"Jangan menyalahkan diri sendiri. Kita semua tidak ada yang menyangka. Sekar menyembunyikannya dengan sangat rapi selama ini." Oda menghisap rokoknya dalam-dalam.
"Besok aku tidak akan ikut ke pantai. Aku akan mengumpulkan orang-orangku di sini untuk memulai penyelidikan. Nanti jika kondisi Sekar sudah membaik ajak dia untuk menemui seseorang yang bisa membuat sketsa wajah orang itu." Kayden menganggukkan kepalanya. "Ajak dia menemui psikolog juga. Aku minta tolong." Kayden menggeleng. "Tidak perlu mengatakan tolong. Sekar juga adik Kayden, bang." Oda menganggukkan kepalanya. "Laporkan jika ada sesuatu yang mencurigakan, Kay." Kayden menganggukkan kepalanya. *** Sekar menggeliatkan tubuhnya. Dia menguap lebar-lebar. Seseorang menutupi mulutnya dengan telapak tangan. Sekar mengernyit dan membuka matanya melihat orang itu."Bang Jaki jelek~" Sekar menjulurkan lidahnya. Dia kemudian menarik tangan Kayden. "Kalo udah surah al humazah udah sebelas, kan bang?" Tanyanya. Kayden tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Iya. Pinternya adek abang udah hafal banyak." Kayden menepuk-nepuk puncak kepala Sekar sayang. Sekar terkekeh, "tapi sebenarnya Sekar baru hafal tiga ayat. Cuma sampai Yahsabu anna maalahu~akhladah. Lanjutannya belum. Tapi yang surah al ashr Sekar udah hafal, kan cuma tiga ayat aja. Kalo gitu hafalan Sekar tetap sebelas, kan jadinya?" Sekar mendongakkan wajahnya. Louis diam-diam tersenyum menyimak. Kayden menganggukkan kepalanya lagi. "Iya. Masyaallah pinternya adek abang." Kayden mengusap puncak kepala Sekar dan mengecupnya singkat. Sekar meleleh melihat Kayden. "Abang tambah ganteng deh kalau pake baju alim begini. Bawaannya kayak mau ajak Sekar jadi makmum abang. Ayo kita ke KUA." Sekar
Shaka ingin marah, tapi begitu gadis cantik berkerudung putih muncul di depannya, semua amarah Shaka hilang tak berbekas. Hatinya dipenuhi bunga-bunga. "Hi, my angel." Shaka tersenyum manis. Sekar menunduk. Pipinya bersemu. Kayden memutar bola matanya. "Sono lo!" "Gue kan baru di sini, bang, jadi mau ikutin abang biar gak ilang." "Anak ayam lo jadi takut hilang!" Kayden melototi Shaka. Kemudian dia menggandeng tangan Sekar. Mereka berjalan paling depan. "Semoga cuaca hari ini cerah aja ya, bang. Biar nanti sampai habis sholat jumat lancar acaranya." Sekar memperhatikan awan yang berarak di atas sana. Matanya kemudian menatap tenda megah yang berdiri di depan rumah pakde. Di sebelah rumah itu juga terdapat bangunan baru. "Pakde sama yang lain udah bekerja keras buat nyiapin semua ini. Abang juga. Makasih ya." Kayden mengacak pucuk kepala Sekar. "Anak buah pakde nambah banyak tahun ini, selama nyiapin semua ini
"Loh?" Andrew pura-pura kaget. "Katanya Kayden Anna sudah dijodohkan sama orang tuanya." "Kapan gue ngomong begitu?" Sambar Kayden. "Ck. Kemaren pas di bandara. Bang Elroy saksinya." Elroy mengulum senyumnya dan mengangguk kecil. Wajah Kayden langsung pias. "Papa mau jodohin Anna sama siapa, pa? Kok mama gak dikasih tau?" Sandra menatap Broto heran. *** "Mas, aku mau kamu segera ninggalin kota ini." "Kamu ini kenapa penakut sekali, sayang~ Lagipula sudah dua belas tahun berlalu. Siapa yang masih curiga? Orang-orang udah pada lupa sama kasusnya." Laki-laki itu menarik si wanita hingga duduk di pangkuannya. Dia mulai menciumi tengkuk belakangnya. "Mas~" erang si wanita sambil menahan gairah yang mulai terpancing. "Pergi, yha... Ah-aku udah pesenin kah-mu tiket buat nanti sore mhh." "Tunda saja. Kamu sudah memesankan hotel ini sampai akhir pekan. Sayang
Shaka menghela nafas berat. "Intinya dia minta aku jauhin kamu." Sekar membuang wajah. Binar di matanya meredup. "Kar, aku tau aku gak punya malu karena ngomong ini, tapi aku beneran berharap bisa milikin kamu sekali lagi. Aku gak bisa lupain kamu, Kar. Aku masih cinta kamu." Sekar menekan dadanya yang berdebar-debar. Dia takut Shaka akan mendengarnya. "Kar," panggil Shaka lagi. "A-apa?" Suara Sekar tergagap. Kepalanya semakin tertunduk dalam. "Kamu mau tunggu aku, ya? Tunggu aku buat berjuang biar dapat kepercayaan dari paman kamu. Dari Kayden juga. Mau, kan?" Sekar menggigit bibirnya dan mengepalkan tangannya. Kenapa dia malah jadi ingin menangis dan memeluk Shaka sekarang. "Kar," panggil Shaka lagi. "Paman Louis larang aku buat macarin kamu lagi. Tapi dia gak bisa larang hati aku buat cinta sama kamu, Kar. Gimanapun di hati
Shaka menghela nafas kasar. Bibirnya tersenyum getir. "Apa gue lompat aja?" Shaka melihat motor-motor yang terparkir di bawah sana. "Tapi bego, lompat dari lantai dua mana mati sih. Patah tulang doang yang ada." Shaka terkekeh miris. Dia kemudian menghisap lagi rokoknya kemudian terbatuk-batuk hebat. Dia menepuk dadanya sendiri. "Andai gue gak terlalu bego waktu itu, kita gak akan pisah kayak gini, sayang." Shaka menatap jauh. Ingatannya kembali pada kejadian tadi siang. Saat itu di tengah acara tiba-tiba seorang pria membisikinya mengatakan bahwa Louis ingin berbicara empat mata dengannya. Shaka yang tidak tau ada apa segera mengikutinya. "Apa yang kau lakukan tadi?" tanya pria paruh baya itu begitu Shaka duduk di hadapannya. Shaka meneguk ludahnya. Tatapan Louis yang tajam membuat Shaka merasa gelisah. Ada apa? Pikirnya. "Kau apakan anak gadisku tadi setelah dia
"Halo, kamu di mana? Gak pulang lagi malam ini?" Ratna langsung mengomel begitu Shaka mengangkat panggilannya. Shaka tersenyum getir sembari melihat langit yang sudah gelap. Cahaya kemerahan di ufuk barat sudah tidak terlihat lagi. "Kamu masih nungguin pacarmu itu di rumah sakit? Pulang dulu sebentar, nanti malah kamu yang ikutan sakit." Ratna berdecak tidak puas. "Shaka lagi di markas, ma. Nginep di sini malam ini." "Terus pacarmu itu di mana?" "Sudah sama keluarganya." Jawab Shaka lirih. "Kalo gitu pulang? Ingat kamu juga masih sakit, Shaka." 'Gak sesakit hati Shaka, ma.' Andai Shaka bisa menjawab seperti itu. "Shaka udah istirahat di sini. Udah di kamar. Rasanya malas kalo harus bangun lagi. Shaka nginap sini aja." "Loh, baru habis maghrib udah mau tidur? Kamu benar baik-baik aja?" Ratna mengernyitkan dahinya.
"Heh, enak lu ngomong!" Ricko melototinya. "Lu kagak liat sempitnya kayak gimana. Udah kagak ada space. Kalo masih ada juga kagak sudi gue sebelahan sama lu!" Shaka terkekeh. "Ya salah lu tadi beli tendanya yang kecilan." Ricko melototkan matanya. "Heh, ini udah yang paling gede, ya! Lagian tadi belinya pake uang gue. Gue itung hutang!" Shaka terkekeh. "Iya. Besok gue ganti lima kali lipat." "Awas lu boong. Gue slepet!" Ricko memeragakan mengg-orok leher dengan tangannya. "Apa sih lo bedua. Gak siang gak tengah malam, cekcok mulu perasaan!" Vernon duduk sambil mengucek-ucek matanya. Dia menatap sebal Shaka dan Ricko. "Dia tuh duluan!" Ricko menunjuk-nunjuk Shaka. Mulutnya cemberut macam perempuan merajuk. "Kalo lu cewek sama cowok udah gue nikahin lo pada. Ribut mulu macam pasutri." Vernon menggelengkan kepalanya. "Tu
Sekar menggelengkan kepalanya. Dia semakin menundukkan kepala dalam-dalam. "Terus kenapa?" Shaka mengangkat dagu Sekar dengan pelan. Tatapan mereka bertemu lagi. Dan Shaka kembali jatuh cinta lagi. Sekar segera menolehkan kepalanya ke samping. Pipinya bersemu. "Kar~" Shaka memelas. Jantung Sekar seperti berlarian di dalam sana mendengar rengekan manja Shaka yang sudah lama tak didengarnya. "A-aku jelek. B-belum mandi." Dia menunduk dalam-dalam. Dia menatap celana selututnya yang bulukan. Warnanya sudah pudar. Kaos kedodoran yang dia kenakan juga, terdapat koyakan kecil karena terkait paku tiga bulan lalu. Sekar menangis dalam hati dengan pakaian gembelnya saat ini. Shaka tersenyum kecil. Dia lalu merangkum wajah Sekar. Mata mereka kembali bertemu. "Gimana aku gak makin cinta, kamu belum mandi aja cantiknya udah sedahsyat ini, apalagi kalau udah mandi. Aduh kamu itu selalu ngerepotin hati sama pikiran aku
Sekar cepat menyambar. "Mana ada. Gak boleh kan bang Oda ngajak cowok ke apart?" Oda mengangguk kemudian memandang Kayden di sampingnya. "Kamu ini curigaan sekali." Dia kemudian mengalihkan tatapannya pada Sekar. "Tadi abang cuma becanda. Kamu boleh kok tidur di apart. Harus dipertahanin rajin belajarnya, ya. Jangan pas mau ujian aja." Sekar menggertakkan giginya dan mengangguk sungguh-sungguh. "Maafin Sekar ya Allah, Sekar udah bohongin abang-abang Sekar." Sekar bergumam tanpa suara. Dia melanjutkan langkahnya menuju kamarnya. "Kamu ini kenapa suka sekali mencurigai Sekar. Nanti yang aslinya tidak ada niatan menjadi ada karena kamu." Oda berucap setelah Sekar tidak terlihat lagi. Kayden terkekeh dan menyandarkan punggungnya ke sofa. "Kali aja dia beneran berani nyelundupin cowok ke apart. Tapi bang Oda tau ga," Kayden mencondongkan tubuhnya dan memelankan suaranya. "Semingguan ini Kayden kira ada ya
"Ternyata orang itu benar selingkuhan wanita itu. Mereka berhubungan sejak masih tinggal di desa." Oda menghisap rokoknya kemudian menghembuskan asapnya ke udara.Kayden berdecih melihat video rekaman di ruang hotel itu dan mencocokkan lagi dengan wajah laki-laki itu dengan selembar foto di tangannya dan selembar lainnya adalah foto Evelyn."Bukalah." Oda menunjuk berkas yang masih terbungkus rapi di atas meja."Bang Oda gak mau liat duluan?" Tanya Kayden. Tapi tangannya sudah membuka segel berkas itu.Oda terkekeh, "buat apa? Tanpa melihat pun aku sudah tau apa hasilnya."Oda memperhatikan raut wajah Kayden yang masam dan menaikkan sudut bibirnya dengan sinis. "Apa kataku." Katanya sambil tertawa."Seharusnya Kayden senang karena lampir itu terbukti bukan anak kandung om Dewo, tapi rasanya sakit liat Sekar selama ini diperlakukan gak adil sama om Dewo. Orang itu lebih mentingin ngebesarin anak yang ternyata bukan anak kandungnya
"Jadi tujuh tahun lalu, tantenya temennya abang Sekar tiba-tiba bilang sama orang tuanya abang Sekar kalo temennya abang Sekar ini liat abang Sekar sendiri yang dorong adeknya ke tengah jalan raya sampai ketabrak waktu itu. Padahal gak. Ab-" "Maksud lo tante Desi? Jadi dia tiba-tiba pindah ke luar negeri gara-gara itu?" Ricko melototkan matanya. Suaranya tanpa sadar meninggi membuat beberapa orang dari meja lain memperhatikan mereka. "Beneran tante Desi?" Tanya Ricko lagi setelah beberapa saat. Suaranya lemah. Sekar mengangguk. "Gue juga gak nyangka. Selama ini tante Desi selalu baik sama kita." Musthofa mengerutkan dahi, "jadi lo curiga tante Desi ini terlibat? Atau paling gak dia tau pelaku aslinya? Gak mungkin dia tiba-tiba iseng aja bilang begitu, kan?" Sekar mengangguk. "Gio juga bilang dia gak pernah cerita tentang kejadian itu sama tante Desi sama sekali, tapi tante Desi bisa tiba-tiba datengin ayahnya abang Sekar. Pasti ada seseorang yang merintahin dia buat fitnah ab
Kayden segera menutup matanya dengan tangan. "Bang," katanya jengah. Dia menatap sinis Oda setelah Oda menjauhkan kembali laptopnya. "Kayden baru tau abang bisa nyebelin kayak gini." Sungutnya. Oda tersenyum miring. "Kalau sudah tinggal lama memang begitu. Keluar semua sifat bobroknya." Dia lalu meniupkan asap rokoknya ke udara. Kayden cemberut. "Jadi yang cewek yang di video itu siapa?" Oda menghembuskan nafasnya kemudian terkekeh. "Sari. Ibu tirinya Sekar. Dan lawan mainnya adalah selingkuhannya. Bukan Dewo. Dilihat dari cara mereka berinteraksi, kemungkinan mereka sudah berhubungan sejak lama. Anak buahku masih menyelidikinya." Kayden menggelengkan kepalanya sambil bergidik. "Benar-benar keluarga istimewa." "Bayangkan bagaimana jika tua bangka itu tau dia ternyata diselingkuhi selama ini." "Karma." Bisik Kayden pelan. Dia terbayang Sekar yang selama ini terabaikan. Pria itu malah sibuk denga
Mata Shaka melotot lebar-lebar. "Aku juga baru tau bulan lalu. Tapi aku yakin Ricko gak punya niat jahat. Lagipula sama kayak aku, aku adek Kayden tapi aku sekolah di Garuda gak niat jadi mata-mata. Ricko juga pasti sama." "Ini kenapa jadi kamu kayak lagi belain dia?" Shaka menatap sebal Sekar. Dia mengangkut gadis itu ke pelukannya. "Kamu percaya aku, kan?" Sekar mendongakkan kepalanya menatap Shaka. Shaka menghembuskan nafasnya. "Kayak kamu. Kalau memang kalian niat jadi mata-mata pasti geng Garuda gak damai-damai aja kayak sekarang. Aku cuma kecewa kenapa Ricko gak ngomong jujur aja." Sekar menyipitkan matanya, "kamu ngira ngomong sama kamu itu gampang. Belum dijelasin juga pasti udah dikasih bogem." Shaka terbahak. Dia memegangi sisi kepala Sekar dan mengecupi seluruh permukaan wajah Sekar. "Ini calon suami lagi berusaha buat berubah, sayang. Janji nanti gak emosian lagi." "S
Sekar meneguk ludah, "j-jangan." Raut wajah Shaka berubah masam. Dia membuang muka tak ingin Sekar melihatnya. "S-Shaka," panggil Sekar lembut. Hening. Shaka masih tak mau melihat wajahnya. "S-Shak," Sekar meraih tangan Shaka. Dia memberanikan diri menggenggam tangan itu. "Kenapa?" tanya Shaka getir. Matanya masih betah menatap keluar. "Apa kamu lebih suka sama yang lemah lembut kayak Ricko. Yang pikirannya dewasa, gak kekanakan kayak aku. Kamu pasti capek kan hadepin aku. Bentar-bentar emosi. Manja. Tukang modus. Suka maksa." Sekar terdiam. Dia merasa sedih tanpa alasan. "Kalau kamu bener mau kayak gitu, aku janji akan berubah. Tapi gak bisa instan. Aku butuh waktu buat buang semau sifat buruk aku ini. Tapi kamu jangan pergi. Temenin aku." "Shaka," Sekar menggelengkan kepalanya. Matanya berembun. "Gak ada yang perlu
Sekar melotot. Kenapa malah ke situ. "Tapi begitu aku sadar aku langsung dorong dia kok jauh-jauh." Shaka mengangguk-anggukan kepalanya. Bibirnya kerucut. "Aku juga udah mandi kembang tujuh rupa di rumah. Besoknya juga mandi pakai air tanah liat. Tanya aja Bella." Bella mengacungkan jempolnya dari kerumunan paling depan. Mandi dengan tanah adalah idenya. Sekar terkekeh geli mendengarnya. Shaka tersenyum lega melihat tawa Sekar. "Kamu cantik." Sekar langsung berdehem. Bisa-bisanya dia malah membayangkan Shaka mandi tanah liat dengan dada telanjangnya. "Kamu maafin aku, kan? Plis, sayang, dua hari aja hukumnya. Hari ini kita baikan, ya~" Sekar meneguk ludahnya. Kenapa Shaka sangat menggemaskan sekarang. "Maafin. Maafin." Bella mulai bersorak dan diikuti murid-murid lain. Suasana berangsur ramai. Shaka tersenyum dan mengacungkan jempolnya pada Bella
"Maaf ya, aku kemarin aku ngikutin kamu pulang diam-diam. Aku gak punya niat apa-apa. Aku cuma mau mastiin kamu sampai rumah dengan selamat." Bahkan saat Shaka masih salah paham dan tidak tau kebenaran tentang hubungan Kayden dan Sekar, Shaka sering diam-diam mengikuti Sekar pulang ke apartemen lamanya untuk memastikan gadis itu pulang dengan selamat. Shaka bahkan sering mengabaikan Evelyn yang berstatus pacarnya. "Lo gak punya kewajiban untuk itu." Sekar membuang muka. Jantungnya mendadak berdebar luar biasa. Shaka mengintip Sekar lewat spion. "Aku ngelakuin itu karena keinginan hati aku. Aku gak bisa tenang kalo belum mastiin kamu baik-baik aja." Shaka menghentikan motor besarnya di depan lobi gedung apartemen mewah Sekar. Dia mengulurkan tangannya untuk pegangan Sekar. Shaka membantu Sekar melepaskan helmnya. "Besok aku jemput, ya~" Shaka mengusap rambut Sekar sebelum menjalankan motornya. Dia tidak sabar
Ricko menatapnya sebal. "Gue bakal coba. Tapi gue gak bisa maksa kalo dia gak mau ketemu sama lo." "Bilang aja gue adeknya Andrew." "Yaudah. Buruan kita ketemu Shaka. Makin lama makin marah dia ntar." Ricko berjalan paling duluan. Sekar buru-buru bangkit dan mengejar langkah Ricko. "Ko," panggilnya. "Hm," Ricko meliriknya jengah. "Ternyata seru juga ya temenan sama lo." Ricko berdecih. "Gak. Gak tertarik gue punya temen modelan lu." Ricko mempercepat langkah kakinya. "Heh mulut lu. Gini-gini gue banyak duitnya ya!" Sekar menyingsingkan lengan bajunya dan mengejar langkah Ricko. Ricko terkekeh, "percuma banyak duit tapi doyan gratisan." "Itu namanya tidak menolak rezeki, Iko~" "Eh?" Ricko menghentikan langkahnya. Dia menatap heran Sekar. Sekar menggaruk tengkuknya, "kata Gio itu nama lo jaman bocah." "Ya ta