Renata langsung membuang semua angannya mengenai Arjuna. Dan lebih memilih memainkan nampan makan siangnya. Sesekali juga menggaruk tengkuknya karena rasa pegal yang tiba-tiba menjalar di sekujur tubuhnya, dan dia juga merasakan tubuhnya yang sedikit hangat.
Mungkin ini efek dari hujan-hujanan dengan ojek online semalam.
"Ehem..." Arjuna berdeham sambil meraih segelas minumnputih, meneguknya dan meletakkan gelas kosong itu kembali.
Piring di hadapannya pun telah tandas. "Nggak makan, Re?"
"Eh? Hah? Nggak, Pak," respon Renata dengan pertanyaan Arjuna yang tiba-tiba.
"Kenapa?" tanya Arjuna yang terkesan menginteroasi.
Bukan terkesan lagi, bahkan Renata merasakan sedang diinterogasi oleh Arjuna. Suara datar dan dingin pria itu membuat Renata sedikit takut berhadapan dengan atasannya itu. Oke, ini berlebihan.
Tapi, itu memang benar! Renata benar-benar merasa jantungnya berdebar kencang. Bulir-bulir keringat sudah bermunculan di pelipisnya.
Hawa panas pun mulai menyeruak di kantin tersebut. Bagaimana tidak panas, chef jacket yang dikenakan Arjuna terbuka pada bagian atas. Entah itu disengaja atau tidak, yang jelas itu membuat Renata kembali berpikiran kotor.
"Kamu sakit?" selidik Arjuna sembari memandangi wajah Renata yang benar-benar pucat. Kedua matanya pun tampak sayu.
"Ah... nggak kok, Pak, saya baik-baik saja," jawab Renata.
"Re..." 'panggil Arjuna dengan suara pelan.
"Ya, Pak?" Renata mendongak dan terpaksa harus menatap wajah Arjuna.
"Sa-saya..."
"Duh, Pak, udah waktunya masuk ke dapur lagi. Saya duluan ya, Pak." Renata pun bangkit dari duduknya, lalu berlari meninggalkan kantin tersebut. Dan juga meninggalkan Arjuna yang masih duduk di tempatnya.
Arjuna menghela napas gusar. Dia merasa terlalu kaku dan gugup ketika berhadapan dengan Renata. Dan tentu saja dia merasa menjadi pria yang paling bodoh, karena tidak bisa membuat Renata peka terhadapnya.
☆☆☆☆☆
Sesampainya di dapur, Renata langsung saja memakai apron hitamnya. Dan kembali bekerja seperti biasa. Tak lama kemudian, Arjuna datang, dan suasan dapur yang tenang langsung berubah.
Suara-suara percakapan mendadak hilang, suara tawa apalagi, semua kembali sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Renata menyadari kalau Arjuna meliriknya sekilas.
Pria itu masih tetap tampan dan seksi walaupun sudah memakai apron dan memegang pisau. Entah kenapa Renata lebih menyukai Arjuna yang seperti ini, walaupun wajah galaknya sama sekali tak dia sukai.
"Re," panggil Imelda yang kini tengah membuat ayam taliwang. "Wajah lo kok pucat, sih?"
"Hah? Gue nggak ngerasa apa-apa," jawab Renata, walaupun sebenarnya dia merasa sedikit pusing ketika berjalan menuju dapur.
"Lo yah... Eh, Re!!!" Imelda berteriak histeris begitu melihat Renata ambruk, dengan kedua mata tertutup.
Seluruh karyawan yang ada di dapur tersebut ikut panik, termasuk Arjuna. Pria itu langsung menghampiri Renata yang sudah pingsan dan menggendongnya. Raut wajah khawatir tampak jelasndi wajah Arjuna, selama dalam perjalanan menuju klinik hotel.
Sayup-sayup, di tengah kesadarannya yang hilang timbul, Renata masih berusaha melihat siapa yang sedang menggendongnya.
Namun karena rasa pusing yang begitu mendominasi kepalanya, Renata menyerah, membiarkan dirinya terlelap begitu saja. Setidaknya dia tahu, bahwa yang menggendongnya saat ini adalah seorang pria tampan.
Arjuna pun menurunkan tubuh Renata yang lemas ke ranjang di klinik hotel. Imelda juga rupanya menyusul di belakang Arjuna, raut wajahnya juga tampak sama cemasnya.
Begitu melihat Imelda, Arjuna berusaha bersikap senormal mungkin, karena ia tidak ingin wanita itu curiga bahwa ia mulai tertarik pada Renata.
"Kamu bisa kembali bekerja," perintah Arjuna kepada Imelda.
"Biar dokter klinik yang menangani Renata."
"Tapi, Pak, saya khawatir sama kondisi Renata," bantah Imelda, yang tentu saja melanggar aturan bekerja.
"Saya jug... pokoknya kamu bisa kembali bekerja. Dan jangan membantah. Ini masih jam kerja!" tegas Arjuna.
Sepeninggal Imelda, dokter datang untuk memeriksa kondisi Renata. Setelah lima menit, dokter itu menyelesaikan pemeriksaan dan menatap Arjuna.
"Dia hanya kelelahan. Sebentar lagi juga akannsegera pulih," jelas dokter, yang membuat Arjuna bernapas lega.
Ketika akhirnya mereka tinggal berdua di dalam klinik tersebut, Arjuna menatap wajah Renata yang begitu cantik meskipun dia sedang terlelap. Lalu pandangannya bergerak menuju bibir mungil wanita itu, sangat sensual hingga Arjuna ingin menciumnya.
Namun niat itu ia urungkan, buru-buru ia membuang pikiran kotornya. Tetapi usahanya untuk membuat pikiran kotor itu gagal, saat kedua matanya menjelajahi bagian tubuh Renata yang begitu menggoda.
Payudara wanita itu terlihat besar dalam balutan chef jacket-nya yang begitu ketat.
Hingga pelan-pelan tangan Arjuna terulur, tergoda ingin meraba payudara Renata karena bisikan setan yang memasuki telinganya.
Tapi, tangan pria itu berujung hanya tergantung di udara. Di detik-detik terakhir ia berbuat nekat, ia tersadar. Terlalu bahaya jika ia berada dalam satu ruangan yang sama dengan wanita itu.
Mengingat Renata tadi tidak memakan apapun, Arjuna berinisiatif membelikannya roti sobek, air mineral dan minyak kayu putih.
Tak lupa, ia meninggalkan sebuah catatan di sana sebelum benar-benar meninggalkan Renata sendiri.
‘Jangan lupa rotinya dimakan, obatnya juga. Get well soon, Arjuna.’
‘Jangan lupa rotinya dimakan, obatnya juga. Get well soon, Arjuna.’Ketika melihat nama yang tertera pada kertas tersebut, jantung Renata langsung saja berdebar kencang dan hatinya berbunga-bunga.Senyumnya mengembang dan tak henti-hentinya dia menatap secuil kertas yang Arjuna selipkan itu. Kemudian Renata meraih, roti sobek, membuka bungkusnya, lalu mulai memakannya dengan lahap. Tak ingin menyisakan sedikitpun, karena itu merupakan pemberian dari orang yang dia sukai.Ya, Renata akui dia mulai tertarik dengan sosok Arjuna. Walaupun pria itu selalu bersikap dingin dan datar, tetapi itulah daya tarik pria itu, daya tarik yang membuat Renata semakin menyukai atasannya tersebut.Kemudian, diraihnya botol air mineral. Semua dia lahap hingga habis, kecuali minyak kayu putih yang dia masukkan ke dalam saku chef jacket-nya, bersama dengan secuil kertas beriskan tulisan tangan Arjuna.Ketika dia melirik jam pada dinding, Renata terkejut karena jarum pendek sudah bergerak ke angka tujuh."Hah
"Ma-maksud Pak Arjuna?" tanya Renata ragu, karena dengan cepat otaknya langsung berpikiran kotor saat Arjuna berkata ‘temani'."Kamu mau, kan, dengarin saya curhat? Sepertinya akan lebih lega, kalau saya punya teman curhat," kata Arjuna, sambil terkekeh pelan.Oh Tuhan, jangankan kekehan, melihat senyumnya saja, Renata sudah tak tahan."Kamu nggak usah tegang, sini duduk dekat saya," ajaknya kemudian dan Renata pun melangkah pelan, lalu duduk di bangku panjang persis di sebelah Arjuna."Kalau boleh tau, kenapa Pak Arjuna belum pulang? Setahu saya, tadi bapak bilang mau pulang," ucap Renata, yang lebih dulu memecahkan keheningan."Pak Arjuna lagi ada masalah, ya?" selidik Renata. Entah kenapa, ia ingin mnengulik Arjuna lebih dalam."Saya bingung. Saya baru cerai dengan mantan istri saya satu bulan yang lalu," ucap Arjuna, memulai. "Dia selingkuh dengan pria lain, dan jelas itu melukai hati saya."Bahkan pria muda setempan dan seseksi Arjuna, plus juga sangat mapan, tetapi tidak menjadi
Keesokan paginya, Renata bekerja seperti biasa. Tak ada keterlambatan lagi, karena dia tak ingin atasannya itu marah. Lagipula Renata tidak bisa tidur, jadi tidak susah baginya untuk bangun pagi-pagi. Hampir semalaman dia berkutat dengan kenyataan tersebut, bahwa Arjuna sudah tertarik dengan Wanita lain. Dalam artian, cinta Renata bertepuk sebelah tangan. Kalau dipikir-pikir juga, mana mau seorang Arjuna yang tampan, seksi dan kaya mau berhubungan dengannya? Itu sangat tidak mungkin terjadi.Saat melihat Arjuna di dapur, pikiran Renata kembali pada ucapan pria itu, yang bercerita tentang sosok wanita yang disukainya. Walaupun rasanya sakit, menusuk hati Renata yang paling dalam, tetapi dia harus bisa menerimanya. Karena Renata bukan selera Arjuna. Renata yakin, bukan hanya dirinya yang terikat pesona duda keren itu.Arjuna masih sangat muda di usia tiga puluh tahun, karirnya bersinar dan Renata yakin Arjuna tahu kalau banyak wanita mengecapnya sebagai sarang duit. Hanya saja, Renata t
Tentu saja semua pekerja yang ada di sana ikut terkejut. Tak terkecuali Imelda, yang juga membulatkan mata sembari menatap ke arah Renata. Mulutnya bergerak, namun tak bersuara."Kok bisa lo? Kan lo Sous Chef."Iya itu benar, Renata Sous Chef. Seharusnya dia tetap tinggal di sini apabila Arjuna harus pergi. Karena dia-lah yang akan bertanggungjawab menggantikan posisi pria itu."Ya, saya akan berangkat bersama Renata ke Bandung. Selama satu atau dua minggu saya akan berada di sana," ucap Arjuna yang semakin Renata tak bisa berkata-kata. "Mereka memiliki jadwal event yang penuh dan kebutuan catering yang sangat mendadak.""Maaf, Pak." Renata mengangkat tangan kanannya, hendak memprotes ucapan Arjuna barusan. "Kenapa harus saya, Pak? Seharusnya saya tinggal di sini. Bapak bisa pergi bersama Imelda, Pak Toni, ataupun Pak Rudi. Jadwal event di hotel ini juga lagi penuh, Pak."Untuk pertama kalinya, Arjuna tersenyum di hadapan semua pe
Malam harinya, Renata masih bimbang dengan ajakan Arjuna untuk pergi ke Bandung. Kalau saja Arjuna tidak bercerita tentang wanita yang disukainya, mungkin Renata tidak akan segalau dan sebimbang ini. Mungkin juga, dia akan langsung menerima ajakan Arjuna tanpa harus berpikir terlebih dahulu.Kopernya dibiarkan terbuka begitu saja dan masih belum terisi oleh pakaian. Bukannya tidak mau, dia masih berharap semoga ada keajaiban dan perjalanan ini dibatalkan.Ting!Satu pesan masuk ke ponsel Renata. Dia mneraih ponsel yang berada di sampingnya, melihat nama yang tertera di layer tersebut. Tetapi tidak ada nama, yang ada hanya deretan angka yang tak dia kenal.+62 85697906208 : Jangan lupa packing dari sekarang. Besok saya jemput kamu jam 07.00 pagi. Arjuna.Satu pesan yang membuat Renata menghela napas.Ting!Satu pesan singkat masuk kembali.+62 85689920956 : Jangan lupa simpan nomor saya. Siapa tau penting nantinya.Ingin
Tak perlu waktu yang lama, hanya sekitar lima menit untuk membersihkan tubuhnya. Dan ini adalah rekor tercepat Renata. Dia kemudian membuka lemari pakaian dan mengambil baju secara asal. Dress biru muda pendek tak berlengan, dan dipadukan dengan jaket berbahan denim. Rambutnya dibiarkan tergerai, dengan riasan tipis menghiasi wajah bersihnya. Oke, tidak buruk.Sejujurnya, Renata tak peduli dengan tampilannya saat ini, dia hanya khawatir Arjuna menunggu terlalu lama. Renata bergegas menarik koper dan berjalan keluar rumah dengan flat shoes hitam kesayangannya. Kemudia mengecek rumah, memastikan pintu terkunci.Begitu keluar rumah, Renata melihat Arjuna yang sudah bersandar pada pintu penumpang mobil hitamnya. Tampilannya sangat seksi, dengan kaos polos putih berlengan pendek, dan jins biru gelap, membuat Renata tak berkedip, apalagi rambutnya yang sedikit acak-acakan, dengan kacamata hitam yang menutupi kedua mata tajamnya."Renata, masuk." Arjuna membukakan pint
Seorang pria pasti akan terus berusaha untuk membuat Wanita yang dicintainya tertarik. Segala usaha pun dilakukan demi mendapatkan perhatian dari wanita pujaannya. Tak terkecuali Arjuna, sedingin-dinginnya dia, takluk juga dengan makhluk bernama Renata.Renata Deanita. Wanita cantik yang menjadi bawahannya itu, telah membuat Arjuna tergila-gila sejak kedua mata mereka saling bertemu. Arjuna bersikap galak dan dingin di awal pertemuan, hanya untuk menutupi rasa tertariknya kepada Renata. Namun itu tak berhasil, jadi dia harus menyerah pada ketertarikan tersebut dan justru mencari cara agar mereka bisa selalu berdekatan."Renata..." panggil Arjuna lembut, membuat wanita itu bergerak sedikit dalam tidurnya. "Nyenyak banget tidurnya."Butuh waktu beberapa detik bagi Renata untuk menyadari bahwa dia tertidur. Dalam sekejap, Renata langsung bangkit dan duduk tegak pada posisinya semula."Bersihin dulu air liurnya," goda Arjuna."Saya nggak tidur, Pak." T
Tepat pukul 17.00, mereka berdua telah sampai di SHANGRI’LA HOTEL & RESORT cabang Bandung. Begitu tiba di sana, mereka langsung disambut oleh Executive Chef di hotel tersebut. Setelah berbincang sejenak, Arjuna pergi mengambil kunci kamar yang telah disediakan.Ketika pintu kamar hotel mereka terbuka, semerbak wangi aroma bunga lavender langsung saja tercium. Renata menyadari bahwa kamar mereka bertipekan suite dari luas kamar dan fasilitas yang disediakan - ada kamar tidur, ruang duduk dan bahkan dapur mini."Pak, mau teh atau kopi?" tanya Renata setelah menyimpan koper dan kini sudah berganti pakaian. Sedangkan Arjuna masih duduk di sofa sembari membaca majalah otomotif, tampak begitu larut dalam bacaannya sehingga Renata harus memanggilnya dua kali."Pak?"Arjuna yang mendengar panggilan Renata langsung mengangkat wajah. Penampilan Renata kini tampak berbeda, rambut yang diikat ke belakang secara asal, dress-nya sudah diganti menjadi kaos merah muda polos yang terlihat tipis. Tak lu