“Saya beneran gak sengaja, Pakk. Namanya juga kesandung, mana bisa saya niatin?”Andhira menatap Pak Yatmo yang sedang menatapnya, kini mereka sedang berada di ruangan Arsenio, tujuannya untuk menyelesaikan permasalahan yang diperbuat oleh Andhira, tetapi kenyataannya baik Andhira atau Pak Yatmo tidak ada yang ingin mengalah.“Salah kamu, kenapa jalan tidak hati-hati?” tanya Pak Yatmo tidak kalah keras dari Andhira.Arsenio hanya terdiam, memperhatikan perdebatan yang sudah berlangsung selama 10 menit. Bukan tidak berusaha melerai keduanya, tetapi sedang menyimpan energinya untuk bersikap tegas kepada Andhira.“Pak Yatmo juga sering kesandung, kan? Pak Yatmo sama saya gak ada bedanya, karena setiap manusia pasti melakukan kesalahan. Lagian saya kan sudah mengakui, harusnya udah selesai, kan?”“Ini masalah kerugian. Bagaimana bisa mengganti kerugian yang kamu perbuat?” tanya Pak Yatmo, menatap tajam Andhira yang mengangguk mengerti.“Saya kan daritadi udah bilang, Papih saya bakalan ga
“Pak Arsenio yang terhormat, ini tuh peraturannya merugikan saya, tetapi menguntungkan pak Arsen, gak bisa, saya gak mau. Papih jangan tanda tangan.”Andhira mengeluarkan protesnya setelah membaca dengan seksama dan teliti tulisan tinta printer yang diberikan oleh Arsenio. Dia menatap tajam Arsenio, dan menatap memohon kepada Papih. Sedangkan Arsenio menaikkan sebelah alisnya.“Ini surat peringatan dan surat perjanjian. Peringatan untuk kamu, karena sudah merusak peralatan punya kampus. Perjanjian untuk konsekuensi dari kesepakatan yang kita buat, kamu kalah dalam kesepakatan.”Andhira menggeleng dengan keras, “Saya terima kalau saya mendapatkan surat peringatan. Tapi yang saya gak terima itu, isi peraturan dalam surat perjanjian.”Papih hanya bergeming memperhatikan Andhira dan Arsenio yang sedang berdebat satu sama lain. Ragu ingin tanda tangan pada surat perjanjian yang tidak ada masalah sama sekali untuknya.“Satu, tidak boleh pulang malem kalau tidak bersama saya. Dua, tidak bole
“Mas Arsen masih lama?”Andhira bergidik geli, dirinya tidak biasa memanggil Arsenio dengan sebutan Mas. Sedangkan Arsenio tertawa geli saat melihat Andhira yang menurutnya memang lucu.“Gapapa, nanti juga terbiasa,” ucap Arsenio, menatap Andhira yang mengulum bibir. Mereka berada di ruang kerja milik Arsenio.Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Arsenio, setelah makan siang, dirinya memang pergi ke kantor untuk mengecek beberapa berkas, dan Andhira tidak diijinkan untuk pulang. Akhirnya, Andhira di sini, menemani Arsenio.“Pak aja deh yaa. Geli banget manggil mas, enak juga manggil pak Arsen,” ucap Andhira, menaik-turunkan kedua alisnya, tetapi dijawab dengan gelengan kepala dari Arsenio.“Itu karena kamu tidak terbiasa, jadinya harus dibiasain.”Andhira menyipitkan kedua matanya, “Pak Arsenio ini mau bikin saya tambah jatuh cinta ya?” tanyanya dengan penuh curiga. Sedangkan Arsenio menaruh satu map berwarna biru di tumpukan map lainnya.Arsenio melepaskan jasnya, merenggangkan das
“Siang, pak Arsenio.”Andhira menyapa Arsenio yang sedang berdiri di depan lift. Arsenio menoleh, mendapati Andhira yang sedang tersenyum kepadanya.“Saya hari ini ada keperluan di kantor, jadi … kamu jangan bikin ulah.”Andhira mengangguk mengerti, “Tenang aja. Saya bisa kok jadi mode kalem. Ada Darwis, Reno, sama Caca yang ngingetin saya,” ucapnya, diakhiri dengan terkekeh.Arsenio bergumam, menatap Andhira dalam-dalam, sedangkan Andhira hanya mengerjapkan kedua matanya. Tatapan yang diberikan oleh Arsenio, membuat Andhira salah tingkah, dan jantungnya berdegup dengan cepat.“Kamu tadi berangkat bareng siapa?” tanya Arsenio, membuat Andhira menaikkan sebelah alisnya.“Saya?” tanya Andhira, menunjuk dirinya sendiri, dan diangguki oleh Arsenio. Andhira bergumam, “Bareng Reno. Kenapa, Pak?”“Nanti pulangnya bareng saya,” jawab Arsenio, dirinya menunduk, lalu berbisik, “Amanda demam, terus manggil namaa kamu terus.”Arsenio kembali menegakkan tubuhnya, dan tersenyum kepada Andhira yang
“Amanda, kamu kangen sama aku ya?”Andhira mengusap puncak kepala Amanda yang sedang terbaring lemas di ranjang. Sedangkan Amanda tersenyum tipis kepada Andhira yang memberikan senyuman kepadanya.“Aku gak mimpi, kan?” tanya Amanda dengan polos, membuat Andhira terkekeh.“Kenapa bisa demam kaya gini, Amanda? Kamu gak jajan yang sembarangan, kan” tanya Andhira dengan lembut, dijawab dengan gelengan kepala dari Amanda. Sedangkan Andhira menaikkan sebelah alisnya, “Kangen sama aku?”Amanda hanya bergumam, tidak mempunyai tenaga untuk seperti biasanya. Andhira melirik nakas di sisi kiri ranjang, masih terdapat satu mangkuk berisi bubur, dan masih penuh, belum tersentuh sama sekali.“Tadi pas papihnya telfon, katanya kamu mau dateng, dia ngerengek mau disuapin sama kamu. Biasanya kalau saya ancem, dia mau. Tapi tadi gak mempan,” ujar Mbak Maya yang berdiri di sisi kanan Arsenio.Andhira mendengarnya, tetapi tidak menoleh, kini menatap Amanda, “Sini, aku bantu buat duduk. Abis itu kamu haru
“Tante calon mamih akuu.”Amanda berlari mendekati Andhira yang sedang berkumpul dengan Darwis dan Reno. Andhira menaikkan sebelah alisnya, sedang Darwis dan Reno saling melempar pandang satu sama lain. Kedua lelaki itu seperti sedang berbicara melalui tatapan mata.“Haii, kamu sendirian aja?” tanya Andhira, berjongkok menyamakan tingginya dengan Amanda. Amanda menggeleng, dia menoleh dan mendapati Mbak Maya yang melangkah dengan santai.Andhira segera bangkit, dan tersenyum kepada Mbak Maya, “Halo, Mbak. Nganterin Amanda? Atau ada perlu sama aku?” tanya dengan lembut, hal itu membuat Darwis memicingkan mata.Mbak Maya menatap Andhira, dan tersenyum, “Nganterin Amanda. Dari sekolah, langsung ke sini,” jelasnya, diangguki oleh Andhira.Andhira menunduk, menatap Amanda yang memang masih memakai seragam kotak-kotak pink, rambut yang dikuncir. Ini pertama kalinya melihat seragam Amanda, jadi apa yang dikatakan oleh Mbak Maya memang benar kenyataannya.Andhira kembali menatap Mbak Maya, “T
“Kamu pacaran sama pak Arsenio ya?”Andhira menaikkan sebelah alisnya, menatap seorang perempuan mengenakan kacamata yang baru saja menanyakan hal yang membuatnya bingung.“Sorry, siapa ya? Kok bisa nanya ke aku?” tanya Andhira kepada mahasisiwi yang kini mengelurkan tangan kepadanya, semakin membuat Andhira bingung.“Kita satu dosen pembimbing, Airina Saravati,” jawab Airina dan tersenyum. Andhira yang memang tidak mudah dekat dengan yang lain hanya menatap Airina dengan tatapan sulit dimengerti.“Kenapa nanya aku pacaran sama pak Arsen? Ada gosip apa lagi?” tanya Andhira tanpa membalas uluran tangan Airina, membuat Airina menarik kembali tangannya dan duduk di kursi kosong sisi kanan Andhira.“Ada yang pernah liat kamu masuk ke mobilnya pak Arsen, jadi mereka beramsusi kalau kalian ini pacaran,” jawab Airina, menatap Andira yang hanya bergeming.Andhira kembali mengingat kejadian dua hari yang lalu, pada saat dirinya ingin ke rumah Arsenio untuk menjenguk Amanda. Jawaban dari Airin
“Tante calon mamih Amanda ….”Andhira terkekeh menatap Amanda yang berlari dari dalam rumah ke teras. Andhira berjongkok melebarkan kedua lengannya menyambut kedatangan Amanda.“Kangen banget ya sama aku?” tanya Andhira saat Amanda memeluk lehernya dengan erat. Amanda mengangguk.“Bangett. Sibuk banget yaa? Sampe gak ada waktu buat ketemu sama aku?” tanya Amanda, menatap Andhira yang tersenyum.“Maaf yaa, tugas aku akhir ini banyak banget. Belum lgi harus memperbaiki nilai. Jadi, bener-bener gak ada waktu.”Amanda bergumam, menatap Arsenio yang berdiri di belakang Andhira, “Papih yang kasih tugas banyak-banyak yaa?” tanyanya, dengan mata melotot.Andhira menoleh, dan menadapati Arsenio yang menaikkan sebelah alisnya. Sedangkan Amanda menatap papihnya dengan penuh kemusuhan, sedangkan Arsenio hanya bergumam.Andhira menatap Amanda, mengusap kedua lengan Amanda, “Bukan papih kamu kokk. Kan Dosen aku banyak, Amanda.”Amanda menatap Andhira, “Bener bukan Papih? Soalnya kan Papih juga dos
“Nempel teruss. Awas awass, ngalangin jalann.” Andhira yang kesal kepada Garaga pun menendang tulang kering laki-laki dihadapannya saat ini, baru kemarin Garaga bersikap diluar nalarnya, kini kembali ke setelan pabrik. Arsenio yang berdiri di sisi kanan Andhira pun menepuk lengan tunangannya. “Aku tuh kemarin kaya bukan ketemu sama kamu. Jangan-jangan, kemarin itu kembaran kamu, kan?” tanya Andhira dengan penuh curiga, karena memang berbeda Garaga yang hadir di acara lamarannya dengan Garaga yang ada dihadapannya saat ini. “Enak aja, itu aku tau. Mode kalem, karena kamu mode kalem,” ucap Garaga, membuat Andhira menaikkan sebelah alisnya. Bingung dengan apa yang dikatakan oleh Garaga. “Aku daritadi kalem padahal, kok bisa-bisanya? Jangan salahin aku kalau jambul kamu longsor dalam waktu sekejap,” ancam Andhira, dan dia melihat Garaga melangkah mundur agar tidak terkena sasarannya. Arsenio hanya menggelengkan kepala melihat tingkah tunangannya yang memang berbeda dari hari kemarin
“Aku tidak menyangka, ternyata yang menjadi calon suaminya Andhira itu Arsenio. Pria yang pernah aku tidak restui karena memiliki anak.” Papih hanya mengabaikannya, melepaskan genggaman tangan Mamih dan menggantikannya dengan rangkulan di pinggang. Keduanya melangkahkan kaki keluar dari pagar rumah untuk menyambut kedatangan keluarga Arsenio. Reno ditunjuk untuk menjadi MC di acara lamaran sahabatnya itu memakai pakaian batik, jujur saja jika bukan permintaan dari Andhira, dirinya tidak berdiri di sini, tetapii berdiri dibelakang bersama dengan Darwis,, Garaga, Kalvin dan Zavian. Dirinya saat ini berdiri di dekat di sisi kanan Papih. Arsenio berada di tengah, sisi kanannya terdapat Amanda dan Mommy, sedangkan di sisi kirinya terdapat Daddy. Nenek dan Kakek dari Amanda ikut hadir, bahkan sudah tiba di Nusantara dari satu minggu yang lalu. Saat Arsenio mengabarkan akan melamar seseorang perempuan. “Selamat datang, Tuan Daniel dan Nyonya Elizabeth,” sapa Papih kepada kedua oran
“Ini kamu sendiri yang desain?”Andhira menatap Arsenio, dan kekasihnya itu mengangguk. Sebuah foto menarik atensinya, sebuah maxi dress bersiluet A yang memiliki panjang hingga semata kaki dan lengan tranparan. Motif bunga, dan berwarna biru.“Kamu suka? Atau ada yang mau kamu tambahin?” tanya Arsenio, saat ini mereka sedang berada di butik milik Tante Kir, tanpa Amanda.Setelah satu hari kemarin menghabiskan waktu bersama, hari ini adalah waktunya Arsenio dan Andhira menyiapkan acara untuk lamaran, tidak bukan seserahan, tetapi pakaian. Permintaan Andhira mengenakan dresscode couple pada saat acara lamaran nanti.“Mas Arsen desain juga buat pakaiannya?” tanya Andhira, diangguki oleh Arsenio. Kekasihnya itu menggeser foto lain. Tante Kir hanya terdiam memperhatikan kedua pasangan yang sedang diskusi.Andhira menatap serius foto tersebut, lalu berkata, “Jelek. Gak usahh. Mas Arsen pake kemeja warna biru aja.”Arsenio mendelik, “Aku desain itu biar sama kaya punya kamu. Katanya mau c
“Aku belum ngeliat Amanda sebahagia itu.”Arsenio memperhatikan Amanda yang sedang bermain pasir di depan sana, hanya seorang diri. Sedangkan dirinya duduk tiga langkah dari posisi Amanda saat ini, bersama dengan Andhira yang memfokuskan atensi hanya kepada Amanda.“Oh iya? Dia juga tadi bahagia banget pas denger kalau aku sama kamu mau lamaran,” ucap Andhira, menoleh ke sisi kirinya dan tersenyum kepada Arsenio.Arsenio menoleh, tersenyum manis kepada kekasihnya dan kembali menatap Amanda yang sedang berusaha membangun istana dari pasir.“Keinginan dia dari pertama kali ketemu sama kamu, ya ngejadiin kamu sebagai mamihnya. Udah lama gak punya mamih, terus harapan dia cuma kamu.”Andhira bergumam, memfokuskan atensinya hanya kepada Amanda. Gadis cilik yang selalu mengganggu hari-harinya, sering datang ke kampus untuk bertemu dengannya, dan bahkan dia tidak tahu kalau Amanda itu anak dari Arsenio, dosen pembimbing akademiknya yang baru.“Aku sampe sekarang masih gak percaya sihh. Kaya
“Kamu jangan kaya gitu lain kali. Gak baik, apalagi ada ibunya, nanti beliau kesinggung, gimana?”Amanda hanya bergeming mendengarkan apa yang diucapkan oleh Andhira dari sejak mereka di sekolah dan saat ini dalam perjalanan menuju rumah.“Iya, maaf. Lagian aku kesel sama Angga, dia di dalam kelas aja ngisengin aku. Jadinya, mau ngehindar aja kalau keluar kelas,” ucap Amanda, lebih membela diri sendiri.Andhira menoleh sekilas, lalu kembali fokus menyetir. Dirinya mengerti, dan pernah melakukan hal yang sama seperti yang Amanda lakukan. Tahu akhirannya seperti apa? Orangtua sih pelaku pengganggu menyuruh Andhira untuk meminta maaf.“Aku pernah di posisi kamu, digangguin sama lawann jenis. Aku yang minta maaf, tapi aku dibilang gak sopan, orangtuanya gak terima malah minta aku buat ngebantu anak mereka dalam ngerjain tugas,” ujar Andhira, membuat Amanda menoleh dan memicingkan mata.Jujur saja, Amanda antara percaya dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Andhira. Sedikit ke
“Kok baru keliatan lagi, Jeng?” Andhira tersenyum kepada Ibu Angga yang duduk di sisi kanannya. Mereka saat ini sedang duduk di kursi yang terletak dipinggir dekat dengan taman bermain yang ada di sekolah Amanda. “Iya, Bu. Kemarin-kemarin sibuk mengerjakan tugas yang dikasih dosen,” jawab Andhira, berusaha untuk sopan kepada Ibu Angga, dan berusaha untuk tidak menyinggung Ibu Angga. “Oh iya. Jeng Andhira kan sedang kuliah. Lancar yaa jeng kuliahnya? Harus dong, biar cepet dapet gelar. Terus fokus merawat Amanda,” balas Ibu Angga, ditanggapi dengan senyum manis dari Andhira. “Anaknya semakin lucu ya, Bu,” ucap Andhira diakhiri dengan terkekeh, dia kembali mengingat tingkah Angga tadi pagi sehingga membuat Amanda ngambek tidak ingin masuk kelas. Ibu Angga menyengir malu, dirinya merasa bersalah karena putranya, membuat Andhira harus membujuk Amanda untuk masuk kelas dan mengikuti pelajaran hari ini. Diluar prediksinya, dan membuatnya mengingat kembali sifat yang dimiliki oleh Angga
“Loh kok ada mamih Andhira?”Amanda menatap bingung Andhira yang saat ini duduk di ruang tamu, hanya seorang diri. Andhira mengangkat kepalanya, dan tersenyum kepada Amanda yang langsung duduk di sisi kanannya.“Gak suka kalau aku dateng ke sini?” tanya Andhira, raut wajahnya seolah sedih, dan memperhatikan Amanda yang mengangguk lalu menggeleng.“Maksud aku, kok di sini? Emangnya mamih gak kuliah?”Andhira terkekeh, lalu menggelengkan kepala. Dirinya memang sengaja datang ke sini untuk mengantar Amanda ke sekolah dan menunggunya hingga pulang sekolah. Sedangkan Arsenio sedang ada keperluan, dan sudah berangkat dari pukul tujuh.“Aku libur hari ini, udah siap?” tanya Andhira, diakhiri dengan senyum manis. Dia mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat, membuatnya menoleh dan mendapati Mbak Maya yang datang dengan membawa tas sekolah berwarna pink milik Amanda.“Kamu benerann gapapa nganterin Amanda ke sekolah?” tanya Mbak Maya setelah berdiri di dekat Amanda dan Andhira. Amanda
“Kamu sama sih Airina gak bisa akur emangnya ya?” Andhira menyeruput jus jambunya dengan santai, dihadapannya ada Arsenio. Keduanya saat ini berada di sebuah café yang tidak terlalu banyak di kunjungi oleh customer, menghabiskan waktu berdua setelah melewati hari yang cukup menguras tenaga. “Aku sih bisa aja akur, tapi kan mas Arsen liat sih kelakuan syaitonnya. Baru juga mas Arsen dateng, dia udah berulah,” ucap Andhira, mengambil satu stick kentang dan colek ke saos sambal. Kedua matanya hanya terfokus untuk Arsenio. “Oh iya?” Andhira mengangguk, membenarkan posisi duduknya. Dia berdeham, lalu berkata, “Kayanya dia emang sengaja deh cari perhatian. Soalnya ya, pas mas Arsen gak ada beberapa hari kemarin, di kampus itu dia gak ada berulah tau.” Arsenio menyeruput kopi hitam, matanya memperhatikan kekasihnya yang sedang bercerita. Hanya dengan melihat wajah Andhira saja membuatnya sedikit tenang, apalagi kekasihnya itu berceloteh seperti biasanya, tidak perlu dipertanyakan lagi.
“Tadi aku ketemu sama perempuan, dia ini mukanya berseri-seri gitu. Mungkin karena ketemu sama mas pacar kali ya?”Garaga melirik ke sisi kanan, mendapati Andhira yang datang bersama dengan Reno. Perempuan yang dimaksud oleh Garaga ialah Andhira, sang empu menyadari dan ….“AKHH ANDHIRA,” teriak Garaga saat Andhira menarik jambulnya sekuat tenaga, Reno yang melihatnya pun menarik Andhira untuk menjauh dari Garaga. Sedangkan Garaga mengibas surainya sekalian, jambulnya sudah rusak akibat ulah dari Andhira.“Apa?” tanya Andhira dengan kedua matanya melotot kepada Garaga yang menatapnya.Reno yang tidak ingin adanya pertengkaran pada pagi hari ini, memberikan kode kepada Darwis untuk bertukar tempat duduk dengan Garaga. Darwis tanpa banyak bicara mengambil tas milik Garaga dan dipindahkan ke meja belakang.Di dalam ruangan hanya ada Darwis, Garaga, Zavian, Kalvin, Reno dan Andhira. Zavian dan Kalvin memang tipe yang jarang bicara, jadi hanya duduk tenang di kursi paling belakang sejajar