“Amanda, kamu kangen sama aku ya?”Andhira mengusap puncak kepala Amanda yang sedang terbaring lemas di ranjang. Sedangkan Amanda tersenyum tipis kepada Andhira yang memberikan senyuman kepadanya.“Aku gak mimpi, kan?” tanya Amanda dengan polos, membuat Andhira terkekeh.“Kenapa bisa demam kaya gini, Amanda? Kamu gak jajan yang sembarangan, kan” tanya Andhira dengan lembut, dijawab dengan gelengan kepala dari Amanda. Sedangkan Andhira menaikkan sebelah alisnya, “Kangen sama aku?”Amanda hanya bergumam, tidak mempunyai tenaga untuk seperti biasanya. Andhira melirik nakas di sisi kiri ranjang, masih terdapat satu mangkuk berisi bubur, dan masih penuh, belum tersentuh sama sekali.“Tadi pas papihnya telfon, katanya kamu mau dateng, dia ngerengek mau disuapin sama kamu. Biasanya kalau saya ancem, dia mau. Tapi tadi gak mempan,” ujar Mbak Maya yang berdiri di sisi kanan Arsenio.Andhira mendengarnya, tetapi tidak menoleh, kini menatap Amanda, “Sini, aku bantu buat duduk. Abis itu kamu haru
“Tante calon mamih akuu.”Amanda berlari mendekati Andhira yang sedang berkumpul dengan Darwis dan Reno. Andhira menaikkan sebelah alisnya, sedang Darwis dan Reno saling melempar pandang satu sama lain. Kedua lelaki itu seperti sedang berbicara melalui tatapan mata.“Haii, kamu sendirian aja?” tanya Andhira, berjongkok menyamakan tingginya dengan Amanda. Amanda menggeleng, dia menoleh dan mendapati Mbak Maya yang melangkah dengan santai.Andhira segera bangkit, dan tersenyum kepada Mbak Maya, “Halo, Mbak. Nganterin Amanda? Atau ada perlu sama aku?” tanya dengan lembut, hal itu membuat Darwis memicingkan mata.Mbak Maya menatap Andhira, dan tersenyum, “Nganterin Amanda. Dari sekolah, langsung ke sini,” jelasnya, diangguki oleh Andhira.Andhira menunduk, menatap Amanda yang memang masih memakai seragam kotak-kotak pink, rambut yang dikuncir. Ini pertama kalinya melihat seragam Amanda, jadi apa yang dikatakan oleh Mbak Maya memang benar kenyataannya.Andhira kembali menatap Mbak Maya, “T
“Kamu pacaran sama pak Arsenio ya?”Andhira menaikkan sebelah alisnya, menatap seorang perempuan mengenakan kacamata yang baru saja menanyakan hal yang membuatnya bingung.“Sorry, siapa ya? Kok bisa nanya ke aku?” tanya Andhira kepada mahasisiwi yang kini mengelurkan tangan kepadanya, semakin membuat Andhira bingung.“Kita satu dosen pembimbing, Airina Saravati,” jawab Airina dan tersenyum. Andhira yang memang tidak mudah dekat dengan yang lain hanya menatap Airina dengan tatapan sulit dimengerti.“Kenapa nanya aku pacaran sama pak Arsen? Ada gosip apa lagi?” tanya Andhira tanpa membalas uluran tangan Airina, membuat Airina menarik kembali tangannya dan duduk di kursi kosong sisi kanan Andhira.“Ada yang pernah liat kamu masuk ke mobilnya pak Arsen, jadi mereka beramsusi kalau kalian ini pacaran,” jawab Airina, menatap Andira yang hanya bergeming.Andhira kembali mengingat kejadian dua hari yang lalu, pada saat dirinya ingin ke rumah Arsenio untuk menjenguk Amanda. Jawaban dari Airin
“Tante calon mamih Amanda ….”Andhira terkekeh menatap Amanda yang berlari dari dalam rumah ke teras. Andhira berjongkok melebarkan kedua lengannya menyambut kedatangan Amanda.“Kangen banget ya sama aku?” tanya Andhira saat Amanda memeluk lehernya dengan erat. Amanda mengangguk.“Bangett. Sibuk banget yaa? Sampe gak ada waktu buat ketemu sama aku?” tanya Amanda, menatap Andhira yang tersenyum.“Maaf yaa, tugas aku akhir ini banyak banget. Belum lgi harus memperbaiki nilai. Jadi, bener-bener gak ada waktu.”Amanda bergumam, menatap Arsenio yang berdiri di belakang Andhira, “Papih yang kasih tugas banyak-banyak yaa?” tanyanya, dengan mata melotot.Andhira menoleh, dan menadapati Arsenio yang menaikkan sebelah alisnya. Sedangkan Amanda menatap papihnya dengan penuh kemusuhan, sedangkan Arsenio hanya bergumam.Andhira menatap Amanda, mengusap kedua lengan Amanda, “Bukan papih kamu kokk. Kan Dosen aku banyak, Amanda.”Amanda menatap Andhira, “Bener bukan Papih? Soalnya kan Papih juga dos
“Seharusnya pak Arsenn istirahat aja, biar saya minta jemput Reno.”Arsenio bergumam menanggapi apa yang dikatakan oleh Andhira yang duduk di kursi penumpang di sisi kiri pengemudi. Ya, Arsenio mengantarkan Andhira untuk pulang.“Lebih aman kalau kamu saya antar pulang. Lagian, kenapa harus minta jemput Reno? Kamu punya hubungan sama Reno?” tanya Arsenio dengan tidak santai, hal itu membuat Andhira menaikkan sebelah alisnya.“Kan pak Arsen baruu tidur, jadinya saya gak enak dong kalau harus bangunin pak Arsen buat nganter saya pulang.”Arsenio menoleh sekilas, “Minta tolong Amanda buat bangunin saya kalau kamu tidak enak membangunkan saya. Saya tidak akan marah kalau dibangunin sama Amanda.”Andhira mengulum bibirnya, dirinya bingung harus membalas apalagi, sedangkan memang dirinya tidak enak untuk semuanya. Tidak enak membangunkan Arsenio, dan tidak enak jika menyuruh Amanda untuk membangunkan Arsenio.“Iya iya.”Hanya itu yang keluar dari bibir Andhira, sedangkan Arsenio hanya berge
“Andhira, makasih ya buat makananya.”Andhira menaikkan sebelah alisnya, menatap bingung Arsenio yang berdiri dihadapannya saat ini. Bayangkan saja, dirinya baru datang, baru saja keluar dari dalam mobil, dan Arsenio mengejutkannnya.“Makanan apa, Pak?” tanya Andhira tanpa sadar, lalu mengulum bibirnya setelah mengerti apa yang dimaksud oleh Arsenio. Dirinya mengangguk, “Oh iya, Pak. Sama-sama. Enak gak, Pak? Ya emang gak seenak buatan mbak Maya sih.”Arsenio mengangguk, “Enak kok, dia minta kamu buatin lagi. Mbak Maya yang merasa dirinya perlahan digantikan oleh kamu, pura-pura ngambek sama dia,” ucapnya, diakhiri dengaan terkekeh.“Oh iyaa? Duhh saya jadi merasa bersalah,” ucap Andhira, lalu menunduk.Arsenio tertawa, “Saya duluan ya, Andhira. Inget pesan saya, jangan ….”“Berulah,” sahut Andhira cepat, membuat Arsenio tersenyum lebar. Arsenio mengusap puncak kepala Andhira terlebih dahulu, sebelum akhirnya melenggang pergi dari hadapan Andhira.Andhira menggelengkan kepala, diri
“Mas Arsen, harus hati-hati yaa. Soalnya Mamih saya udah bertindak.”Arsenio menaikkan sebelah alisnya, menatap Andhira yang duduk di kursi penumpang, duduk di sisi kirinya. Andhira menatap Arsenio dengan tatapan sulit dimengerti, membuat Arsenio harus menerka-nerka.“Bertindak yang bagaimana?” tanya Arsenio di sela-sela menyetirnya.Andhira bergumam, “Kata Darwis, Mamih saya itu mantau saya lewat Darwis. Saya takut, Mamih saya bertindak kejauhan.”Arsenio bergeming, dirinya tidak mengerti sama sekali. Akhirnya, memilih untuk menepikan kendaraan roda empatnya di minimarket, menatap serius Andhira yang mengerjapkan kedua matanya.“Jelasin. Saya tidak mengerti sama sekali, Andhira.”Andhira menarik nafas, dan menghela nafas secara perlahan, “Mamih saya itu selalu bodoamat sama apa yang saya lakuin. Nanya aja gak, cuma tau dari orang suruhan yang dibayar sama Mamih saya. Mas Arsen tau sendiri, kan? Mamih saya aja gak pernah dateng kalau saya ada masalah. Terus sekarang nanya-nanya ke Dar
“Amandaa, kamu ngapain? Dapur berantakan, nanti diomelin Papih kamu gimana?”Andhira yang baru saja datang, langsung menghampiri Amanda yang sudah penuh dengan tepung. Wajah putih-putih, apron berwarna hitam menjadi putih, dan dapur sudah dipenuhi tepung. Sedangkan pelaku utamanya hanya menyengir.“Aku mau bikin kue, tapi mbak Maya lagi ada ada di toilet, jadinya aku masukin bahan-bahannya. Ternyata, wadah tempat tepung gak sengaja kesenggol sama aku, jadinya tumpah. Pas aku mau ganti, gak tepat.”Andhira memejamkan matanya, menyimpan sling bagnya di kursi bar, dan mengambil sapu untuk menyatukan tepung yang ada di lantai sebelum Arsenio datang. Amanda ingin membantu Andhira, tetapi ditolak.“Mending kamu cuci tangan, cuci muka, apronnya ditaruh di kursi ajaa,” titah Andhira penuh penekanan kepada Amanda, membantu Amanda melepaskan apron.“ASTAGA, INI DAPUR KENAPA PENUH DENGAN SALJU.”Andhira dan Amanda kompak menoleh, mereka mendapati Mbak Maya yang berkacak pinggang dan menatap Am