“Kamu pacaran sama pak Arsenio ya?”Andhira menaikkan sebelah alisnya, menatap seorang perempuan mengenakan kacamata yang baru saja menanyakan hal yang membuatnya bingung.“Sorry, siapa ya? Kok bisa nanya ke aku?” tanya Andhira kepada mahasisiwi yang kini mengelurkan tangan kepadanya, semakin membuat Andhira bingung.“Kita satu dosen pembimbing, Airina Saravati,” jawab Airina dan tersenyum. Andhira yang memang tidak mudah dekat dengan yang lain hanya menatap Airina dengan tatapan sulit dimengerti.“Kenapa nanya aku pacaran sama pak Arsen? Ada gosip apa lagi?” tanya Andhira tanpa membalas uluran tangan Airina, membuat Airina menarik kembali tangannya dan duduk di kursi kosong sisi kanan Andhira.“Ada yang pernah liat kamu masuk ke mobilnya pak Arsen, jadi mereka beramsusi kalau kalian ini pacaran,” jawab Airina, menatap Andira yang hanya bergeming.Andhira kembali mengingat kejadian dua hari yang lalu, pada saat dirinya ingin ke rumah Arsenio untuk menjenguk Amanda. Jawaban dari Airin
“Tante calon mamih Amanda ….”Andhira terkekeh menatap Amanda yang berlari dari dalam rumah ke teras. Andhira berjongkok melebarkan kedua lengannya menyambut kedatangan Amanda.“Kangen banget ya sama aku?” tanya Andhira saat Amanda memeluk lehernya dengan erat. Amanda mengangguk.“Bangett. Sibuk banget yaa? Sampe gak ada waktu buat ketemu sama aku?” tanya Amanda, menatap Andhira yang tersenyum.“Maaf yaa, tugas aku akhir ini banyak banget. Belum lgi harus memperbaiki nilai. Jadi, bener-bener gak ada waktu.”Amanda bergumam, menatap Arsenio yang berdiri di belakang Andhira, “Papih yang kasih tugas banyak-banyak yaa?” tanyanya, dengan mata melotot.Andhira menoleh, dan menadapati Arsenio yang menaikkan sebelah alisnya. Sedangkan Amanda menatap papihnya dengan penuh kemusuhan, sedangkan Arsenio hanya bergumam.Andhira menatap Amanda, mengusap kedua lengan Amanda, “Bukan papih kamu kokk. Kan Dosen aku banyak, Amanda.”Amanda menatap Andhira, “Bener bukan Papih? Soalnya kan Papih juga dos
“Seharusnya pak Arsenn istirahat aja, biar saya minta jemput Reno.”Arsenio bergumam menanggapi apa yang dikatakan oleh Andhira yang duduk di kursi penumpang di sisi kiri pengemudi. Ya, Arsenio mengantarkan Andhira untuk pulang.“Lebih aman kalau kamu saya antar pulang. Lagian, kenapa harus minta jemput Reno? Kamu punya hubungan sama Reno?” tanya Arsenio dengan tidak santai, hal itu membuat Andhira menaikkan sebelah alisnya.“Kan pak Arsen baruu tidur, jadinya saya gak enak dong kalau harus bangunin pak Arsen buat nganter saya pulang.”Arsenio menoleh sekilas, “Minta tolong Amanda buat bangunin saya kalau kamu tidak enak membangunkan saya. Saya tidak akan marah kalau dibangunin sama Amanda.”Andhira mengulum bibirnya, dirinya bingung harus membalas apalagi, sedangkan memang dirinya tidak enak untuk semuanya. Tidak enak membangunkan Arsenio, dan tidak enak jika menyuruh Amanda untuk membangunkan Arsenio.“Iya iya.”Hanya itu yang keluar dari bibir Andhira, sedangkan Arsenio hanya berge
“Andhira, makasih ya buat makananya.”Andhira menaikkan sebelah alisnya, menatap bingung Arsenio yang berdiri dihadapannya saat ini. Bayangkan saja, dirinya baru datang, baru saja keluar dari dalam mobil, dan Arsenio mengejutkannnya.“Makanan apa, Pak?” tanya Andhira tanpa sadar, lalu mengulum bibirnya setelah mengerti apa yang dimaksud oleh Arsenio. Dirinya mengangguk, “Oh iya, Pak. Sama-sama. Enak gak, Pak? Ya emang gak seenak buatan mbak Maya sih.”Arsenio mengangguk, “Enak kok, dia minta kamu buatin lagi. Mbak Maya yang merasa dirinya perlahan digantikan oleh kamu, pura-pura ngambek sama dia,” ucapnya, diakhiri dengaan terkekeh.“Oh iyaa? Duhh saya jadi merasa bersalah,” ucap Andhira, lalu menunduk.Arsenio tertawa, “Saya duluan ya, Andhira. Inget pesan saya, jangan ….”“Berulah,” sahut Andhira cepat, membuat Arsenio tersenyum lebar. Arsenio mengusap puncak kepala Andhira terlebih dahulu, sebelum akhirnya melenggang pergi dari hadapan Andhira.Andhira menggelengkan kepala, diri
“Mas Arsen, harus hati-hati yaa. Soalnya Mamih saya udah bertindak.”Arsenio menaikkan sebelah alisnya, menatap Andhira yang duduk di kursi penumpang, duduk di sisi kirinya. Andhira menatap Arsenio dengan tatapan sulit dimengerti, membuat Arsenio harus menerka-nerka.“Bertindak yang bagaimana?” tanya Arsenio di sela-sela menyetirnya.Andhira bergumam, “Kata Darwis, Mamih saya itu mantau saya lewat Darwis. Saya takut, Mamih saya bertindak kejauhan.”Arsenio bergeming, dirinya tidak mengerti sama sekali. Akhirnya, memilih untuk menepikan kendaraan roda empatnya di minimarket, menatap serius Andhira yang mengerjapkan kedua matanya.“Jelasin. Saya tidak mengerti sama sekali, Andhira.”Andhira menarik nafas, dan menghela nafas secara perlahan, “Mamih saya itu selalu bodoamat sama apa yang saya lakuin. Nanya aja gak, cuma tau dari orang suruhan yang dibayar sama Mamih saya. Mas Arsen tau sendiri, kan? Mamih saya aja gak pernah dateng kalau saya ada masalah. Terus sekarang nanya-nanya ke Dar
“Amandaa, kamu ngapain? Dapur berantakan, nanti diomelin Papih kamu gimana?”Andhira yang baru saja datang, langsung menghampiri Amanda yang sudah penuh dengan tepung. Wajah putih-putih, apron berwarna hitam menjadi putih, dan dapur sudah dipenuhi tepung. Sedangkan pelaku utamanya hanya menyengir.“Aku mau bikin kue, tapi mbak Maya lagi ada ada di toilet, jadinya aku masukin bahan-bahannya. Ternyata, wadah tempat tepung gak sengaja kesenggol sama aku, jadinya tumpah. Pas aku mau ganti, gak tepat.”Andhira memejamkan matanya, menyimpan sling bagnya di kursi bar, dan mengambil sapu untuk menyatukan tepung yang ada di lantai sebelum Arsenio datang. Amanda ingin membantu Andhira, tetapi ditolak.“Mending kamu cuci tangan, cuci muka, apronnya ditaruh di kursi ajaa,” titah Andhira penuh penekanan kepada Amanda, membantu Amanda melepaskan apron.“ASTAGA, INI DAPUR KENAPA PENUH DENGAN SALJU.”Andhira dan Amanda kompak menoleh, mereka mendapati Mbak Maya yang berkacak pinggang dan menatap Am
“Kamu deket sama pak Arsenio, emangnya gak takut dilabrak sama istrinya?”Andhira memicingkan mata, menatap Airina yang semakin mengeluarkan tanduk secara tidak langsung. Selama tiga hari diganggu terus oleh Airina, membuatnya semakin bisa melihat seperti apa perempuan dihadapannya saat ini.“Pak Arsenio itu jomblo, kenapa? Kamu cemburu aku deket-deket sama pak Arsen? Kamu deketin ajaa, pertanyaan aku cuma satu, bisa atau gak ngambil hatinya pak Arsen,” oceh Andhira, menampilkan smirk smile kepada Airina, dan melenggang pergi dengan langkah yang elegan, dan cantik.Andhira tidak perduli dengan Airina yang terus mengganggunya. Menurutnya, Airina dan Tesya lebih baik Tesya. Dirinya membuka pintu ruangan, dan terdapat Reno yang sudah hadir. Bukan hanya ada Reno, tetapi ada Darwis dan 3 temannya yang lain.Andhira tersenyum dan menghampiri kedua sahabatnya. Dirinya duduk dihadapan Darwis, dan menatap kedua sahabatnya yang sedang mengobrol satu sama lain. Darwis dan Reno menatap Andhira de
“Cape? Mau makan apa? Saya traktir hari ini.”Andhira menatap Arsenio dengan mata yang berbinar, dan mengangguk, “Iya nihh, banyak banget pengunjungnya. Padahal bukan weekend.”Arsenio tersenyum, menoleh sekilas, “Itu café baru, Andhira. Jadi, wajar sih kalau pengunjungnya banyak. Ini udah kedua kalinya ya kamu bantu-bantu di café saya?”Andhira mengangguk, “Seru, Mas. Jadi, saya punya kegiatan lain di luar kampus, bahkan gak ada kaitannya sama kuliah.”“Cita-cita kamu apa sih kalau saya boleh tau?” tanya Arsenio, di sela-sela menyetirnya. Sedangkan Andhira hanya bergumam, menatap Arsenio yang sedang mengemudi.“Cita-cita saya? Banyak duit, punya keluarga yang utuh, dan saling ngertiin satu sama lain,” jawab Andhira tidak serius, diakhiri dengan tertawa. Hal itu membuat Arsenio bergumam, tidak menanggapi apa yang dikatakan oleh Andhira.“Mau makan dimana? Di rumah saya aja gimana? Nanti saya masakin.”Andhira menoleh, menatap Arsenio yang sedang menatapnya. Keduanya terpaku selama beb
“Nempel teruss. Awas awass, ngalangin jalann.” Andhira yang kesal kepada Garaga pun menendang tulang kering laki-laki dihadapannya saat ini, baru kemarin Garaga bersikap diluar nalarnya, kini kembali ke setelan pabrik. Arsenio yang berdiri di sisi kanan Andhira pun menepuk lengan tunangannya. “Aku tuh kemarin kaya bukan ketemu sama kamu. Jangan-jangan, kemarin itu kembaran kamu, kan?” tanya Andhira dengan penuh curiga, karena memang berbeda Garaga yang hadir di acara lamarannya dengan Garaga yang ada dihadapannya saat ini. “Enak aja, itu aku tau. Mode kalem, karena kamu mode kalem,” ucap Garaga, membuat Andhira menaikkan sebelah alisnya. Bingung dengan apa yang dikatakan oleh Garaga. “Aku daritadi kalem padahal, kok bisa-bisanya? Jangan salahin aku kalau jambul kamu longsor dalam waktu sekejap,” ancam Andhira, dan dia melihat Garaga melangkah mundur agar tidak terkena sasarannya. Arsenio hanya menggelengkan kepala melihat tingkah tunangannya yang memang berbeda dari hari kemarin
“Aku tidak menyangka, ternyata yang menjadi calon suaminya Andhira itu Arsenio. Pria yang pernah aku tidak restui karena memiliki anak.” Papih hanya mengabaikannya, melepaskan genggaman tangan Mamih dan menggantikannya dengan rangkulan di pinggang. Keduanya melangkahkan kaki keluar dari pagar rumah untuk menyambut kedatangan keluarga Arsenio. Reno ditunjuk untuk menjadi MC di acara lamaran sahabatnya itu memakai pakaian batik, jujur saja jika bukan permintaan dari Andhira, dirinya tidak berdiri di sini, tetapii berdiri dibelakang bersama dengan Darwis,, Garaga, Kalvin dan Zavian. Dirinya saat ini berdiri di dekat di sisi kanan Papih. Arsenio berada di tengah, sisi kanannya terdapat Amanda dan Mommy, sedangkan di sisi kirinya terdapat Daddy. Nenek dan Kakek dari Amanda ikut hadir, bahkan sudah tiba di Nusantara dari satu minggu yang lalu. Saat Arsenio mengabarkan akan melamar seseorang perempuan. “Selamat datang, Tuan Daniel dan Nyonya Elizabeth,” sapa Papih kepada kedua oran
“Ini kamu sendiri yang desain?”Andhira menatap Arsenio, dan kekasihnya itu mengangguk. Sebuah foto menarik atensinya, sebuah maxi dress bersiluet A yang memiliki panjang hingga semata kaki dan lengan tranparan. Motif bunga, dan berwarna biru.“Kamu suka? Atau ada yang mau kamu tambahin?” tanya Arsenio, saat ini mereka sedang berada di butik milik Tante Kir, tanpa Amanda.Setelah satu hari kemarin menghabiskan waktu bersama, hari ini adalah waktunya Arsenio dan Andhira menyiapkan acara untuk lamaran, tidak bukan seserahan, tetapi pakaian. Permintaan Andhira mengenakan dresscode couple pada saat acara lamaran nanti.“Mas Arsen desain juga buat pakaiannya?” tanya Andhira, diangguki oleh Arsenio. Kekasihnya itu menggeser foto lain. Tante Kir hanya terdiam memperhatikan kedua pasangan yang sedang diskusi.Andhira menatap serius foto tersebut, lalu berkata, “Jelek. Gak usahh. Mas Arsen pake kemeja warna biru aja.”Arsenio mendelik, “Aku desain itu biar sama kaya punya kamu. Katanya mau c
“Aku belum ngeliat Amanda sebahagia itu.”Arsenio memperhatikan Amanda yang sedang bermain pasir di depan sana, hanya seorang diri. Sedangkan dirinya duduk tiga langkah dari posisi Amanda saat ini, bersama dengan Andhira yang memfokuskan atensi hanya kepada Amanda.“Oh iya? Dia juga tadi bahagia banget pas denger kalau aku sama kamu mau lamaran,” ucap Andhira, menoleh ke sisi kirinya dan tersenyum kepada Arsenio.Arsenio menoleh, tersenyum manis kepada kekasihnya dan kembali menatap Amanda yang sedang berusaha membangun istana dari pasir.“Keinginan dia dari pertama kali ketemu sama kamu, ya ngejadiin kamu sebagai mamihnya. Udah lama gak punya mamih, terus harapan dia cuma kamu.”Andhira bergumam, memfokuskan atensinya hanya kepada Amanda. Gadis cilik yang selalu mengganggu hari-harinya, sering datang ke kampus untuk bertemu dengannya, dan bahkan dia tidak tahu kalau Amanda itu anak dari Arsenio, dosen pembimbing akademiknya yang baru.“Aku sampe sekarang masih gak percaya sihh. Kaya
“Kamu jangan kaya gitu lain kali. Gak baik, apalagi ada ibunya, nanti beliau kesinggung, gimana?”Amanda hanya bergeming mendengarkan apa yang diucapkan oleh Andhira dari sejak mereka di sekolah dan saat ini dalam perjalanan menuju rumah.“Iya, maaf. Lagian aku kesel sama Angga, dia di dalam kelas aja ngisengin aku. Jadinya, mau ngehindar aja kalau keluar kelas,” ucap Amanda, lebih membela diri sendiri.Andhira menoleh sekilas, lalu kembali fokus menyetir. Dirinya mengerti, dan pernah melakukan hal yang sama seperti yang Amanda lakukan. Tahu akhirannya seperti apa? Orangtua sih pelaku pengganggu menyuruh Andhira untuk meminta maaf.“Aku pernah di posisi kamu, digangguin sama lawann jenis. Aku yang minta maaf, tapi aku dibilang gak sopan, orangtuanya gak terima malah minta aku buat ngebantu anak mereka dalam ngerjain tugas,” ujar Andhira, membuat Amanda menoleh dan memicingkan mata.Jujur saja, Amanda antara percaya dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Andhira. Sedikit ke
“Kok baru keliatan lagi, Jeng?” Andhira tersenyum kepada Ibu Angga yang duduk di sisi kanannya. Mereka saat ini sedang duduk di kursi yang terletak dipinggir dekat dengan taman bermain yang ada di sekolah Amanda. “Iya, Bu. Kemarin-kemarin sibuk mengerjakan tugas yang dikasih dosen,” jawab Andhira, berusaha untuk sopan kepada Ibu Angga, dan berusaha untuk tidak menyinggung Ibu Angga. “Oh iya. Jeng Andhira kan sedang kuliah. Lancar yaa jeng kuliahnya? Harus dong, biar cepet dapet gelar. Terus fokus merawat Amanda,” balas Ibu Angga, ditanggapi dengan senyum manis dari Andhira. “Anaknya semakin lucu ya, Bu,” ucap Andhira diakhiri dengan terkekeh, dia kembali mengingat tingkah Angga tadi pagi sehingga membuat Amanda ngambek tidak ingin masuk kelas. Ibu Angga menyengir malu, dirinya merasa bersalah karena putranya, membuat Andhira harus membujuk Amanda untuk masuk kelas dan mengikuti pelajaran hari ini. Diluar prediksinya, dan membuatnya mengingat kembali sifat yang dimiliki oleh Angga
“Loh kok ada mamih Andhira?”Amanda menatap bingung Andhira yang saat ini duduk di ruang tamu, hanya seorang diri. Andhira mengangkat kepalanya, dan tersenyum kepada Amanda yang langsung duduk di sisi kanannya.“Gak suka kalau aku dateng ke sini?” tanya Andhira, raut wajahnya seolah sedih, dan memperhatikan Amanda yang mengangguk lalu menggeleng.“Maksud aku, kok di sini? Emangnya mamih gak kuliah?”Andhira terkekeh, lalu menggelengkan kepala. Dirinya memang sengaja datang ke sini untuk mengantar Amanda ke sekolah dan menunggunya hingga pulang sekolah. Sedangkan Arsenio sedang ada keperluan, dan sudah berangkat dari pukul tujuh.“Aku libur hari ini, udah siap?” tanya Andhira, diakhiri dengan senyum manis. Dia mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat, membuatnya menoleh dan mendapati Mbak Maya yang datang dengan membawa tas sekolah berwarna pink milik Amanda.“Kamu benerann gapapa nganterin Amanda ke sekolah?” tanya Mbak Maya setelah berdiri di dekat Amanda dan Andhira. Amanda
“Kamu sama sih Airina gak bisa akur emangnya ya?” Andhira menyeruput jus jambunya dengan santai, dihadapannya ada Arsenio. Keduanya saat ini berada di sebuah café yang tidak terlalu banyak di kunjungi oleh customer, menghabiskan waktu berdua setelah melewati hari yang cukup menguras tenaga. “Aku sih bisa aja akur, tapi kan mas Arsen liat sih kelakuan syaitonnya. Baru juga mas Arsen dateng, dia udah berulah,” ucap Andhira, mengambil satu stick kentang dan colek ke saos sambal. Kedua matanya hanya terfokus untuk Arsenio. “Oh iya?” Andhira mengangguk, membenarkan posisi duduknya. Dia berdeham, lalu berkata, “Kayanya dia emang sengaja deh cari perhatian. Soalnya ya, pas mas Arsen gak ada beberapa hari kemarin, di kampus itu dia gak ada berulah tau.” Arsenio menyeruput kopi hitam, matanya memperhatikan kekasihnya yang sedang bercerita. Hanya dengan melihat wajah Andhira saja membuatnya sedikit tenang, apalagi kekasihnya itu berceloteh seperti biasanya, tidak perlu dipertanyakan lagi.
“Tadi aku ketemu sama perempuan, dia ini mukanya berseri-seri gitu. Mungkin karena ketemu sama mas pacar kali ya?”Garaga melirik ke sisi kanan, mendapati Andhira yang datang bersama dengan Reno. Perempuan yang dimaksud oleh Garaga ialah Andhira, sang empu menyadari dan ….“AKHH ANDHIRA,” teriak Garaga saat Andhira menarik jambulnya sekuat tenaga, Reno yang melihatnya pun menarik Andhira untuk menjauh dari Garaga. Sedangkan Garaga mengibas surainya sekalian, jambulnya sudah rusak akibat ulah dari Andhira.“Apa?” tanya Andhira dengan kedua matanya melotot kepada Garaga yang menatapnya.Reno yang tidak ingin adanya pertengkaran pada pagi hari ini, memberikan kode kepada Darwis untuk bertukar tempat duduk dengan Garaga. Darwis tanpa banyak bicara mengambil tas milik Garaga dan dipindahkan ke meja belakang.Di dalam ruangan hanya ada Darwis, Garaga, Zavian, Kalvin, Reno dan Andhira. Zavian dan Kalvin memang tipe yang jarang bicara, jadi hanya duduk tenang di kursi paling belakang sejajar