum menutupi wajahnya, Renata terus saja menatap dirinya sendiri. Renata tidak percaya, bahwa sebentar lagi, dia akan menjadi istri dari seorang Arjuna Tunggajaya Nuraga. Dan tentu saja, namanya akan berubah menjadi Renata Deanita Tunggajaya Nuraga. Panjang sekali memang, tetapi Renata menyukainya.Tok...tok..tokSuara ketukan dan decitan pintu membuat Renata menoleh ke belakang. Dilihatnya Imelda yang sudah tampak cantik dengan balutan dress tosca panjang dan rambut yang tergerai indah. Sahabatnya itu akan menjadi penggiring mempelai wanita."Yang sebentar lagi bakalan jadi Nyonya Nuraga, lagi deg-degan ya?" ucap Imelda seraya melangkahkan kaki mendekati Renata, lalu memegang kedua bahu Renata.Renata tersenyum samar, berusaha menutupi rasa gugupnya, tetapi gagal."Lo nggak usah
"Dua bulan yang lalu, aku nyaris buat kamu sengsara. Aku telah menyakiti kamu saat itu. Aku nggak tau harus bagaimana, mendengar kamu menangis membuat hatiku sakit. Aku bodoh, ya? Udah membuat kamu menangis.""Sayang..." Renata mengusap pipi Arjuna sekilas. "Nggak usah menyalahkan diri sendiri. Aku bahagia karena kamu kembali padaku. Kamu ada di sini sekarang, itu yang terpenting. Jadi, kita nggak perlu bahas masalah itu lagi, oke?"Arjuna mengangguk."Bae, aku janji nggak-""Udah," potong Renata cepat. "Aku udah nggak percaya sama janji kamu. Dulu kamu janji nggak akan ninggalin aku, tapi buktinya kamu hampir pergi selamanya. Kamu juga janji nggak akan buat aku nangis, tapi nyatanya kamu selalu buat aku nangis."Re,""Aku nggak percaya janji kamu lagi. Tapi, aku percaya kalau kamu akan selalu berusaha ada dan selalu menjagaku dengan cinta yang kamu berikan.""Jadi," Renata menarik tangannya yang sedang digenggam oleh Arjuna. Kemudian
Sayang, bangun. Saya mohon sama kamu, tolong bangun..Suara itu sudah tak asing lagi, sangat familiar. Suara yang selama ini selalu membuatnya nmerasa tenang dan bahagia.Kamu bilang akan merasa bersalah jika saya nangis. Arjuna, saya lagi nangis sekarang, jadi kamu buka, ya, mata kamu.Dia mencoba untuk membuka mata, tapi apalah daya, dia tak sanggup. Dadanya terasa semakin sesak saat mendengar wanita itu menangis. Dia juga ingin menangis, tetapi tak bisa. Tubuhnya selalu saja menolak jika dia ingin berusaha. Kegelapan semakin dalam menyelimuti dirinya. Seakan-akan berada di dasar Samudra yang paling dalam dan sulit untuk mencapai ke atas. Berusaha berenang tetapi tak bisa. Tak ada yang bisa dia lakukan selain berdiam.Dia terus saja mendengar Renata menangisi dirinya. Dia ingin sekali nembuka mata dan mengatakan pada Renata bahwa dia merasa bersalah. Tangisan Renata membuat hatinya menjerit sakit. Renata hanya ingin dia bangun, tapi ke
Setelah menemui Anne, selanjutnya Renata bertemu Ivan wedding organizer yang akan mengurusi pernikahannya nanti. Saat Renata memasuki kantor pria itu, dilihatnya Ivan sedang memegang secangkir kopi dari kedai kopi ternama di Indonesia."Hai..." sapa Ivan sembari mengulurkan tangan kanannya."Hai juga, Van." Renata menerima jabatan tangan Ivan sambil tersenyum hangat.Pria itu langsung mempersilahkan Renata duduk. Bahkan, dia sudah memesankan Renata coffee latte, kopi favoritnya."Jadi, gimana, Ren?" tanya Renata seraya mengambil cangkir dan menyesap cofee latte-nya."Semuanya udah beres. Undangan sudah, alat dan bahan dekorasi pun udah, kateringnya juga sudah siap.""Untuk pelunasan sisa biaya, kira-kira kapan?" tanya Renata."Seminggu sebelum hari pernikahan," balas Ivan yang diikuti dengan anggukan kepala Renata. "Eh, kok sendiri ke sininya? Mana calonnya?""Sibuk kerja, dia masuk siang. Jadi, nggak bisa temenin saya ke sini.
Tuhan, kenapa kau bawa dia pergi sebelum aku benar-benar bahagia?Kenapa kau jauhkan dia saat aku ingin selalu dekat dengannya?Kenapa kau buat dia menjadi pria berengsek yang ingkar pada janjinya?Apa salah aku, Tuhan?Hingga kau membuatku seperti ini.Dia,Hanya dia satu-satunya yang membuatku bahagia.Setiap kata dan tindakan kecil yang dilakukannya selalu membuatku bahagia.Senyum, tawa, dan tangisnya sudah menjadi temanku selama ini.Tuhan,Jika aku boleh minta, tolong kembalikan dia.Atau,Jika kau tak bisa nengembalikannya...Tolong sampaikan padanya bahwa aku rindu...Dari Renata yang selalu merindukan pria bernama Arjuna.☆☆☆☆☆Dua bulan kemudian...Renata baru saja meletakkan sebuket bunga di atas salah satukuburan di pemak
Tiga hari berikutnya kondisi Arjuna masih sama. Masih koma, sepertinya pria itu masih menolak untuk bangun. Renata yang sudah rapi dengan chef jacket-nya berdiri di samping ranjang Arjuna. Tidak ada pilihan, dia harus kembali bekerja untuk menggantikan posisi Arjuna. Namun, Renata tak pernah absen menemani Arjuna sebelum dan sepulang kerja."Sayang.." Renata mengusap puncak kepala Arjuna. "Saya kerja dulu, ya? Kamu jangan kayak kemarin."Renata berjalan keluar dan mendapati Ayah Arjuna sudah siap menggantikannya. Setelah berpamitan, dengan berat hati, Renata terpaksa pergi ke hotel. Jujur saja, semuanya terasa salah tanpa kehadiran Arjuna, tapi bekerja akan membantu Renata tetap waras. Dia juga tidak ingin lagi terpuruk menangis, itu tidak akan membantu dirinya sendiri dan juga Arjuna."Selamat pagi," sapa Renata yang dibalas dengan sapaan serta senyuman oleh karyawan lain.Imelda juga merasa senang karena Renata berusaha keras untuk bersikap nor
Tangis Renata menggema di lorong rumah sakit berdinding putih tersebut. Tubuhnya bergetar hebat dengan bercak air mata menutupi wajahnya. Ditatapnya telapak tangannya sendiri yang terbuka dan bergetar, bercak darah Arjuna memenuhi permukaan kulitnya. Renata masih tidak bisa menyingkirkan ingatan mengerikan itu, ketika Arjuna nyaris saja mati di hadapannya, tertembak oleh wanita gila yang terobsesi padanya.Sudah dua jam berlalu sejak kejadian naas itu, namun kondisi Arjuna masih kritis. Itu sudah cukup untuk membuat tangis Renata semakin menjadi. Di seberang sana, Ayah Arjuna tampak sedang menatap kosong ke arah ubin rumah sakit yang mengilat. Pria itu tidak menangis, hanya terdiam seperti orang yang baru saja kehilangan nyawanya."Arr-Arjuna.." lirih Renata dengan bibir yang terus saja bergetar hebat.Imelda yang kini sedang duduk di sampingnya hanya bisa merangkul bahu temannya itu. Memeluknya erat serta memberikan kehangatan kepada Renata. Imelda bergegas dat
Sepanjang perjalanan, Renata menyimpan kecemasan tersendiri. Dia takut jika Ayah Arjuna tidak menyukai penampilannya sekarang, tetapi Arjuna seperti bisa mencium kecemasannya. Pria itu menyentuh lembut lengannya, meremas tanpa kata-kata seolah sedang memberi kekuatan dalam diam.Waktu sudah menunjukan pukul 20.00 dan mereka telah di tiba di kediaman Ayah Arjuna yang sudah penuh oleh para tamu undangan. Memang, setiap tahunnya, perayaan ulang tahun Ayah Arjuna selalu dirayakan besar-besar, hitung-hitung sebagai ajang berkumpulnya teman lama.Pria itu sedang berbincang dengan salah satu temannya Ketika dia menoleh untuk menyambut anaknya dengan hangat. "Arjuna, apa kabar?""Baik, Pa," balas Arjuna. "Maaf pa, Arjuna nggak bisa ngasih hadiah. Arjuna cuman bisa ngasih Renata sebagai calon istri Arjuna."Ayahnya terkejut dengan pengakuan Arjuna barusan. Bahkan pria itu tidak menyangka jika anaknya sudah melamar Renata. Begitupun dengan Renata, yang menunjukan c
Renata tersentak dan spontan memukul bahu Arjuna dengan keras, terbukti dengan suara ringisan Arjuna. "Enak aja. Kamu itu milik saya, karena kamu adalah my hottest chef.""Oh, jadi cuma sebatas chef?" protes Arjuna dan Renata tertawa kembali. Rasanya menyenangkan jika dia dan Arjuna tertawa bahagia seperti ini.Renata berhenti sejenak, dikuti dengan Arjuna yang ikut menghentikan langkah. Wanita itu pun mendekatkan wajahnya pada telinga kanan Arjuna. "You're my hottest chef and my future husband."Arjuna terkekeh dan membalas bisikan Renata dengan ciuman di pipi seraya berkata, "And, you're my future wife. I'm so lucky to have you. "Mereka pun kembali berjalan hingga kedua tiba di samping mobil Arjuna. Pria itu membukakan pintu penumpang bagi Renata lalu berjalan mengelilingi mobilnya untuk duduk di jok kemudi."Oh iya, Hari Minggu, Papa ulang tahun," ucap Arjuna sebelum menyalakan mesin mobilnya."Ulang t