Renata dan Arjuna sepakat untuk merahasiakan hubungan mereka berdua. Bukan karena apa-apa, hanya saja Arjuna takut reputasi Renata akan tercoreng karena dirinya. Sedangkan Renata takut, jika semua orang yang ada di hotel akan mencecar Arjuna – baru bercerai satu bulan tetapi sudah menggandeng wanita lagi.Pagi ini, Renata menyiapkan pakaian kerja yang akan dikenakan oleh Arjuna, membuatkan teh hangat dan dua buah roti bakar yang dipesan Arjuna sebelum pria itu mandi. Renata juga baru tahu, kalau Arjuna itu memiliki kebiasaan suka menciumi kedua pipinya Ketika mereka sedang berduaan, hingga membuatnya kegelian. Masih tersenyum membayangkan ciuman pria itu, Renata mengatur sarapan mereka.Lima belas menit kemudian, Arjuna keluar dari kamar mandi. Pria itu hanya memakai handuk yang dililitkan pada bagian pinggangnya, membiarkan tubuh atasnya terbuka begitu saja. Bagi Renata, itu adalah pemandangan indah di pagi hari.Bagaimana tidak? Renata dapat melihat otot
"Oya?" Arjuna terdengar tak percaya.Renata mengangguk kemudian meneguk air putih yang ada di samping nampan makan siangnya. Detik-detik selanjutnya mereka habiskan dengan menyantap kembali nmakan siangnya. Saling berbicara mengenai hal-hal yang baru mereka ketahui satu sama lain. Seperti Arjuna yang baru tahu kalau Renata memiliki adik yang sudah menikah. Kemudian, Arjuna juga baru tahu kalau kedua orang tua Renata sudah meninggal dunia. Sedangkan Renata baru tahu, jika Arjuna adalah satu-satunya anggota keluarga yang terjun ke dunia masak-memasak."Bae," panggil Arjuna setelah menyelesaikan makan siangnya."Ke ruang ganti dulu ya.""Pak, ini udah yang keempat kali," keluh Renata yang sama sekali tidak dipedulikan Arjuna."Saya butuh tenaga ekstra, Bae," rengek Arjuna, persis seperti anak kecil yang sedang mnerajuk meminta dibelikan permen.Menggemaskan, pikir Renata. "Geli.""Apanya?""Geli dengar Pak Arjuna manggil saya bae,
Hampir dua minggu Renata dan Arjuna berada di Bandung, jadi sudah hampir dua minggu juga mereka terikat dalam hubungan. Selama hampir dua minggu juga, pria itu jadi lebih tahu kebiasaan Renata, baik itu ketika sedang menonton tv, jalan-jalan sekitar hotel atau makan bersama. Kebiasan Renata adalah selalu mengusap-ngusap dada bidang Arjuna dengan lembut. Entah apa yang membuat wanita itu selalu melakukannya, yang jelas itu membuat Arjuna geli.Setiap Arjuna menanyakan alasannya, wanita itu selalu menjawab, "Dada Pak Arjuna bagus, berisi gitu. Jadi, saya suka."Kadang juga Renata selalu tidur di atas paha Arjuna. Renata juga selalu suka bila melihatnya bertelanjang dada. Arjuna tidak tahu apakah dia harus merasa bahagia atau justru menderita, apakah Renata tidak tahu bahwa sangat sulit baginya untuk memendam gairahnya. Namun demi menyenangkan Renata, apa sih yang tidak dilakukan oleh Arjuna?"Bae," panggil Arjuna kepada Renata kala mereka baru saja selesai bekerja
Sasampainya di hotel, mereka langsung membereskan oleh-oleh yang mereka beli sambil mengepak semuanya. Di antara semua kegiatan itu, Arjuna tak henti-hentinya memandangi Renata yang tampak cantik dan menggoda di bawah sinar lampu. Bibir wanita itu selalu membuat gairah sensualnya terbakar, leher Renata selalu membuat Arjuna menelah ludah karena rasa mendamba. Apalagi tubuh Renata yang begitu menggoda, yang seakan-akan melambai-lambai kepadanya, meminta untuk dibelai, disentuh dan dimasuki. Ah, Arjuna sudah tak bisa menahannya lagi."Bae.""Ya?" Renata mendongak dari acara beres-beresnya."Kamu cantik malam ini. Saya udah nggak bisa tahan lagi," ujar Arjuna yang membuat Renata mengerutkan dahi. Arjuna beranjak mendekati Renata, meraih tengkuk wanita itu dan mencium bibirnya sekilas. Bibirnya kemudian bergerak menelusuri leher cantik Renata dengan gairah yang sudah terbakar penuh, membuat wanita itu mengerang kenikmatan, sesekali juga mendesah karena ciuman Arjuna
Sinar matahari terasa menusuk kulit wajah Renata, membuat wanita itu membuka mata perlahan. Pagi ini, dia masih berada di kamar hotel dan hari ini juga, dia harus kembali ke Jakarta. Renata menggerakkan badan, mengernyit ketika sekujur tubuhnya terasa nyeri dan seolah kehabisan tenaga. Namun senyum melekuk di wajahnya, semalam dia dan Arjuna benar-benar bahagia. Senyum itu bertambah lebar ketika dia mengingat cara bermain pria itu yang mampu membuatnya berdecak kagum. Arjuna benar-benar luar biasa, jelas tidak seperti yang dikatakan Imelda beberapa minggu yang lalu, mengenai alasan kenapa Arjuna bercerai dengan istrinya.Jika diingat-ingat, semalam Renata dan Arjuna melakukannya hingga tiga ronde sekaligus. Tiga alat pengaman yang kini hanya menyisakan bungkusan yang tercecer di atas ranjang. Berbagai posisi juga dia dan Arjuna gunakan agar mereka saling berbagi kenikmatan. Bagi Renata, saat posisinya berada di atas tubuh Arjuna yang sedang terlentang- itu adalah posisi yang
Lampu sudah menunjukkan warna hijau, dan mobil mereka pun melaju kembali dengan kecepatan standar. Butuh waktu hingga satu jam untuk sampai di Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda. Dan Renata sangat antusias, karena dia memang menyukai hutan tersebut, yang baginya masih asri dan sejuk.Arjuna turun terlebih dahulu, dan mengitari mobil untuk membukakan pintu penumpang, lalu mempersilakan Renata untuk turun dan mereka pun berjalan bersama-sama. Renata yang sudah tidak sabar untuk menikmati semilir angin dan udara kehijauan yang sejuk, kini berjalan cepat meninggalkan Arjuna di belakang.Di sana, Renata juga melihat banyak sekali pedagang yang berjualan aneka makanan. Karena dia sama sekali belum sarapan, jadi dia memutuskan untuk menghampiri salah satu pedagang siomay di sana."Lapar, Bae?" tanya Arjuna yang sudah berhasil mengejar kecepatan Renata.Renata tersenyum dan mengangguk cepat. "Dari pagi, saya belum makan, Pak.""Coba panggil saya sayang." goda
Satu hari setelah keduanya kembali ke Jakarta, dan aktivitas dimulai seperti biasa. Tapi Arjuna mengambil off sementara Renata masuk kerja. Arjuna menurunkannya di salah satu mini market yang berjarak beberapa meter dari hotel sehingga Renata tidak berjalan kaki beberapa langkah."Enaknya yang off, ya?" goda Renata yang masih duduk di samping Arjuna. “Harusnya Pak Arjuna kerja juga, nemanin saya."Bae, berhenti buat panggil saya Pak Arjuna," perintah Arjuna sembari menatap Renata lekat-lekat. "Cukup panggil saja Arjuna atau... Sayang," kekeh Arjuna di akhir kalimatnya."Ah, saya nggak enak kalau manggil nama," jawab Renata sungkan.Arjuna tersenyum lalu menyentuh kedua tangan Renata dengan lembut, kemudian memajukan tubuhnya dan mencium dahi Renata dengan sayang."Kita ini udah punya hubungan spesial. Saya udah lamar kamu, dan kamu adalah calon istri saya. Jadi, jangan panggil saya dengan embel-embel Pak, oke?"Renata mengangguk pelan.
Arjuna mengendarai mobilnya dengan tenang dan santai. Satu buket bunga mawar merah dan putih turut hadir di tempat duduk penumpang yang berada di sampingnya. Senyumnya sedari tadi belum juga sirna. Karena hari ini, dia akan pergi mengunjungi ibunya yang sudah lama tak dia jumpai. Banyak sekali yang ingin Arjuna ceritakan pada ibunya tersebut. Termasuk perkenalannya dengan Renata dan kisah tragis perceraian dengan mantan istrinya.Arjuna juga sengaja tidak masuk kerja karena ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama sang ibu, mengobati rasa rindu yang menggebu-gebu kepada orang tuanya itu. Arjuna berharap bahwa ibunya akan suka ketika dia mengenalkan Renata suatu saat nanti. Kali ini, dia hanya akan menceritakan, dan di lain hari, dia akan membawa wanita pujaannya tersebut bersamanya.Tak butuh waktu lama untuk pergi ke tempat di mana ibunya berada. Memang, tempat tinggal mereka berdua sudah terpisah. Hanya butuh waktu setengah jam untuk sampai ke sana. Sesampainya
Renata menatap dirinya sendiri pada pantulan cermin yang ada di ruang ganti. Tubuhnya sudah terbalut oleh busana pernikahan hasil rancangan Anne. Masih dengan veil yang belum menutupi wajahnya, Renata terus saja menatap dirinya sendiri. Renata tidak percaya, bahwa sebentar lagi, dia akan menjadi istri dari seorang Arjuna Tunggajaya Nuraga. Dan tentu saja, namanya akan berubah menjadi Renata Deanita Tunggajaya Nuraga. Panjang sekali memang, tetapi Renata menyukainya.Tok...tok..tokSuara ketukan dan decitan pintu membuat Renata menoleh ke belakang. Dilihatnya Imelda yang sudah tampak cantik dengan balutan dress tosca panjang dan rambut yang tergerai indah. Sahabatnya itu akan menjadi penggiring mempelai wanita."Yang sebentar lagi bakalan jadi Nyonya Nuraga, lagi deg-degan ya?" ucap Imelda seraya melangkahkan kaki mendekati Renata, lalu memegang kedua bahu Renata.Renata tersenyum samar, berusaha menutupi rasa gugupnya, tetapi gagal."Lo nggak usah
"Dua bulan yang lalu, aku nyaris buat kamu sengsara. Aku telah menyakiti kamu saat itu. Aku nggak tau harus bagaimana, mendengar kamu menangis membuat hatiku sakit. Aku bodoh, ya? Udah membuat kamu menangis.""Sayang..." Renata mengusap pipi Arjuna sekilas. "Nggak usah menyalahkan diri sendiri. Aku bahagia karena kamu kembali padaku. Kamu ada di sini sekarang, itu yang terpenting. Jadi, kita nggak perlu bahas masalah itu lagi, oke?"Arjuna mengangguk."Bae, aku janji nggak-""Udah," potong Renata cepat. "Aku udah nggak percaya sama janji kamu. Dulu kamu janji nggak akan ninggalin aku, tapi buktinya kamu hampir pergi selamanya. Kamu juga janji nggak akan buat aku nangis, tapi nyatanya kamu selalu buat aku nangis."Re,""Aku nggak percaya janji kamu lagi. Tapi, aku percaya kalau kamu akan selalu berusaha ada dan selalu menjagaku dengan cinta yang kamu berikan.""Jadi," Renata menarik tangannya yang sedang digenggam oleh Arjuna. Kemudian
Sayang, bangun. Saya mohon sama kamu, tolong bangun..Suara itu sudah tak asing lagi, sangat familiar. Suara yang selama ini selalu membuatnya nmerasa tenang dan bahagia.Kamu bilang akan merasa bersalah jika saya nangis. Arjuna, saya lagi nangis sekarang, jadi kamu buka, ya, mata kamu.Dia mencoba untuk membuka mata, tapi apalah daya, dia tak sanggup. Dadanya terasa semakin sesak saat mendengar wanita itu menangis. Dia juga ingin menangis, tetapi tak bisa. Tubuhnya selalu saja menolak jika dia ingin berusaha. Kegelapan semakin dalam menyelimuti dirinya. Seakan-akan berada di dasar Samudra yang paling dalam dan sulit untuk mencapai ke atas. Berusaha berenang tetapi tak bisa. Tak ada yang bisa dia lakukan selain berdiam.Dia terus saja mendengar Renata menangisi dirinya. Dia ingin sekali nembuka mata dan mengatakan pada Renata bahwa dia merasa bersalah. Tangisan Renata membuat hatinya menjerit sakit. Renata hanya ingin dia bangun, tapi ke
Setelah menemui Anne, selanjutnya Renata bertemu Ivan wedding organizer yang akan mengurusi pernikahannya nanti. Saat Renata memasuki kantor pria itu, dilihatnya Ivan sedang memegang secangkir kopi dari kedai kopi ternama di Indonesia."Hai..." sapa Ivan sembari mengulurkan tangan kanannya."Hai juga, Van." Renata menerima jabatan tangan Ivan sambil tersenyum hangat.Pria itu langsung mempersilahkan Renata duduk. Bahkan, dia sudah memesankan Renata coffee latte, kopi favoritnya."Jadi, gimana, Ren?" tanya Renata seraya mengambil cangkir dan menyesap cofee latte-nya."Semuanya udah beres. Undangan sudah, alat dan bahan dekorasi pun udah, kateringnya juga sudah siap.""Untuk pelunasan sisa biaya, kira-kira kapan?" tanya Renata."Seminggu sebelum hari pernikahan," balas Ivan yang diikuti dengan anggukan kepala Renata. "Eh, kok sendiri ke sininya? Mana calonnya?""Sibuk kerja, dia masuk siang. Jadi, nggak bisa temenin saya ke sini.
Tuhan, kenapa kau bawa dia pergi sebelum aku benar-benar bahagia?Kenapa kau jauhkan dia saat aku ingin selalu dekat dengannya?Kenapa kau buat dia menjadi pria berengsek yang ingkar pada janjinya?Apa salah aku, Tuhan?Hingga kau membuatku seperti ini.Dia,Hanya dia satu-satunya yang membuatku bahagia.Setiap kata dan tindakan kecil yang dilakukannya selalu membuatku bahagia.Senyum, tawa, dan tangisnya sudah menjadi temanku selama ini.Tuhan,Jika aku boleh minta, tolong kembalikan dia.Atau,Jika kau tak bisa nengembalikannya...Tolong sampaikan padanya bahwa aku rindu...Dari Renata yang selalu merindukan pria bernama Arjuna.☆☆☆☆☆Dua bulan kemudian...Renata baru saja meletakkan sebuket bunga di atas salah satukuburan di pemak
Tiga hari berikutnya kondisi Arjuna masih sama. Masih koma, sepertinya pria itu masih menolak untuk bangun. Renata yang sudah rapi dengan chef jacket-nya berdiri di samping ranjang Arjuna. Tidak ada pilihan, dia harus kembali bekerja untuk menggantikan posisi Arjuna. Namun, Renata tak pernah absen menemani Arjuna sebelum dan sepulang kerja."Sayang.." Renata mengusap puncak kepala Arjuna. "Saya kerja dulu, ya? Kamu jangan kayak kemarin."Renata berjalan keluar dan mendapati Ayah Arjuna sudah siap menggantikannya. Setelah berpamitan, dengan berat hati, Renata terpaksa pergi ke hotel. Jujur saja, semuanya terasa salah tanpa kehadiran Arjuna, tapi bekerja akan membantu Renata tetap waras. Dia juga tidak ingin lagi terpuruk menangis, itu tidak akan membantu dirinya sendiri dan juga Arjuna."Selamat pagi," sapa Renata yang dibalas dengan sapaan serta senyuman oleh karyawan lain.Imelda juga merasa senang karena Renata berusaha keras untuk bersikap nor
Tangis Renata menggema di lorong rumah sakit berdinding putih tersebut. Tubuhnya bergetar hebat dengan bercak air mata menutupi wajahnya. Ditatapnya telapak tangannya sendiri yang terbuka dan bergetar, bercak darah Arjuna memenuhi permukaan kulitnya. Renata masih tidak bisa menyingkirkan ingatan mengerikan itu, ketika Arjuna nyaris saja mati di hadapannya, tertembak oleh wanita gila yang terobsesi padanya.Sudah dua jam berlalu sejak kejadian naas itu, namun kondisi Arjuna masih kritis. Itu sudah cukup untuk membuat tangis Renata semakin menjadi. Di seberang sana, Ayah Arjuna tampak sedang menatap kosong ke arah ubin rumah sakit yang mengilat. Pria itu tidak menangis, hanya terdiam seperti orang yang baru saja kehilangan nyawanya."Arr-Arjuna.." lirih Renata dengan bibir yang terus saja bergetar hebat.Imelda yang kini sedang duduk di sampingnya hanya bisa merangkul bahu temannya itu. Memeluknya erat serta memberikan kehangatan kepada Renata. Imelda bergegas dat
Sepanjang perjalanan, Renata menyimpan kecemasan tersendiri. Dia takut jika Ayah Arjuna tidak menyukai penampilannya sekarang, tetapi Arjuna seperti bisa mencium kecemasannya. Pria itu menyentuh lembut lengannya, meremas tanpa kata-kata seolah sedang memberi kekuatan dalam diam.Waktu sudah menunjukan pukul 20.00 dan mereka telah di tiba di kediaman Ayah Arjuna yang sudah penuh oleh para tamu undangan. Memang, setiap tahunnya, perayaan ulang tahun Ayah Arjuna selalu dirayakan besar-besar, hitung-hitung sebagai ajang berkumpulnya teman lama.Pria itu sedang berbincang dengan salah satu temannya Ketika dia menoleh untuk menyambut anaknya dengan hangat. "Arjuna, apa kabar?""Baik, Pa," balas Arjuna. "Maaf pa, Arjuna nggak bisa ngasih hadiah. Arjuna cuman bisa ngasih Renata sebagai calon istri Arjuna."Ayahnya terkejut dengan pengakuan Arjuna barusan. Bahkan pria itu tidak menyangka jika anaknya sudah melamar Renata. Begitupun dengan Renata, yang menunjukan c
Renata tersentak dan spontan memukul bahu Arjuna dengan keras, terbukti dengan suara ringisan Arjuna. "Enak aja. Kamu itu milik saya, karena kamu adalah my hottest chef.""Oh, jadi cuma sebatas chef?" protes Arjuna dan Renata tertawa kembali. Rasanya menyenangkan jika dia dan Arjuna tertawa bahagia seperti ini.Renata berhenti sejenak, dikuti dengan Arjuna yang ikut menghentikan langkah. Wanita itu pun mendekatkan wajahnya pada telinga kanan Arjuna. "You're my hottest chef and my future husband."Arjuna terkekeh dan membalas bisikan Renata dengan ciuman di pipi seraya berkata, "And, you're my future wife. I'm so lucky to have you. "Mereka pun kembali berjalan hingga kedua tiba di samping mobil Arjuna. Pria itu membukakan pintu penumpang bagi Renata lalu berjalan mengelilingi mobilnya untuk duduk di jok kemudi."Oh iya, Hari Minggu, Papa ulang tahun," ucap Arjuna sebelum menyalakan mesin mobilnya."Ulang t