"Ayo jalan~" ajak Andrew.
Sekar menggeleng. "Nanti abang jual!"Andrew terbahak mendengarnya. Sekar menyentil bibir Andrew. "Jangan berisik! Nanti oma keganggu istirahatnya." Sekar melototi Andrew. Dia kemudian merapikan lagi selimut Reine.Andrew menggaruk tengkuknya. Dia kemudian meletakkan jarinya di bibir. Tapi senyumnya tak bisa ditahan.Ingatannya kembali pada saat kemarin saat Sekar jalan-jalan bersama Elroy. Dia ikut bergabung di tengah jalan. Saat pulang Andrew menawarkan diri untuk mengantarkan Sekar pulang ke rumah sakit, Sekar setuju karena dia yakin abangnya Elroy yang berprofesi model itu pasti sibuk. Sekar tak ingin terlalu banyak menyita waktunya.Saat perjalanan pulang , Andrew tidak langsung mengantarnya ke rumah sakit. Andrew mengajak Sekar bertemu teman-temannya terlebih dahulu.Andrew juga memperkenalkan Sekar sebagai pacarnya dari Indonesia. Pacar nomor tiganya bulan ini. Raut Sekar masam. Apalagi saat b"Kenapa, apa sesuatu terjadi?"Sekar mengangguk. "Habis lulus Gio mau pindah ke Jepang. Gio pasti gak mau di sini karena sedih terus. Sekar gak mau Gio pindah. Nanti di sana siapa yang jaga kalo Gio sakit~" Mata Sekar mulai berembun. Hatinya sakit membayangkan Gio benar-benar pergi meninggalkannya dan Kayden. Andrew memeluknya. "Yaudah nanti gue minta temen gue buat bantu lo. Gue juga bantu dari sini."Sekar mendongak. "Beneran?" tanyanya.Andrew mengangguk. "Iya. Dia orang Indonesia yang kuliah di sini. Mumpung dia pulang lama ke Indonesia.""Bener, Aya?" Sekar memastikan.Andrew mengecup puncak kepalanya. "Iya~. Dah jangan sedih lagi. Adek gue gak boleh cengeng."Sekar tersenyum. "Makasih Andrew."Andrew mengacak rambutnya dengan gemas.***"Kay, ada anak Garuda nyari lo di gerbang. Cewek." Seorang murid pergi ke kelas Kayden untuk mengabarinya.John dan yang lain menatap Kayden pen
"S-Sekar sering ke sini?" tanya Anna tergagap."Dari gue kelas sepuluh dia sering main ke sini. Dulu SMP nya Sekar kan deket. Guru-guru sampai hapal sama mukanya." Kayden terkekeh terbayang gadis itu."Gue baru tau ternyata Evelyn sodara tirinya Sekar." Ucap Anna. "Itu kenapa gue gak mau Evelyn ganggu Sekar. Selama ini dia udah rebut semua yang dimiliki Sekar. Bahkan dia pernah maksa Sekar buat dia bisa gabung sama Fonza juga." Kayden memandang kejauhan. Dia teringat masa lalu mereka. "L-lo udah lama kenal Sekar?""Pertama kali gue ketemu Sekar pas dia nangis jongkok di balik pohon di hari pertama dia masuk SD. Anak-anak lain semua ditemenin sama orang tuanya. Cuma dia yang sendiri. Sejak hari itu dia jadi adek gue."Mata Anna merah. Hanya mendengar saja dia sudah merasa tidak kuat. Apalagi jika dia yang menjalaninya seperti Sekar."Dia juga yang selama ini nguatin gue. Makanya gue lebih sayang dia daripada nyawa gue s
"Jangan kecapekan, ya, pakle." Kayden mengingatkan."Yang di sebelahnya kenalin sama bude dong, Kay." Pinta Marni dengan terkekeh.Kayden berdecak. "Istri pakde tuh lagi kumat keponya." Dia mengadu pada Paijo.Paijo terkekeh dan mengusap tangannya, "Kenalin dong, pakde juga kepo, nih."Kayden menatap mereka sebal. Ternyata sama saja. "Namanya Anna. Kalau nanya hubungannya apa sama Kayden, mending tanya orangnya langsung.""Jadi nak Anna ini siapanya nak Kayden?" tanya Marni langsung. Dia memang sudah kepo tingkat dewa. Eh? Kenapa jadi nanya dia?Kayden terkekeh melihat wajah Anna. Pasti gadis itu kebingungan harus menjawab apa. "Anna ini temannya Sekar. Tapi kalau mau jadi temen hidupnya Kayden ya alhamdulillah." kata Kayden. Uhukk uhukk Anna yang tidak sedang minum apa-apa langsung tersedak dengan heboh. Marni membantu menepuk punggungnya hingga Anna tenang.Kayden kemudian menyod
"Yang ujung. Cat biru, pagar putih." jawab Anna ketus. Kayden hanya terkekeh. "Yuk masuk," Kayden menggandeng tangan Anna setelah turun dari motor. Dia bertingkah seolah dialah yang punya rumah. Anna yang tamu. Anna buru-buru menepis tangan Kayden saat melihat orang tuanya berdiri di teras rumah. Awalnya Broto keluar karena penasaran dengan bunyi knalpot yang berisik. Dia kira teman anak bungsunya yang datang. Semingguan ini anak bungsunya terus merengek ingin bergabung dengan geng motor. Broto sampai pusing mendengarnya. "Perkenalkan saya Kayden om, tante." Kayden menyalami Broto dan Sandra dengan sopan. Dia lalu mengangsurkan martabak manis pada Sandra. Sandra menerimanya dan mengajak mereka ke ruang tamu. Broto melihat Kayden dari atas ke bawah. Masih pakai seragam sekolah. Broto menghela nafas dalam hati. "Kamu baru pulang sekolah jam segini?" tanya Broto p
"Maaf, om. Nanti Kayden tanya sama Sekar dulu, ya." Kayden menjawab sungkan.Seharusnya tidak ada kata tidak untuk calon mertua. Tapi karena masih ada hubungan dengan Dewo, Kayden takut Sekar tidak nyaman. Apalagi ini adalah acara penting untuk Sekar."Om paham maksudmu. Kalau seandainya Sekar keberatan pun jangan dipaksa. Om bisa memakluminya." kata Broto."Baaang, bang Renooo!" Seseorang tiba-tiba membuka pintu dengan heboh. Dia berteriak sambil melempar tas ranselnya tidak menyadari empat orang yang ada di ruang tamu."Wa'alaikumussalam!" Ucap Sandra. Dia menatap sengit putra bungsunya."Eh eh. Assalamu'alaikum mama." Alfa dengan terkekeh menyalami mama papanya. Kakaknya lalu terakhir Kayden."Habis dari mana aja kamu baru pulang jam segini?" tanya Broto."Biasa, Pa, Alfa latihan taekwondo dulu demi masa depan yang cerah." kekeh Alfa. Anna memutar mata. Masa depan apanya cuma masuk geng motor."Oiya
"Ups. Sori, sori. Gue gak tau kalo ada lo." Kata Kayden. Tapi dia terkekeh melihat kelakuan Anna. Dia yang topless, kenapa gadis itu yang tersipu malu. "G-gue cuma nganterin baju buat lo." Anna menunjuk pakaian yang teronggok di atas kasur. "Thanks." kata Kayden. Anna hanya mengangguk sebelum keluar dari kamar Alfa. Dia tidak mengangkat kepala sama sekali. Kayden gemas melihatnya.***Anna turun menuju meja makan bersama Alfa dan Kayden. Alfa terus saja memonopoli Kayden. Anna sampai jengah melihatnya."Kak Kayden, kenalin ini bang Reno abangnya Alfa." Alfa mengenalkan pemuda manis berkaca mata yang duduk di samping Broto."Reno," Reno menyalami Kayden. Tadi begitu pulang dia juga menanyakan pemilik motor besar di depan rumahnya. Broto lalu menceritakan siapa Kayden sekalian tentang Sekar juga. Daniel langsung merasa kagum dan simpati pada mereka."Kayden." Kayden menjabat tangannya. "Oh ya, gue izin minjam baju lo."
"Hati hati dong." Kayden khawatir. Sekar terkekeh menunjukkan buku jarinya yang merah-merah. "Gak luka, kok." "Emang gabisa diem kamu tuh." Ucap Kayden. "Yakan mau nunjukin ke abang gimana besarnya rasa sayang Sekar!" jawab Sekar ngegas. "Iya iya, gak perlu ditunjukin lagi. Abang udah tau kok gimana sayangnya kamu." Kayden terkekeh gemas. "Ya terus kenapa masih nanya." Sekar cemberut. Matanya melotot lucu. "Pengen goda kamu aja." jawab Kayden terkekeh. "Bang Kay, Sekar kangen~" rengek Sekar. Kayden tersenyum. Dia apalagi. "Pulang dong. Abang ke sana kamu gak bolehin." Sekar terkekeh melihat wajah cemberut Kayden. Kemarin dia mengancam jika Kayden nekat menyusulnya, Sekar akan pindah sekolah di Paris saja sekalian menjaga oma. "Kamis Paman Louis baru bisa berangkat. Sekar duluan gak dibolehin." Sekar mengadu. Bibi
Diman memperhatikan motor besar di belakang mobilnya. Beberapa kali Diman berbelok, motor itu juga ikut berbelok. Diman menurunkan laju kendaraannya dan menunggu pengendara motor itu melewatinya tapi motor itu ikut berjalan pelan. Diman mengusap keringat di dahinya. "Non, sepertinya ada yang mengikuti mobil kita." Ucap Diman. "Siapa?" Anna meletakkan ponselnya dan menoleh ke belakang. "Motor besar yang warna merah itu, non. Agak di belakang. Tapi saya yakin dari tadi motor itu ngikutin kita." Anna memicingkan matanya. Dia mengepalkan tangannya saat mengenali orang itu. Lima hari ini cowok itu selalu mengganggunya di sekolah. "Apa kita ke kantor polisi aja, non?" tanya Diman. Suaranya terdengar panik. "Atau telpon papa non?" "Nanti mampir ke kafe Raya, ya." Pinta Anna. "Pelanin mobilnya, pak." Anna kemudian membuka kaca mobil, dengan isyarat tangan dia menyuruh Shaka mengikuti ke
"Woy jangan kabur!"Kedua gadis itu sontak menoleh ke belakang dan melihat belasan orang mengejar mereka dari jarak agak jauh.Sekar melotot ngeri. Dia mengepalkan tangannya dan mempercepat larinya. "Kabur, Len!" Gadis itu menoleh pada Evelyn. "Lo masih sanggup, gak? Atau gue gendong aja?"Evelyn menggeleng tegas. Gadis itu menggigit bagian dalam bibirnya. Keringatnya sebesar biji jagung setiap dia menggerakkan kakinya.Sekar mengencangkan kepalan tangannya. Daniel. Awas saja. Besok dia luluh lantakkan orang itu bersama pengikutnya."Argh!" Evelyn berteriak saat tubuhnya terhuyung ke depan dan lututnya segera bergesekan dengan aspal jalanan. Dia merasakan kulitnya terkelupas dan terasa panas membakar. "Ilen!" Sekar yang sudah berjarak jauh di depannya segera menoleh mendengar teriakan Evelyn. Matanya melotot panik dan segera berlari hendak menghampiri Evelyn."Jangan." Evelyn menggelengkan kepala. Matanya berembun. "Jan
"Lo beneran bego." Sekar menaikkan sudut bibirnya melihat seseorang yang juga terborgol di seberangnya. Gadis itu meringkuk. Meski kondisi ruangan mereka disekap remang-remang tapi Sekar dapat melihat wajah gadis itu yang lebam-lebam. Terdapat bulatan besar berwarna kehitaman di mata kirinya. Entah siapa yang sudah melayangkan kepalan tangannya."Shh..." Gadis itu meringis saat membuka mulutnya."Mulut lo robek. Mending diem kata gue mah." Sekar terkekeh dan melanjutkan ucapannya. "Tapi gue penasaran, mata lo ditonjok siapa? Anjir GG banget pukulannya. Jangan bilang cowok lo si Brian?"Evelyn menggertakkan giginya. Matanya melirik tajam Sekar. "Berisik. Mending lo pingsan aja kayak tadi.""Gue bangun karena tiba-tiba lapar. Tau gak, pas lo nelpon tadi posisi gue lagi nunggu pesenan makanan gue. Demi nyelametin kakak yang akhirnya mau nerima gue makanya gue langsung ke sini jemput lo, taunya kena prank." Sekar terkekeh. Kebetulan perutnya keroncong
"Mau ke mana kamu, kak?" Shaka terlonjak kaget saat ruang tengah yang awalnya gelap menjadi terang benderang. Di belakangnya Ratna muncul dengan tangan bertengger di pinggang. "M-mama." Shaka menarik tangannya menyembunyikan sepatu yang ditentengnya di belakang tubuhnya. "Kamu mau ke mana lagi jam satu malam begini! Bentar lagi ujian, bukannya belajar di rumah." Mata Ratna tertuju pada tangan Shaka yang bersembunyi di belakang tubuhnya. "Kakak harus keluar, ma. Penting." Shaka memberikan tatapan memohon. "Udah larut malam, kak. Bahaya. Sekarang begal lagi marak. Lagian bisa tunggu besok pagi aja, kan." Ratna menatap gemas sekaligus kesal. "Mending balik ke kamarmu. Mama gak kasih izin kamu pergi sekarang. "Ma," Shaka menggelengkan kepalanya. "Kakak baru aja dapat kabar kalo Sekar diculik. Kakak mau bantu cari Sekar." "Lagi-lagi perempuan matre itu lagi?" Ratna menyugar rambutnya
"Masuk!" Kata suara dari dalam. Sekar berdecih dalam hati. Matanya berkilat jijik mendengar suara Brian itu. Dia berjalan santai setelah seorang pemuda membukakan pintu. Begitu masuk mata Sekar langsung melotot melihat sosok di depannya. Matanya berkilat ngeri sesaat. Dia berbalik dan ingin keluar dari ruangan itu tapi seseorang sudah terlebih dahulu menutup pintu dan menguncinya dari luar. Seseorang yang duduk di balik meja menaikkan sudut bibirnya. Dia berjalan menghampiri Sekar. Sekar meneguk ludahnya. Kakinya bergerak mundur tanpa sadar. Pemuda itu berhenti di depan Sekar. Dia menyesap rokok di tangannya dan menghembuskan asapnya tepat ke depan wajah Sekar. Sekar memejamkan matanya dan menahan sekuat tenaga agar tidak kelepasan batuk. "Long time no see, baby girl~" Kata pemuda itu. Sebelah tangannya mengelusi pipi kiri Sekar. Sekar memejamkan matanya dan menolehkan wajahnya k
Ponsel Sekar berdering. Gadis itu merogoh isi tasnya untuk memeriksa ponselnya. Dia tertegun menatap layar ponselnya. "Ilen?" Gumamnya tanpa suara. Keningnya berkerut. Dia menggeleng kemudian mengembalikan ponselnya ke dalam tas setelah menolak panggilan. Belum selesai menyimpan ponselnya, nada dering kembali bergema. Sekar berdecak dan dengan cepat menggeser ikon telepon berwarna hijau di layar. "Kenapa?" Tanya Sekar ketus. "Kar, tolongin gue. G-gue takut~" "Hah?" Sekar melototkan matanya. Dia menjauhkan ponselnya dari telinga. Matanya sekali lagi memastikan nama penelepon. "Kar, gue takut." Suara Evelyn terdengar lagi. "Len, lo baik-baik aja, kan?" Tanya Sekar cemas. Evelyn menggelengkan kepalanya di seberang sana. "Selametin gue, Kar. G-gue... Hiks. Gue takut." "Len, lo tenang, oke. Lo bisa ceritain semuanya pelan-pelan." "Brian, d-dia nipu gue. S
"Dulu aku merasa kau adalah manusia paling menjijikkan yang rela melakukan apa saja demi harta, tapi ternyata jalang di sampingmu jauh lebih menjijikkan. Kalian pasangan yang serasi." Oda tersenyum sinis. Dia puas karena Dewo terdiam lama di seberangnya tanpa bisa menjawab. "Dan untuk isi catatan sebenarnya aku sudah lupa di mana menyimpannya, yang jelas...." "A-apa?" Dewo menahan nafas. Tangannya berkeringat. "Seandainya suatu hari nanti kau kecelakaan yang sangat parah dan membutuhkan donor darah dari anak-anakmu, maka hanya ada satu anakmu yang bisa melakukannya." Hati Dewo menjadi dingin. "Apa maksud perkataanmu?" Oda tersenyum sinis. "Dewo Maryoto, kau mampu merampok kekayaan tanteku dengan otak pintarmu, apa hal kecil seperti ini saja kau tidak mampu mengartikannya." Oda kemudian menekan logo telepon merah di layar ponselnya. Pemuda itu berdecak jijik setelahnya. Dia kemudian menghubungi sebuah nomor. Tak lama panggilannya diangkat. "Bawa dua orang itu ke markas b
"Kar~" Shaka langsung bangkit saat melihat Sekar muncul di belokan lantai apartemennya. Hatinya yang tergantung seharian ini akhirnya bisa merasakan kelegaan. Shaka mendekat dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. "Kamu ke mana aja~? Seharian aku ngawatirin kamu. Aku takut kamu kenapa-napa." Tubuh Sekar membeku. Shaka tak menyadari keanehannya. Tangannya mengusap puncak kepala Sekar dengan sayang. "Sayang?" Shaka menundukkan kepalanya hingga wajahnya sejajar dengan Sekar. Sekar mundur ke belakang dan menundukkan kepalanya dalam-dalam. Kata-kata orang tua Shaka kemarin terngiang lagi di benaknya. Mata Sekar berembun lagi. "Kar, kamu kenapa?" "A-aku gak papa." Sekar menolehkan wajahnya ke samping saat tangan Shaka hendak menyentuh dagunya. "A-aku capek mau istirahat. Kamu sebaiknya pulang." Sekar mendorong bahu Shaka kemudian segera membuka pintu apartemennya dan segera menguncinya dari dalam. Shaka tak bisa berpikir jernih sesaat. Saat dia menyadarinya, Sekar sudah m
"Iya, tapi kita kan posisinya juga lagi bolos. Ntar lo bebas mau galakin kalo lo lagi gak bolos. Ini kita sama jatohnya. Kagak malu lo?" Gio mengembalikan spatulanya ke tangan Kayden. "Aduk lagi. Jan lupa tambahin aer dikit." Perintahnya. Gio kemudian mendekati Sekar lagi. Gio menepuk puncak kepala Sekar dua kali sambil mengedipkan sebelah matanya. Sekar mengulum senyumnya. "Seneng, kan, lo sekarang ada yang bela." Kayden melototi Sekar. Sekar berpura-pura tidak melihatnya. "Sekali ini gue gak marah. Tapi besok-besok janji jangan bolos lagi." Kata Kayden lebih lembut. Sekar menganggukkan kepalanya dengan patuh. Setelahnya baru dia berani mendekati Kayden. "Bang Kay masak apa?" Tanyanya manja. "Mie rebus." Kata Kayden. Dia lalu menyerahkan spatula di tangannya. "Bantu adukin." Katanya. Dia lalu mulai memecahkan tujuh butir telur. "Banyaknya~" Sekar membulatkan mulutnya melihat mie di dalam panci. "Iya kan buat rame-rame." Kayden menjawab. "Kan kita cuma bertiga. Emang ha
Kayden terkekeh. Dia dengan semangat menunggu bagaimana Gio akan menghadapi Sekar yang curigaan. "Beneran habis putus. Astaga. Kan liat sendiri selama gue dirawat di rumah sakit gak ada yang jenguk gue. Kalo ada pacar kan gak mungkin gue gak dijenguk." Gio mendelik sebal. Sekar terkekeh. "Terus kok kenapa bisa putus?" "Kepo lu!" Gio mengusap wajah Sekar dengan telapak tangannya. "Paling habis diselingkuhin kan lo?" Kayden tersenyum mengejek. Gio bungkam. Hanya matanya yang melirik sinis Kayden. Kayden terbahak-bahak dan memukul pahanya sendiri. "Anji-ng. Beneran habis diselingkuhin?" "Setan lu!" Gio menarik bagian depan rambut Kayden. Bibirnya cemberut. Sekar terkekeh lucu. "Gio jomblo aja juga, biar kayak Sekar sama bang Kay~" Sekar mengh