“Mas, itu beneran orang suruhan mantan istri kamu?”Arsenio mengangguk, memperhatikan wajah Andhira yang menurutnya cantik pada malam ini. Ya, mereka saat ini sedang makan malam disalah satu restaurant ternama.“Aku udah minta tolong sama yang lainnya, emang dia yang ngirim itu semua ke kamu. Kenapa emangnya? Kamu kepikiran sama apa yang dibilang Reno tadi siang?”Andhira bergumam, lalu mengendikkan kedua bahunya, “Seimbang sih sebenernya, tapi kalau dipikir ulang ya, Mas. Bisa jadi itu orang suruhan temennya Reno, karena dia gak terima aku punya pacar, jadi dia ini ngelakuin hal-hal lainnya. Takut deh aku.”Arsenio menggelengkan kepala saja, “Kamu mikirnya kejauhan, padahal udah jelas banget keliatan, itu dari mantan istri aku. Kamu tau, kan? Orang iri itu ada aja. Dia iri, karena kamu bisa deket sama Amanda.”Andhira menyipitkan kedua matanya, menaruh curiga terhadap kekasihnya, “Kok mas Arsen tau? Jangan-jangan kalian itu beneran masih komunikasi yaa?”Tanpa pikir panjang, Arsenio
“Ada kirimin boneka di depan. Pacar kamu kasih boneka lagi ke kamu?”Andhira yang sedang menonton televise pun menoleh, menatap Papih yang baru saja dari depan. Dirinya menggeleng, perasaannya kembali resah, segera dia menghubungi Arsenio. Papih mengambil posisi di sisi kanan Andhira, memperhatikan Andhira yang ekspresi wajahnya cemas.“Jangan diterima, Pihh. Itu dari orang yang gak dikenal. Soalnya mas Arsenio gak ada kirim apa-apa ke aku,” ujar Andhira, menatap Papih yang menaikkan sebelah alis.“Kamu tau? Orang yang sama, kah?” tanya Papih, diangguki oleh Andhira. Papih mengerti, “Masih ada di depan pagar, belum Papih simpan. Buang aja kali yaa?”Andhira menggeleng, “Jangan, Pih. Biar mas Arsen aja yang ambil nanti, terus dibuang.”“Halo, sayang. Ada apa?”Andhira bergumam, “Ada yang kirimin boneka ke rumah. Bukan dari mas Arsen, kan?”“Bukan. Biarin aja, nanti siang aku ke rumah, kalau masih ada, nanti aku belah bonekanya. Aku yakin sih, ada sesuatu di dalam. Kalau pas aku dateng,
“AAAA, SEREM BANGETT!”Arsenio spontan membuang boneka teddy bear berwarna coklat yang sudah dia bedah, dan terlihat banyak hewan melatah di dalamnya. Tanpa pikir panjang, Arsenio mengambil korek gas dari saku celananya dan kertas kosong, lalu dibakar dan dilempar ke dalam tong sampah besi.“ANDHIRA.”Arsenio panik, dan menggendong Andhira ala bridal style untuk masuk ke dalam rumah, meninggalkan kotak berwarna biru di depan pagar. Dia tidak memikirkan isi yang ada di dalam kotak tersebut, fokusnya hanya kepada Andhira saat ini.Andhira syok, dan pingsan. Hal itu membuat Arsenio benar-benar khawatir, ditambah saat tangannya menyentuh tangan Andhira yang panas. Bisa dikatakan demam.Arsenio menidurkan Andhira di sofa ruang tamu, dan dirinya menyentuh kening Andhira yang berkeringat. Semakin membuatnya mengeratkan genggaman tangan dengan Andhira, seperti sedang memberikan kekuatan kepada Andhira.“Sayang, bangun yukk. Jangan bikin aku khawatir, mana papih kamu nititpin kamu ke aku,” uca
“Kamu tidak pantas untuk menjadi mamih sambung untuk Amanda.”Andhira menaikkan sebelah alisnya, menatap satu tulisan berwarna merah pada secarik kertas yang ada di dalam kotak. Dirinya membaca tulisan tersebut, sedangkan Arsenio menatap dingin beberapa kertas lainnya yang terdapat tulisan yang berbeda.“Saya tidak rela jika Amanda diurus sama perempuan seperti kamu,” ucap Arsenio datar, Andhira mengusap lengan kekar Arsenio.“Dibuang aja deh, Mas. Emosi aku bacanya, kaya ngirim kaya gitu ke aku, buat bikin aku takut ya?” oceh Andhira, diakhiri dengan tertawa pelan. Dia menatap Arsenio, “Dia kirim itu ke rumah aku, mungkin karena kamu gak bakal ke rumah aku. Ternyata, mantan istri kamu itu bodoh.”Arsenio terkekeh, “Ramah banget ya itu mulut.”Andhira mengulum bibir, teguran untuknya tetapi secara halus. Sepeka itu perasaannya, mudah menyadari sesuatu tanpa harus secara terang-terangan. Memang tidak enak, tetapi mau bagaimana lagi?“Maaf.”Arsenio mengambil alih kertas yang dipegang
“Tuhkan kegedean banget di akuu, mas Arsenn sihh. Kenapa gak dijahit dulu sih kalau mau dipinjemin ke aku?”Andhira menggerutu, sedangkan Arsenio terkekeh. Keduanya sedang memilih pesanan yang dikirimkan Mbak Maya kepada Arsenio. Andhira mengerucutkan bibir, kesal kepada kekasihnya itu yang membuatnya seperti anak penguin yang mengenakan jaket bulu dan kebesaran.“Gapapa, aku gak mau asset aku diliat sama banyak orang,” ucap Arsenio, merangkul pinggang Andhira dengan posesif, sedangkan kekasihnya itu mendorong trolli yang sudah terisi sebagian dari pesanan.“Gerahhh, Mas. Aku ke toilet deh yaa, mau lepas sweater aku aja, biar aku pake jaket mas Arsen,” bujuk Andhira, dan responnya tetap sama. Arsenio tidak mengijinkannya, alasan klasik, takutnya ada yang memasang cctv tersembunyi di toilet.“Aku tiup sini, biar dingin,” ucap Arsenio, dan meniupkann leher Andhira, membuat sang empu spontan mencubit pinggangnya. “Aww, main cubit-cubit aja.”Andhira mencebikkan bibir, dan dicapit oleh Ar
“Kamu gapapa, kann? Bilang sama aku, kalau kenapa-kenapa.”Arsenio mendekap erat Andhira yang terkejut. Bayangkan saja, saat Arsenio akan berbelok, tiba-tiba dari belakang menabrak mobil milik Arsenio cukup kencang, dan membuat Arsenio otomatis menginjak rem, agar tidak menimbulkan kecelakaan.“Aku gapapa, pasti mobilnya mas Arsen rusak,” ucap Andhira menatap wajah Arsenio dari bawah.Arsenio menaikkan sebelah alisnya, “Keselamatann kamu paling penting. Mobil kan tinggal dibawa ke bengkel, dan bisa jadi sempurna lagi. Kalau kamu? Gak gak.”Andhira membalas pelukan dari kekasihnya, menyandarkan kepalanya di dada bidang Arsenio. Jujur saja, dia memang terkejut dengan apa yang terjadi, keningnya tidak terbentur dashboard mobil, hanya syok.“Aku gapapa, cuma kaget aja,” ucap Andhira, diangguki oleh Arsenio. Kedua merenggangkan pelukan, menatap satu sama lain.“Masih jauh kedai es krim temen kamu itu?” tanya Arsenio, dijawab dengan menggelengkan kepala dari Andhira.Andhira menatap ruko d
“Perkenalkan, saya Cahyo Adiyatama, saya menemani nona selama berada tidak bersama dengan tuan Arsenio.”Andhira mengerjapkan kedua matanya saat melihat sosok laki-laki mengenakan kemeja putih, memiliki list hitam di lengan, dan dimasukkan ke dalam celana berwarna hitam. Lalu beralih menatap Arsenio yang tersenyum kepadanya.“Ini maksudnya gimana? Om Cahyo ini bodyguard aku?” tanya Andhira, dijawab dengan gelengan kepala.“Anggap saja sebagai temen kamu. Umurnya baru dua puluh lima tahun, tapi prestasinya dibidang bela diri gak perlu diragukan. Dia ini aku daftarin kuliah, satu kelas sama kamu,” jelas Arsenio, membuat Andhira menaikkan sebelah alisnya.“Kok bisa?” tanya Andhira dengan bingung, sedangkan Arsenio terkekeh.“Kamu lupa? Aku ini deket sama petinggi kampus, jadi buat aku masukin Cahyo ini cukup mudah. Tinggal mengisi form, bayaran, masuk deh.”Andhira menatap Cahyo yang tersenyum tipis kepadanya, lalu menatap Arsenio, “Jadi, aku manggilnya apa? Om Cahyo aja yaa? Tapi aku
“Siapa? Gebetan kamu yang baruu? Wahh parah.”Andhira yang sedang menyalin ulang catatannya, mendongak, menatap Reno yang datang bersama dengan Darwis. Kedua sahabatnya itu menatap Cahyo yang duduk di kursi belakang Andhira.“Iya,” jawab singkat Andhira, dan kembali melanjutkan menyalin ulang catatan. Dia membiarkan Reno dan Darwis berfikiran buruk tentangnya. Sedangkan Cahyo hanya menampilkan ekspresi dingin.Reno menarik kursi di sisi kanan Andhira untuk mendekat, menarik buku binder milik Andhira, berhasil membuat sang empu menatapnya.“Jawab jujur, dia siapa?” tanya Reno penuh penakanan, menatap kedua netra milik Andhira.Andhira hanya bergeming, tidak menjawab dengan cepat pertanyaan yang diberikan oleh Reno. Dia selalu berhati-hati dalam berucap, apalagi saat ini mereka sedang dikampus, jadi dirinya menoleh kebelakang, dan mendapatkan Cahyo yang tersenyum.“Cahyo Adiyatama, tetangga barunya Andhira,” sahut Cahyo, membuat Reno dan Darwis menatap satu sama lain, sebelum akhirn
“Nempel teruss. Awas awass, ngalangin jalann.” Andhira yang kesal kepada Garaga pun menendang tulang kering laki-laki dihadapannya saat ini, baru kemarin Garaga bersikap diluar nalarnya, kini kembali ke setelan pabrik. Arsenio yang berdiri di sisi kanan Andhira pun menepuk lengan tunangannya. “Aku tuh kemarin kaya bukan ketemu sama kamu. Jangan-jangan, kemarin itu kembaran kamu, kan?” tanya Andhira dengan penuh curiga, karena memang berbeda Garaga yang hadir di acara lamarannya dengan Garaga yang ada dihadapannya saat ini. “Enak aja, itu aku tau. Mode kalem, karena kamu mode kalem,” ucap Garaga, membuat Andhira menaikkan sebelah alisnya. Bingung dengan apa yang dikatakan oleh Garaga. “Aku daritadi kalem padahal, kok bisa-bisanya? Jangan salahin aku kalau jambul kamu longsor dalam waktu sekejap,” ancam Andhira, dan dia melihat Garaga melangkah mundur agar tidak terkena sasarannya. Arsenio hanya menggelengkan kepala melihat tingkah tunangannya yang memang berbeda dari hari kemarin
“Aku tidak menyangka, ternyata yang menjadi calon suaminya Andhira itu Arsenio. Pria yang pernah aku tidak restui karena memiliki anak.” Papih hanya mengabaikannya, melepaskan genggaman tangan Mamih dan menggantikannya dengan rangkulan di pinggang. Keduanya melangkahkan kaki keluar dari pagar rumah untuk menyambut kedatangan keluarga Arsenio. Reno ditunjuk untuk menjadi MC di acara lamaran sahabatnya itu memakai pakaian batik, jujur saja jika bukan permintaan dari Andhira, dirinya tidak berdiri di sini, tetapii berdiri dibelakang bersama dengan Darwis,, Garaga, Kalvin dan Zavian. Dirinya saat ini berdiri di dekat di sisi kanan Papih. Arsenio berada di tengah, sisi kanannya terdapat Amanda dan Mommy, sedangkan di sisi kirinya terdapat Daddy. Nenek dan Kakek dari Amanda ikut hadir, bahkan sudah tiba di Nusantara dari satu minggu yang lalu. Saat Arsenio mengabarkan akan melamar seseorang perempuan. “Selamat datang, Tuan Daniel dan Nyonya Elizabeth,” sapa Papih kepada kedua oran
“Ini kamu sendiri yang desain?”Andhira menatap Arsenio, dan kekasihnya itu mengangguk. Sebuah foto menarik atensinya, sebuah maxi dress bersiluet A yang memiliki panjang hingga semata kaki dan lengan tranparan. Motif bunga, dan berwarna biru.“Kamu suka? Atau ada yang mau kamu tambahin?” tanya Arsenio, saat ini mereka sedang berada di butik milik Tante Kir, tanpa Amanda.Setelah satu hari kemarin menghabiskan waktu bersama, hari ini adalah waktunya Arsenio dan Andhira menyiapkan acara untuk lamaran, tidak bukan seserahan, tetapi pakaian. Permintaan Andhira mengenakan dresscode couple pada saat acara lamaran nanti.“Mas Arsen desain juga buat pakaiannya?” tanya Andhira, diangguki oleh Arsenio. Kekasihnya itu menggeser foto lain. Tante Kir hanya terdiam memperhatikan kedua pasangan yang sedang diskusi.Andhira menatap serius foto tersebut, lalu berkata, “Jelek. Gak usahh. Mas Arsen pake kemeja warna biru aja.”Arsenio mendelik, “Aku desain itu biar sama kaya punya kamu. Katanya mau c
“Aku belum ngeliat Amanda sebahagia itu.”Arsenio memperhatikan Amanda yang sedang bermain pasir di depan sana, hanya seorang diri. Sedangkan dirinya duduk tiga langkah dari posisi Amanda saat ini, bersama dengan Andhira yang memfokuskan atensi hanya kepada Amanda.“Oh iya? Dia juga tadi bahagia banget pas denger kalau aku sama kamu mau lamaran,” ucap Andhira, menoleh ke sisi kirinya dan tersenyum kepada Arsenio.Arsenio menoleh, tersenyum manis kepada kekasihnya dan kembali menatap Amanda yang sedang berusaha membangun istana dari pasir.“Keinginan dia dari pertama kali ketemu sama kamu, ya ngejadiin kamu sebagai mamihnya. Udah lama gak punya mamih, terus harapan dia cuma kamu.”Andhira bergumam, memfokuskan atensinya hanya kepada Amanda. Gadis cilik yang selalu mengganggu hari-harinya, sering datang ke kampus untuk bertemu dengannya, dan bahkan dia tidak tahu kalau Amanda itu anak dari Arsenio, dosen pembimbing akademiknya yang baru.“Aku sampe sekarang masih gak percaya sihh. Kaya
“Kamu jangan kaya gitu lain kali. Gak baik, apalagi ada ibunya, nanti beliau kesinggung, gimana?”Amanda hanya bergeming mendengarkan apa yang diucapkan oleh Andhira dari sejak mereka di sekolah dan saat ini dalam perjalanan menuju rumah.“Iya, maaf. Lagian aku kesel sama Angga, dia di dalam kelas aja ngisengin aku. Jadinya, mau ngehindar aja kalau keluar kelas,” ucap Amanda, lebih membela diri sendiri.Andhira menoleh sekilas, lalu kembali fokus menyetir. Dirinya mengerti, dan pernah melakukan hal yang sama seperti yang Amanda lakukan. Tahu akhirannya seperti apa? Orangtua sih pelaku pengganggu menyuruh Andhira untuk meminta maaf.“Aku pernah di posisi kamu, digangguin sama lawann jenis. Aku yang minta maaf, tapi aku dibilang gak sopan, orangtuanya gak terima malah minta aku buat ngebantu anak mereka dalam ngerjain tugas,” ujar Andhira, membuat Amanda menoleh dan memicingkan mata.Jujur saja, Amanda antara percaya dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Andhira. Sedikit ke
“Kok baru keliatan lagi, Jeng?” Andhira tersenyum kepada Ibu Angga yang duduk di sisi kanannya. Mereka saat ini sedang duduk di kursi yang terletak dipinggir dekat dengan taman bermain yang ada di sekolah Amanda. “Iya, Bu. Kemarin-kemarin sibuk mengerjakan tugas yang dikasih dosen,” jawab Andhira, berusaha untuk sopan kepada Ibu Angga, dan berusaha untuk tidak menyinggung Ibu Angga. “Oh iya. Jeng Andhira kan sedang kuliah. Lancar yaa jeng kuliahnya? Harus dong, biar cepet dapet gelar. Terus fokus merawat Amanda,” balas Ibu Angga, ditanggapi dengan senyum manis dari Andhira. “Anaknya semakin lucu ya, Bu,” ucap Andhira diakhiri dengan terkekeh, dia kembali mengingat tingkah Angga tadi pagi sehingga membuat Amanda ngambek tidak ingin masuk kelas. Ibu Angga menyengir malu, dirinya merasa bersalah karena putranya, membuat Andhira harus membujuk Amanda untuk masuk kelas dan mengikuti pelajaran hari ini. Diluar prediksinya, dan membuatnya mengingat kembali sifat yang dimiliki oleh Angga
“Loh kok ada mamih Andhira?”Amanda menatap bingung Andhira yang saat ini duduk di ruang tamu, hanya seorang diri. Andhira mengangkat kepalanya, dan tersenyum kepada Amanda yang langsung duduk di sisi kanannya.“Gak suka kalau aku dateng ke sini?” tanya Andhira, raut wajahnya seolah sedih, dan memperhatikan Amanda yang mengangguk lalu menggeleng.“Maksud aku, kok di sini? Emangnya mamih gak kuliah?”Andhira terkekeh, lalu menggelengkan kepala. Dirinya memang sengaja datang ke sini untuk mengantar Amanda ke sekolah dan menunggunya hingga pulang sekolah. Sedangkan Arsenio sedang ada keperluan, dan sudah berangkat dari pukul tujuh.“Aku libur hari ini, udah siap?” tanya Andhira, diakhiri dengan senyum manis. Dia mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat, membuatnya menoleh dan mendapati Mbak Maya yang datang dengan membawa tas sekolah berwarna pink milik Amanda.“Kamu benerann gapapa nganterin Amanda ke sekolah?” tanya Mbak Maya setelah berdiri di dekat Amanda dan Andhira. Amanda
“Kamu sama sih Airina gak bisa akur emangnya ya?” Andhira menyeruput jus jambunya dengan santai, dihadapannya ada Arsenio. Keduanya saat ini berada di sebuah café yang tidak terlalu banyak di kunjungi oleh customer, menghabiskan waktu berdua setelah melewati hari yang cukup menguras tenaga. “Aku sih bisa aja akur, tapi kan mas Arsen liat sih kelakuan syaitonnya. Baru juga mas Arsen dateng, dia udah berulah,” ucap Andhira, mengambil satu stick kentang dan colek ke saos sambal. Kedua matanya hanya terfokus untuk Arsenio. “Oh iya?” Andhira mengangguk, membenarkan posisi duduknya. Dia berdeham, lalu berkata, “Kayanya dia emang sengaja deh cari perhatian. Soalnya ya, pas mas Arsen gak ada beberapa hari kemarin, di kampus itu dia gak ada berulah tau.” Arsenio menyeruput kopi hitam, matanya memperhatikan kekasihnya yang sedang bercerita. Hanya dengan melihat wajah Andhira saja membuatnya sedikit tenang, apalagi kekasihnya itu berceloteh seperti biasanya, tidak perlu dipertanyakan lagi.
“Tadi aku ketemu sama perempuan, dia ini mukanya berseri-seri gitu. Mungkin karena ketemu sama mas pacar kali ya?”Garaga melirik ke sisi kanan, mendapati Andhira yang datang bersama dengan Reno. Perempuan yang dimaksud oleh Garaga ialah Andhira, sang empu menyadari dan ….“AKHH ANDHIRA,” teriak Garaga saat Andhira menarik jambulnya sekuat tenaga, Reno yang melihatnya pun menarik Andhira untuk menjauh dari Garaga. Sedangkan Garaga mengibas surainya sekalian, jambulnya sudah rusak akibat ulah dari Andhira.“Apa?” tanya Andhira dengan kedua matanya melotot kepada Garaga yang menatapnya.Reno yang tidak ingin adanya pertengkaran pada pagi hari ini, memberikan kode kepada Darwis untuk bertukar tempat duduk dengan Garaga. Darwis tanpa banyak bicara mengambil tas milik Garaga dan dipindahkan ke meja belakang.Di dalam ruangan hanya ada Darwis, Garaga, Zavian, Kalvin, Reno dan Andhira. Zavian dan Kalvin memang tipe yang jarang bicara, jadi hanya duduk tenang di kursi paling belakang sejajar