Shaka terkekeh. "Emang lagi sakit ini. Kan pilek."
"Mana ada leader geng motor lemah begini." Sungutnya lagi. Detik berikutnya mata Shaka melototinya.Bara menggaruk tengkuknya. Bulu romanya tegak sebadan-badan. "Hehe. Becanda pak bos." Bara mengangkat dua jarinya dan menunjukkan giginya yang putih."Si Bara emang kagak ada otaknya, pak bos. Padahal kan pilek emang banyak siksaan yak. Kepala berat. Keliyengan. Hidung penuh. Badan meriang. Bejalan kayak melayang."Mata Bara berkedut-kedut melihat Vernon. "Penjilat lu!" Katanya tanpa suara."Bangunin gue deket maghrib ntar." Gumam Shaka. Dia meletakkan lengannya menutupi mata."Mau jadi imam sholat maghrib di masjid mana lo?" Ricko terkekeh.Shaka berdecak. "Mau balik. Papa Banyu udah ulti gue, kalo gak balik juga ke rumah sebelum malam nama gue mau dicoret dari KK."Bara mengelus dadanya dan tersenyum lebar. Akhirnya pulang juga.***"Bentar dulSementara Andrew sedang berjalan paling belakang bersama Elroy. Dia menunjukkan seringai lebarnya tiap Kayden melirik ke arahnya. Dia juga mengedipkan sebelah matanya."Naksir Kayden lu ngedip-ngedip begitu?" Elroy menyenggol bahu Andrew.Andrew mendengus jijik. "Masih suka me- masih suka cewek gue, ya!"Elroy terkekeh. "Kayden ngeliatin lo terus dari tadi. Waspada satu kayaknya dia."Andrew terkekeh lalu berbisik-bisik padanya.Elroy melototkan matanya melihat punggung Kayden yang berjalan paling depan. Juga gadis asing di sampingnya. Elroy kemudian terkekeh. "Pantes gak negor lo dia tadi. Jalan juga jadi paling depan. Bokap gue aja dia duluin. Padahal biasanya gak begitu.""Kekuatan cinta kalo kata gue." Andrew ikut terkekeh.***"Kay, gue ikut lo, ya." Andrew masuk ke mobil yang sedang dibukakan Kayden untuk Sekar dan Anna."Heh, lu ikut mobil belakang sama bapak lu!" Kayden menahan kerah belakang An
"Berentiin mobilnya, bang!" Sekar berteriak lagi. Suaranya bergetar hebat.Kayden melihat ke depan dan tidak merasa ada kejanggalan. "Kamu kenapa, Kar?" Tanya Kayden bingung. Tante Alice dan Ninette pun terbangun karena suara teriakan Sekar."Kenapa, sayang?" Alice yang masih linglung berusaha menenangkan Sekar yang mengetuk-ngetuk kaca jendela mobil. Air mata gadis itu bercucuran."Abang berenti. Berenti sekarang.""Gue pinggirin mobil du- Kar!" Kayden berteriak khawatir melihat Sekar yang sudah melompat keluar dari mobil padahal mobil mereka belum berhenti sepenuhnya.Sekar meringis saat merasakan sakit di pergelangan kakinya saat melompat turun dari mobil. Tumbuhnya hampir tersungkur ke aspal jika tangannya tidak cepat bertumpu. Mobil di belakangnya mengklaksoninya tapi Sekar tak peduli. Dia bangkit dengan tubuh bergetar. Matanya terpaku pada mobil hitam yang kaca jendelanya terbuka separuh saat melewati mobil mereka tadi.Sek
"Kay, gimana keadaan Sekar? Kalian di mana?" Louis langsung ke inti. Suasana di dalam mobil hening. Harry, Dave dan John di kursi kemudi menunjukkan wajah tegang. Dua menit yang lalu pengawalnya mengabarkan Sekar berlarian mengejar sebuah mobil di jalan raya dan sekarang Sekar jatuh tak sadarkan diri. "Kabari Oda." Louis tak lupa berbisik pada Harry. Harry mengangguk dan segera sibuk dengan ponselnya. "Sekar Kayden bawa ke rumah sakit, om. Belum siuman sampai sekarang. Kata dokternya Sekar mengalami shock hebat." Louis memijit pelipisnya. "Kamu tahu siapa yang dia kejar itu, Kay? Dia gak mungkin senekat itu berlarian di jalan raya kalo emang gak ada apa-apa." Mau tak mau dia teringat tiga hari lalu saat Sekar menginap di rumahnya. Gadis itu berteriak histeris dalam tidurnya membuat satu rumah panik. Dari sanalah banyak kecurigaan muncul di benak Louis. "Kayden juga gak tau, om. Tiba-tiba aja Sekar histeris dari dalam mobil dan minta Kayde
Ratna berdecak dan meletakkan ponselnya ke atas meja setelah selesai bertelepon dengan Shaka. "Kakakmu itu sakit apa! Semalaman gak pulang. Gak sekolah. Sekarang malah langsung jenguk pacarnya. Anakmu tuh!" Ratna mengomel pada Bella dan Banyu."Kakak punya pacar lagi, ma?" Bella menatap Ratna. Binar di matanya meredup."Iya. Sama Sekar. Katanya kamu kenal sama dia."Bella melototkan matanya. "Sekar, ma? Mama gak salah, kan?"Ratna menganggukkan kepalanya ragu-ragu. "Kayaknya sih gitu tadi namanya.""Kita telpon kakak lagi, ya, ma. Bella masih gak percaya. Kyaa... Akhirnya Sekar jadi kakak ipar Bella juga." Bella memeluk Ratna dan Banyu bergantian lalu meraih ponsel Ratna."Bella telpon kakak lagi, ya, ma?" Bella mendongak pada Ratna sebelum mencari kontak kakaknya.Ratna menganggukkan kepalanya dan tersenyum manis. Dia senang akhirnya Bella sudah kembali ceria lagi sejak berbaikan dengan Shaka seminggu yang lalu.
Sekar cemberut. "Bukan gak suka. Tapi sukanya gak boleh banyak-banyak lagi. Sedikit aja." Sekar mendongak dan menempelkan ujung jari jempol dan telunjuknya. "Kata Andrew Sekar masih muda. Suka-sukaannya seadanya aja dulu. Kan belum mau nikah juga besok."Louis terkekeh. Ternyata Andrew itu ada bijaknya juga secuil. "Yaudah sekarang kamu mau di sini aja malam ini, atau mau pulang?""Udah boleh pulang?" Mata Sekar berbinar.Louis mengangguk. "Iya. Kata dokter gak ada yang menghawatirkan. Tapi kalo kamu mau keluar besok juga gak papa.""Gak mau. Mau pulang sekarang aja.""Yaudah, tapi paman panggil dokternya dulu buat periksa kamu lagi." Sekar mengangguk. Lalu Louis membantunya berbaring dengan benar. Sekali lagi pandangan matanya bertemu dengan Shaka. Sekar buru-buru mengalihkan pandangannya. Hatinya berdebar-debar.Mata Kayden berkedut-kedut melihatnya. Dari tadi dia tidak melepaskan pengawasannya pada dua orang itu. "Pulang lo. A
"Paman dan Oda akan mengerahkan semua orang-orang kami. Cepat atau lambang baj-ingan itu akan kami temukan." Kata Louis.Sekar menatapnya rumit. "Paman, bukan." Sekar menggeleng."Kamu tidak perlu malu, nak. Kamu korban di sini. Kamu tidak salah. Orang-orang biadab itu yang bersalah. Mereka tega menodai gadis kecil sepertimu." Louis mengusap sisi wajah Sekar. Air matanya jatuh lagi.Lama-lama Sekar kesal mendengar tuduhan sepihak pamannya. "Siapa yang bilang Sekar dilecehin!" Dengusnya."Bukan? Kamu serius, Kar?" Louis menatapnya sangsi. Tapi wajahnya benar-benar menunjukkan kelegaan. Dia mengusap air matanya."Kapan Sekar bilang Sekar dilecehin." Sekar mengerucutkan bibirnya. Matanya sudah tidak mengantuk sama sekali.Louis langsung memeluk Sekar lagi dan menghujani kepalanya dengan kecupan. "Paman lega banget, Kar. Sepanjang kamu belum siuman tadi paman, Oda, Andrew dan Elroy menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi padamu. Ke
Sekar membuang muka. Dia menggeleng lemah. "Gak papa." Katanya."Kar, kenapa? Apa ada hal lain yang belum kamu ceritain?" Louis mengusap sisi wajah Sekar. "Jangan sembunyiin lagi, ya. Kasih tau paman. Biar paman bisa selidiki semuanya. Paman janji akan menemukan orang itu. Tapi kamu harus percaya sama paman."Sekar memandang ke arah lain. "Sekar takut.""Apa? Kenapa Sekar takut?" Louis merangkum wajah Sekar. Mata Gadis itu berair lagi."Sekar takut ayah terlibat. Nanti ayah dipenjara. Sekar gak mau." Sekar menggeleng sedih. Dia lalu memeluk Louis. "Sekar udah kehilangan ibu. Sekar gak mau kehilangan ayah juga. Sekar gak mau ditinggal sendirian. Sekar gak mau."Louis mengeratkan pelukannya. Dia mengusap air matanya diam-diam.***Andrew, Kayden dan Elroy yang sedang duduk menunggu di depan kamar Sekar langsung menoleh begitu melihat Louis keluar. Mata mereka melotot."Om nangis?" Tanya Elroy."Ya." Jawab
"Jangan menyalahkan diri sendiri. Kita semua tidak ada yang menyangka. Sekar menyembunyikannya dengan sangat rapi selama ini." Oda menghisap rokoknya dalam-dalam. "Besok aku tidak akan ikut ke pantai. Aku akan mengumpulkan orang-orangku di sini untuk memulai penyelidikan. Nanti jika kondisi Sekar sudah membaik ajak dia untuk menemui seseorang yang bisa membuat sketsa wajah orang itu." Kayden menganggukkan kepalanya. "Ajak dia menemui psikolog juga. Aku minta tolong." Kayden menggeleng. "Tidak perlu mengatakan tolong. Sekar juga adik Kayden, bang." Oda menganggukkan kepalanya. "Laporkan jika ada sesuatu yang mencurigakan, Kay." Kayden menganggukkan kepalanya. *** Sekar menggeliatkan tubuhnya. Dia menguap lebar-lebar. Seseorang menutupi mulutnya dengan telapak tangan. Sekar mengernyit dan membuka matanya melihat orang itu.
Oda mengangguk. "Saya juga tidak berniat melepaskan bajin-gan itu begitu saja dan menyerahkannya ke polisi. Masalahnya Shaka sudah menyerang tempat persembunyian mereka sendirian dan hampir membakar seluruh bagian rumah itu dan telah menarik perhatian warga sekitar. Orang-orangku juga mengatakan Daniel beserta anak buahnya sudah tidak terlihat di sana. Mereka pasti sudah kabur duluan saat mengetahui Sekar tertabrak. Sekarang polisi sudah terlanjur tau." "Masalah itu biar nanti Kayden yang ke kantor polisi. Kita pasti bisa nemuin Daniel, bang. Sean sama yang lain udah turun nyari mereka. Beberapa geng motor lain yang deket sama Fonza juga ikut turun tangan." "Gue juga udah nyuruh Jovi sama anak-anak buat ikut nyari keberadaan Daniel, Kay." Gio yang sedari awal diam juga ikut bersuara. Kayden memperhatikan wajah Gio yang sembab dan mengangguk. "Thanks." Katanya pelan. "Tapi saya sangsi keberadaan orang itu mudah ditemukan.
"Woy jangan kabur!"Kedua gadis itu sontak menoleh ke belakang dan melihat belasan orang mengejar mereka dari jarak agak jauh.Sekar melotot ngeri. Dia mengepalkan tangannya dan mempercepat larinya. "Kabur, Len!" Gadis itu menoleh pada Evelyn. "Lo masih sanggup, gak? Atau gue gendong aja?"Evelyn menggeleng tegas. Gadis itu menggigit bagian dalam bibirnya. Keringatnya sebesar biji jagung setiap dia menggerakkan kakinya.Sekar mengencangkan kepalan tangannya. Daniel. Awas saja. Besok dia luluh lantakkan orang itu bersama pengikutnya."Argh!" Evelyn berteriak saat tubuhnya terhuyung ke depan dan lututnya segera bergesekan dengan aspal jalanan. Dia merasakan kulitnya terkelupas dan terasa panas membakar. "Ilen!" Sekar yang sudah berjarak jauh di depannya segera menoleh mendengar teriakan Evelyn. Matanya melotot panik dan segera berlari hendak menghampiri Evelyn."Jangan." Evelyn menggelengkan kepala. Matanya berembun. "Jan
"Lo beneran bego." Sekar menaikkan sudut bibirnya melihat seseorang yang juga terborgol di seberangnya. Gadis itu meringkuk. Meski kondisi ruangan mereka disekap remang-remang tapi Sekar dapat melihat wajah gadis itu yang lebam-lebam. Terdapat bulatan besar berwarna kehitaman di mata kirinya. Entah siapa yang sudah melayangkan kepalan tangannya."Shh..." Gadis itu meringis saat membuka mulutnya."Mulut lo robek. Mending diem kata gue mah." Sekar terkekeh dan melanjutkan ucapannya. "Tapi gue penasaran, mata lo ditonjok siapa? Anjir GG banget pukulannya. Jangan bilang cowok lo si Brian?"Evelyn menggertakkan giginya. Matanya melirik tajam Sekar. "Berisik. Mending lo pingsan aja kayak tadi.""Gue bangun karena tiba-tiba lapar. Tau gak, pas lo nelpon tadi posisi gue lagi nunggu pesenan makanan gue. Demi nyelametin kakak yang akhirnya mau nerima gue makanya gue langsung ke sini jemput lo, taunya kena prank." Sekar terkekeh. Kebetulan perutnya keroncong
"Mau ke mana kamu, kak?" Shaka terlonjak kaget saat ruang tengah yang awalnya gelap menjadi terang benderang. Di belakangnya Ratna muncul dengan tangan bertengger di pinggang. "M-mama." Shaka menarik tangannya menyembunyikan sepatu yang ditentengnya di belakang tubuhnya. "Kamu mau ke mana lagi jam satu malam begini! Bentar lagi ujian, bukannya belajar di rumah." Mata Ratna tertuju pada tangan Shaka yang bersembunyi di belakang tubuhnya. "Kakak harus keluar, ma. Penting." Shaka memberikan tatapan memohon. "Udah larut malam, kak. Bahaya. Sekarang begal lagi marak. Lagian bisa tunggu besok pagi aja, kan." Ratna menatap gemas sekaligus kesal. "Mending balik ke kamarmu. Mama gak kasih izin kamu pergi sekarang. "Ma," Shaka menggelengkan kepalanya. "Kakak baru aja dapat kabar kalo Sekar diculik. Kakak mau bantu cari Sekar." "Lagi-lagi perempuan matre itu lagi?" Ratna menyugar rambutnya
"Masuk!" Kata suara dari dalam. Sekar berdecih dalam hati. Matanya berkilat jijik mendengar suara Brian itu. Dia berjalan santai setelah seorang pemuda membukakan pintu. Begitu masuk mata Sekar langsung melotot melihat sosok di depannya. Matanya berkilat ngeri sesaat. Dia berbalik dan ingin keluar dari ruangan itu tapi seseorang sudah terlebih dahulu menutup pintu dan menguncinya dari luar. Seseorang yang duduk di balik meja menaikkan sudut bibirnya. Dia berjalan menghampiri Sekar. Sekar meneguk ludahnya. Kakinya bergerak mundur tanpa sadar. Pemuda itu berhenti di depan Sekar. Dia menyesap rokok di tangannya dan menghembuskan asapnya tepat ke depan wajah Sekar. Sekar memejamkan matanya dan menahan sekuat tenaga agar tidak kelepasan batuk. "Long time no see, baby girl~" Kata pemuda itu. Sebelah tangannya mengelusi pipi kiri Sekar. Sekar memejamkan matanya dan menolehkan wajahnya k
Ponsel Sekar berdering. Gadis itu merogoh isi tasnya untuk memeriksa ponselnya. Dia tertegun menatap layar ponselnya. "Ilen?" Gumamnya tanpa suara. Keningnya berkerut. Dia menggeleng kemudian mengembalikan ponselnya ke dalam tas setelah menolak panggilan. Belum selesai menyimpan ponselnya, nada dering kembali bergema. Sekar berdecak dan dengan cepat menggeser ikon telepon berwarna hijau di layar. "Kenapa?" Tanya Sekar ketus. "Kar, tolongin gue. G-gue takut~" "Hah?" Sekar melototkan matanya. Dia menjauhkan ponselnya dari telinga. Matanya sekali lagi memastikan nama penelepon. "Kar, gue takut." Suara Evelyn terdengar lagi. "Len, lo baik-baik aja, kan?" Tanya Sekar cemas. Evelyn menggelengkan kepalanya di seberang sana. "Selametin gue, Kar. G-gue... Hiks. Gue takut." "Len, lo tenang, oke. Lo bisa ceritain semuanya pelan-pelan." "Brian, d-dia nipu gue. S
"Dulu aku merasa kau adalah manusia paling menjijikkan yang rela melakukan apa saja demi harta, tapi ternyata jalang di sampingmu jauh lebih menjijikkan. Kalian pasangan yang serasi." Oda tersenyum sinis. Dia puas karena Dewo terdiam lama di seberangnya tanpa bisa menjawab. "Dan untuk isi catatan sebenarnya aku sudah lupa di mana menyimpannya, yang jelas...." "A-apa?" Dewo menahan nafas. Tangannya berkeringat. "Seandainya suatu hari nanti kau kecelakaan yang sangat parah dan membutuhkan donor darah dari anak-anakmu, maka hanya ada satu anakmu yang bisa melakukannya." Hati Dewo menjadi dingin. "Apa maksud perkataanmu?" Oda tersenyum sinis. "Dewo Maryoto, kau mampu merampok kekayaan tanteku dengan otak pintarmu, apa hal kecil seperti ini saja kau tidak mampu mengartikannya." Oda kemudian menekan logo telepon merah di layar ponselnya. Pemuda itu berdecak jijik setelahnya. Dia kemudian menghubungi sebuah nomor. Tak lama panggilannya diangkat. "Bawa dua orang itu ke markas b
"Kar~" Shaka langsung bangkit saat melihat Sekar muncul di belokan lantai apartemennya. Hatinya yang tergantung seharian ini akhirnya bisa merasakan kelegaan. Shaka mendekat dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. "Kamu ke mana aja~? Seharian aku ngawatirin kamu. Aku takut kamu kenapa-napa." Tubuh Sekar membeku. Shaka tak menyadari keanehannya. Tangannya mengusap puncak kepala Sekar dengan sayang. "Sayang?" Shaka menundukkan kepalanya hingga wajahnya sejajar dengan Sekar. Sekar mundur ke belakang dan menundukkan kepalanya dalam-dalam. Kata-kata orang tua Shaka kemarin terngiang lagi di benaknya. Mata Sekar berembun lagi. "Kar, kamu kenapa?" "A-aku gak papa." Sekar menolehkan wajahnya ke samping saat tangan Shaka hendak menyentuh dagunya. "A-aku capek mau istirahat. Kamu sebaiknya pulang." Sekar mendorong bahu Shaka kemudian segera membuka pintu apartemennya dan segera menguncinya dari dalam. Shaka tak bisa berpikir jernih sesaat. Saat dia menyadarinya, Sekar sudah m
"Iya, tapi kita kan posisinya juga lagi bolos. Ntar lo bebas mau galakin kalo lo lagi gak bolos. Ini kita sama jatohnya. Kagak malu lo?" Gio mengembalikan spatulanya ke tangan Kayden. "Aduk lagi. Jan lupa tambahin aer dikit." Perintahnya. Gio kemudian mendekati Sekar lagi. Gio menepuk puncak kepala Sekar dua kali sambil mengedipkan sebelah matanya. Sekar mengulum senyumnya. "Seneng, kan, lo sekarang ada yang bela." Kayden melototi Sekar. Sekar berpura-pura tidak melihatnya. "Sekali ini gue gak marah. Tapi besok-besok janji jangan bolos lagi." Kata Kayden lebih lembut. Sekar menganggukkan kepalanya dengan patuh. Setelahnya baru dia berani mendekati Kayden. "Bang Kay masak apa?" Tanyanya manja. "Mie rebus." Kata Kayden. Dia lalu menyerahkan spatula di tangannya. "Bantu adukin." Katanya. Dia lalu mulai memecahkan tujuh butir telur. "Banyaknya~" Sekar membulatkan mulutnya melihat mie di dalam panci. "Iya kan buat rame-rame." Kayden menjawab. "Kan kita cuma bertiga. Emang ha