Share

Chef - 4

Arjuna.

Pria itu yang menyapanya, khas dengan nada datar dan dingin. Berdiri hadapannya, Arjuna sudah mengganti chef jacket-nya dengan kaos putih polos berlengan pendek. Tatapan Renata terhenti pada kaos ketat yang dikenakan Arjuna.

Kedua otot tangannya terlihat sempurna. Dada bidangnya...ugh! Renata ingin mengusapnya lembut. Dan wajahnya juga terlihat lebih bersih serta tatanan rambutnya juga begitu rapi. Tampak sebuah tas punggung hitam yang tergantung pada sebelah bahunya yang kekar. Pokoknya, seksi abis!!!

"Renata?" panggil Arjuna, yang membuat Renata makin salah tingkah, karena ketahuan merenung pria itu terlalu lama. Buru-buru, Renata memalingkan wajah dan mengutuk dirinya sendiri karena bersikap layaknya wanita jalang yang mendapatkan pelanggan. "Kamu belum pulang?"

"Be-belum, Pak." Renata masih memalingkan wajah, tak berani menatap Arjuna, karena itu bisa membuatnya sakit jantung lalu pingsan seketika.

"Um... " Arjuna bergumam. "Ngomong-ngomong, tangan kamu masih terasa panas?"

Lagi dan lagi, Arjuna terus menanyakan kondisi tangannya, dan tentu saja itu membuat Renata semakin salah tingkah. "Udah agak mendingan, Pak."

"Saya benar-benar minta maaf. Saya nggak sengaja."

Meskipun ucapan itu terdengar dingin, tetapi Renata dapat merasakan kekhawatiran yang Arjuna rasakan.

"Iya, Pak, nggak apa-apa, saya udah biasa kalau kena minyak panas." Sebisa mungkin, Renata mencoba untuk tidak bertukar tatap dengan Arjuna.

"Mau pulang bareng saya? Kebetulan, saya di jemput sopir pribadi, " tawarnya, yang membuat Renata membulatkan kedua matanya.

"Ng-nggak usah, Pak, saya udah pesan ojek online," tolak Renata cepat. Renata hanya tak ingin hubungannya dengan Arjuna melebihi batas antara atasan dan bawahan. Lagipula, dia tidak yakin jantungnya bisa tahan jika duduk semobil bersama Arjuna. Jadi, lebih baik tidak.

"Hujannya deras banget. Masa kamu pakai ojek," Arjuna tetap bersikeras.

Renata menggerak-gerakkan tangannya, juga bertekad menolak tawaran Arjuna. "Tadi saya pesan sebelum hujan, Pak."

"Yakin?"

Renata mengangguk cepat, tanpa benar-benar melihat ke arah Arjuna. Duh sial, kok atasannya ini tiba-tiba saja bersikap lembut? Argh...bisa-bisa Renata gila! Begitu mobil jemputan Arjuna datang, pria itu langsung saja menaikinya dan berpamitan dengan Renata.

Satu hal lagi yang membuat Renata gila saat itu juga adalah; Arjuna kembali tersenyum, senyum hangat yang mampu membuat kedua lutut Renata melemas dan ingin ambruk begitu saja.

Renata tidak peduli dengan padangan karyawan lain ketika dia berlarian memasuki hotel. Yang dia pikirkan saat ini - bagaimana dia bisa menghindar dari amukan seorang Arjuna Tunggajaya Nuraga.

Tepat pukul 09.00 pagi, dan Renata baru sampai di dapur. Dia terlambat satu jam! Masih dengan napas yang memburu, Renata berjalan masuk dengan cepat, dan membuat semua staf dapur menoleh untuk menatapnya.

Dia tidak sadar pada penampilannya sendiri sampai Imelda memanggilnya. Wanita itu menatap Renata dari atas ke bawah lalu kembali ke atas, lalu menepuk dahinya keras.

"Ampun Renataaa,” ucapnya gemas seraya menghampiri Renata yang masih sibuk mengatur napasnya.

"Lo apa-apaan? Duh ini.."

Imelda menunjuk kancing chef jacket Renata yang tidak terpasang pada tempatnya. Jadi, bayangkan saja betapa berantakannya penampilan Renata sekarang.

"Terus, ini," tunjuk Imelda pada rambut Renata yang tak terikat dan berantakan.

"Dan satu lagi, ini," Imelda menunjuk bagian celana Renata yang belum terpasang dengan rapi. Kancingnya saja masih terlepas. Untung saja sepanjang perjalanan, celananya itu tidak melorot.

"Lo kayak gembel, tahu nggak," tambahnya lagi.

"Gue kesiangan, Del, jadi gue buru-buru aja," ucap Renata, seolah itu menjawab semuanya.

"Iya-iya, gue tau. Udah, lo sana, benerin dulu, tuh, baju sama semuanya," saran Imelda dan Renata mengangguk setuju. "Sebelum Pak Arjuna datang."

Mata Renata tak henti-hentinya memperhatikan sekelilingnya saat berjalan menuju ruang ganti. Dengah langkah cepat, sambil sesekali berlari kecil, Renata mencapai ruang ganti dalam waktu singkat. Begitu memasuki ruang ganti, Renata langsung saja berlari menuju cermin besar yang terpasang di dinding.

Betapa terkejutnya Renata saat melihat penampilannya sendiri. Kancing yang tak terpasang rapi, rambut yang berantakan, belum memakai make up dan celana yang belum dia kaitkan. Sangat buruk. Jauh lebih buruk dari seorang gembel.

Tak tinggal diam, Renata mulai merapikan dirinya sendiri. Dimulai dengan menyisir rambutnya dan mengikatnya dengan gaya pony tail, lalu merapikan kancing baju, dan kemudian mengaitkan celananya cepat.

"Renata?" Suara itu membuat Renata hampir mengumpat karena rasa terkejut yang luar biasa. Renata menoleh dan mendapati Arjuna muncul dari ruangan di baliknya.

Aduh, sial! Dia pikir pria itu sudah ada di ruang briefing pagi. Tapi, bukan itu masalah terbesarnya sekarang.

Renata membulatkan kedua matanya ketika menyadari penampilan Arjuna rambut pria itu berantakan dan Arjuna memang sudah mengenakan chef jacket, tapi... Oh Tuhan, aura keseksian pria itu menyeruak memenuhi ruang ganti sumpek ini.

Renata bisa melihat perut sixpack pria itu, begitu juga dengan dada bidangnya yang terekspos jelas, karena chef jacket yang dikenakanannya belum dikancingkan. Membuat Renata harus menelan salivanya susah payah.

"Kamu ngapain di sini?" Masih sama dengan Arjuna yang biasa, suaranya masih datar dan sedingin es, walaupun dia nyaris tampil bertelanjang dada di depan bawahannya.

"Umm... anu, Pak." Renata benar-benar salah tingkah. Putus asa, dia mengedarkan pandangannya ke segala arah. "Saya lagi merapikan baju saya, Pak," jawabnya jujur, sambil sesekali melirik Arjuna yang mulai mengancingi bajunya.

"Tapi, ini, Re-"

"Pak, saya minta maaf, Pak, " potong Renata cepat, sebelum pria itu melanjutkan. Dia sudah tahu apa yang akan dikatakan Arjuna padanya. "Saya telat Pak, saya pulang dari sini jam dua belas malam, Pak. Terus sampai rumah udah jam satu pagi, Pak. Dan akhirnya saya bangun kesiangan, Pak," jelasnya cepat, dengan nada yang sedikit memohon.

"Renata-"

"Pak, tolong maafin saya, Pak. Jangan pecat saya, Pak. Kalau saya dipecat, saya nggak bisa makan, Pak. Saya minta maaf, Pak. Saya janji nggak akan mengulangi kesalahan ini lagi, Pak. Dan saja janji, nggak akan bikin Bapak marah sama saya lagi," cerocosnya tanpa henti.

"Renata-"

"Pak, tolong, Pak," lagi-lagi Renata memotong ucapan Arjuna. Dia tahu bahwa itu sangatlah tidak sopan, tetapi Renata melakukan itu agar Arjuna mau memaafkannya.

"Tapi, Renata, ini ruang ganti khusus laki-laki," ucap Arjuna akhirnya, dengan nada datar. Sambil menatap intens kedua mata Renata yang langsung melebar kaget.

"HAHI?"

Renata tersentak begitu mendengar ucapan Arjuna. Pipinya langsung memerah karena rasa malu yang menjalari dirinya. Matanya mulai menjelajahi sekitar ruangan. Dan benar saja, saat kedua mata Renata menatap ke arah pintu, di sana tertulis jelas 'RUANG GANTI KHUSUS PRIA. Membuat Renata malu setengah mati karena berada di ruang ganti tersebut. Untung saja, hanya Arjuna yang berada di sini. Jika sampai banyak orang, bagaimana? Entahlah, mungkin Renata memilih untuk mati saja karena rasa malu.

"Aduh, Pak... maaf." Renata lalu terburu berbalik dan berjalan cepat ke arah pintu. Namun, suara pria itu kembali mencegahnya.

"Renata.." Terpaksa, Renata menahan langkah. Renata tak bergerak, namun tak juga membalikkan tubuh.

Remasan pada tasnya diperkuat dan sesekali juga, dia memejamkan kedua matanya. Hatinya sudah menjerit dan berharap agar atasannya itu tidak memarahinya lagi seperti kemarin.

"Kamu sakit?" selidik Arjuna.

"Hah!? Nggak Pak," jawab Renata, masih sambil memunggungi pria itu.

"Muka kamu pucat."

"Itu... itu karena saya nggak pake make up, Pak. Saya duluan ke dapur, ya, Pak."

Bagaikan kilat, Renata langsung melesat pergi. Dan dalam hitungan detik, wanita itu sudah hilang begitu saja. Sedangkan Arjuna, masih termangu manatap tempat Renata tadi berdiri. Pria itu kemudian tersenyum, yang sayangnya kali ini luput dari pandangan Renata.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status