"Ma-maksud Pak Arjuna?" tanya Renata ragu, karena dengan cepat otaknya langsung berpikiran kotor saat Arjuna berkata ‘temani'.
"Kamu mau, kan, dengarin saya curhat? Sepertinya akan lebih lega, kalau saya punya teman curhat," kata Arjuna, sambil terkekeh pelan.
Oh Tuhan, jangankan kekehan, melihat senyumnya saja, Renata sudah tak tahan.
"Kamu nggak usah tegang, sini duduk dekat saya," ajaknya kemudian dan Renata pun melangkah pelan, lalu duduk di bangku panjang persis di sebelah Arjuna.
"Kalau boleh tau, kenapa Pak Arjuna belum pulang? Setahu saya, tadi bapak bilang mau pulang," ucap Renata, yang lebih dulu memecahkan keheningan.
"Pak Arjuna lagi ada masalah, ya?" selidik Renata. Entah kenapa, ia ingin mnengulik Arjuna lebih dalam.
"Saya bingung. Saya baru cerai dengan mantan istri saya satu bulan yang lalu," ucap Arjuna, memulai. "Dia selingkuh dengan pria lain, dan jelas itu melukai hati saya."
Bahkan pria muda setempan dan seseksi Arjuna, plus juga sangat mapan, tetapi tidak menjadi pengecualian korban perselingkuhan.
"Sebenarnya saya kurang apa? Apapun yang istri saya minta, selalu saya kasih," jelasnya lebih lanjut.
Sumpah demi apapun, Renata harus menjawabnya apa?
"Menurut kamu, sebaiknya saya gimana?" tanya Arjuna lagi karena Renata masih membisu.
"Sebenarnya, saya tahu gimana perasaan Pak Arjuna sekarang. Karena saya pernah mengalaminya sendiri, pacar saya ketahuan udah punya istri. Awalnya memang sulit, sih, Pak, untuk melupakannya. Tetapi, saya selalu berpikir bahwa nggak ada gunanya juga memikirkan itu semua. Toh, itu nggak akan balik lagi sama kita."
Renata tidak tahu kenapa ia semudah itu berbicara jujur pada Arjuna, namun hatinya terenyuh menatap ekspresi sedih di wajah yang disukainya itu.
"Jadi?" Arjuna menaikkan sebelah alisnya.
"Jadi, ya.. saya move on. Dan akhirnya berhasil. Biarkanlah hukun karma yang membalas itu semua," lanjut Renata lagi.
Arjuna tersenyum dan menghembuskan napas lega.
"Sebenarnya saya udah sedikit melupakan istri saya, semenjak kehadiran sosok wanita yang begitu menarik perhatian saya."
"Oh ya?" ucap Renata, sedikit lebih keras. "Siapa, Pak?"
Arjuna terdiam sesaat. Matanya kembali menatap Renata lekat-lekat, dan tatapannya membuat wanita itu salah tingkah, bahkan kedua pipinya memerah bak udang rebus.
"Ada lah." jawab Arjuna, yang kemudian mengedarkan pandangannya. "Ada seseorang berhasil membuat saya tertarik. Tapi, saya nggak yakin kalau dia juga tertarik sama saya. Secara saya seorang duda, ya walaupun saya nggak punya anak. Sayangnya, wanita yang saya sukai tidak pernah peka."
Pudar sudah harapan Renata. Arjuna tertarik pada seseorang dan orang itu sudah pasti bukan dirinya. siapa? Apakah Renata mendengarnya? Karyawan di hotel ini? Atau seseorang yang tidak Renata kenal?
"Kalau boleh tahu, sejak kapan Pak Arjuna mulai tertarik pada wanita itu?" tanya Renata dengan nada tegar, sebisa mungkin dia menyembunyikan perasan hatinya, karena dia tak ingin Arjuna tahu mengenai hatinya.
"Sejak pertama kali dia masuk ke hotel ini. Dan sejak pertama kali saya menatap ke dalam matanya."
Dua kalimat Arjuna itu sukses membuat dada Renata semakin sesak.
"Oh, gitu," Renata mengembuskan napas panjang, lalu... "Mau saya buatin teh atau kopi, Pak?" tawarnya.
Arjuna mengangguk, "Dua cangkir kopi."
Renata mengernyitkan dahinya, "Dua?"
"Iya, satu untuk saya dan satu lagi untuk kamu."
Tetap saja Renata tidak peka dengan ucapan Arjuna.
"Ah, saya nggak pernah minum kopi, Pak. Kalau gitu, saya ke dapur dulu ya," pamit Renata kepada Arjuna.
"Sama-sama, nanti bawa saja ke kantor."
Sesampainya di dapur, Renata sempat termenung sejenak, sembari meremas dadanya yang terasa sakit karena harus menerima kenyataan bahwa Arjuna sudah menyukai wanita lain.
Tentu saja, itu bukanlah dirinya. Bagaimana mungkin Arjuna bisa menyukainya, mereka bahkan baru kenal? Lalu sebuah suara mengagetkannya, membuat Renata terperanjat ringan.
"Renata?" Arjuna sedang berjalan mendekatinya.
"Pak... kok, Bapak ke sini? "jawabnya gugup.
Mata Renata melebar ketika Arjuna menjulurkan tangan untuk meraih kedua bahunya. Dapur itu kini kosong, para staf malam pasti berada di suatu tempat di hotel ini dan keheningan yang tak biasa itu menciptakan getar dalam diri Renata. Dia menatap mata pria itu lekat-lekat. Hilang sudah raut wajah dingin berkesan datar milik Arjuna.
Renata panik saat Arjuna mulai mendekatkan wajah dan menghembuskan napas hangat pada wajah Renata, lalu detik selanjutnya, bibir sensual Arjuna menyentuh bibirnya. Jelas saja, mata Renata membulat karena terkejut.
Arjuna menciumnya lama, menjelajah setiap inci permukaan kulit bibir Renata sebelum mendesaknya agar membuka mulut dan menerima lidah pria itu, membiarkan Arjuna menjelajah lebih dalam.
Arjuna kemudian mnelepaskan ciumannya pada bibir mungil milik Renata. Dia dapat melihat raut wajah tegang wanita itu. Matanya membulat sempurna, wajahnya juga pucat pasi. Sedangkan Arjuna, dia bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi di antara keduanya. Untung saja suasana dapur sedang sepi.
"Gimana rasanya? Enak?" tanya Arjuna yang masih mengusap pipi Renata.
Renata mengerang, tak tahu apa yang harus dia katakan. Ciuman yang baru Arjuna berikan padanya terlalu susah untuk diungkapkan dengan kata-kata. Ada rasa manis yang bercampur dengan gairah dalam bibir sensual pria itu.
"Jadi.." Arjuna kembali mengecup sekilas bibir Renata. "Mulai sekarang, kamu milik saya seorang.”
"Pak..." lirih Renata, tangannya kini meremas bagian samping celana panjang yang dikenakannya. "In-ini mak-maksudnya apa?"
"Saya kepikiran kamu terus. Karena itu, saya ingin kamu jadi pacar saya sekarang juga."
"Tapi Pak-"
"Kita bisa merahasiakan ini dari semua karyawan yang ada di sini."
Arjuna pun berjalan mundur dan berlalu pergi meninggalkan Renata seorang diri. Masih dengan pakaian chef-nya, Renata tertegun.
Otaknya kembali membayangkan kejadian beberapa menit yang lalu. Bagaimana bisa seorang Arjuna yang memiliki jabatan sebagai Executive Chef bisa mencintai bawahannya?
Padahal Arjuna terkenal sebagai pria yang kaku dan dingin, menurut apa yang dia lihat selama bekerja dengan pria itu. Dan saat itu juga, Renata merasakan jantungnya Kembali berdebar setelah sekian lama menyandang status single.
"Renata?" panggil Arjuna, sambil menyembulkan kepalanya dari pintu kantor. "Kamu nggak apa-apa, kan?"
Sial!!! Ternyata, semua itu cuman khayalan Renata sesaat.
"Saya khawatir kamu pingsan lagi. Karena kopinya tidak siap-siap sedari tadi," jelas Arjuna.
"Ah," Renata membuang jauh-jauh khalayan tentang ciuman Arjuna. Oh Tuhan, apa yang terjadi padanya? "Saya nggak apa-apa, Pak."
"Saya tunggu di dalam, ya."
Renata hanya bisa mengangguk.
Keesokan paginya, Renata bekerja seperti biasa. Tak ada keterlambatan lagi, karena dia tak ingin atasannya itu marah. Lagipula Renata tidak bisa tidur, jadi tidak susah baginya untuk bangun pagi-pagi. Hampir semalaman dia berkutat dengan kenyataan tersebut, bahwa Arjuna sudah tertarik dengan Wanita lain. Dalam artian, cinta Renata bertepuk sebelah tangan. Kalau dipikir-pikir juga, mana mau seorang Arjuna yang tampan, seksi dan kaya mau berhubungan dengannya? Itu sangat tidak mungkin terjadi.Saat melihat Arjuna di dapur, pikiran Renata kembali pada ucapan pria itu, yang bercerita tentang sosok wanita yang disukainya. Walaupun rasanya sakit, menusuk hati Renata yang paling dalam, tetapi dia harus bisa menerimanya. Karena Renata bukan selera Arjuna. Renata yakin, bukan hanya dirinya yang terikat pesona duda keren itu.Arjuna masih sangat muda di usia tiga puluh tahun, karirnya bersinar dan Renata yakin Arjuna tahu kalau banyak wanita mengecapnya sebagai sarang duit. Hanya saja, Renata t
Tentu saja semua pekerja yang ada di sana ikut terkejut. Tak terkecuali Imelda, yang juga membulatkan mata sembari menatap ke arah Renata. Mulutnya bergerak, namun tak bersuara."Kok bisa lo? Kan lo Sous Chef."Iya itu benar, Renata Sous Chef. Seharusnya dia tetap tinggal di sini apabila Arjuna harus pergi. Karena dia-lah yang akan bertanggungjawab menggantikan posisi pria itu."Ya, saya akan berangkat bersama Renata ke Bandung. Selama satu atau dua minggu saya akan berada di sana," ucap Arjuna yang semakin Renata tak bisa berkata-kata. "Mereka memiliki jadwal event yang penuh dan kebutuan catering yang sangat mendadak.""Maaf, Pak." Renata mengangkat tangan kanannya, hendak memprotes ucapan Arjuna barusan. "Kenapa harus saya, Pak? Seharusnya saya tinggal di sini. Bapak bisa pergi bersama Imelda, Pak Toni, ataupun Pak Rudi. Jadwal event di hotel ini juga lagi penuh, Pak."Untuk pertama kalinya, Arjuna tersenyum di hadapan semua pe
Malam harinya, Renata masih bimbang dengan ajakan Arjuna untuk pergi ke Bandung. Kalau saja Arjuna tidak bercerita tentang wanita yang disukainya, mungkin Renata tidak akan segalau dan sebimbang ini. Mungkin juga, dia akan langsung menerima ajakan Arjuna tanpa harus berpikir terlebih dahulu.Kopernya dibiarkan terbuka begitu saja dan masih belum terisi oleh pakaian. Bukannya tidak mau, dia masih berharap semoga ada keajaiban dan perjalanan ini dibatalkan.Ting!Satu pesan masuk ke ponsel Renata. Dia mneraih ponsel yang berada di sampingnya, melihat nama yang tertera di layer tersebut. Tetapi tidak ada nama, yang ada hanya deretan angka yang tak dia kenal.+62 85697906208 : Jangan lupa packing dari sekarang. Besok saya jemput kamu jam 07.00 pagi. Arjuna.Satu pesan yang membuat Renata menghela napas.Ting!Satu pesan singkat masuk kembali.+62 85689920956 : Jangan lupa simpan nomor saya. Siapa tau penting nantinya.Ingin
Tak perlu waktu yang lama, hanya sekitar lima menit untuk membersihkan tubuhnya. Dan ini adalah rekor tercepat Renata. Dia kemudian membuka lemari pakaian dan mengambil baju secara asal. Dress biru muda pendek tak berlengan, dan dipadukan dengan jaket berbahan denim. Rambutnya dibiarkan tergerai, dengan riasan tipis menghiasi wajah bersihnya. Oke, tidak buruk.Sejujurnya, Renata tak peduli dengan tampilannya saat ini, dia hanya khawatir Arjuna menunggu terlalu lama. Renata bergegas menarik koper dan berjalan keluar rumah dengan flat shoes hitam kesayangannya. Kemudia mengecek rumah, memastikan pintu terkunci.Begitu keluar rumah, Renata melihat Arjuna yang sudah bersandar pada pintu penumpang mobil hitamnya. Tampilannya sangat seksi, dengan kaos polos putih berlengan pendek, dan jins biru gelap, membuat Renata tak berkedip, apalagi rambutnya yang sedikit acak-acakan, dengan kacamata hitam yang menutupi kedua mata tajamnya."Renata, masuk." Arjuna membukakan pint
Seorang pria pasti akan terus berusaha untuk membuat Wanita yang dicintainya tertarik. Segala usaha pun dilakukan demi mendapatkan perhatian dari wanita pujaannya. Tak terkecuali Arjuna, sedingin-dinginnya dia, takluk juga dengan makhluk bernama Renata.Renata Deanita. Wanita cantik yang menjadi bawahannya itu, telah membuat Arjuna tergila-gila sejak kedua mata mereka saling bertemu. Arjuna bersikap galak dan dingin di awal pertemuan, hanya untuk menutupi rasa tertariknya kepada Renata. Namun itu tak berhasil, jadi dia harus menyerah pada ketertarikan tersebut dan justru mencari cara agar mereka bisa selalu berdekatan."Renata..." panggil Arjuna lembut, membuat wanita itu bergerak sedikit dalam tidurnya. "Nyenyak banget tidurnya."Butuh waktu beberapa detik bagi Renata untuk menyadari bahwa dia tertidur. Dalam sekejap, Renata langsung bangkit dan duduk tegak pada posisinya semula."Bersihin dulu air liurnya," goda Arjuna."Saya nggak tidur, Pak." T
Tepat pukul 17.00, mereka berdua telah sampai di SHANGRI’LA HOTEL & RESORT cabang Bandung. Begitu tiba di sana, mereka langsung disambut oleh Executive Chef di hotel tersebut. Setelah berbincang sejenak, Arjuna pergi mengambil kunci kamar yang telah disediakan.Ketika pintu kamar hotel mereka terbuka, semerbak wangi aroma bunga lavender langsung saja tercium. Renata menyadari bahwa kamar mereka bertipekan suite dari luas kamar dan fasilitas yang disediakan - ada kamar tidur, ruang duduk dan bahkan dapur mini."Pak, mau teh atau kopi?" tanya Renata setelah menyimpan koper dan kini sudah berganti pakaian. Sedangkan Arjuna masih duduk di sofa sembari membaca majalah otomotif, tampak begitu larut dalam bacaannya sehingga Renata harus memanggilnya dua kali."Pak?"Arjuna yang mendengar panggilan Renata langsung mengangkat wajah. Penampilan Renata kini tampak berbeda, rambut yang diikat ke belakang secara asal, dress-nya sudah diganti menjadi kaos merah muda polos yang terlihat tipis. Tak lu
Renata dan Arjuna sepakat untuk merahasiakan hubungan mereka berdua. Bukan karena apa-apa, hanya saja Arjuna takut reputasi Renata akan tercoreng karena dirinya. Sedangkan Renata takut, jika semua orang yang ada di hotel akan mencecar Arjuna – baru bercerai satu bulan tetapi sudah menggandeng wanita lagi.Pagi ini, Renata menyiapkan pakaian kerja yang akan dikenakan oleh Arjuna, membuatkan teh hangat dan dua buah roti bakar yang dipesan Arjuna sebelum pria itu mandi. Renata juga baru tahu, kalau Arjuna itu memiliki kebiasaan suka menciumi kedua pipinya Ketika mereka sedang berduaan, hingga membuatnya kegelian. Masih tersenyum membayangkan ciuman pria itu, Renata mengatur sarapan mereka.Lima belas menit kemudian, Arjuna keluar dari kamar mandi. Pria itu hanya memakai handuk yang dililitkan pada bagian pinggangnya, membiarkan tubuh atasnya terbuka begitu saja. Bagi Renata, itu adalah pemandangan indah di pagi hari.Bagaimana tidak? Renata dapat melihat otot
"Oya?" Arjuna terdengar tak percaya.Renata mengangguk kemudian meneguk air putih yang ada di samping nampan makan siangnya. Detik-detik selanjutnya mereka habiskan dengan menyantap kembali nmakan siangnya. Saling berbicara mengenai hal-hal yang baru mereka ketahui satu sama lain. Seperti Arjuna yang baru tahu kalau Renata memiliki adik yang sudah menikah. Kemudian, Arjuna juga baru tahu kalau kedua orang tua Renata sudah meninggal dunia. Sedangkan Renata baru tahu, jika Arjuna adalah satu-satunya anggota keluarga yang terjun ke dunia masak-memasak."Bae," panggil Arjuna setelah menyelesaikan makan siangnya."Ke ruang ganti dulu ya.""Pak, ini udah yang keempat kali," keluh Renata yang sama sekali tidak dipedulikan Arjuna."Saya butuh tenaga ekstra, Bae," rengek Arjuna, persis seperti anak kecil yang sedang mnerajuk meminta dibelikan permen.Menggemaskan, pikir Renata. "Geli.""Apanya?""Geli dengar Pak Arjuna manggil saya bae,