"Ini mama sama adeknya Anna, pakde. Anna harap pakde gak keberatan Anna datang rame-rame." Ucap Anna meminta izin.
Paijo terkekeh, "ya, ndak papa. Malah bagus jadi tambah ramai tho. Nanti ajak ketemu sama budemu."Paijo lalu menepuk pundak Kayden, "nanti bantu pakde pilih furniture. Biar bisa langsung diisi besok. Bantu video call pak Louis juga." Paijo terkekeh.Kayden menatapnya sebal. Pakde itu sudah dibelikan Sekar hape canggih, tapi untuk melakukan video call masih canggung. Katanya aneh karena bisa memunculkan wajah."Yaudah Kayden mau anter tante dulu.""Iya, anter dulu calon mert- iya antar aja dulu."Kayden menatap pamannya kesal.Paijo hanya terkekeh sambil mendorong bahunya. "Keceplosan nak Kayden." katanya lagi.Alfa menarik-narik Jaket Kayden. Kayden mengulum senyum melihat kelakuan Alfa. Dari tadi matanya selalu tertuju pada sekelompok pemuda yang berada di samping motor-motor besar yang terparKayden terkekeh saja. Budenya itu pasti masih merajuk karena Kayden tidak mau menjawab apa hubungannya dengan Anna dari kemarin."Kayden sama Anna mau keluar cari cemilan buat bapak-bapak.""Loh kurang? Nanti bude minta keluarin yang baru dibikin Tia."Kayden menatap budenya sebal. Sungguh tidak pengertian. "Bosan jajanan manis semua. Kayden juga mau cari titipannya anak-anak. Mereka mau tidur di tenda malam ini. Sekalian Kayden juga mau liat hotel yang mau dibooking, cocok apa gak."Marni terkekeh melihat Kayden yang menjelaskan sambil cemberut padanya."Boleh, ya, tante? Janji Annanya dijagain kok." Pinta Kayden.Sandra mengangguk. "Hati-hati." pesannya."Maafin kelakuan anak bujang saya ya, mbak." Ucap Marni setelah mereka berpamitan.Sandra tersenyum. "Kalau nak Kayden, mbak ketemu pertama kalinya di mana?""Pertama kali ketemu pas Sekar ngenalin Kayden setahun kemudian. Pas Sekar udah masuk SD. Sek
"Anak-anak mana dulu, nih. Kalo anak Fonza, sebenarnya udah cukup semua. Kalo anak-anak kita, titipannya cuma satu. Kita calon orang tuanya harus saling cinta dan menyayangi selamanya." Kayden menatap Anna sebentar lewat spion. Dia juga mengedipkan sebelah matanya.Anna menunduk malu. Pipinya langsung merah.Kayden terkekeh. Manisnya calon pacar."J-jadi mau ke mana?" tanya Anna. Dia merinding saat sesekali Kayden mengusap tangannya yang memeluk cowok itu. "Kalo ke KUA boleh, gak?" "A-aku serius." rengek Anna. Dia takut pingsan jika terus mendapat serangan manis Kayden. "Kita keliling aja berdua. Di pantai pakde gangguin terus~ Gabisa berduaan sama kamu." Kayden mengadu. Anna mengulum senyum. "Besok kamu ke sini lagi?" "Kamu mau ikut?" Kayden melihatnya lewat spion. Anna malu-malu mengangguk. Kayden tersenyum. "Tapi kita jenguk bunda dulu, ya. Kamu gak malu kan nemenin aku ke rumah sakit
"Kamu bener-bener saya karungin juga lama-lama!" Dimas menyentil kening gadis itu sekali lagi. Dia lalu menggenggam tangan Sekar dan menyusuri toko-toko yang ada.Dua jam Dimas menemani Sekar berbelanja. Tangannya kanan dan kiri menenteng belanjaan Sekar."Kamu kapan pulang ke Indonesia? Bukannya di pantai sedang sibuk menyiapkan acara doa untuk ibumu.""Om juga kapan pulang?" Sekar mendongakkan kepala menatap Dimas. "Sekar masih harus tunggu paman Sekar di sini. Pulang duluan gak dibolehin." Sekar mengerucutkan bibirnya.Dimas menaikkan sudut bibirnya. "Kalau begitu rencana kepulangan saya akan ditunda.""Kok gitu?" Sekar memiringkan tubuhnya dan menatap Dimas di sampingnya."Harusnya saya pulang sore ini, tapi berhubung saya sudah punya tour guide yang terpercaya di sini, sepertinya saya akan tertarik untuk tinggal lebih lama.""Siapa tour guide yang om maksud?" Sekar memicing curiga. Perasaannya tidak enak."
Shaka memacu motornya menuju markas Fonza. Dia sudah tidak tau lagi harus ke mana mencari Sekar. Jalan satu-satunya hanya bertanya pada Kayden. Tak lama dia tiba di sana. Dia hanya berada di luar gerbang karena tidak ada yang mengizinkannya masuk. Semua anak Fonza yang berada di halaman berdiri di depan gerbang dengan kondisi siaga. "Ken, panggil Kayden." suruh salah satunya. Kenzo dengan sigap masuk ke dalam. Tak lama Kayden datang dengan nasi padangnya. Makan malam yang terlambat karena sebenarnya sudah hampir tengah malam. "Kursi." Pinta Kayden. Seseorang dengan cepat meletakkan kursi di dekat Kayden. Kayden duduk lalu mengibaskan tangan menyuruh yang lain pergi. Hanya tinggal dia dan Shaka yang berdiri di luar gerbang sekarang. Kayden melanjutkan makannya dengan nikmat. Shaka tak ambil pusing dengan Kayden yang tak mengizinkannya masuk. Dia tau diri sudah salah. "Kedatanga
"Dukunnya gak sehebat punya lokal." Kekeh Kayden. Sekar mengangguk saja."Sekar kangen bunda.""Abang tiga kali ke sana selama gak ada kamu, tapi cuma liat lewat kaca aja.""Gak coba masuk aja. Bunda kan udah ingat abang."Kayden mengangguk, "Iya. Tapi kan biasanya ada kamu. Abang takut kalo sendiri bunda kumat ngamuk-ngamuk lagi. Nanti kesehatannya jadi drop.""Begitu Sekar pulang kita langsung jenguk bunda ya, bang?"Kayden mengangguk. Dia sama rindunya."Kamu jangan pecicilan di sana. Kata tante Ninette kamu hilang kemaren pas diajak ke salon." Kayden menatap Sekar serius.Sekar terkikik. "Sekar pulang duluan sebenarnya. Masa bibi ajak nyalon lima jam. Sekar kan udah cantik dari sananya gak perlu perawatan berjam-jam lagi."Sekar bangkit sebentar untuk mengibaskan rambutnya. Setelahnya dia kembali berbaring.Kayden terkekeh melihat tingkah songongnya. "Kamu bikin tante panik tau.""
"Mau liat dulu Ricko jemput Shaka."Kayden menatapnya sebal. Lihat mulut itu, begitu lancar menyebut nama seorang pria."Hujannya masih lebat?" tanya Sekar.Kayden memonyong-moyongkan bibir mengejek Sekar. Sekar pura-pura tidak melihat."Bang~" rengek Sekar.Kayden lalu menyingkap gorden dan memperlihatkan keadaan hujan di luar yang hanya sisa rintik-rintik kecil saja."Tungguin Ricko jemput dulu." Pinta Sekar.Kebetulan jendelanya langsung menghadap gerbang. Dia bisa melihat Shaka yang berlutut di depan gerbang dari kejauhan. Hatinya tersentuh melihat itu."Cowok emang gitu kalo lagi ada maunya. Sok paling punya tekad. Liat aja tiga bulan lagi, paling juga kamu dicampakin lagi." Ucap Kayden nyinyir.Sekar sebal mendengarnya. Seharusnya sebagai abang, Kayden mendoakannya yang baik-baik.Tak lama hujan mulai reda. Terlihat dua motor dengan empat orang mendekat. Itu adalah Ricko dan teman-temanny
"Bingung kenapa?"Sekar menatap Andrew ragu-ragu. "Jangan bilang bang Kay tapi ya?"Andrew menganggukkan kepalanya."Yayang Andrew ingatkan Sekar pernah pacaran dua minggu?""Kamu masih cinta sama dia?" Sambar Andrew. Matanya melebar.Sekar cemberut. "Gak jadi. Sekar mau minta jemput bang Aldric aja. Sekar mau nginap di sana."Andrew buru-buru menahan tangan Sekar yang ingin turun dari ranjangnya. Dia menarik gadis itu lagi untuk berbaring di lengannya. Andrew juga merapikan selimutnya."Iya, maaf. Sini cerita lagi. Gue dengerin."Sekar memicingkan matanya.Andrew terkekeh. "Iya, gue diam. Gue gak akan nge-judge lo apa-apa. Gue jadi pendengar yang baik."Sekar menghela nafas. Dia menatap langit-langit lagi. "Sekar gak tau masih cinta dia atau gak. Tapi Sekar selalu kepikiran dia di otak Sekar. Sekar juga masih ingat semua janji-janji yang pernah dia ucapin. Sekar... Sekar bodoh, ya?" Sekar mend
"Apa yang abang nasehatin buat Sekar bener. Sekar dan dia belum punya pikiran yang dewasa. Bang Kay juga bilangnya Sekar boleh temenan sama Shaka lagi, tapi kalo buat pacaran gak dibolehin. Abang sama bang Kay bilang gitu pasti buat kebaikan Sekar. Sekar cuma... Sekar." Sekar menatap ragu Andrew. Pipinya merona."Kamu apa?""Abang jangan ketawa tapi."Andrew mengangguk."Sekar takut Shaka diambil orang kalo gak sama Sekar. Sekar takut Shaka jatuh cinta sama orang lain."Andrew mengelus sisi wajah Sekar. "Gimana kalo ternyata Sekar yang malah jatuh cinta sama orang lain?"Mata Sekar melotot. "Gak mungkin lah! Sekar itu cin- c-cinta sama Shaka." Sekar tersipu karena keceplosan.Andrew terkekeh. Dia mencolek pucuk hidung Sekar. "Begitu juga sama Shaka. Kalo dia bener jatuh cinta sama kamu, gak mungkin dia akan jatuh cinta lagi sama orang lain. Kalo iya, berarti cintanya gak gede-gede amat. Dia gak berhak dapatin adek abang
Sekar cepat menyambar. "Mana ada. Gak boleh kan bang Oda ngajak cowok ke apart?" Oda mengangguk kemudian memandang Kayden di sampingnya. "Kamu ini curigaan sekali." Dia kemudian mengalihkan tatapannya pada Sekar. "Tadi abang cuma becanda. Kamu boleh kok tidur di apart. Harus dipertahanin rajin belajarnya, ya. Jangan pas mau ujian aja." Sekar menggertakkan giginya dan mengangguk sungguh-sungguh. "Maafin Sekar ya Allah, Sekar udah bohongin abang-abang Sekar." Sekar bergumam tanpa suara. Dia melanjutkan langkahnya menuju kamarnya. "Kamu ini kenapa suka sekali mencurigai Sekar. Nanti yang aslinya tidak ada niatan menjadi ada karena kamu." Oda berucap setelah Sekar tidak terlihat lagi. Kayden terkekeh dan menyandarkan punggungnya ke sofa. "Kali aja dia beneran berani nyelundupin cowok ke apart. Tapi bang Oda tau ga," Kayden mencondongkan tubuhnya dan memelankan suaranya. "Semingguan ini Kayden kira ada ya
"Ternyata orang itu benar selingkuhan wanita itu. Mereka berhubungan sejak masih tinggal di desa." Oda menghisap rokoknya kemudian menghembuskan asapnya ke udara.Kayden berdecih melihat video rekaman di ruang hotel itu dan mencocokkan lagi dengan wajah laki-laki itu dengan selembar foto di tangannya dan selembar lainnya adalah foto Evelyn."Bukalah." Oda menunjuk berkas yang masih terbungkus rapi di atas meja."Bang Oda gak mau liat duluan?" Tanya Kayden. Tapi tangannya sudah membuka segel berkas itu.Oda terkekeh, "buat apa? Tanpa melihat pun aku sudah tau apa hasilnya."Oda memperhatikan raut wajah Kayden yang masam dan menaikkan sudut bibirnya dengan sinis. "Apa kataku." Katanya sambil tertawa."Seharusnya Kayden senang karena lampir itu terbukti bukan anak kandung om Dewo, tapi rasanya sakit liat Sekar selama ini diperlakukan gak adil sama om Dewo. Orang itu lebih mentingin ngebesarin anak yang ternyata bukan anak kandungnya
"Jadi tujuh tahun lalu, tantenya temennya abang Sekar tiba-tiba bilang sama orang tuanya abang Sekar kalo temennya abang Sekar ini liat abang Sekar sendiri yang dorong adeknya ke tengah jalan raya sampai ketabrak waktu itu. Padahal gak. Ab-" "Maksud lo tante Desi? Jadi dia tiba-tiba pindah ke luar negeri gara-gara itu?" Ricko melototkan matanya. Suaranya tanpa sadar meninggi membuat beberapa orang dari meja lain memperhatikan mereka. "Beneran tante Desi?" Tanya Ricko lagi setelah beberapa saat. Suaranya lemah. Sekar mengangguk. "Gue juga gak nyangka. Selama ini tante Desi selalu baik sama kita." Musthofa mengerutkan dahi, "jadi lo curiga tante Desi ini terlibat? Atau paling gak dia tau pelaku aslinya? Gak mungkin dia tiba-tiba iseng aja bilang begitu, kan?" Sekar mengangguk. "Gio juga bilang dia gak pernah cerita tentang kejadian itu sama tante Desi sama sekali, tapi tante Desi bisa tiba-tiba datengin ayahnya abang Sekar. Pasti ada seseorang yang merintahin dia buat fitnah ab
Kayden segera menutup matanya dengan tangan. "Bang," katanya jengah. Dia menatap sinis Oda setelah Oda menjauhkan kembali laptopnya. "Kayden baru tau abang bisa nyebelin kayak gini." Sungutnya. Oda tersenyum miring. "Kalau sudah tinggal lama memang begitu. Keluar semua sifat bobroknya." Dia lalu meniupkan asap rokoknya ke udara. Kayden cemberut. "Jadi yang cewek yang di video itu siapa?" Oda menghembuskan nafasnya kemudian terkekeh. "Sari. Ibu tirinya Sekar. Dan lawan mainnya adalah selingkuhannya. Bukan Dewo. Dilihat dari cara mereka berinteraksi, kemungkinan mereka sudah berhubungan sejak lama. Anak buahku masih menyelidikinya." Kayden menggelengkan kepalanya sambil bergidik. "Benar-benar keluarga istimewa." "Bayangkan bagaimana jika tua bangka itu tau dia ternyata diselingkuhi selama ini." "Karma." Bisik Kayden pelan. Dia terbayang Sekar yang selama ini terabaikan. Pria itu malah sibuk denga
Mata Shaka melotot lebar-lebar. "Aku juga baru tau bulan lalu. Tapi aku yakin Ricko gak punya niat jahat. Lagipula sama kayak aku, aku adek Kayden tapi aku sekolah di Garuda gak niat jadi mata-mata. Ricko juga pasti sama." "Ini kenapa jadi kamu kayak lagi belain dia?" Shaka menatap sebal Sekar. Dia mengangkut gadis itu ke pelukannya. "Kamu percaya aku, kan?" Sekar mendongakkan kepalanya menatap Shaka. Shaka menghembuskan nafasnya. "Kayak kamu. Kalau memang kalian niat jadi mata-mata pasti geng Garuda gak damai-damai aja kayak sekarang. Aku cuma kecewa kenapa Ricko gak ngomong jujur aja." Sekar menyipitkan matanya, "kamu ngira ngomong sama kamu itu gampang. Belum dijelasin juga pasti udah dikasih bogem." Shaka terbahak. Dia memegangi sisi kepala Sekar dan mengecupi seluruh permukaan wajah Sekar. "Ini calon suami lagi berusaha buat berubah, sayang. Janji nanti gak emosian lagi." "S
Sekar meneguk ludah, "j-jangan." Raut wajah Shaka berubah masam. Dia membuang muka tak ingin Sekar melihatnya. "S-Shaka," panggil Sekar lembut. Hening. Shaka masih tak mau melihat wajahnya. "S-Shak," Sekar meraih tangan Shaka. Dia memberanikan diri menggenggam tangan itu. "Kenapa?" tanya Shaka getir. Matanya masih betah menatap keluar. "Apa kamu lebih suka sama yang lemah lembut kayak Ricko. Yang pikirannya dewasa, gak kekanakan kayak aku. Kamu pasti capek kan hadepin aku. Bentar-bentar emosi. Manja. Tukang modus. Suka maksa." Sekar terdiam. Dia merasa sedih tanpa alasan. "Kalau kamu bener mau kayak gitu, aku janji akan berubah. Tapi gak bisa instan. Aku butuh waktu buat buang semau sifat buruk aku ini. Tapi kamu jangan pergi. Temenin aku." "Shaka," Sekar menggelengkan kepalanya. Matanya berembun. "Gak ada yang perlu
Sekar melotot. Kenapa malah ke situ. "Tapi begitu aku sadar aku langsung dorong dia kok jauh-jauh." Shaka mengangguk-anggukan kepalanya. Bibirnya kerucut. "Aku juga udah mandi kembang tujuh rupa di rumah. Besoknya juga mandi pakai air tanah liat. Tanya aja Bella." Bella mengacungkan jempolnya dari kerumunan paling depan. Mandi dengan tanah adalah idenya. Sekar terkekeh geli mendengarnya. Shaka tersenyum lega melihat tawa Sekar. "Kamu cantik." Sekar langsung berdehem. Bisa-bisanya dia malah membayangkan Shaka mandi tanah liat dengan dada telanjangnya. "Kamu maafin aku, kan? Plis, sayang, dua hari aja hukumnya. Hari ini kita baikan, ya~" Sekar meneguk ludahnya. Kenapa Shaka sangat menggemaskan sekarang. "Maafin. Maafin." Bella mulai bersorak dan diikuti murid-murid lain. Suasana berangsur ramai. Shaka tersenyum dan mengacungkan jempolnya pada Bella
"Maaf ya, aku kemarin aku ngikutin kamu pulang diam-diam. Aku gak punya niat apa-apa. Aku cuma mau mastiin kamu sampai rumah dengan selamat." Bahkan saat Shaka masih salah paham dan tidak tau kebenaran tentang hubungan Kayden dan Sekar, Shaka sering diam-diam mengikuti Sekar pulang ke apartemen lamanya untuk memastikan gadis itu pulang dengan selamat. Shaka bahkan sering mengabaikan Evelyn yang berstatus pacarnya. "Lo gak punya kewajiban untuk itu." Sekar membuang muka. Jantungnya mendadak berdebar luar biasa. Shaka mengintip Sekar lewat spion. "Aku ngelakuin itu karena keinginan hati aku. Aku gak bisa tenang kalo belum mastiin kamu baik-baik aja." Shaka menghentikan motor besarnya di depan lobi gedung apartemen mewah Sekar. Dia mengulurkan tangannya untuk pegangan Sekar. Shaka membantu Sekar melepaskan helmnya. "Besok aku jemput, ya~" Shaka mengusap rambut Sekar sebelum menjalankan motornya. Dia tidak sabar
Ricko menatapnya sebal. "Gue bakal coba. Tapi gue gak bisa maksa kalo dia gak mau ketemu sama lo." "Bilang aja gue adeknya Andrew." "Yaudah. Buruan kita ketemu Shaka. Makin lama makin marah dia ntar." Ricko berjalan paling duluan. Sekar buru-buru bangkit dan mengejar langkah Ricko. "Ko," panggilnya. "Hm," Ricko meliriknya jengah. "Ternyata seru juga ya temenan sama lo." Ricko berdecih. "Gak. Gak tertarik gue punya temen modelan lu." Ricko mempercepat langkah kakinya. "Heh mulut lu. Gini-gini gue banyak duitnya ya!" Sekar menyingsingkan lengan bajunya dan mengejar langkah Ricko. Ricko terkekeh, "percuma banyak duit tapi doyan gratisan." "Itu namanya tidak menolak rezeki, Iko~" "Eh?" Ricko menghentikan langkahnya. Dia menatap heran Sekar. Sekar menggaruk tengkuknya, "kata Gio itu nama lo jaman bocah." "Ya ta