"Kamu bener-bener saya karungin juga lama-lama!" Dimas menyentil kening gadis itu sekali lagi. Dia lalu menggenggam tangan Sekar dan menyusuri toko-toko yang ada.
Dua jam Dimas menemani Sekar berbelanja. Tangannya kanan dan kiri menenteng belanjaan Sekar."Kamu kapan pulang ke Indonesia? Bukannya di pantai sedang sibuk menyiapkan acara doa untuk ibumu.""Om juga kapan pulang?" Sekar mendongakkan kepala menatap Dimas. "Sekar masih harus tunggu paman Sekar di sini. Pulang duluan gak dibolehin." Sekar mengerucutkan bibirnya.Dimas menaikkan sudut bibirnya. "Kalau begitu rencana kepulangan saya akan ditunda.""Kok gitu?" Sekar memiringkan tubuhnya dan menatap Dimas di sampingnya."Harusnya saya pulang sore ini, tapi berhubung saya sudah punya tour guide yang terpercaya di sini, sepertinya saya akan tertarik untuk tinggal lebih lama.""Siapa tour guide yang om maksud?" Sekar memicing curiga. Perasaannya tidak enak."Shaka memacu motornya menuju markas Fonza. Dia sudah tidak tau lagi harus ke mana mencari Sekar. Jalan satu-satunya hanya bertanya pada Kayden. Tak lama dia tiba di sana. Dia hanya berada di luar gerbang karena tidak ada yang mengizinkannya masuk. Semua anak Fonza yang berada di halaman berdiri di depan gerbang dengan kondisi siaga. "Ken, panggil Kayden." suruh salah satunya. Kenzo dengan sigap masuk ke dalam. Tak lama Kayden datang dengan nasi padangnya. Makan malam yang terlambat karena sebenarnya sudah hampir tengah malam. "Kursi." Pinta Kayden. Seseorang dengan cepat meletakkan kursi di dekat Kayden. Kayden duduk lalu mengibaskan tangan menyuruh yang lain pergi. Hanya tinggal dia dan Shaka yang berdiri di luar gerbang sekarang. Kayden melanjutkan makannya dengan nikmat. Shaka tak ambil pusing dengan Kayden yang tak mengizinkannya masuk. Dia tau diri sudah salah. "Kedatanga
"Dukunnya gak sehebat punya lokal." Kekeh Kayden. Sekar mengangguk saja."Sekar kangen bunda.""Abang tiga kali ke sana selama gak ada kamu, tapi cuma liat lewat kaca aja.""Gak coba masuk aja. Bunda kan udah ingat abang."Kayden mengangguk, "Iya. Tapi kan biasanya ada kamu. Abang takut kalo sendiri bunda kumat ngamuk-ngamuk lagi. Nanti kesehatannya jadi drop.""Begitu Sekar pulang kita langsung jenguk bunda ya, bang?"Kayden mengangguk. Dia sama rindunya."Kamu jangan pecicilan di sana. Kata tante Ninette kamu hilang kemaren pas diajak ke salon." Kayden menatap Sekar serius.Sekar terkikik. "Sekar pulang duluan sebenarnya. Masa bibi ajak nyalon lima jam. Sekar kan udah cantik dari sananya gak perlu perawatan berjam-jam lagi."Sekar bangkit sebentar untuk mengibaskan rambutnya. Setelahnya dia kembali berbaring.Kayden terkekeh melihat tingkah songongnya. "Kamu bikin tante panik tau.""
"Mau liat dulu Ricko jemput Shaka."Kayden menatapnya sebal. Lihat mulut itu, begitu lancar menyebut nama seorang pria."Hujannya masih lebat?" tanya Sekar.Kayden memonyong-moyongkan bibir mengejek Sekar. Sekar pura-pura tidak melihat."Bang~" rengek Sekar.Kayden lalu menyingkap gorden dan memperlihatkan keadaan hujan di luar yang hanya sisa rintik-rintik kecil saja."Tungguin Ricko jemput dulu." Pinta Sekar.Kebetulan jendelanya langsung menghadap gerbang. Dia bisa melihat Shaka yang berlutut di depan gerbang dari kejauhan. Hatinya tersentuh melihat itu."Cowok emang gitu kalo lagi ada maunya. Sok paling punya tekad. Liat aja tiga bulan lagi, paling juga kamu dicampakin lagi." Ucap Kayden nyinyir.Sekar sebal mendengarnya. Seharusnya sebagai abang, Kayden mendoakannya yang baik-baik.Tak lama hujan mulai reda. Terlihat dua motor dengan empat orang mendekat. Itu adalah Ricko dan teman-temanny
"Bingung kenapa?"Sekar menatap Andrew ragu-ragu. "Jangan bilang bang Kay tapi ya?"Andrew menganggukkan kepalanya."Yayang Andrew ingatkan Sekar pernah pacaran dua minggu?""Kamu masih cinta sama dia?" Sambar Andrew. Matanya melebar.Sekar cemberut. "Gak jadi. Sekar mau minta jemput bang Aldric aja. Sekar mau nginap di sana."Andrew buru-buru menahan tangan Sekar yang ingin turun dari ranjangnya. Dia menarik gadis itu lagi untuk berbaring di lengannya. Andrew juga merapikan selimutnya."Iya, maaf. Sini cerita lagi. Gue dengerin."Sekar memicingkan matanya.Andrew terkekeh. "Iya, gue diam. Gue gak akan nge-judge lo apa-apa. Gue jadi pendengar yang baik."Sekar menghela nafas. Dia menatap langit-langit lagi. "Sekar gak tau masih cinta dia atau gak. Tapi Sekar selalu kepikiran dia di otak Sekar. Sekar juga masih ingat semua janji-janji yang pernah dia ucapin. Sekar... Sekar bodoh, ya?" Sekar mend
"Apa yang abang nasehatin buat Sekar bener. Sekar dan dia belum punya pikiran yang dewasa. Bang Kay juga bilangnya Sekar boleh temenan sama Shaka lagi, tapi kalo buat pacaran gak dibolehin. Abang sama bang Kay bilang gitu pasti buat kebaikan Sekar. Sekar cuma... Sekar." Sekar menatap ragu Andrew. Pipinya merona."Kamu apa?""Abang jangan ketawa tapi."Andrew mengangguk."Sekar takut Shaka diambil orang kalo gak sama Sekar. Sekar takut Shaka jatuh cinta sama orang lain."Andrew mengelus sisi wajah Sekar. "Gimana kalo ternyata Sekar yang malah jatuh cinta sama orang lain?"Mata Sekar melotot. "Gak mungkin lah! Sekar itu cin- c-cinta sama Shaka." Sekar tersipu karena keceplosan.Andrew terkekeh. Dia mencolek pucuk hidung Sekar. "Begitu juga sama Shaka. Kalo dia bener jatuh cinta sama kamu, gak mungkin dia akan jatuh cinta lagi sama orang lain. Kalo iya, berarti cintanya gak gede-gede amat. Dia gak berhak dapatin adek abang
"Mau gue sewa. Kan kata lo gue belum bisa daftar.""Terserah lo." Bara membuang muka."Sekarang." Desak Shaka."Ya ngapa nyuruh gue. Sendiri kan bisa, tinggal buka hape." Bara melototinya.Shaka terkekeh. "Kan gue lagi sakit ceritanya."Ujung mata Bara berkedut-kedut melihat kelakuan orang itu. "Itu lo lagi main hape?""Gue kan lagi sakit. Mana boleh capek sih."Bara memejamkan matanya dan menghela nafas dalam-dalam. "Pilek aja gegayaan lo." Sungutnya kemudian membuka ponselnya.***Broto melambaikan tangannya saat melihat Dewo masuk pintu restoran. Laki-laki itu berjalan menghampiri Broto."Mau ngomongin hal penting apa, To? Darurat banget kayaknya." Dewo menarik kursi di depan Broto. Dia melepas kancing jas yang dikenakannya sebelum duduk. "Gue gak bisa lama kayaknya, Sari mau minta anter ke temennya nanti."Broto mengangguk ringan. Dia memperhatikan Dewo di depannya lamat-lamat.
"Sayang, udah di man- ahh. Mmhhh." "Kenapa, ma?" Dewo mengernyitkan dahinya mendengar suara ambigu itu. "Kamh... Kamu j-jadih jhemput kanhh." "Kenapa suara kamu seperti itu? Kamu lagi di mana?" "A-aku lag- laghi mules mhh. Kamuh udah di man- ahh" Dewo mengernyitkan dahinya. "Aku sebentar lagi jalan." "Aku tungguh mhh." Dewo menutup panggilannya dan menggelengkan kepala. "Mules lagi. Udah tau gak tahan makanan pedas." *** Mobil Dewo sedang berhenti di lampu merah. Di sebelahnya terdapat segerombolan siswi berseragam putih biru dengan berboncengan sepeda motor. Ada sekitar lima sepeda motor. Entah sedang membolos atau mengerjakan tugas di luar sekolah. Mereka sedang cekikikan. Tawa mereka terdengar sampai ke dalam mobil Dewo. Dewo melihat para gadis itu tertawa ceria dan dia baru teringat dia tidak pernah melihat Sekar tertawa selama ini. Wajah itu tid
"Mohon jangan ditolak, ustadz. Ini adalah usaha kami untuk menjadi anak-anak yang berbakti pada orang tua kami. Tidak ada yang bisa kami berikan selain mengirimkan doa-doa untuk mereka yang telah tiada. Bacaan kami belum tepat dan fasih, maka kami meminta bantuan Ustadz Maimun dan rombongan untuk mendoakan orang tua kami mewakili kami. Bahkan rasanya nominal segini masih sangat kurang dibanding doa-doanya yang selalu ustadz dan rombongan bacakan. Diterima, ya, ustadz." Kayden menganggukkan kepalanya pelan dan mendorong amplop di tangannya ke dalam tangan ustadz Maimun.Ustadz Maimun tersenyum dan menatap teduh ke arah Kayden. "Saya bersaksi kamu dan Sekar adalah anak-anak yang berbakti. Orang tuamu insyaallah bangga memiliki anak-anak seperti kalian. Semoga kalian berdua selalu berada dalam lindungan Allah." Ustadz Maimun menepuk-nepuk bahu Kayden."Aamiin. Doakan bunda Kayden juga biar bisa segera sembuh, ustadz.""Selalu, nak. Saya selalu mendoakan ibumu