"S-Sekar sering ke sini?" tanya Anna tergagap.
"Dari gue kelas sepuluh dia sering main ke sini. Dulu SMP nya Sekar kan deket. Guru-guru sampai hapal sama mukanya." Kayden terkekeh terbayang gadis itu."Gue baru tau ternyata Evelyn sodara tirinya Sekar." Ucap Anna."Itu kenapa gue gak mau Evelyn ganggu Sekar. Selama ini dia udah rebut semua yang dimiliki Sekar. Bahkan dia pernah maksa Sekar buat dia bisa gabung sama Fonza juga." Kayden memandang kejauhan. Dia teringat masa lalu mereka."L-lo udah lama kenal Sekar?""Pertama kali gue ketemu Sekar pas dia nangis jongkok di balik pohon di hari pertama dia masuk SD. Anak-anak lain semua ditemenin sama orang tuanya. Cuma dia yang sendiri. Sejak hari itu dia jadi adek gue."Mata Anna merah. Hanya mendengar saja dia sudah merasa tidak kuat. Apalagi jika dia yang menjalaninya seperti Sekar."Dia juga yang selama ini nguatin gue. Makanya gue lebih sayang dia daripada nyawa gue s"Jangan kecapekan, ya, pakle." Kayden mengingatkan."Yang di sebelahnya kenalin sama bude dong, Kay." Pinta Marni dengan terkekeh.Kayden berdecak. "Istri pakde tuh lagi kumat keponya." Dia mengadu pada Paijo.Paijo terkekeh dan mengusap tangannya, "Kenalin dong, pakde juga kepo, nih."Kayden menatap mereka sebal. Ternyata sama saja. "Namanya Anna. Kalau nanya hubungannya apa sama Kayden, mending tanya orangnya langsung.""Jadi nak Anna ini siapanya nak Kayden?" tanya Marni langsung. Dia memang sudah kepo tingkat dewa. Eh? Kenapa jadi nanya dia?Kayden terkekeh melihat wajah Anna. Pasti gadis itu kebingungan harus menjawab apa. "Anna ini temannya Sekar. Tapi kalau mau jadi temen hidupnya Kayden ya alhamdulillah." kata Kayden. Uhukk uhukk Anna yang tidak sedang minum apa-apa langsung tersedak dengan heboh. Marni membantu menepuk punggungnya hingga Anna tenang.Kayden kemudian menyod
"Yang ujung. Cat biru, pagar putih." jawab Anna ketus. Kayden hanya terkekeh. "Yuk masuk," Kayden menggandeng tangan Anna setelah turun dari motor. Dia bertingkah seolah dialah yang punya rumah. Anna yang tamu. Anna buru-buru menepis tangan Kayden saat melihat orang tuanya berdiri di teras rumah. Awalnya Broto keluar karena penasaran dengan bunyi knalpot yang berisik. Dia kira teman anak bungsunya yang datang. Semingguan ini anak bungsunya terus merengek ingin bergabung dengan geng motor. Broto sampai pusing mendengarnya. "Perkenalkan saya Kayden om, tante." Kayden menyalami Broto dan Sandra dengan sopan. Dia lalu mengangsurkan martabak manis pada Sandra. Sandra menerimanya dan mengajak mereka ke ruang tamu. Broto melihat Kayden dari atas ke bawah. Masih pakai seragam sekolah. Broto menghela nafas dalam hati. "Kamu baru pulang sekolah jam segini?" tanya Broto p
"Maaf, om. Nanti Kayden tanya sama Sekar dulu, ya." Kayden menjawab sungkan.Seharusnya tidak ada kata tidak untuk calon mertua. Tapi karena masih ada hubungan dengan Dewo, Kayden takut Sekar tidak nyaman. Apalagi ini adalah acara penting untuk Sekar."Om paham maksudmu. Kalau seandainya Sekar keberatan pun jangan dipaksa. Om bisa memakluminya." kata Broto."Baaang, bang Renooo!" Seseorang tiba-tiba membuka pintu dengan heboh. Dia berteriak sambil melempar tas ranselnya tidak menyadari empat orang yang ada di ruang tamu."Wa'alaikumussalam!" Ucap Sandra. Dia menatap sengit putra bungsunya."Eh eh. Assalamu'alaikum mama." Alfa dengan terkekeh menyalami mama papanya. Kakaknya lalu terakhir Kayden."Habis dari mana aja kamu baru pulang jam segini?" tanya Broto."Biasa, Pa, Alfa latihan taekwondo dulu demi masa depan yang cerah." kekeh Alfa. Anna memutar mata. Masa depan apanya cuma masuk geng motor."Oiya
"Ups. Sori, sori. Gue gak tau kalo ada lo." Kata Kayden. Tapi dia terkekeh melihat kelakuan Anna. Dia yang topless, kenapa gadis itu yang tersipu malu. "G-gue cuma nganterin baju buat lo." Anna menunjuk pakaian yang teronggok di atas kasur. "Thanks." kata Kayden. Anna hanya mengangguk sebelum keluar dari kamar Alfa. Dia tidak mengangkat kepala sama sekali. Kayden gemas melihatnya.***Anna turun menuju meja makan bersama Alfa dan Kayden. Alfa terus saja memonopoli Kayden. Anna sampai jengah melihatnya."Kak Kayden, kenalin ini bang Reno abangnya Alfa." Alfa mengenalkan pemuda manis berkaca mata yang duduk di samping Broto."Reno," Reno menyalami Kayden. Tadi begitu pulang dia juga menanyakan pemilik motor besar di depan rumahnya. Broto lalu menceritakan siapa Kayden sekalian tentang Sekar juga. Daniel langsung merasa kagum dan simpati pada mereka."Kayden." Kayden menjabat tangannya. "Oh ya, gue izin minjam baju lo."
"Hati hati dong." Kayden khawatir. Sekar terkekeh menunjukkan buku jarinya yang merah-merah. "Gak luka, kok." "Emang gabisa diem kamu tuh." Ucap Kayden. "Yakan mau nunjukin ke abang gimana besarnya rasa sayang Sekar!" jawab Sekar ngegas. "Iya iya, gak perlu ditunjukin lagi. Abang udah tau kok gimana sayangnya kamu." Kayden terkekeh gemas. "Ya terus kenapa masih nanya." Sekar cemberut. Matanya melotot lucu. "Pengen goda kamu aja." jawab Kayden terkekeh. "Bang Kay, Sekar kangen~" rengek Sekar. Kayden tersenyum. Dia apalagi. "Pulang dong. Abang ke sana kamu gak bolehin." Sekar terkekeh melihat wajah cemberut Kayden. Kemarin dia mengancam jika Kayden nekat menyusulnya, Sekar akan pindah sekolah di Paris saja sekalian menjaga oma. "Kamis Paman Louis baru bisa berangkat. Sekar duluan gak dibolehin." Sekar mengadu. Bibi
Diman memperhatikan motor besar di belakang mobilnya. Beberapa kali Diman berbelok, motor itu juga ikut berbelok. Diman menurunkan laju kendaraannya dan menunggu pengendara motor itu melewatinya tapi motor itu ikut berjalan pelan. Diman mengusap keringat di dahinya. "Non, sepertinya ada yang mengikuti mobil kita." Ucap Diman. "Siapa?" Anna meletakkan ponselnya dan menoleh ke belakang. "Motor besar yang warna merah itu, non. Agak di belakang. Tapi saya yakin dari tadi motor itu ngikutin kita." Anna memicingkan matanya. Dia mengepalkan tangannya saat mengenali orang itu. Lima hari ini cowok itu selalu mengganggunya di sekolah. "Apa kita ke kantor polisi aja, non?" tanya Diman. Suaranya terdengar panik. "Atau telpon papa non?" "Nanti mampir ke kafe Raya, ya." Pinta Anna. "Pelanin mobilnya, pak." Anna kemudian membuka kaca mobil, dengan isyarat tangan dia menyuruh Shaka mengikuti ke
"Wa'alaikumussalam." jawab Sandra."Lama kakak tuh," decak Alfa tidak puas.Anna mencubit pipi Alfa. Dia kemudian menatap Kayden di sampingnya dengan penasaran."Kay, lo ada apa ke mari?" "Kagak ada basa-basinya jadi cewek." Alfa menepuk jidatnya sendiri. Anna menatapnya sebal. Kayden terkekeh, "Gue mau ke pantai lagi liat persiapan acara, kali aja lo mau ikut.""Mau. Gue mau!" ucap Anna semangat. "Beneran kagak ada malu-malunya ni cewek." Alfa menepuk jidat lagi. Jika begini ceritanya dia yakin Kak Kayden tidak perlu bantuannya lagi untuk bisa mendapatkan hati Anna. Yang ada Anna yang langsung mempersembahkan hatinya tanpa syarat. Anna menatap Alfa dengan sebal. "Mama, Alfa~" Kayden mengulum senyum melihat Anna yang mengadu. Gemasnya. "Alfa jangan isengin kakaknya, ih." Sandra mengusap kepala Alfa sayang. Dia lalu beralih menatap Anna. "Kamu juga cepet siap-siap sana.""Mama kas
"Ini mama sama adeknya Anna, pakde. Anna harap pakde gak keberatan Anna datang rame-rame." Ucap Anna meminta izin. Paijo terkekeh, "ya, ndak papa. Malah bagus jadi tambah ramai tho. Nanti ajak ketemu sama budemu."Paijo lalu menepuk pundak Kayden, "nanti bantu pakde pilih furniture. Biar bisa langsung diisi besok. Bantu video call pak Louis juga." Paijo terkekeh. Kayden menatapnya sebal. Pakde itu sudah dibelikan Sekar hape canggih, tapi untuk melakukan video call masih canggung. Katanya aneh karena bisa memunculkan wajah. "Yaudah Kayden mau anter tante dulu.""Iya, anter dulu calon mert- iya antar aja dulu."Kayden menatap pamannya kesal.Paijo hanya terkekeh sambil mendorong bahunya. "Keceplosan nak Kayden." katanya lagi. Alfa menarik-narik Jaket Kayden. Kayden mengulum senyum melihat kelakuan Alfa. Dari tadi matanya selalu tertuju pada sekelompok pemuda yang berada di samping motor-motor besar yang terpar
"A-apa isinya?" Sari merasa panik. Jangan-jangan rahasianya terbongkar. Tapi tidak mungkin. Laki-laki itu sudah meninggalkan Jakarta sejak dua hari lalu. "Tanya saja orang itu. Nanti juga Anda akan tau setelahnya." Kayden tersenyum sinis pada Sari. "Oh ya, maaf tidak bisa mampir. Saya alergi menginjak rumah sepasang penipu." Kayden melambaikan tangannya. Dia berjalan menuju motornya mengabaikan segala umpatan Sari. Perasaannya sungguh puas setelah menyerahkan barang titipan Oda itu. Minusnya hanya pada secarik kertas itu yang diganti Oda di detik-detik terakhir. Kayden menepuk kantong celananya yang lain yang berisi kertas yang asli. Kayden menghela nafas. Biarlah dulu. Sekarang saatnya mengurusi adiknya yang nakal. Sementara itu Dewo mengernyitkan dahi sambil memperhatikan motor Kayden yang mulai meninggalkan halaman rumahnya. Sari di sampingnya menutup telinga karena suara knalpot Kayden yang sengaja digeber-geber.
Jauh di seberang sana, Sekar sedang membantu mengganti perban untuk Gio bersama seorang perawat. Sekar sendiri yang menawarkan diri. "Aw aw. Pelan-pelan," Gio meringis. "Sus, suster barunya gak becus nih, bintang satu. Enakan juga sama sus Mia." Gio mengedipkan mata. Suster yang berdiri di samping Sekar tersipu malu. Sementara Sekar mencubit pinggang Gio. "Heh masih sakit aja udah gatel. Suntik gila aja, kak Mia." "Iya, biar saya makin tergila-gila sama sus Mia." Gio mengedipkan matanya lagi. Detik berikutnya dia melolong keras karena Sekar lagi-lagi mencubit pinggangnya. Kali ini disertai putaran. "Ganas banget, sih." Gio mengusap-usap area pinggangnya. Sekar terkekeh dan melanjutkan membersihkan luka Gio. "Dah mulai kering~" Sekar tersenyum lega. "Kar, hapemu loh dari tadi bunyi terus." Jovial yang duduk di sofa menunjuk tas ransel Sekar di atas meja. "Hah?
"Kak An?" Bella memanggil lagi. "Kamu salah. Cowok itu masih di belakang kita. Kayaknya dia emang lagi ngikutin kita." Anna mengencangkan pegangan tangannya. Punggungnya jadi semakin lurus. Apalagi saat motor pengendara itu sudah beriringan di sampingnya dan menggerakkan dagu isyarat untuk Anna dan Bella mengikutinya. Motor itu berbelok di depan sebuah kafe. "Kak," Bella pucat saat melihat Anna ikut berbelok mengikuti pengendara itu. "Gak ada cara lain. Pengendara itu jelas emang udah ngincer kita." Ucap Anna. Dia merasakan telapak tangannya berkeringat. "Siap-siap telpon Kayden atau Shaka. Kalau misalnya terjadi apa-apa, lo masih sanggup lari, kan?" Tanya Anna berbisik. Bella mengangguk. Raut wajahnya tegang. Dia melepaskan helmnya mengikuti Anna. Tangannya sedikit bergetar. Dengan bergandengan mereka menghampiri pengendara itu yang masih duduk di atas motornya. Dari balik helmnya, Kayden tersenyum geli meli
Sekar cepat menyambar. "Mana ada. Gak boleh kan bang Oda ngajak cowok ke apart?" Oda mengangguk kemudian memandang Kayden di sampingnya. "Kamu ini curigaan sekali." Dia kemudian mengalihkan tatapannya pada Sekar. "Tadi abang cuma becanda. Kamu boleh kok tidur di apart. Harus dipertahanin rajin belajarnya, ya. Jangan pas mau ujian aja." Sekar menggertakkan giginya dan mengangguk sungguh-sungguh. "Maafin Sekar ya Allah, Sekar udah bohongin abang-abang Sekar." Sekar bergumam tanpa suara. Dia melanjutkan langkahnya menuju kamarnya. "Kamu ini kenapa suka sekali mencurigai Sekar. Nanti yang aslinya tidak ada niatan menjadi ada karena kamu." Oda berucap setelah Sekar tidak terlihat lagi. Kayden terkekeh dan menyandarkan punggungnya ke sofa. "Kali aja dia beneran berani nyelundupin cowok ke apart. Tapi bang Oda tau ga," Kayden mencondongkan tubuhnya dan memelankan suaranya. "Semingguan ini Kayden kira ada ya
"Ternyata orang itu benar selingkuhan wanita itu. Mereka berhubungan sejak masih tinggal di desa." Oda menghisap rokoknya kemudian menghembuskan asapnya ke udara. "Wanita itu juga selalu mentransfer uang dengan jumlah tidak wajar setiap bulannya untuk laki-laki itu." Kayden berdecih melihat video rekaman di ruang hotel itu dan mencocokkan lagi dengan wajah laki-laki itu dengan selembar foto di tangannya dan selembar lainnya adalah foto Evelyn. "Bukalah." Oda menunjuk berkas yang masih terbungkus rapi di atas meja. "Bang Oda gak mau liat duluan?" Tanya Kayden. Tapi tangannya sudah membuka segel berkas itu. Oda terkekeh, "buat apa? Tanpa melihat pun aku sudah bisa menebak apa hasilnya." Oda memperhatikan raut wajah Kayden yang masam dan menaikkan sudut bibirnya dengan sinis. "Apa kataku." Katanya sambil tersenyum sinis. "Seharusnya Kayden senang karena lampir itu terbukti bukan anak kandung om Dewo, tapi rasanya sakit kalo ingat Sekar selama ini diperlakukan gak adil sama om
"Jadi tujuh tahun lalu, tantenya temennya abang Sekar tiba-tiba bilang sama orang tuanya abang Sekar kalo temennya abang Sekar ini liat abang Sekar sendiri yang dorong adeknya ke tengah jalan raya sampai ketabrak waktu itu. Padahal gak. Ab-" "Maksud lo tante Desi? Jadi dia tiba-tiba pindah ke luar negeri gara-gara itu?" Ricko melototkan matanya. Suaranya tanpa sadar meninggi membuat beberapa orang dari meja lain memperhatikan mereka. "Beneran tante Desi?" Tanya Ricko lagi setelah beberapa saat. Suaranya lemah. Sekar mengangguk. "Gue juga gak nyangka. Selama ini tante Desi selalu baik sama kita." Musthofa mengerutkan dahi, "jadi lo curiga tante Desi ini terlibat? Atau paling gak dia tau pelaku aslinya? Gak mungkin dia tiba-tiba iseng aja bilang begitu, kan?" Sekar mengangguk. "Gio juga bilang dia gak pernah cerita tentang kejadian itu sama tante Desi sama sekali, tapi tante Desi bisa tiba-tiba datengin ayahnya abang Sekar. Pasti ada seseorang yang merintahin dia buat fitnah ab
Kayden segera menutup matanya dengan tangan. "Bang," katanya jengah. Dia menatap sinis Oda setelah Oda menjauhkan kembali laptopnya. "Kayden baru tau abang bisa nyebelin kayak gini." Sungutnya. Oda tersenyum miring. "Kalau sudah tinggal lama memang begitu. Keluar semua sifat bobroknya." Dia lalu meniupkan asap rokoknya ke udara. Kayden cemberut. "Jadi yang cewek yang di video itu siapa?" Oda menghembuskan nafasnya kemudian terkekeh. "Sari. Ibu tirinya Sekar. Dan lawan mainnya adalah selingkuhannya. Bukan Dewo. Dilihat dari cara mereka berinteraksi, kemungkinan mereka sudah berhubungan sejak lama. Anak buahku masih menyelidikinya." Kayden menggelengkan kepalanya sambil bergidik. "Benar-benar keluarga istimewa." "Bayangkan bagaimana jika tua bangka itu tau dia ternyata diselingkuhi selama ini." "Karma." Bisik Kayden pelan. Dia terbayang Sekar yang selama ini terabaikan. Pria itu malah sibuk denga
Mata Shaka melotot lebar-lebar. "Aku juga baru tau bulan lalu. Tapi aku yakin Ricko gak punya niat jahat. Lagipula sama kayak aku, aku adek Kayden tapi aku sekolah di Garuda gak niat jadi mata-mata. Ricko juga pasti sama." "Ini kenapa jadi kamu kayak lagi belain dia?" Shaka menatap sebal Sekar. Dia mengangkut gadis itu ke pelukannya. "Kamu percaya aku, kan?" Sekar mendongakkan kepalanya menatap Shaka. Shaka menghembuskan nafasnya. "Kayak kamu. Kalau memang kalian niat jadi mata-mata pasti geng Garuda gak damai-damai aja kayak sekarang. Aku cuma kecewa kenapa Ricko gak ngomong jujur aja." Sekar menyipitkan matanya, "kamu ngira ngomong sama kamu itu gampang. Belum dijelasin juga pasti udah dikasih bogem." Shaka terbahak. Dia memegangi sisi kepala Sekar dan mengecupi seluruh permukaan wajah Sekar. "Ini calon suami lagi berusaha buat berubah, sayang. Janji nanti gak emosian lagi." "S
Sekar meneguk ludah, "j-jangan." Raut wajah Shaka berubah masam. Dia membuang muka tak ingin Sekar melihatnya. "S-Shaka," panggil Sekar lembut. Hening. Shaka masih tak mau melihat wajahnya. "S-Shak," Sekar meraih tangan Shaka. Dia memberanikan diri menggenggam tangan itu. "Kenapa?" tanya Shaka getir. Matanya masih betah menatap keluar. "Apa kamu lebih suka sama yang lemah lembut kayak Ricko. Yang pikirannya dewasa, gak kekanakan kayak aku. Kamu pasti capek kan hadepin aku. Bentar-bentar emosi. Manja. Tukang modus. Suka maksa." Sekar terdiam. Dia merasa sedih tanpa alasan. "Kalau kamu bener mau kayak gitu, aku janji akan berubah. Tapi gak bisa instan. Aku butuh waktu buat buang semau sifat buruk aku ini. Tapi kamu jangan pergi. Temenin aku." "Shaka," Sekar menggelengkan kepalanya. Matanya berembun. "Gak ada yang perlu