"Mau gue sewa. Kan kata lo gue belum bisa daftar."
"Terserah lo." Bara membuang muka."Sekarang." Desak Shaka."Ya ngapa nyuruh gue. Sendiri kan bisa, tinggal buka hape." Bara melototinya.Shaka terkekeh. "Kan gue lagi sakit ceritanya."Ujung mata Bara berkedut-kedut melihat kelakuan orang itu. "Itu lo lagi main hape?""Gue kan lagi sakit. Mana boleh capek sih."Bara memejamkan matanya dan menghela nafas dalam-dalam. "Pilek aja gegayaan lo." Sungutnya kemudian membuka ponselnya.***Broto melambaikan tangannya saat melihat Dewo masuk pintu restoran. Laki-laki itu berjalan menghampiri Broto."Mau ngomongin hal penting apa, To? Darurat banget kayaknya." Dewo menarik kursi di depan Broto. Dia melepas kancing jas yang dikenakannya sebelum duduk. "Gue gak bisa lama kayaknya, Sari mau minta anter ke temennya nanti."Broto mengangguk ringan. Dia memperhatikan Dewo di depannya lamat-lamat."Sayang, udah di man- ahh. Mmhhh." "Kenapa, ma?" Dewo mengernyitkan dahinya mendengar suara ambigu itu. "Kamh... Kamu j-jadih jhemput kanhh." "Kenapa suara kamu seperti itu? Kamu lagi di mana?" "A-aku lag- laghi mules mhh. Kamuh udah di man- ahh" Dewo mengernyitkan dahinya. "Aku sebentar lagi jalan." "Aku tungguh mhh." Dewo menutup panggilannya dan menggelengkan kepala. "Mules lagi. Udah tau gak tahan makanan pedas." *** Mobil Dewo sedang berhenti di lampu merah. Di sebelahnya terdapat segerombolan siswi berseragam putih biru dengan berboncengan sepeda motor. Ada sekitar lima sepeda motor. Entah sedang membolos atau mengerjakan tugas di luar sekolah. Mereka sedang cekikikan. Tawa mereka terdengar sampai ke dalam mobil Dewo. Dewo melihat para gadis itu tertawa ceria dan dia baru teringat dia tidak pernah melihat Sekar tertawa selama ini. Wajah itu tid
"Mohon jangan ditolak, ustadz. Ini adalah usaha kami untuk menjadi anak-anak yang berbakti pada orang tua kami. Tidak ada yang bisa kami berikan selain mengirimkan doa-doa untuk mereka yang telah tiada. Bacaan kami belum tepat dan fasih, maka kami meminta bantuan Ustadz Maimun dan rombongan untuk mendoakan orang tua kami mewakili kami. Bahkan rasanya nominal segini masih sangat kurang dibanding doa-doanya yang selalu ustadz dan rombongan bacakan. Diterima, ya, ustadz." Kayden menganggukkan kepalanya pelan dan mendorong amplop di tangannya ke dalam tangan ustadz Maimun.Ustadz Maimun tersenyum dan menatap teduh ke arah Kayden. "Saya bersaksi kamu dan Sekar adalah anak-anak yang berbakti. Orang tuamu insyaallah bangga memiliki anak-anak seperti kalian. Semoga kalian berdua selalu berada dalam lindungan Allah." Ustadz Maimun menepuk-nepuk bahu Kayden."Aamiin. Doakan bunda Kayden juga biar bisa segera sembuh, ustadz.""Selalu, nak. Saya selalu mendoakan ibumu
Shaka terkekeh. "Emang lagi sakit ini. Kan pilek.""Mana ada leader geng motor lemah begini." Sungutnya lagi. Detik berikutnya mata Shaka melototinya.Bara menggaruk tengkuknya. Bulu romanya tegak sebadan-badan. "Hehe. Becanda pak bos." Bara mengangkat dua jarinya dan menunjukkan giginya yang putih."Si Bara emang kagak ada otaknya, pak bos. Padahal kan pilek emang banyak siksaan yak. Kepala berat. Keliyengan. Hidung penuh. Badan meriang. Bejalan kayak melayang."Mata Bara berkedut-kedut melihat Vernon. "Penjilat lu!" Katanya tanpa suara."Bangunin gue deket maghrib ntar." Gumam Shaka. Dia meletakkan lengannya menutupi mata."Mau jadi imam sholat maghrib di masjid mana lo?" Ricko terkekeh.Shaka berdecak. "Mau balik. Papa Banyu udah ulti gue, kalo gak balik juga ke rumah sebelum malam nama gue mau dicoret dari KK."Bara mengelus dadanya dan tersenyum lebar. Akhirnya pulang juga.***"Bentar dul
Sementara Andrew sedang berjalan paling belakang bersama Elroy. Dia menunjukkan seringai lebarnya tiap Kayden melirik ke arahnya. Dia juga mengedipkan sebelah matanya."Naksir Kayden lu ngedip-ngedip begitu?" Elroy menyenggol bahu Andrew.Andrew mendengus jijik. "Masih suka me- masih suka cewek gue, ya!"Elroy terkekeh. "Kayden ngeliatin lo terus dari tadi. Waspada satu kayaknya dia."Andrew terkekeh lalu berbisik-bisik padanya.Elroy melototkan matanya melihat punggung Kayden yang berjalan paling depan. Juga gadis asing di sampingnya. Elroy kemudian terkekeh. "Pantes gak negor lo dia tadi. Jalan juga jadi paling depan. Bokap gue aja dia duluin. Padahal biasanya gak begitu.""Kekuatan cinta kalo kata gue." Andrew ikut terkekeh.***"Kay, gue ikut lo, ya." Andrew masuk ke mobil yang sedang dibukakan Kayden untuk Sekar dan Anna."Heh, lu ikut mobil belakang sama bapak lu!" Kayden menahan kerah belakang An
"Berentiin mobilnya, bang!" Sekar berteriak lagi. Suaranya bergetar hebat.Kayden melihat ke depan dan tidak merasa ada kejanggalan. "Kamu kenapa, Kar?" Tanya Kayden bingung. Tante Alice dan Ninette pun terbangun karena suara teriakan Sekar."Kenapa, sayang?" Alice yang masih linglung berusaha menenangkan Sekar yang mengetuk-ngetuk kaca jendela mobil. Air mata gadis itu bercucuran."Abang berenti. Berenti sekarang.""Gue pinggirin mobil du- Kar!" Kayden berteriak khawatir melihat Sekar yang sudah melompat keluar dari mobil padahal mobil mereka belum berhenti sepenuhnya.Sekar meringis saat merasakan sakit di pergelangan kakinya saat melompat turun dari mobil. Tumbuhnya hampir tersungkur ke aspal jika tangannya tidak cepat bertumpu. Mobil di belakangnya mengklaksoninya tapi Sekar tak peduli. Dia bangkit dengan tubuh bergetar. Matanya terpaku pada mobil hitam yang kaca jendelanya terbuka separuh saat melewati mobil mereka tadi.Sek
"Kay, gimana keadaan Sekar? Kalian di mana?" Louis langsung ke inti. Suasana di dalam mobil hening. Harry, Dave dan John di kursi kemudi menunjukkan wajah tegang. Dua menit yang lalu pengawalnya mengabarkan Sekar berlarian mengejar sebuah mobil di jalan raya dan sekarang Sekar jatuh tak sadarkan diri. "Kabari Oda." Louis tak lupa berbisik pada Harry. Harry mengangguk dan segera sibuk dengan ponselnya. "Sekar Kayden bawa ke rumah sakit, om. Belum siuman sampai sekarang. Kata dokternya Sekar mengalami shock hebat." Louis memijit pelipisnya. "Kamu tahu siapa yang dia kejar itu, Kay? Dia gak mungkin senekat itu berlarian di jalan raya kalo emang gak ada apa-apa." Mau tak mau dia teringat tiga hari lalu saat Sekar menginap di rumahnya. Gadis itu berteriak histeris dalam tidurnya membuat satu rumah panik. Dari sanalah banyak kecurigaan muncul di benak Louis. "Kayden juga gak tau, om. Tiba-tiba aja Sekar histeris dari dalam mobil dan minta Kayde
Ratna berdecak dan meletakkan ponselnya ke atas meja setelah selesai bertelepon dengan Shaka. "Kakakmu itu sakit apa! Semalaman gak pulang. Gak sekolah. Sekarang malah langsung jenguk pacarnya. Anakmu tuh!" Ratna mengomel pada Bella dan Banyu."Kakak punya pacar lagi, ma?" Bella menatap Ratna. Binar di matanya meredup."Iya. Sama Sekar. Katanya kamu kenal sama dia."Bella melototkan matanya. "Sekar, ma? Mama gak salah, kan?"Ratna menganggukkan kepalanya ragu-ragu. "Kayaknya sih gitu tadi namanya.""Kita telpon kakak lagi, ya, ma. Bella masih gak percaya. Kyaa... Akhirnya Sekar jadi kakak ipar Bella juga." Bella memeluk Ratna dan Banyu bergantian lalu meraih ponsel Ratna."Bella telpon kakak lagi, ya, ma?" Bella mendongak pada Ratna sebelum mencari kontak kakaknya.Ratna menganggukkan kepalanya dan tersenyum manis. Dia senang akhirnya Bella sudah kembali ceria lagi sejak berbaikan dengan Shaka seminggu yang lalu.
Sekar cemberut. "Bukan gak suka. Tapi sukanya gak boleh banyak-banyak lagi. Sedikit aja." Sekar mendongak dan menempelkan ujung jari jempol dan telunjuknya. "Kata Andrew Sekar masih muda. Suka-sukaannya seadanya aja dulu. Kan belum mau nikah juga besok."Louis terkekeh. Ternyata Andrew itu ada bijaknya juga secuil. "Yaudah sekarang kamu mau di sini aja malam ini, atau mau pulang?""Udah boleh pulang?" Mata Sekar berbinar.Louis mengangguk. "Iya. Kata dokter gak ada yang menghawatirkan. Tapi kalo kamu mau keluar besok juga gak papa.""Gak mau. Mau pulang sekarang aja.""Yaudah, tapi paman panggil dokternya dulu buat periksa kamu lagi." Sekar mengangguk. Lalu Louis membantunya berbaring dengan benar. Sekali lagi pandangan matanya bertemu dengan Shaka. Sekar buru-buru mengalihkan pandangannya. Hatinya berdebar-debar.Mata Kayden berkedut-kedut melihatnya. Dari tadi dia tidak melepaskan pengawasannya pada dua orang itu. "Pulang lo. A