‘Jangan lupa rotinya dimakan, obatnya juga. Get well soon, Arjuna.’
Ketika melihat nama yang tertera pada kertas tersebut, jantung Renata langsung saja berdebar kencang dan hatinya berbunga-bunga.
Senyumnya mengembang dan tak henti-hentinya dia menatap secuil kertas yang Arjuna selipkan itu. Kemudian Renata meraih, roti sobek, membuka bungkusnya, lalu mulai memakannya dengan lahap. Tak ingin menyisakan sedikitpun, karena itu merupakan pemberian dari orang yang dia sukai.
Ya, Renata akui dia mulai tertarik dengan sosok Arjuna. Walaupun pria itu selalu bersikap dingin dan datar, tetapi itulah daya tarik pria itu, daya tarik yang membuat Renata semakin menyukai atasannya tersebut.
Kemudian, diraihnya botol air mineral. Semua dia lahap hingga habis, kecuali minyak kayu putih yang dia masukkan ke dalam saku chef jacket-nya, bersama dengan secuil kertas beriskan tulisan tangan Arjuna.
Ketika dia melirik jam pada dinding, Renata terkejut karena jarum pendek sudah bergerak ke angka tujuh.
"Hah!? Selama itukah gue pingsan?" ucap Renata pada dirinya sendiri. Tak tinggal diam, dia langsung saja turun dari ranjang dan bergegas kembali ke dapur.
Untung saja rasa pusingnya sudah hilang. Dan Renata juga baru ingat jika hari ini dia harus lembur, ada event besar yang akan berlangsung mulai besok di ballroom utama. Tidak ada waktu untuk bersantai-santai.
Begitu sampai di dapur, dia disambut dengan suasana hiruk pikuk dan aroma masakan yang bercampur udara panas. Teriakan terdengar dari sana-sini karena jam makan malam sedang berlangsung. Tidak ada yang mempedulikan Renata yang berjalan masuk, semua sibuk dengan tugas masing-masing.
Mata Renata dengan cepat menemukan sosok Arjuna, dan dengan dada yang sedikit berdebar, dia berjalan mendekat pria itu. Bagaimanapun, Renata harus mengucapkan terima kasih dan memberitahu pria itu bahwa dia sudah siap kembali bekerja.
"Pak..." panggil Renata pada Arjuna yang sedang fokus membuat chocolate lava, dan sama sekali tidak menoleh pada Renata yang sudah berada di sampingnya. "Makasih untuk roti dan air mineralnya. Saya sudah baikan."
"Harusnya kamu pulang, Re, hari ini kamu nggak usah lembur." Walaupun Arjuna terkesan dingin, tapi Renata tidak peduli, senyum terukir di bibirnya. Kata-kata itu sudah cukup, sebentuk perhatian pria itu untuknya.
"Ah, saya sudah agak baikan, Pak. Saya nggak enak kalau pulang, padahal saya baru kerja di sini."
Arjuna tak menjawab dan Renata kembali pada kerjaannya.
Karena besok, acara meeting akan digelar dari pagi hingga malam selama tiga hari berturut-turun dan banquet order sudah diterima, maka Arjuna dan Renata menghabiskan banyak waktu untuk saling berdiskusi.
Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 21.00, dan semua persiapan sudah hampir selesai. Bahan makanan, aman. Resep, aman. Staf yang akan bertugas, aman.
Para staf sudah pulang dan hanya tinggal tiga orang yang akan bertugas untuk shift malam. Renata sedang bersiap-siap ketika Arjuna memanggilnya, membuat jantungnya hampir copot seketika.
"Re, saya duluan, ya."
"Baik, Pak." Renata mengangguk, tetapi Arjuna sudah menghilang begitu saja.
Giliran Renata pulang ketika dia selesai bersiap-siap. Dia menghela napas lega dan merasa senang karena badannya tidak lagi pegal dan tubuhnya tidak lagi terasa sepanas tadi.
Ketika sedang berjalan menuju ruang ganti, samar-samar dia telinganya menangkap suara petikan biola yang menyayat, yang kian lama terdengar kian jelas seiring ketika Renata melangkah semakin dekat.
Renata tidak bisa menahan rasa penasarannya dan mengintip melalui celah pintu ruang ganti pria yang terbuka, memeriksa siapa yang sedang memainkan alat musik mendayu sendu itu. Dan suara musik itu seakan menariknya mendekat. Dan Ketika menemukan sosok yang sedang duduk membelakanginya, Renata tersentak.
Renata merasa bodoh untuk sejenak. Suara itu tidak berasal dari alat musik yang dimainkan, tetapi instrumental yang dimainkan melalui ponsel. Dan pemilik ponsel itu adalah Arjuna. Aduh! Dia ketahuan lagi masuk ke ruang ganti oleh pria yang sama.
"Pak... Pak Arjuna?"
Sosok itu sudah memutar tubuhnya dan mematikan music tersebut. "Renata?"
"Bapak masih di sini? Saya kira.. Pak Arjuna sudah pulang."
Renata buru-buru berbicara untuk menutupi sikap salah tingkahnya.
"Saya lagi..." Arjuna berhenti sejenak, seolah mencari alasan. "Lagi istirahat sebentar. Kamu belum pulang?"
"Baru aja mau pulang, Pak." balas Renata.
Renata ditatap lekat-lekat oleh Arjuna, dan jelas saja itu membuat jantungnya berdebar sangat kencang. Apalagi tatapan Arjuna yang teduh membuat Renata merasakan seluruh tubuhnya membeku. Tangannya meremas apron yang berada dalam genggamannya, lalu perlahan dia mundur, mencari kesempatan untuk meninggalkan ruangan Arjuna. Tapi, pria itu mencegahnya.
"Temani saya sebentar, ya, Re? Saya butuh teman curhat," pinta Arjuna.
Renata membelalakkan kedua matanya, terkejut dengan permintaan Arjuna. Bahkan, dia menangkap kesan memohon dalam suara tersebut, tidak ada Arjuna yang dingin dan datar di dalamnya.
"Ma-maksud Pak Arjuna?"
"Ma-maksud Pak Arjuna?" tanya Renata ragu, karena dengan cepat otaknya langsung berpikiran kotor saat Arjuna berkata ‘temani'."Kamu mau, kan, dengarin saya curhat? Sepertinya akan lebih lega, kalau saya punya teman curhat," kata Arjuna, sambil terkekeh pelan.Oh Tuhan, jangankan kekehan, melihat senyumnya saja, Renata sudah tak tahan."Kamu nggak usah tegang, sini duduk dekat saya," ajaknya kemudian dan Renata pun melangkah pelan, lalu duduk di bangku panjang persis di sebelah Arjuna."Kalau boleh tau, kenapa Pak Arjuna belum pulang? Setahu saya, tadi bapak bilang mau pulang," ucap Renata, yang lebih dulu memecahkan keheningan."Pak Arjuna lagi ada masalah, ya?" selidik Renata. Entah kenapa, ia ingin mnengulik Arjuna lebih dalam."Saya bingung. Saya baru cerai dengan mantan istri saya satu bulan yang lalu," ucap Arjuna, memulai. "Dia selingkuh dengan pria lain, dan jelas itu melukai hati saya."Bahkan pria muda setempan dan seseksi Arjuna, plus juga sangat mapan, tetapi tidak menjadi
Keesokan paginya, Renata bekerja seperti biasa. Tak ada keterlambatan lagi, karena dia tak ingin atasannya itu marah. Lagipula Renata tidak bisa tidur, jadi tidak susah baginya untuk bangun pagi-pagi. Hampir semalaman dia berkutat dengan kenyataan tersebut, bahwa Arjuna sudah tertarik dengan Wanita lain. Dalam artian, cinta Renata bertepuk sebelah tangan. Kalau dipikir-pikir juga, mana mau seorang Arjuna yang tampan, seksi dan kaya mau berhubungan dengannya? Itu sangat tidak mungkin terjadi.Saat melihat Arjuna di dapur, pikiran Renata kembali pada ucapan pria itu, yang bercerita tentang sosok wanita yang disukainya. Walaupun rasanya sakit, menusuk hati Renata yang paling dalam, tetapi dia harus bisa menerimanya. Karena Renata bukan selera Arjuna. Renata yakin, bukan hanya dirinya yang terikat pesona duda keren itu.Arjuna masih sangat muda di usia tiga puluh tahun, karirnya bersinar dan Renata yakin Arjuna tahu kalau banyak wanita mengecapnya sebagai sarang duit. Hanya saja, Renata t
Tentu saja semua pekerja yang ada di sana ikut terkejut. Tak terkecuali Imelda, yang juga membulatkan mata sembari menatap ke arah Renata. Mulutnya bergerak, namun tak bersuara."Kok bisa lo? Kan lo Sous Chef."Iya itu benar, Renata Sous Chef. Seharusnya dia tetap tinggal di sini apabila Arjuna harus pergi. Karena dia-lah yang akan bertanggungjawab menggantikan posisi pria itu."Ya, saya akan berangkat bersama Renata ke Bandung. Selama satu atau dua minggu saya akan berada di sana," ucap Arjuna yang semakin Renata tak bisa berkata-kata. "Mereka memiliki jadwal event yang penuh dan kebutuan catering yang sangat mendadak.""Maaf, Pak." Renata mengangkat tangan kanannya, hendak memprotes ucapan Arjuna barusan. "Kenapa harus saya, Pak? Seharusnya saya tinggal di sini. Bapak bisa pergi bersama Imelda, Pak Toni, ataupun Pak Rudi. Jadwal event di hotel ini juga lagi penuh, Pak."Untuk pertama kalinya, Arjuna tersenyum di hadapan semua pe
Malam harinya, Renata masih bimbang dengan ajakan Arjuna untuk pergi ke Bandung. Kalau saja Arjuna tidak bercerita tentang wanita yang disukainya, mungkin Renata tidak akan segalau dan sebimbang ini. Mungkin juga, dia akan langsung menerima ajakan Arjuna tanpa harus berpikir terlebih dahulu.Kopernya dibiarkan terbuka begitu saja dan masih belum terisi oleh pakaian. Bukannya tidak mau, dia masih berharap semoga ada keajaiban dan perjalanan ini dibatalkan.Ting!Satu pesan masuk ke ponsel Renata. Dia mneraih ponsel yang berada di sampingnya, melihat nama yang tertera di layer tersebut. Tetapi tidak ada nama, yang ada hanya deretan angka yang tak dia kenal.+62 85697906208 : Jangan lupa packing dari sekarang. Besok saya jemput kamu jam 07.00 pagi. Arjuna.Satu pesan yang membuat Renata menghela napas.Ting!Satu pesan singkat masuk kembali.+62 85689920956 : Jangan lupa simpan nomor saya. Siapa tau penting nantinya.Ingin
Tak perlu waktu yang lama, hanya sekitar lima menit untuk membersihkan tubuhnya. Dan ini adalah rekor tercepat Renata. Dia kemudian membuka lemari pakaian dan mengambil baju secara asal. Dress biru muda pendek tak berlengan, dan dipadukan dengan jaket berbahan denim. Rambutnya dibiarkan tergerai, dengan riasan tipis menghiasi wajah bersihnya. Oke, tidak buruk.Sejujurnya, Renata tak peduli dengan tampilannya saat ini, dia hanya khawatir Arjuna menunggu terlalu lama. Renata bergegas menarik koper dan berjalan keluar rumah dengan flat shoes hitam kesayangannya. Kemudia mengecek rumah, memastikan pintu terkunci.Begitu keluar rumah, Renata melihat Arjuna yang sudah bersandar pada pintu penumpang mobil hitamnya. Tampilannya sangat seksi, dengan kaos polos putih berlengan pendek, dan jins biru gelap, membuat Renata tak berkedip, apalagi rambutnya yang sedikit acak-acakan, dengan kacamata hitam yang menutupi kedua mata tajamnya."Renata, masuk." Arjuna membukakan pint
Seorang pria pasti akan terus berusaha untuk membuat Wanita yang dicintainya tertarik. Segala usaha pun dilakukan demi mendapatkan perhatian dari wanita pujaannya. Tak terkecuali Arjuna, sedingin-dinginnya dia, takluk juga dengan makhluk bernama Renata.Renata Deanita. Wanita cantik yang menjadi bawahannya itu, telah membuat Arjuna tergila-gila sejak kedua mata mereka saling bertemu. Arjuna bersikap galak dan dingin di awal pertemuan, hanya untuk menutupi rasa tertariknya kepada Renata. Namun itu tak berhasil, jadi dia harus menyerah pada ketertarikan tersebut dan justru mencari cara agar mereka bisa selalu berdekatan."Renata..." panggil Arjuna lembut, membuat wanita itu bergerak sedikit dalam tidurnya. "Nyenyak banget tidurnya."Butuh waktu beberapa detik bagi Renata untuk menyadari bahwa dia tertidur. Dalam sekejap, Renata langsung bangkit dan duduk tegak pada posisinya semula."Bersihin dulu air liurnya," goda Arjuna."Saya nggak tidur, Pak." T
Tepat pukul 17.00, mereka berdua telah sampai di SHANGRI’LA HOTEL & RESORT cabang Bandung. Begitu tiba di sana, mereka langsung disambut oleh Executive Chef di hotel tersebut. Setelah berbincang sejenak, Arjuna pergi mengambil kunci kamar yang telah disediakan.Ketika pintu kamar hotel mereka terbuka, semerbak wangi aroma bunga lavender langsung saja tercium. Renata menyadari bahwa kamar mereka bertipekan suite dari luas kamar dan fasilitas yang disediakan - ada kamar tidur, ruang duduk dan bahkan dapur mini."Pak, mau teh atau kopi?" tanya Renata setelah menyimpan koper dan kini sudah berganti pakaian. Sedangkan Arjuna masih duduk di sofa sembari membaca majalah otomotif, tampak begitu larut dalam bacaannya sehingga Renata harus memanggilnya dua kali."Pak?"Arjuna yang mendengar panggilan Renata langsung mengangkat wajah. Penampilan Renata kini tampak berbeda, rambut yang diikat ke belakang secara asal, dress-nya sudah diganti menjadi kaos merah muda polos yang terlihat tipis. Tak lu
Renata dan Arjuna sepakat untuk merahasiakan hubungan mereka berdua. Bukan karena apa-apa, hanya saja Arjuna takut reputasi Renata akan tercoreng karena dirinya. Sedangkan Renata takut, jika semua orang yang ada di hotel akan mencecar Arjuna – baru bercerai satu bulan tetapi sudah menggandeng wanita lagi.Pagi ini, Renata menyiapkan pakaian kerja yang akan dikenakan oleh Arjuna, membuatkan teh hangat dan dua buah roti bakar yang dipesan Arjuna sebelum pria itu mandi. Renata juga baru tahu, kalau Arjuna itu memiliki kebiasaan suka menciumi kedua pipinya Ketika mereka sedang berduaan, hingga membuatnya kegelian. Masih tersenyum membayangkan ciuman pria itu, Renata mengatur sarapan mereka.Lima belas menit kemudian, Arjuna keluar dari kamar mandi. Pria itu hanya memakai handuk yang dililitkan pada bagian pinggangnya, membiarkan tubuh atasnya terbuka begitu saja. Bagi Renata, itu adalah pemandangan indah di pagi hari.Bagaimana tidak? Renata dapat melihat otot
Renata menatap dirinya sendiri pada pantulan cermin yang ada di ruang ganti. Tubuhnya sudah terbalut oleh busana pernikahan hasil rancangan Anne. Masih dengan veil yang belum menutupi wajahnya, Renata terus saja menatap dirinya sendiri. Renata tidak percaya, bahwa sebentar lagi, dia akan menjadi istri dari seorang Arjuna Tunggajaya Nuraga. Dan tentu saja, namanya akan berubah menjadi Renata Deanita Tunggajaya Nuraga. Panjang sekali memang, tetapi Renata menyukainya.Tok...tok..tokSuara ketukan dan decitan pintu membuat Renata menoleh ke belakang. Dilihatnya Imelda yang sudah tampak cantik dengan balutan dress tosca panjang dan rambut yang tergerai indah. Sahabatnya itu akan menjadi penggiring mempelai wanita."Yang sebentar lagi bakalan jadi Nyonya Nuraga, lagi deg-degan ya?" ucap Imelda seraya melangkahkan kaki mendekati Renata, lalu memegang kedua bahu Renata.Renata tersenyum samar, berusaha menutupi rasa gugupnya, tetapi gagal."Lo nggak usah
"Dua bulan yang lalu, aku nyaris buat kamu sengsara. Aku telah menyakiti kamu saat itu. Aku nggak tau harus bagaimana, mendengar kamu menangis membuat hatiku sakit. Aku bodoh, ya? Udah membuat kamu menangis.""Sayang..." Renata mengusap pipi Arjuna sekilas. "Nggak usah menyalahkan diri sendiri. Aku bahagia karena kamu kembali padaku. Kamu ada di sini sekarang, itu yang terpenting. Jadi, kita nggak perlu bahas masalah itu lagi, oke?"Arjuna mengangguk."Bae, aku janji nggak-""Udah," potong Renata cepat. "Aku udah nggak percaya sama janji kamu. Dulu kamu janji nggak akan ninggalin aku, tapi buktinya kamu hampir pergi selamanya. Kamu juga janji nggak akan buat aku nangis, tapi nyatanya kamu selalu buat aku nangis."Re,""Aku nggak percaya janji kamu lagi. Tapi, aku percaya kalau kamu akan selalu berusaha ada dan selalu menjagaku dengan cinta yang kamu berikan.""Jadi," Renata menarik tangannya yang sedang digenggam oleh Arjuna. Kemudian
Sayang, bangun. Saya mohon sama kamu, tolong bangun..Suara itu sudah tak asing lagi, sangat familiar. Suara yang selama ini selalu membuatnya nmerasa tenang dan bahagia.Kamu bilang akan merasa bersalah jika saya nangis. Arjuna, saya lagi nangis sekarang, jadi kamu buka, ya, mata kamu.Dia mencoba untuk membuka mata, tapi apalah daya, dia tak sanggup. Dadanya terasa semakin sesak saat mendengar wanita itu menangis. Dia juga ingin menangis, tetapi tak bisa. Tubuhnya selalu saja menolak jika dia ingin berusaha. Kegelapan semakin dalam menyelimuti dirinya. Seakan-akan berada di dasar Samudra yang paling dalam dan sulit untuk mencapai ke atas. Berusaha berenang tetapi tak bisa. Tak ada yang bisa dia lakukan selain berdiam.Dia terus saja mendengar Renata menangisi dirinya. Dia ingin sekali nembuka mata dan mengatakan pada Renata bahwa dia merasa bersalah. Tangisan Renata membuat hatinya menjerit sakit. Renata hanya ingin dia bangun, tapi ke
Setelah menemui Anne, selanjutnya Renata bertemu Ivan wedding organizer yang akan mengurusi pernikahannya nanti. Saat Renata memasuki kantor pria itu, dilihatnya Ivan sedang memegang secangkir kopi dari kedai kopi ternama di Indonesia."Hai..." sapa Ivan sembari mengulurkan tangan kanannya."Hai juga, Van." Renata menerima jabatan tangan Ivan sambil tersenyum hangat.Pria itu langsung mempersilahkan Renata duduk. Bahkan, dia sudah memesankan Renata coffee latte, kopi favoritnya."Jadi, gimana, Ren?" tanya Renata seraya mengambil cangkir dan menyesap cofee latte-nya."Semuanya udah beres. Undangan sudah, alat dan bahan dekorasi pun udah, kateringnya juga sudah siap.""Untuk pelunasan sisa biaya, kira-kira kapan?" tanya Renata."Seminggu sebelum hari pernikahan," balas Ivan yang diikuti dengan anggukan kepala Renata. "Eh, kok sendiri ke sininya? Mana calonnya?""Sibuk kerja, dia masuk siang. Jadi, nggak bisa temenin saya ke sini.
Tuhan, kenapa kau bawa dia pergi sebelum aku benar-benar bahagia?Kenapa kau jauhkan dia saat aku ingin selalu dekat dengannya?Kenapa kau buat dia menjadi pria berengsek yang ingkar pada janjinya?Apa salah aku, Tuhan?Hingga kau membuatku seperti ini.Dia,Hanya dia satu-satunya yang membuatku bahagia.Setiap kata dan tindakan kecil yang dilakukannya selalu membuatku bahagia.Senyum, tawa, dan tangisnya sudah menjadi temanku selama ini.Tuhan,Jika aku boleh minta, tolong kembalikan dia.Atau,Jika kau tak bisa nengembalikannya...Tolong sampaikan padanya bahwa aku rindu...Dari Renata yang selalu merindukan pria bernama Arjuna.☆☆☆☆☆Dua bulan kemudian...Renata baru saja meletakkan sebuket bunga di atas salah satukuburan di pemak
Tiga hari berikutnya kondisi Arjuna masih sama. Masih koma, sepertinya pria itu masih menolak untuk bangun. Renata yang sudah rapi dengan chef jacket-nya berdiri di samping ranjang Arjuna. Tidak ada pilihan, dia harus kembali bekerja untuk menggantikan posisi Arjuna. Namun, Renata tak pernah absen menemani Arjuna sebelum dan sepulang kerja."Sayang.." Renata mengusap puncak kepala Arjuna. "Saya kerja dulu, ya? Kamu jangan kayak kemarin."Renata berjalan keluar dan mendapati Ayah Arjuna sudah siap menggantikannya. Setelah berpamitan, dengan berat hati, Renata terpaksa pergi ke hotel. Jujur saja, semuanya terasa salah tanpa kehadiran Arjuna, tapi bekerja akan membantu Renata tetap waras. Dia juga tidak ingin lagi terpuruk menangis, itu tidak akan membantu dirinya sendiri dan juga Arjuna."Selamat pagi," sapa Renata yang dibalas dengan sapaan serta senyuman oleh karyawan lain.Imelda juga merasa senang karena Renata berusaha keras untuk bersikap nor
Tangis Renata menggema di lorong rumah sakit berdinding putih tersebut. Tubuhnya bergetar hebat dengan bercak air mata menutupi wajahnya. Ditatapnya telapak tangannya sendiri yang terbuka dan bergetar, bercak darah Arjuna memenuhi permukaan kulitnya. Renata masih tidak bisa menyingkirkan ingatan mengerikan itu, ketika Arjuna nyaris saja mati di hadapannya, tertembak oleh wanita gila yang terobsesi padanya.Sudah dua jam berlalu sejak kejadian naas itu, namun kondisi Arjuna masih kritis. Itu sudah cukup untuk membuat tangis Renata semakin menjadi. Di seberang sana, Ayah Arjuna tampak sedang menatap kosong ke arah ubin rumah sakit yang mengilat. Pria itu tidak menangis, hanya terdiam seperti orang yang baru saja kehilangan nyawanya."Arr-Arjuna.." lirih Renata dengan bibir yang terus saja bergetar hebat.Imelda yang kini sedang duduk di sampingnya hanya bisa merangkul bahu temannya itu. Memeluknya erat serta memberikan kehangatan kepada Renata. Imelda bergegas dat
Sepanjang perjalanan, Renata menyimpan kecemasan tersendiri. Dia takut jika Ayah Arjuna tidak menyukai penampilannya sekarang, tetapi Arjuna seperti bisa mencium kecemasannya. Pria itu menyentuh lembut lengannya, meremas tanpa kata-kata seolah sedang memberi kekuatan dalam diam.Waktu sudah menunjukan pukul 20.00 dan mereka telah di tiba di kediaman Ayah Arjuna yang sudah penuh oleh para tamu undangan. Memang, setiap tahunnya, perayaan ulang tahun Ayah Arjuna selalu dirayakan besar-besar, hitung-hitung sebagai ajang berkumpulnya teman lama.Pria itu sedang berbincang dengan salah satu temannya Ketika dia menoleh untuk menyambut anaknya dengan hangat. "Arjuna, apa kabar?""Baik, Pa," balas Arjuna. "Maaf pa, Arjuna nggak bisa ngasih hadiah. Arjuna cuman bisa ngasih Renata sebagai calon istri Arjuna."Ayahnya terkejut dengan pengakuan Arjuna barusan. Bahkan pria itu tidak menyangka jika anaknya sudah melamar Renata. Begitupun dengan Renata, yang menunjukan c
Renata tersentak dan spontan memukul bahu Arjuna dengan keras, terbukti dengan suara ringisan Arjuna. "Enak aja. Kamu itu milik saya, karena kamu adalah my hottest chef.""Oh, jadi cuma sebatas chef?" protes Arjuna dan Renata tertawa kembali. Rasanya menyenangkan jika dia dan Arjuna tertawa bahagia seperti ini.Renata berhenti sejenak, dikuti dengan Arjuna yang ikut menghentikan langkah. Wanita itu pun mendekatkan wajahnya pada telinga kanan Arjuna. "You're my hottest chef and my future husband."Arjuna terkekeh dan membalas bisikan Renata dengan ciuman di pipi seraya berkata, "And, you're my future wife. I'm so lucky to have you. "Mereka pun kembali berjalan hingga kedua tiba di samping mobil Arjuna. Pria itu membukakan pintu penumpang bagi Renata lalu berjalan mengelilingi mobilnya untuk duduk di jok kemudi."Oh iya, Hari Minggu, Papa ulang tahun," ucap Arjuna sebelum menyalakan mesin mobilnya."Ulang t