Share

Chef - 7

‘Jangan lupa rotinya dimakan, obatnya juga. Get well soon, Arjuna.’

Ketika melihat nama yang tertera pada kertas tersebut, jantung Renata langsung saja berdebar kencang dan hatinya berbunga-bunga.

Senyumnya mengembang dan tak henti-hentinya dia menatap secuil kertas yang Arjuna selipkan itu. Kemudian Renata meraih, roti sobek, membuka bungkusnya, lalu mulai memakannya dengan lahap. Tak ingin menyisakan sedikitpun, karena itu merupakan pemberian dari orang yang dia sukai.

Ya, Renata akui dia mulai tertarik dengan sosok Arjuna. Walaupun pria itu selalu bersikap dingin dan datar, tetapi itulah daya tarik pria itu, daya tarik yang membuat Renata semakin menyukai atasannya tersebut.

Kemudian, diraihnya botol air mineral. Semua dia lahap hingga habis, kecuali minyak kayu putih yang dia masukkan ke dalam saku chef jacket-nya, bersama dengan secuil kertas beriskan tulisan tangan Arjuna.

Ketika dia melirik jam pada dinding, Renata terkejut karena jarum pendek sudah bergerak ke angka tujuh.

"Hah!? Selama itukah gue pingsan?" ucap Renata pada dirinya sendiri. Tak tinggal diam, dia langsung saja turun dari ranjang dan bergegas kembali ke dapur.

Untung saja rasa pusingnya sudah hilang. Dan Renata juga baru ingat jika hari ini dia harus lembur, ada event besar yang akan berlangsung mulai besok di ballroom utama. Tidak ada waktu untuk bersantai-santai.

Begitu sampai di dapur, dia disambut dengan suasana hiruk pikuk dan aroma masakan yang bercampur udara panas. Teriakan terdengar dari sana-sini karena jam makan malam sedang berlangsung. Tidak ada yang mempedulikan Renata yang berjalan masuk, semua sibuk dengan tugas masing-masing.

Mata Renata dengan cepat menemukan sosok Arjuna, dan dengan dada yang sedikit berdebar, dia berjalan mendekat pria itu. Bagaimanapun, Renata harus mengucapkan terima kasih dan memberitahu pria itu bahwa dia sudah siap kembali bekerja.

"Pak..." panggil Renata pada Arjuna yang sedang fokus membuat chocolate lava, dan sama sekali tidak menoleh pada Renata yang sudah berada di sampingnya. "Makasih untuk roti dan air mineralnya. Saya sudah baikan."

"Harusnya kamu pulang, Re, hari ini kamu nggak usah lembur." Walaupun Arjuna terkesan dingin, tapi Renata tidak peduli, senyum terukir di bibirnya. Kata-kata itu sudah cukup, sebentuk perhatian pria itu untuknya.

"Ah, saya sudah agak baikan, Pak. Saya nggak enak kalau pulang, padahal saya baru kerja di sini."

Arjuna tak menjawab dan Renata kembali pada kerjaannya.

Karena besok, acara meeting akan digelar dari pagi hingga malam selama tiga hari berturut-turun dan banquet order sudah diterima, maka Arjuna dan Renata menghabiskan banyak waktu untuk saling berdiskusi.

Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 21.00, dan semua persiapan sudah hampir selesai. Bahan makanan, aman. Resep, aman. Staf yang akan bertugas, aman.

Para staf sudah pulang dan hanya tinggal tiga orang yang akan bertugas untuk shift malam. Renata sedang bersiap-siap ketika Arjuna memanggilnya, membuat jantungnya hampir copot seketika.

"Re, saya duluan, ya."

"Baik, Pak." Renata mengangguk, tetapi Arjuna sudah menghilang begitu saja.

Giliran Renata pulang ketika dia selesai bersiap-siap. Dia menghela napas lega dan merasa senang karena badannya tidak lagi pegal dan tubuhnya tidak lagi terasa sepanas tadi.

Ketika sedang berjalan menuju ruang ganti, samar-samar dia telinganya menangkap suara petikan biola yang menyayat, yang kian lama terdengar kian jelas seiring ketika Renata melangkah semakin dekat.

Renata tidak bisa menahan rasa penasarannya dan mengintip melalui celah pintu ruang ganti pria yang terbuka, memeriksa siapa yang sedang memainkan alat musik mendayu sendu itu. Dan suara musik itu seakan menariknya mendekat. Dan Ketika menemukan sosok yang sedang duduk membelakanginya, Renata tersentak.

Renata merasa bodoh untuk sejenak. Suara itu tidak berasal dari alat musik yang dimainkan, tetapi instrumental yang dimainkan melalui ponsel. Dan pemilik ponsel itu adalah Arjuna. Aduh! Dia ketahuan lagi masuk ke ruang ganti oleh pria yang sama.

"Pak... Pak Arjuna?"

Sosok itu sudah memutar tubuhnya dan mematikan music tersebut. "Renata?"

"Bapak masih di sini? Saya kira.. Pak Arjuna sudah pulang."

Renata buru-buru berbicara untuk menutupi sikap salah tingkahnya.

"Saya lagi..." Arjuna berhenti sejenak, seolah mencari alasan. "Lagi istirahat sebentar. Kamu belum pulang?"

"Baru aja mau pulang, Pak." balas Renata.

Renata ditatap lekat-lekat oleh Arjuna, dan jelas saja itu membuat jantungnya berdebar sangat kencang. Apalagi tatapan Arjuna yang teduh membuat Renata merasakan seluruh tubuhnya membeku. Tangannya meremas apron yang berada dalam genggamannya, lalu perlahan dia mundur, mencari kesempatan untuk meninggalkan ruangan Arjuna. Tapi, pria itu mencegahnya.

"Temani saya sebentar, ya, Re? Saya butuh teman curhat," pinta Arjuna.

Renata membelalakkan kedua matanya, terkejut dengan permintaan Arjuna. Bahkan, dia menangkap kesan memohon dalam suara tersebut, tidak ada Arjuna yang dingin dan datar di dalamnya.

"Ma-maksud Pak Arjuna?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status