Share

Rezeki Istri Shalihah

Bab 7

Kukeluarkan kertas di saku celana Mas Arman. Ternyata isinya dua lembar uang duapuluh ribuan.

"Yah, cuma dikit. Segini mah kayak penghasilanku kemarin," gerutuku sembari memasukkan celana ke ember yang sudah diberi sabun colek.

Mas Arman melarangku menggunakan detergen. Sudah ia sediakan sabun colek untuk mencuci.

Tiba-tiba aku merasa mual. Perutku tak enak, aku pun mengeluarkan isi perutku di kamar mandi. 

Sekarang kepala pusing. Kucoba oleskan minyak kayu putih di dekat pelipis. Tapi pusing ini tak kunjung hilang.

Lalu, kucoba merebahkan diri diatas kasur. Rasanya nyaman, tapi aku tak bisa banyak bergerak.

Saat aku sedang rebahan, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.

"Eh, ada Alma. Ada apa, Alma?" tanyaku pada anaknya Bu Raya.

"Ini, Mama ngasih ini buat Tante. Trus kata Mama mau beli beras," sahutnya dengan ekspresi menggemaskan. Anaknya Bu Raya berusia sekitar 8 tahun.

"Ya Allah, berasnya Tante aja yang anterin ke sana. Biar kamu nggak capek. Apa ini, makasih ya! Masuk yuk!" ucapku pada Alma.

Alma ikut masuk ke dalam. Kupersilahkan duduk di atas tikar ruang tamu.

"Maaf, ya. Rumah Tante begini! Tunggu, ya, Alma!"

Aku menyimpan bungkusan dari Alma di atas meja. Lalu aku mengambil beras yang diminta Alma.

"Ini berasnya. Untuk besok-besok, berasnya Tante yang anterin, ya. Kamu nggak usah ke sini." Kuberikan plastik hitam pada Alma.

"Ini uangnya, Tante. Ya udah, Alma pulang dulu, ya!" Alma bangkit dari duduknya.

"Iya, makasih, Alma!"

"Sama-sama, Tante!" katanya.

Aku memandanginya sampai ia terlihat memasuki rumahnya. Setelah itu aku masuk lagi ke rumah.

Saat aku kembali ke rumah, ternyata rasa mualku muncul lagi.

"Ya Allah, capek banget. Bolak-balik kamar mandi," gerutuku.

Setelah itu, aku langsung meminum air putih hangat. Rasanya nyaman di tenggorokan.

Kubuka bungkusan dari Bu Raya. Isinya ada ayam kecap empat potong. Bu Raya sungguh baik, ia sepertinya tau kalau aku tak pernah memakan yang ia berikan selama ini.

Betapa Allah memberikan nikmat dari mana saja. Alhamdulillah, aku juga belum belanja. Ayam ini akan kujadikan lauk makan hari ini.

Saat nasi sudah matang, aku mencoba memakannya pelan-pelan walau perutku tak enak.

Akhirnya bisa habis dengan nasi yang tak terlalu banyak.

***

"Dek, aku dapat rezeki nih!" Mas Arman memberikan martabak manis padaku.

Ia pulang sangat larut, sampai aku ketiduran saat ia datang.

Biasanya Mas Arman bisa menahan diri dari jajan, walau sepanjang jalan pulang banyak jajanan di jalan seperti nasi goreng, martabak, gorengan, dan yang lainnya.

"Dari siapa, Mas?" tanyaku penasaran.

"Ada deh. Dari orang baik tentunya," jawab Mas Arman.

"Orang baiknya laki-laki atau perempuan? Kamu dari mana sih, lama sekali datangnya?" tanyaku.

"Kamu nggak usah tau. Dia orang baik pokoknya. Kamu yang penting makan aja. Aku ada urusan dengan orang itu."

Mas Arman malah masuk kamar mandi. Setelah itu ia mengisi daya ponselnya. Lalu, masuk ke kamar.

"Mas, nggak makan dulu? Ada ayam kecap loh!" ucapku.

"Nggak, ah. Aku udah kenyang. Capek juga hari ini, Lita. Kamu nggak usah ganggu aku ya, aku mau tidur!"

Benar saja, tak lama suara dengkurannya sudah terdengar.

'Ada apa dengan Mas Arman? Kok ia pulang larut malam dan nggak mau makan juga. Ia tak menanyakan uang di saku celananya juga,' gumamku.

Pandanganku tertuju pada ponsel pintar milik suamiku lagi. Lalu aku membuka lagi sesuai kode kemarin.

Kulihat pesan aplikasi hijau, sama saja. Si pengirim pesan semua yang berhubungan dengan bisnisnya. 

Namun, pesan dari supliyer beras ada di paling atas dan belum dijawab. 

Terbukalah pesan dari supliyer beras. Tapi ... pesannya kok malah curhat-curhatan ya? Bukannya seharusnya bicarakan harga beras?

[Mas, salam ya ke istrimu! Jangan lupa berikan martabaknya sebagai tanda maaf sudah mengambil waktumu!]

Itulah pesan yang paling akhir kubaca. Mas Arman curhat-curhatan dengan supliyer beras. Apa dia seorang perempuan?

Foto profilnya beras karungan. Bisa-bisanya seorang supliyer beras malah mengobrol hal pribadi dengan pelanggannya? 

Aku sangat kesal dengan Mas Arman, bisa-bisanya dia ngobrol bebas dengan wanita itu? Ya, kupastikan dia seorang wanita, karena mana mungkin seorang pria mau curhat pada suamiku.

'Anda salah orang! Suamiku itu pelit. Nggak mungkin dia berselingkuh. Bisa-bisa dia mikir, harus keluar uang berapa untuk seorang wanita lagi.

Eh, tapi ... wanita itu kan orang kaya. Bisa saja Mas Arman tertarik karena kekayaannya. Ahhh ... pikiranku dipenuhi prasangka.

Lalu aku coba membuka aplikasi m-banking Mas Arman. Ada username dan sandi yang harus diisi.

Kubuka lagi buku yang pernah mencatat sandi kemarin. Ternyata hanya sandi ATM dan sandi ponselnya. Sandi dan user name m-banking justru tak ada.

'Yah, nggak ada username di sini.'

Gagal deh untuk membuka saldo m-banking Mas Arman.

Yang pasti sekarang aku tau, kalau Mas Arman sering berkirim pesan dengan supliyer beras itu.  

Apa aku kabur saja dari sini? Oh tidak, nanti Mas Arman bahagia jika aku tak ada. Aku akan menyusun rencana untuknya.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status