“Pak Arsenio yang terhormat, ini tuh peraturannya merugikan saya, tetapi menguntungkan pak Arsen, gak bisa, saya gak mau. Papih jangan tanda tangan.”Andhira mengeluarkan protesnya setelah membaca dengan seksama dan teliti tulisan tinta printer yang diberikan oleh Arsenio. Dia menatap tajam Arsenio, dan menatap memohon kepada Papih. Sedangkan Arsenio menaikkan sebelah alisnya.“Ini surat peringatan dan surat perjanjian. Peringatan untuk kamu, karena sudah merusak peralatan punya kampus. Perjanjian untuk konsekuensi dari kesepakatan yang kita buat, kamu kalah dalam kesepakatan.”Andhira menggeleng dengan keras, “Saya terima kalau saya mendapatkan surat peringatan. Tapi yang saya gak terima itu, isi peraturan dalam surat perjanjian.”Papih hanya bergeming memperhatikan Andhira dan Arsenio yang sedang berdebat satu sama lain. Ragu ingin tanda tangan pada surat perjanjian yang tidak ada masalah sama sekali untuknya.“Satu, tidak boleh pulang malem kalau tidak bersama saya. Dua, tidak bole
“Mas Arsen masih lama?”Andhira bergidik geli, dirinya tidak biasa memanggil Arsenio dengan sebutan Mas. Sedangkan Arsenio tertawa geli saat melihat Andhira yang menurutnya memang lucu.“Gapapa, nanti juga terbiasa,” ucap Arsenio, menatap Andhira yang mengulum bibir. Mereka berada di ruang kerja milik Arsenio.Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Arsenio, setelah makan siang, dirinya memang pergi ke kantor untuk mengecek beberapa berkas, dan Andhira tidak diijinkan untuk pulang. Akhirnya, Andhira di sini, menemani Arsenio.“Pak aja deh yaa. Geli banget manggil mas, enak juga manggil pak Arsen,” ucap Andhira, menaik-turunkan kedua alisnya, tetapi dijawab dengan gelengan kepala dari Arsenio.“Itu karena kamu tidak terbiasa, jadinya harus dibiasain.”Andhira menyipitkan kedua matanya, “Pak Arsenio ini mau bikin saya tambah jatuh cinta ya?” tanyanya dengan penuh curiga. Sedangkan Arsenio menaruh satu map berwarna biru di tumpukan map lainnya.Arsenio melepaskan jasnya, merenggangkan das
“Siang, pak Arsenio.”Andhira menyapa Arsenio yang sedang berdiri di depan lift. Arsenio menoleh, mendapati Andhira yang sedang tersenyum kepadanya.“Saya hari ini ada keperluan di kantor, jadi … kamu jangan bikin ulah.”Andhira mengangguk mengerti, “Tenang aja. Saya bisa kok jadi mode kalem. Ada Darwis, Reno, sama Caca yang ngingetin saya,” ucapnya, diakhiri dengan terkekeh.Arsenio bergumam, menatap Andhira dalam-dalam, sedangkan Andhira hanya mengerjapkan kedua matanya. Tatapan yang diberikan oleh Arsenio, membuat Andhira salah tingkah, dan jantungnya berdegup dengan cepat.“Kamu tadi berangkat bareng siapa?” tanya Arsenio, membuat Andhira menaikkan sebelah alisnya.“Saya?” tanya Andhira, menunjuk dirinya sendiri, dan diangguki oleh Arsenio. Andhira bergumam, “Bareng Reno. Kenapa, Pak?”“Nanti pulangnya bareng saya,” jawab Arsenio, dirinya menunduk, lalu berbisik, “Amanda demam, terus manggil namaa kamu terus.”Arsenio kembali menegakkan tubuhnya, dan tersenyum kepada Andhira yang
“Amanda, kamu kangen sama aku ya?”Andhira mengusap puncak kepala Amanda yang sedang terbaring lemas di ranjang. Sedangkan Amanda tersenyum tipis kepada Andhira yang memberikan senyuman kepadanya.“Aku gak mimpi, kan?” tanya Amanda dengan polos, membuat Andhira terkekeh.“Kenapa bisa demam kaya gini, Amanda? Kamu gak jajan yang sembarangan, kan” tanya Andhira dengan lembut, dijawab dengan gelengan kepala dari Amanda. Sedangkan Andhira menaikkan sebelah alisnya, “Kangen sama aku?”Amanda hanya bergumam, tidak mempunyai tenaga untuk seperti biasanya. Andhira melirik nakas di sisi kiri ranjang, masih terdapat satu mangkuk berisi bubur, dan masih penuh, belum tersentuh sama sekali.“Tadi pas papihnya telfon, katanya kamu mau dateng, dia ngerengek mau disuapin sama kamu. Biasanya kalau saya ancem, dia mau. Tapi tadi gak mempan,” ujar Mbak Maya yang berdiri di sisi kanan Arsenio.Andhira mendengarnya, tetapi tidak menoleh, kini menatap Amanda, “Sini, aku bantu buat duduk. Abis itu kamu haru
“Tante calon mamih akuu.”Amanda berlari mendekati Andhira yang sedang berkumpul dengan Darwis dan Reno. Andhira menaikkan sebelah alisnya, sedang Darwis dan Reno saling melempar pandang satu sama lain. Kedua lelaki itu seperti sedang berbicara melalui tatapan mata.“Haii, kamu sendirian aja?” tanya Andhira, berjongkok menyamakan tingginya dengan Amanda. Amanda menggeleng, dia menoleh dan mendapati Mbak Maya yang melangkah dengan santai.Andhira segera bangkit, dan tersenyum kepada Mbak Maya, “Halo, Mbak. Nganterin Amanda? Atau ada perlu sama aku?” tanya dengan lembut, hal itu membuat Darwis memicingkan mata.Mbak Maya menatap Andhira, dan tersenyum, “Nganterin Amanda. Dari sekolah, langsung ke sini,” jelasnya, diangguki oleh Andhira.Andhira menunduk, menatap Amanda yang memang masih memakai seragam kotak-kotak pink, rambut yang dikuncir. Ini pertama kalinya melihat seragam Amanda, jadi apa yang dikatakan oleh Mbak Maya memang benar kenyataannya.Andhira kembali menatap Mbak Maya, “T
“Kamu pacaran sama pak Arsenio ya?”Andhira menaikkan sebelah alisnya, menatap seorang perempuan mengenakan kacamata yang baru saja menanyakan hal yang membuatnya bingung.“Sorry, siapa ya? Kok bisa nanya ke aku?” tanya Andhira kepada mahasisiwi yang kini mengelurkan tangan kepadanya, semakin membuat Andhira bingung.“Kita satu dosen pembimbing, Airina Saravati,” jawab Airina dan tersenyum. Andhira yang memang tidak mudah dekat dengan yang lain hanya menatap Airina dengan tatapan sulit dimengerti.“Kenapa nanya aku pacaran sama pak Arsen? Ada gosip apa lagi?” tanya Andhira tanpa membalas uluran tangan Airina, membuat Airina menarik kembali tangannya dan duduk di kursi kosong sisi kanan Andhira.“Ada yang pernah liat kamu masuk ke mobilnya pak Arsen, jadi mereka beramsusi kalau kalian ini pacaran,” jawab Airina, menatap Andira yang hanya bergeming.Andhira kembali mengingat kejadian dua hari yang lalu, pada saat dirinya ingin ke rumah Arsenio untuk menjenguk Amanda. Jawaban dari Airin
“Tante calon mamih Amanda ….”Andhira terkekeh menatap Amanda yang berlari dari dalam rumah ke teras. Andhira berjongkok melebarkan kedua lengannya menyambut kedatangan Amanda.“Kangen banget ya sama aku?” tanya Andhira saat Amanda memeluk lehernya dengan erat. Amanda mengangguk.“Bangett. Sibuk banget yaa? Sampe gak ada waktu buat ketemu sama aku?” tanya Amanda, menatap Andhira yang tersenyum.“Maaf yaa, tugas aku akhir ini banyak banget. Belum lgi harus memperbaiki nilai. Jadi, bener-bener gak ada waktu.”Amanda bergumam, menatap Arsenio yang berdiri di belakang Andhira, “Papih yang kasih tugas banyak-banyak yaa?” tanyanya, dengan mata melotot.Andhira menoleh, dan menadapati Arsenio yang menaikkan sebelah alisnya. Sedangkan Amanda menatap papihnya dengan penuh kemusuhan, sedangkan Arsenio hanya bergumam.Andhira menatap Amanda, mengusap kedua lengan Amanda, “Bukan papih kamu kokk. Kan Dosen aku banyak, Amanda.”Amanda menatap Andhira, “Bener bukan Papih? Soalnya kan Papih juga dos
“Seharusnya pak Arsenn istirahat aja, biar saya minta jemput Reno.”Arsenio bergumam menanggapi apa yang dikatakan oleh Andhira yang duduk di kursi penumpang di sisi kiri pengemudi. Ya, Arsenio mengantarkan Andhira untuk pulang.“Lebih aman kalau kamu saya antar pulang. Lagian, kenapa harus minta jemput Reno? Kamu punya hubungan sama Reno?” tanya Arsenio dengan tidak santai, hal itu membuat Andhira menaikkan sebelah alisnya.“Kan pak Arsen baruu tidur, jadinya saya gak enak dong kalau harus bangunin pak Arsen buat nganter saya pulang.”Arsenio menoleh sekilas, “Minta tolong Amanda buat bangunin saya kalau kamu tidak enak membangunkan saya. Saya tidak akan marah kalau dibangunin sama Amanda.”Andhira mengulum bibirnya, dirinya bingung harus membalas apalagi, sedangkan memang dirinya tidak enak untuk semuanya. Tidak enak membangunkan Arsenio, dan tidak enak jika menyuruh Amanda untuk membangunkan Arsenio.“Iya iya.”Hanya itu yang keluar dari bibir Andhira, sedangkan Arsenio hanya berge