Share

Chef - 3

Renata kembali ke dapur dan langsung saja memakai apronnya dengan cepat. Lalu kembali bekerja sebagai mestinya. Dia tidak ingin di hari pertama bekerja, sudah membuat masalah. Jadi, saat Imelda mengajaknya mengobrol, Renata tidak mendengarkannya.

"Re..." panggil Imelda sedikit berteriak, padahal jarak mereka cukup dekat. "Re ish...gue mau nanya."

"Apaan?" Renata menolehkan kepalanya sekilas, lalu kembali memfokuskan diri pada masakan yang sedang dibuatnya.

"Lo tau resep adonan poffertjes?"

"Tahu. Nih..." Renata menyodorkan catatan kecil yang biasa digunakannya.

"Eh, tadi Pak Arjuna bil-"

Pertanyaan Imelda terhenti ketika melihat Arjuna sudah memasuki dapur. Suasana dapur pun kembali berubah menyeramkan.

Arjuna berjalan-jalan melewati beberapa orang yang bekerja. Kadang juga mencicipi masakan yang sedang dibuat oleh para Juru masak.

"Kurang garam," ucapnya setelah mencicipi masakan dari salah satu juru masak pria.

"Ini," Arjuna kini berada di samping Imelda, yang sedang meracik bahan untuk membuat adonan poffertjes. "Ini putih telurnya kocok pisah."

Meskipun begitu, nada suara Arjuna tidak berubah. Tetap saja dingin seperti es, dan hal itulah yang membuatnya disegani oleh para pekerja yang lainnya. Kemudian, Arjuna terus saja memantau kinerja pekerja yang lainnya, hingga dia berjalan mendekati Renata. Tentu saja, Renata sedikit panik.

Saat Arjuna berjalan mendekati Renata, tanpa sengaja dia menyenggol siku kanan wanita itu, sehingga terdengar suara ringisan kesakitan dari mulut Renata.

"Renata," panggil Imelda terkejut, lalu cepat menghampiri wanita itu. "Tangan lo nggak apa-apa, kan? Duh... ini kan minyak panas."

Arjuna yang melihat itu langsung saja bereaksi, dengan cepat meraih tangan Renata dan membawanya menuju pancuran air mengalir di wastafel. Telihat sekali kalau wajahnya terksesan panik. Mungkin, Arjuna merasa bersalah karena telah tak sengaja menyenggol siku Renata.

"Pak.." panggil Renata hati-hati. Sumpah demi apapun, saat tangannya disentuh dan digenggam oleh Arjuna, jantungnya berdebar sangat kencang. Rasa sakitnya pun tiba-tiba saja hilang. Bahkan tubuhnya juga menegang kaku.

"Diam," perintah Arjuna yang masih bernadakan sedingin es.

"Pak, ini nggak apa-apa." Renata bersikeras ingin melepaskan genggaman itu. Tetapi, Arjuna menahannya semakin kuat.

"Saya minta maaf. Saya nggak sengaja," ucapnya kemudian, sembari mematikan pancuran air. "Masih panas?" lanjutnya.

Renata bisa menangkap kekhawatiran pria itu. Bahkan raut wajahnya juga menggambarkan rasa bersalahnya.

"Udah mendingan, kok, Pak," balas Renata seraya menarik tangannya. "Nanti di rumah saya olesi salep."

Arjuna bergeming. Pria itu tak membalas ucapan Renata dan hanya menatap wanita itu penuh arti. Pada detik selanjutnya, lengkungan senyum di bibirnya akhirnya terbit. Dan itu nyarismembuat Renata kehabisan napas karena senyuman Arjuna... benar-benar manis.

Gila! Bisa-bisa Renata melemas seketika. Hal yang dikatakan oleh semua orang tentang pria itu, justru membuat Renata semakin penasaran dengan sosok Arjuna.

Arjuna yang terlihat lebih tampan dan seksi saat tersenyum. Arjuna yang terlihat begitu manis saat peduli kepadanya. Dan Arjuna yang selalu membuat jantung Renata berdebar kencang.

☆☆☆☆☆

Sial! Mampus! Itu umpatan yang dikeluarkan Renata pagi ini. Bagaimana tidak? Saat ia melirik jam dinding di kamarnya, waktu sudah menunjukan pukul 08.30 pagi. Sudah dipastikan, dia akan telat masuk kerja, setidaknya setengah jam.

Tak tinggal diam, Renata langsung saja bangkit dari tidurnya dan menyambar handuk yang tergantung di belakang pintu kamar, lalu buru-buru masuk ke kamar mandi dan membersihkan badan secepat kilat. Karena sudah tidak ada waktu lagi untuknya bersantai-santai.

Kalau bukan gara-gara semalam, Renata mungkin tidak akan terlambat bangun pagi ini. Bayangkan saja, dia selesai kerja pada pukul 22.00, tetapi karena hujan deras yang tak berhenti-henti, akhirnya dia harus pulang pukul 00.00. Tengah malam! Dan itu pun pulang sendiri, dengan menaiki ojek online. Belum lagi ojek yang yang ditumpanginya mogok di tengah jalan. Jujur, itumembuat Renata ingin menangis karena kesal. Sudah lelah, pulang larut, motor mogok, kehujanan dan keesokannya harus masuk pagi.

Sebenarnya, semalam banyak rekan kerjanya yang menawari Renata untuk pulang bersama. Hanya saja, Renata terlalu malu untuk menerimanya karena dia merupakan pekerja baru.

"Lo bareng gue aja Re. Bakal lama nih hujannya." tawar Imelda malam itu, yang kemudian ditolak oleh Renata. "Gue dijemput pake mobil sama pacar gue."

Tentu saja Renata menolaknya, dia tidak mau menjadi kambing congek di antara Imelda dan pacarnya. "Nggak usah, deh, Del, bentar lagi juga reda. Gue udah pesen ojek online soalnya."

"Kenapa lo nggak pesan yang pake mobil?"

Nah itu dia, kenapa Renata tidak pesan yang pakai mobil? Karena uang Renata malam itu pas-pasan. Jadi, untuk tarif sebuah mobil sangatlah kurang. Pokoknya malam itu adalah malam ter-apes yang pernah dia rasakan.

"Nggak deh, udah tanggung," balas Renata dengan berbagai macam alasan. Kalau dia bilang uangnya tidak cukup, sudah pasti Imelda akan terus memaksanya. Dia tidak ingin hal itu terjadi.

Menyerah, Imelda pun berpamitan kepada Renata karena jemputannya sudah tiba. Sekarang tinggalah Renata seorang diri, berdiri di belakang gerbang hotel, sambil menatap jalanan yang masih saja dijatuhi oleh air hujan. Sesekali, Renata juga melirik jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya.

"Ah sial, udah jam sebelas malam," rutuknya pada diri sendiri.

"Belum pulang?"

Suara yang terdengar datar dan dingin itu berhasil mengejutkan Renata dan membuatnya seketika menoleh ke arah suara tersebut.

Astaga! Demi apapun yang ada di dunia ini, apa yang dilihat Renata itu benar-benar nyaris membuatnya melemas saat itu juga.

Jantungnya kembali berdebar keras dan dia merasa sesak. Hawa panas pun mulai menjalar di seluruh tubuh Renata dan tanpa sadar dia sudah menggigit bibir bawahnya sembari menelusuri penampilan sosok yang baru saja menyapanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status