Renata kembali ke dapur dan langsung saja memakai apronnya dengan cepat. Lalu kembali bekerja sebagai mestinya. Dia tidak ingin di hari pertama bekerja, sudah membuat masalah. Jadi, saat Imelda mengajaknya mengobrol, Renata tidak mendengarkannya.
"Re..." panggil Imelda sedikit berteriak, padahal jarak mereka cukup dekat. "Re ish...gue mau nanya."
"Apaan?" Renata menolehkan kepalanya sekilas, lalu kembali memfokuskan diri pada masakan yang sedang dibuatnya.
"Lo tau resep adonan poffertjes?"
"Tahu. Nih..." Renata menyodorkan catatan kecil yang biasa digunakannya.
"Eh, tadi Pak Arjuna bil-"
Pertanyaan Imelda terhenti ketika melihat Arjuna sudah memasuki dapur. Suasana dapur pun kembali berubah menyeramkan.
Arjuna berjalan-jalan melewati beberapa orang yang bekerja. Kadang juga mencicipi masakan yang sedang dibuat oleh para Juru masak.
"Kurang garam," ucapnya setelah mencicipi masakan dari salah satu juru masak pria.
"Ini," Arjuna kini berada di samping Imelda, yang sedang meracik bahan untuk membuat adonan poffertjes. "Ini putih telurnya kocok pisah."
Meskipun begitu, nada suara Arjuna tidak berubah. Tetap saja dingin seperti es, dan hal itulah yang membuatnya disegani oleh para pekerja yang lainnya. Kemudian, Arjuna terus saja memantau kinerja pekerja yang lainnya, hingga dia berjalan mendekati Renata. Tentu saja, Renata sedikit panik.
Saat Arjuna berjalan mendekati Renata, tanpa sengaja dia menyenggol siku kanan wanita itu, sehingga terdengar suara ringisan kesakitan dari mulut Renata.
"Renata," panggil Imelda terkejut, lalu cepat menghampiri wanita itu. "Tangan lo nggak apa-apa, kan? Duh... ini kan minyak panas."
Arjuna yang melihat itu langsung saja bereaksi, dengan cepat meraih tangan Renata dan membawanya menuju pancuran air mengalir di wastafel. Telihat sekali kalau wajahnya terksesan panik. Mungkin, Arjuna merasa bersalah karena telah tak sengaja menyenggol siku Renata.
"Pak.." panggil Renata hati-hati. Sumpah demi apapun, saat tangannya disentuh dan digenggam oleh Arjuna, jantungnya berdebar sangat kencang. Rasa sakitnya pun tiba-tiba saja hilang. Bahkan tubuhnya juga menegang kaku.
"Diam," perintah Arjuna yang masih bernadakan sedingin es.
"Pak, ini nggak apa-apa." Renata bersikeras ingin melepaskan genggaman itu. Tetapi, Arjuna menahannya semakin kuat.
"Saya minta maaf. Saya nggak sengaja," ucapnya kemudian, sembari mematikan pancuran air. "Masih panas?" lanjutnya.
Renata bisa menangkap kekhawatiran pria itu. Bahkan raut wajahnya juga menggambarkan rasa bersalahnya.
"Udah mendingan, kok, Pak," balas Renata seraya menarik tangannya. "Nanti di rumah saya olesi salep."
Arjuna bergeming. Pria itu tak membalas ucapan Renata dan hanya menatap wanita itu penuh arti. Pada detik selanjutnya, lengkungan senyum di bibirnya akhirnya terbit. Dan itu nyarismembuat Renata kehabisan napas karena senyuman Arjuna... benar-benar manis.
Gila! Bisa-bisa Renata melemas seketika. Hal yang dikatakan oleh semua orang tentang pria itu, justru membuat Renata semakin penasaran dengan sosok Arjuna.
Arjuna yang terlihat lebih tampan dan seksi saat tersenyum. Arjuna yang terlihat begitu manis saat peduli kepadanya. Dan Arjuna yang selalu membuat jantung Renata berdebar kencang.
☆☆☆☆☆
Sial! Mampus! Itu umpatan yang dikeluarkan Renata pagi ini. Bagaimana tidak? Saat ia melirik jam dinding di kamarnya, waktu sudah menunjukan pukul 08.30 pagi. Sudah dipastikan, dia akan telat masuk kerja, setidaknya setengah jam.
Tak tinggal diam, Renata langsung saja bangkit dari tidurnya dan menyambar handuk yang tergantung di belakang pintu kamar, lalu buru-buru masuk ke kamar mandi dan membersihkan badan secepat kilat. Karena sudah tidak ada waktu lagi untuknya bersantai-santai.
Kalau bukan gara-gara semalam, Renata mungkin tidak akan terlambat bangun pagi ini. Bayangkan saja, dia selesai kerja pada pukul 22.00, tetapi karena hujan deras yang tak berhenti-henti, akhirnya dia harus pulang pukul 00.00. Tengah malam! Dan itu pun pulang sendiri, dengan menaiki ojek online. Belum lagi ojek yang yang ditumpanginya mogok di tengah jalan. Jujur, itumembuat Renata ingin menangis karena kesal. Sudah lelah, pulang larut, motor mogok, kehujanan dan keesokannya harus masuk pagi.
Sebenarnya, semalam banyak rekan kerjanya yang menawari Renata untuk pulang bersama. Hanya saja, Renata terlalu malu untuk menerimanya karena dia merupakan pekerja baru.
"Lo bareng gue aja Re. Bakal lama nih hujannya." tawar Imelda malam itu, yang kemudian ditolak oleh Renata. "Gue dijemput pake mobil sama pacar gue."
Tentu saja Renata menolaknya, dia tidak mau menjadi kambing congek di antara Imelda dan pacarnya. "Nggak usah, deh, Del, bentar lagi juga reda. Gue udah pesen ojek online soalnya."
"Kenapa lo nggak pesan yang pake mobil?"
Nah itu dia, kenapa Renata tidak pesan yang pakai mobil? Karena uang Renata malam itu pas-pasan. Jadi, untuk tarif sebuah mobil sangatlah kurang. Pokoknya malam itu adalah malam ter-apes yang pernah dia rasakan.
"Nggak deh, udah tanggung," balas Renata dengan berbagai macam alasan. Kalau dia bilang uangnya tidak cukup, sudah pasti Imelda akan terus memaksanya. Dia tidak ingin hal itu terjadi.
Menyerah, Imelda pun berpamitan kepada Renata karena jemputannya sudah tiba. Sekarang tinggalah Renata seorang diri, berdiri di belakang gerbang hotel, sambil menatap jalanan yang masih saja dijatuhi oleh air hujan. Sesekali, Renata juga melirik jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya.
"Ah sial, udah jam sebelas malam," rutuknya pada diri sendiri.
"Belum pulang?"
Suara yang terdengar datar dan dingin itu berhasil mengejutkan Renata dan membuatnya seketika menoleh ke arah suara tersebut.
Astaga! Demi apapun yang ada di dunia ini, apa yang dilihat Renata itu benar-benar nyaris membuatnya melemas saat itu juga.
Jantungnya kembali berdebar keras dan dia merasa sesak. Hawa panas pun mulai menjalar di seluruh tubuh Renata dan tanpa sadar dia sudah menggigit bibir bawahnya sembari menelusuri penampilan sosok yang baru saja menyapanya.
Arjuna.Pria itu yang menyapanya, khas dengan nada datar dan dingin. Berdiri hadapannya, Arjuna sudah mengganti chef jacket-nya dengan kaos putih polos berlengan pendek. Tatapan Renata terhenti pada kaos ketat yang dikenakan Arjuna.Kedua otot tangannya terlihat sempurna. Dada bidangnya...ugh! Renata ingin mengusapnya lembut. Dan wajahnya juga terlihat lebih bersih serta tatanan rambutnya juga begitu rapi. Tampak sebuah tas punggung hitam yang tergantung pada sebelah bahunya yang kekar. Pokoknya, seksi abis!!!"Renata?" panggil Arjuna, yang membuat Renata makin salah tingkah, karena ketahuan merenung pria itu terlalu lama. Buru-buru, Renata memalingkan wajah dan mengutuk dirinya sendiri karena bersikap layaknya wanita jalang yang mendapatkan pelanggan. "Kamu belum pulang?""Be-belum, Pak." Renata masih memalingkan wajah, tak berani menatap Arjuna, karena itu bisa membuatnya sakit jantung lalu pingsan seketika."Um... " Arjuna bergumam. "Ngomong-ngomong, tangan kamu masih terasa panas?
Sepertinya, hari ini adalah hari tersial Renata. Terlambat masuk kerja dan salah masuk ruang ganti pakaian. Belum lagi, otaknya kini mulai kotor karena pemandangan perut kotak-kotak Arjuna yang tak bisa dia hindari.Walau akhirnya, dia memang mengalihkan wajah namun Arjuna pasti terlanjur menyadarinya, bahwa dia terpana pada tubuh indah pria itu. Dan mungkin, Arjuna akan segera memnecatnya karena memperkejakan karyawan berotak mesum.Sejujurnya, Renata merasakan hal aneh, sikap Arjuna sedikit berbeda. Sejak insiden terkena minyak panas itu, perilaku Arjuna berubah drastis terhadapanya ya, walaupun nada bicaranya masih datar dan sedingin es. Tetapi, Renata dapat melihat bahvwa pria itu peduli kepadanya, mulai dengan menanyakan kondisi tangannya pasca insiden itu, hingga malam tadi Arjuna mengajaknya pulang bersama, yang justru ditolak Renata mentah-mentah. Bukan berarti Renata menolak rezeki, hanya saja dia merasa hal itu tidak pantas.Seperti siang ini, Renata tidak memakan apapun saa
Renata langsung membuang semua angannya mengenai Arjuna. Dan lebih memilih memainkan nampan makan siangnya. Sesekali juga menggaruk tengkuknya karena rasa pegal yang tiba-tiba menjalar di sekujur tubuhnya, dan dia juga merasakan tubuhnya yang sedikit hangat.Mungkin ini efek dari hujan-hujanan dengan ojek online semalam."Ehem..." Arjuna berdeham sambil meraih segelas minumnputih, meneguknya dan meletakkan gelas kosong itu kembali.Piring di hadapannya pun telah tandas. "Nggak makan, Re?""Eh? Hah? Nggak, Pak," respon Renata dengan pertanyaan Arjuna yang tiba-tiba."Kenapa?" tanya Arjuna yang terkesan menginteroasi.Bukan terkesan lagi, bahkan Renata merasakan sedang diinterogasi oleh Arjuna. Suara datar dan dingin pria itu membuat Renata sedikit takut berhadapan dengan atasannya itu. Oke, ini berlebihan.Tapi, itu memang benar! Renata benar-benar merasa jantungnya berdebar kencang. Bulir-bulir keringat sudah bermunculan di pelipisnya.Hawa panas pun mulai menyeruak di kantin tersebut
‘Jangan lupa rotinya dimakan, obatnya juga. Get well soon, Arjuna.’Ketika melihat nama yang tertera pada kertas tersebut, jantung Renata langsung saja berdebar kencang dan hatinya berbunga-bunga.Senyumnya mengembang dan tak henti-hentinya dia menatap secuil kertas yang Arjuna selipkan itu. Kemudian Renata meraih, roti sobek, membuka bungkusnya, lalu mulai memakannya dengan lahap. Tak ingin menyisakan sedikitpun, karena itu merupakan pemberian dari orang yang dia sukai.Ya, Renata akui dia mulai tertarik dengan sosok Arjuna. Walaupun pria itu selalu bersikap dingin dan datar, tetapi itulah daya tarik pria itu, daya tarik yang membuat Renata semakin menyukai atasannya tersebut.Kemudian, diraihnya botol air mineral. Semua dia lahap hingga habis, kecuali minyak kayu putih yang dia masukkan ke dalam saku chef jacket-nya, bersama dengan secuil kertas beriskan tulisan tangan Arjuna.Ketika dia melirik jam pada dinding, Renata terkejut karena jarum pendek sudah bergerak ke angka tujuh."Hah
"Ma-maksud Pak Arjuna?" tanya Renata ragu, karena dengan cepat otaknya langsung berpikiran kotor saat Arjuna berkata ‘temani'."Kamu mau, kan, dengarin saya curhat? Sepertinya akan lebih lega, kalau saya punya teman curhat," kata Arjuna, sambil terkekeh pelan.Oh Tuhan, jangankan kekehan, melihat senyumnya saja, Renata sudah tak tahan."Kamu nggak usah tegang, sini duduk dekat saya," ajaknya kemudian dan Renata pun melangkah pelan, lalu duduk di bangku panjang persis di sebelah Arjuna."Kalau boleh tau, kenapa Pak Arjuna belum pulang? Setahu saya, tadi bapak bilang mau pulang," ucap Renata, yang lebih dulu memecahkan keheningan."Pak Arjuna lagi ada masalah, ya?" selidik Renata. Entah kenapa, ia ingin mnengulik Arjuna lebih dalam."Saya bingung. Saya baru cerai dengan mantan istri saya satu bulan yang lalu," ucap Arjuna, memulai. "Dia selingkuh dengan pria lain, dan jelas itu melukai hati saya."Bahkan pria muda setempan dan seseksi Arjuna, plus juga sangat mapan, tetapi tidak menjadi
Keesokan paginya, Renata bekerja seperti biasa. Tak ada keterlambatan lagi, karena dia tak ingin atasannya itu marah. Lagipula Renata tidak bisa tidur, jadi tidak susah baginya untuk bangun pagi-pagi. Hampir semalaman dia berkutat dengan kenyataan tersebut, bahwa Arjuna sudah tertarik dengan Wanita lain. Dalam artian, cinta Renata bertepuk sebelah tangan. Kalau dipikir-pikir juga, mana mau seorang Arjuna yang tampan, seksi dan kaya mau berhubungan dengannya? Itu sangat tidak mungkin terjadi.Saat melihat Arjuna di dapur, pikiran Renata kembali pada ucapan pria itu, yang bercerita tentang sosok wanita yang disukainya. Walaupun rasanya sakit, menusuk hati Renata yang paling dalam, tetapi dia harus bisa menerimanya. Karena Renata bukan selera Arjuna. Renata yakin, bukan hanya dirinya yang terikat pesona duda keren itu.Arjuna masih sangat muda di usia tiga puluh tahun, karirnya bersinar dan Renata yakin Arjuna tahu kalau banyak wanita mengecapnya sebagai sarang duit. Hanya saja, Renata t
Tentu saja semua pekerja yang ada di sana ikut terkejut. Tak terkecuali Imelda, yang juga membulatkan mata sembari menatap ke arah Renata. Mulutnya bergerak, namun tak bersuara."Kok bisa lo? Kan lo Sous Chef."Iya itu benar, Renata Sous Chef. Seharusnya dia tetap tinggal di sini apabila Arjuna harus pergi. Karena dia-lah yang akan bertanggungjawab menggantikan posisi pria itu."Ya, saya akan berangkat bersama Renata ke Bandung. Selama satu atau dua minggu saya akan berada di sana," ucap Arjuna yang semakin Renata tak bisa berkata-kata. "Mereka memiliki jadwal event yang penuh dan kebutuan catering yang sangat mendadak.""Maaf, Pak." Renata mengangkat tangan kanannya, hendak memprotes ucapan Arjuna barusan. "Kenapa harus saya, Pak? Seharusnya saya tinggal di sini. Bapak bisa pergi bersama Imelda, Pak Toni, ataupun Pak Rudi. Jadwal event di hotel ini juga lagi penuh, Pak."Untuk pertama kalinya, Arjuna tersenyum di hadapan semua pe
Malam harinya, Renata masih bimbang dengan ajakan Arjuna untuk pergi ke Bandung. Kalau saja Arjuna tidak bercerita tentang wanita yang disukainya, mungkin Renata tidak akan segalau dan sebimbang ini. Mungkin juga, dia akan langsung menerima ajakan Arjuna tanpa harus berpikir terlebih dahulu.Kopernya dibiarkan terbuka begitu saja dan masih belum terisi oleh pakaian. Bukannya tidak mau, dia masih berharap semoga ada keajaiban dan perjalanan ini dibatalkan.Ting!Satu pesan masuk ke ponsel Renata. Dia mneraih ponsel yang berada di sampingnya, melihat nama yang tertera di layer tersebut. Tetapi tidak ada nama, yang ada hanya deretan angka yang tak dia kenal.+62 85697906208 : Jangan lupa packing dari sekarang. Besok saya jemput kamu jam 07.00 pagi. Arjuna.Satu pesan yang membuat Renata menghela napas.Ting!Satu pesan singkat masuk kembali.+62 85689920956 : Jangan lupa simpan nomor saya. Siapa tau penting nantinya.Ingin