Sasampainya di hotel, mereka langsung membereskan oleh-oleh yang mereka beli sambil mengepak semuanya. Di antara semua kegiatan itu, Arjuna tak henti-hentinya memandangi Renata yang tampak cantik dan menggoda di bawah sinar lampu. Bibir wanita itu selalu membuat gairah sensualnya terbakar, leher Renata selalu membuat Arjuna menelah ludah karena rasa mendamba. Apalagi tubuh Renata yang begitu menggoda, yang seakan-akan melambai-lambai kepadanya, meminta untuk dibelai, disentuh dan dimasuki. Ah, Arjuna sudah tak bisa menahannya lagi.
"Bae."
"Ya?" Renata mendongak dari acara beres-beresnya.
"Kamu cantik malam ini. Saya udah nggak bisa tahan lagi," ujar Arjuna yang membuat Renata mengerutkan dahi. Arjuna beranjak mendekati Renata, meraih tengkuk wanita itu dan mencium bibirnya sekilas. Bibirnya kemudian bergerak menelusuri leher cantik Renata dengan gairah yang sudah terbakar penuh, membuat wanita itu mengerang kenikmatan, sesekali juga mendesah karena ciuman Arjuna
Sinar matahari terasa menusuk kulit wajah Renata, membuat wanita itu membuka mata perlahan. Pagi ini, dia masih berada di kamar hotel dan hari ini juga, dia harus kembali ke Jakarta. Renata menggerakkan badan, mengernyit ketika sekujur tubuhnya terasa nyeri dan seolah kehabisan tenaga. Namun senyum melekuk di wajahnya, semalam dia dan Arjuna benar-benar bahagia. Senyum itu bertambah lebar ketika dia mengingat cara bermain pria itu yang mampu membuatnya berdecak kagum. Arjuna benar-benar luar biasa, jelas tidak seperti yang dikatakan Imelda beberapa minggu yang lalu, mengenai alasan kenapa Arjuna bercerai dengan istrinya.Jika diingat-ingat, semalam Renata dan Arjuna melakukannya hingga tiga ronde sekaligus. Tiga alat pengaman yang kini hanya menyisakan bungkusan yang tercecer di atas ranjang. Berbagai posisi juga dia dan Arjuna gunakan agar mereka saling berbagi kenikmatan. Bagi Renata, saat posisinya berada di atas tubuh Arjuna yang sedang terlentang- itu adalah posisi yang
Lampu sudah menunjukkan warna hijau, dan mobil mereka pun melaju kembali dengan kecepatan standar. Butuh waktu hingga satu jam untuk sampai di Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda. Dan Renata sangat antusias, karena dia memang menyukai hutan tersebut, yang baginya masih asri dan sejuk.Arjuna turun terlebih dahulu, dan mengitari mobil untuk membukakan pintu penumpang, lalu mempersilakan Renata untuk turun dan mereka pun berjalan bersama-sama. Renata yang sudah tidak sabar untuk menikmati semilir angin dan udara kehijauan yang sejuk, kini berjalan cepat meninggalkan Arjuna di belakang.Di sana, Renata juga melihat banyak sekali pedagang yang berjualan aneka makanan. Karena dia sama sekali belum sarapan, jadi dia memutuskan untuk menghampiri salah satu pedagang siomay di sana."Lapar, Bae?" tanya Arjuna yang sudah berhasil mengejar kecepatan Renata.Renata tersenyum dan mengangguk cepat. "Dari pagi, saya belum makan, Pak.""Coba panggil saya sayang." goda
Satu hari setelah keduanya kembali ke Jakarta, dan aktivitas dimulai seperti biasa. Tapi Arjuna mengambil off sementara Renata masuk kerja. Arjuna menurunkannya di salah satu mini market yang berjarak beberapa meter dari hotel sehingga Renata tidak berjalan kaki beberapa langkah."Enaknya yang off, ya?" goda Renata yang masih duduk di samping Arjuna. “Harusnya Pak Arjuna kerja juga, nemanin saya."Bae, berhenti buat panggil saya Pak Arjuna," perintah Arjuna sembari menatap Renata lekat-lekat. "Cukup panggil saja Arjuna atau... Sayang," kekeh Arjuna di akhir kalimatnya."Ah, saya nggak enak kalau manggil nama," jawab Renata sungkan.Arjuna tersenyum lalu menyentuh kedua tangan Renata dengan lembut, kemudian memajukan tubuhnya dan mencium dahi Renata dengan sayang."Kita ini udah punya hubungan spesial. Saya udah lamar kamu, dan kamu adalah calon istri saya. Jadi, jangan panggil saya dengan embel-embel Pak, oke?"Renata mengangguk pelan.
Arjuna mengendarai mobilnya dengan tenang dan santai. Satu buket bunga mawar merah dan putih turut hadir di tempat duduk penumpang yang berada di sampingnya. Senyumnya sedari tadi belum juga sirna. Karena hari ini, dia akan pergi mengunjungi ibunya yang sudah lama tak dia jumpai. Banyak sekali yang ingin Arjuna ceritakan pada ibunya tersebut. Termasuk perkenalannya dengan Renata dan kisah tragis perceraian dengan mantan istrinya.Arjuna juga sengaja tidak masuk kerja karena ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama sang ibu, mengobati rasa rindu yang menggebu-gebu kepada orang tuanya itu. Arjuna berharap bahwa ibunya akan suka ketika dia mengenalkan Renata suatu saat nanti. Kali ini, dia hanya akan menceritakan, dan di lain hari, dia akan membawa wanita pujaannya tersebut bersamanya.Tak butuh waktu lama untuk pergi ke tempat di mana ibunya berada. Memang, tempat tinggal mereka berdua sudah terpisah. Hanya butuh waktu setengah jam untuk sampai ke sana. Sesampainya
Arjuna : Bae, saya udah tunggu di depan mini market yang tadi pagi. Kamu kapan pulang?Renata membulatkan kedua matanya kala pesan singkat tersebut tampil pada layar ponselnya. Jarinya masih enggan untuk membuka pesan itu dan lebih memilih untuk memandanginya sejenak. Ini ngapain jemput gue? Renata membatin."Siapa Re?" tanya Imelda ingin tahu, ketika melihat Renata yang terpaku pada layar ponselnya. "Dari pacar lo ya?""Eh?" Renata tersentak. "Bu-bukan Del."Arjuna : Kamu di mana, Bae?Akhirnya Renata pun membuka pesan tersebut dan membalasnya.Renata : Kamu ngapain di sana?Tak butuh waktu lama, Arjuna sudah membalas pesan dari Renata.Arjuna : Jemput kamu.Renata : Saya udah janji pulang bareng Imelda.Arjuna : Batalin.Singkat, padat, jelas, dan penuh dengan ketidaksukaan saat Renata melihat balasan dari Arjuna. Tetapi, dia malah tersenyum.
"Sudah siap bekerja hari ini?"Ini adalah kedua kalinya Renata bertemu dengan Arjuna Tunggajaya Nuraga - Executive Chef sekaligus atasan langsungnya. Kesan pertama yang terlintas di kepala Renata saat ia diwawancara Arjuna pria itu masih muda, juga tampan, boleh dibilang seksi abis, dengan rahang kuat dan sorot mata yang tajam. Tidak itu saja, tubuhnya juga atletis walaupun ditutupi oleh chef jacket yang lumayan besar. Saat itu, Renata tidak sadar bahwa dia mengigit bibir bawanya seraya memandangi Arjuna dari atas ke bawah.Hari ini, ketika dia dibawa oleh asisten human resources untuk menemui Arjuna, pria itu masih setampan kali pertama dia melihatnya. Bahkan mungkin lebih tampan. Dan kesan angkuh serta sikap dinginnya masih sama seperti kali pertama.Renata mengangguk dan menjawab tegas pertanyaan pria itu, "Sudah, Pak."Arjuna menatap Renata sejenak, memeriksa tampilan wanita itunsebelum berujar tegas, “Bagus. Selamat datang kalau begitu."Yang Renata tidak tahu, Arjuna juga menyim
"Iya dia duda, padahal pernikahannya baru jalan enam bulan. Mereka juga baru cerai satu bulan yang lalu," jelas Imelda kepada Renata."Lo tau alasan Pak Arjuna cerai?""Seperti yang gue dengar ya..." Imelda mendekatkan wajahnya pada telinga kanan Renata dan berbisik rendah. "Istrinya selalu nggak puas, kalau main sama dia.""Masa sih, Del? Ah, lo bohong kali, secara gitu ya, Pak Arjuna itu ganteng, tajir sih udah tentu, dan duh... seksi abis. Masa sih dia duda karena alasan itu," ujar Renata menolak tak percaya."Udah ah, nggak baik ngomongin atasan. Nanti kualat." Dan piring wanita itu juga ikut tandas begitu dia menutup pembicaraan tentang kehidupan pribadi atasannya."Intinya, lo harus kuat-kuat ya. Dan selamat datang di dapur kami. Semoga lo betah ya, Re."Renata dan Imelda pun kembali menuju dapur setelah menghabiskan waktu satu jam untuk beristirahat. Masih ada pertanyaan yang berkeliaran di kepala Renata sejak dia datang ke kantin khusus karyawan. Yaitu; dia tidak melihat Arjun
Renata kembali ke dapur dan langsung saja memakai apronnya dengan cepat. Lalu kembali bekerja sebagai mestinya. Dia tidak ingin di hari pertama bekerja, sudah membuat masalah. Jadi, saat Imelda mengajaknya mengobrol, Renata tidak mendengarkannya."Re..." panggil Imelda sedikit berteriak, padahal jarak mereka cukup dekat. "Re ish...gue mau nanya.""Apaan?" Renata menolehkan kepalanya sekilas, lalu kembali memfokuskan diri pada masakan yang sedang dibuatnya."Lo tau resep adonan poffertjes?""Tahu. Nih..." Renata menyodorkan catatan kecil yang biasa digunakannya."Eh, tadi Pak Arjuna bil-"Pertanyaan Imelda terhenti ketika melihat Arjuna sudah memasuki dapur. Suasana dapur pun kembali berubah menyeramkan.Arjuna berjalan-jalan melewati beberapa orang yang bekerja. Kadang juga mencicipi masakan yang sedang dibuat oleh para Juru masak."Kurang garam," ucapnya setelah mencicipi masakan dari salah satu juru masak pria."Ini," Arjuna kini berada di samping Imelda, yang sedang meracik bahan u