“By the way, kamu bisa lihat rekaman cctv itu darimana? Kamu minta ijin sama keamanan?”Andhira menatap Darwis yang menggeleng kepala, membuatnya dan Reno bingung. Tidak sembarangan mahasiswa atau mahasiswi dapat melihat rekaman cctv diperangkat yang mereka punya.“Aku retas,” jawab Darwis, membuat Andhira dan Reno menatap satu sama lain. Sedangkan Darwis hanya terkekeh, “Aku ini selalu otodidak, jadi retas kaya gitu doang gampang.”Andhira mengambil ponselnya, menjauhkan dari Darwis, “Bahaya, nanti hape aku diretas sama kamu lagi.”Darwis menaikkan sebelah alisnya, “Ngapain juga aku retas hape kamu? Ada isi apaan dihape kamu? Kalau bisa bikin aku kaya mendadak, aku retas.”“Harus diamankan hape aku juga, biar gak diretas sama Darwis. Soalnya aku ini punya kenalann mafia, jadinya duit dari dia,” timpal Reno santai, membuat Darwis dan Andhira menatapnya.“Kamu mata-mata yang berkedok anak kuliah? Wah bahaya banget sihh ini,” celetuk Andhira, dan telinga kirinya disentil oleh Reno.
“Mas, itu beneran orang suruhan mantan istri kamu?”Arsenio mengangguk, memperhatikan wajah Andhira yang menurutnya cantik pada malam ini. Ya, mereka saat ini sedang makan malam disalah satu restaurant ternama.“Aku udah minta tolong sama yang lainnya, emang dia yang ngirim itu semua ke kamu. Kenapa emangnya? Kamu kepikiran sama apa yang dibilang Reno tadi siang?”Andhira bergumam, lalu mengendikkan kedua bahunya, “Seimbang sih sebenernya, tapi kalau dipikir ulang ya, Mas. Bisa jadi itu orang suruhan temennya Reno, karena dia gak terima aku punya pacar, jadi dia ini ngelakuin hal-hal lainnya. Takut deh aku.”Arsenio menggelengkan kepala saja, “Kamu mikirnya kejauhan, padahal udah jelas banget keliatan, itu dari mantan istri aku. Kamu tau, kan? Orang iri itu ada aja. Dia iri, karena kamu bisa deket sama Amanda.”Andhira menyipitkan kedua matanya, menaruh curiga terhadap kekasihnya, “Kok mas Arsen tau? Jangan-jangan kalian itu beneran masih komunikasi yaa?”Tanpa pikir panjang, Arsenio
“Ada kirimin boneka di depan. Pacar kamu kasih boneka lagi ke kamu?”Andhira yang sedang menonton televise pun menoleh, menatap Papih yang baru saja dari depan. Dirinya menggeleng, perasaannya kembali resah, segera dia menghubungi Arsenio. Papih mengambil posisi di sisi kanan Andhira, memperhatikan Andhira yang ekspresi wajahnya cemas.“Jangan diterima, Pihh. Itu dari orang yang gak dikenal. Soalnya mas Arsenio gak ada kirim apa-apa ke aku,” ujar Andhira, menatap Papih yang menaikkan sebelah alis.“Kamu tau? Orang yang sama, kah?” tanya Papih, diangguki oleh Andhira. Papih mengerti, “Masih ada di depan pagar, belum Papih simpan. Buang aja kali yaa?”Andhira menggeleng, “Jangan, Pih. Biar mas Arsen aja yang ambil nanti, terus dibuang.”“Halo, sayang. Ada apa?”Andhira bergumam, “Ada yang kirimin boneka ke rumah. Bukan dari mas Arsen, kan?”“Bukan. Biarin aja, nanti siang aku ke rumah, kalau masih ada, nanti aku belah bonekanya. Aku yakin sih, ada sesuatu di dalam. Kalau pas aku dateng,
“AAAA, SEREM BANGETT!”Arsenio spontan membuang boneka teddy bear berwarna coklat yang sudah dia bedah, dan terlihat banyak hewan melatah di dalamnya. Tanpa pikir panjang, Arsenio mengambil korek gas dari saku celananya dan kertas kosong, lalu dibakar dan dilempar ke dalam tong sampah besi.“ANDHIRA.”Arsenio panik, dan menggendong Andhira ala bridal style untuk masuk ke dalam rumah, meninggalkan kotak berwarna biru di depan pagar. Dia tidak memikirkan isi yang ada di dalam kotak tersebut, fokusnya hanya kepada Andhira saat ini.Andhira syok, dan pingsan. Hal itu membuat Arsenio benar-benar khawatir, ditambah saat tangannya menyentuh tangan Andhira yang panas. Bisa dikatakan demam.Arsenio menidurkan Andhira di sofa ruang tamu, dan dirinya menyentuh kening Andhira yang berkeringat. Semakin membuatnya mengeratkan genggaman tangan dengan Andhira, seperti sedang memberikan kekuatan kepada Andhira.“Sayang, bangun yukk. Jangan bikin aku khawatir, mana papih kamu nititpin kamu ke aku,” uca
“Kamu tidak pantas untuk menjadi mamih sambung untuk Amanda.”Andhira menaikkan sebelah alisnya, menatap satu tulisan berwarna merah pada secarik kertas yang ada di dalam kotak. Dirinya membaca tulisan tersebut, sedangkan Arsenio menatap dingin beberapa kertas lainnya yang terdapat tulisan yang berbeda.“Saya tidak rela jika Amanda diurus sama perempuan seperti kamu,” ucap Arsenio datar, Andhira mengusap lengan kekar Arsenio.“Dibuang aja deh, Mas. Emosi aku bacanya, kaya ngirim kaya gitu ke aku, buat bikin aku takut ya?” oceh Andhira, diakhiri dengan tertawa pelan. Dia menatap Arsenio, “Dia kirim itu ke rumah aku, mungkin karena kamu gak bakal ke rumah aku. Ternyata, mantan istri kamu itu bodoh.”Arsenio terkekeh, “Ramah banget ya itu mulut.”Andhira mengulum bibir, teguran untuknya tetapi secara halus. Sepeka itu perasaannya, mudah menyadari sesuatu tanpa harus secara terang-terangan. Memang tidak enak, tetapi mau bagaimana lagi?“Maaf.”Arsenio mengambil alih kertas yang dipegang
“Tuhkan kegedean banget di akuu, mas Arsenn sihh. Kenapa gak dijahit dulu sih kalau mau dipinjemin ke aku?”Andhira menggerutu, sedangkan Arsenio terkekeh. Keduanya sedang memilih pesanan yang dikirimkan Mbak Maya kepada Arsenio. Andhira mengerucutkan bibir, kesal kepada kekasihnya itu yang membuatnya seperti anak penguin yang mengenakan jaket bulu dan kebesaran.“Gapapa, aku gak mau asset aku diliat sama banyak orang,” ucap Arsenio, merangkul pinggang Andhira dengan posesif, sedangkan kekasihnya itu mendorong trolli yang sudah terisi sebagian dari pesanan.“Gerahhh, Mas. Aku ke toilet deh yaa, mau lepas sweater aku aja, biar aku pake jaket mas Arsen,” bujuk Andhira, dan responnya tetap sama. Arsenio tidak mengijinkannya, alasan klasik, takutnya ada yang memasang cctv tersembunyi di toilet.“Aku tiup sini, biar dingin,” ucap Arsenio, dan meniupkann leher Andhira, membuat sang empu spontan mencubit pinggangnya. “Aww, main cubit-cubit aja.”Andhira mencebikkan bibir, dan dicapit oleh Ar
“Kamu gapapa, kann? Bilang sama aku, kalau kenapa-kenapa.”Arsenio mendekap erat Andhira yang terkejut. Bayangkan saja, saat Arsenio akan berbelok, tiba-tiba dari belakang menabrak mobil milik Arsenio cukup kencang, dan membuat Arsenio otomatis menginjak rem, agar tidak menimbulkan kecelakaan.“Aku gapapa, pasti mobilnya mas Arsen rusak,” ucap Andhira menatap wajah Arsenio dari bawah.Arsenio menaikkan sebelah alisnya, “Keselamatann kamu paling penting. Mobil kan tinggal dibawa ke bengkel, dan bisa jadi sempurna lagi. Kalau kamu? Gak gak.”Andhira membalas pelukan dari kekasihnya, menyandarkan kepalanya di dada bidang Arsenio. Jujur saja, dia memang terkejut dengan apa yang terjadi, keningnya tidak terbentur dashboard mobil, hanya syok.“Aku gapapa, cuma kaget aja,” ucap Andhira, diangguki oleh Arsenio. Kedua merenggangkan pelukan, menatap satu sama lain.“Masih jauh kedai es krim temen kamu itu?” tanya Arsenio, dijawab dengan menggelengkan kepala dari Andhira.Andhira menatap ruko d
“Perkenalkan, saya Cahyo Adiyatama, saya menemani nona selama berada tidak bersama dengan tuan Arsenio.”Andhira mengerjapkan kedua matanya saat melihat sosok laki-laki mengenakan kemeja putih, memiliki list hitam di lengan, dan dimasukkan ke dalam celana berwarna hitam. Lalu beralih menatap Arsenio yang tersenyum kepadanya.“Ini maksudnya gimana? Om Cahyo ini bodyguard aku?” tanya Andhira, dijawab dengan gelengan kepala.“Anggap saja sebagai temen kamu. Umurnya baru dua puluh lima tahun, tapi prestasinya dibidang bela diri gak perlu diragukan. Dia ini aku daftarin kuliah, satu kelas sama kamu,” jelas Arsenio, membuat Andhira menaikkan sebelah alisnya.“Kok bisa?” tanya Andhira dengan bingung, sedangkan Arsenio terkekeh.“Kamu lupa? Aku ini deket sama petinggi kampus, jadi buat aku masukin Cahyo ini cukup mudah. Tinggal mengisi form, bayaran, masuk deh.”Andhira menatap Cahyo yang tersenyum tipis kepadanya, lalu menatap Arsenio, “Jadi, aku manggilnya apa? Om Cahyo aja yaa? Tapi aku