Pekikan Utari mengejutkan orang-orang di ruang tamu rumah khusus karyawan PG dan PBK di London. Hisyam dan teman-temannya bertambah heran, karena gadis berkulit kuning langsat tersebut berjoget sambil tersenyum lebar.
Penjelasan dari Fatma akhirnya bisa dipahami Hisyam. Dia mengulum senyuman menyaksikan tingkah Adik bungsu Heru, yang kentara sekali sedang berbahagia. Setelah Utari tenang, Hisyam mendatangi gadis berhidung bangir dan menyalaminya sambil mengucapkan selamat. Pria berkaus turkish terkejut ketika Utari memeluknya sembari mengucapkan terima kasih. "Terima kasih buat apa, Ri?" tanya Hisyam sambil menolak tubuh. "Abang sudah bantu aku bekerja dengan baik di sini. Hingga Mas Tio dan yang lainnya mempercayakan posisi penting itu padaku," jelas Utari sembari mundur sedikit. Dia malu karena memeluk Hisyam dengan spontan, hingga dipandangi yang lainnya. "Aku cuma berkontribusi sedikit. Selebihnya, kamu memang bagus hasil kerjanya. Aku juga terbantu banget, karena sejak ada kamu, laporan keuangan kantor bisa lebih rapi. Dulunya rada kacau, karena aku dan Beni memang lemah bagian keuangan." Utari mengulaskan senyuman. "Aku benar-benar nggak nyangka bisa lanjut kerja di sini. Padahal dari dulu, aku udah kepengen merantau jauh dari keluarga, untuk membuktikan jika aku bisa mandiri, dan sukses tanpa embel-embel nama keluarga Dewawarman." "Ehm, ya. Jadi orang rantau memang menempa pola pikir kita jadi lebih cerdas dan sigap memahami situasi serta kondisi." "Yups, kayak Abang. Lebih mumpuni dibandingkan pengawal lapis tiga yang lainnya." "Aku cuma beruntung, Ri. Para bos mempercayakan beberapa posisi penting padaku. Dimulai dari ketua pengawal Australia dan New Zealand. Lanjut di BPAGK dan PBK. Lalu, di sini. Setelah itu aku pengen menjelajahi Amerika, Kanada dan tempat-tempat lainnya." "Itu ide bagus, Bang Aku juga pengen kayak gitu." "Kamu kayaknya sulit, karena kamu perempuan dan masih jadi tanggung jawab keluarga. Terutama Pak Heru dan Mas Atalaric." Utari mendengkus. "Begitulah. Kerjaan ini aja, ketiga Kakak bekerjasama membujuk Ibu. Mas Tio, Daddy Baskara dan Koko Dante pun turun tangan. Hingga Ibu akhirnya luluh." "Alhamdulillah, aku ikut senang. Kamu bisa lebih tenang selama di sini, karena telah dapat restu dari Ibu." "Hu um, tapi cuma boleh dinas setahun. Padahal aku pengen dua atau tiga tahun gitu." "Enggak apa-apa. Cukuplah waktu setahun buat merantau." Panggilan Adelard yang baru memasuki rumah, seketika memutus percakapan tersebut. Setelah direktur utama PG cabang Eropa duduk, mereka langsung membahas deskripsi tugas Utari yang akan dibantu Fatma. Selain itu, mereka juga membahas pekerjaan buat Rangga dan yang lainnya, yang akan datang beberapa minggu lagi. Hisyam meminta izin untuk menambah bodyguard lady buat Utari, karena dia dan yang lainnya sudah harus fokus bertugas di dua kantor. "Menurutmu, siapa kandidat terbaik buat dampingi Tari, Syam?" tanya Adelard. "Belum tahu, Mas. Nanti aku tanyain ke Anjani," jawab Hisyam. "Dia belum lengser dari ketua pengawal perempuan?" "Kata Bang W, setelah hamil, Ani baru bisa diganti." "Oh, kayak Dita dan Fauziah dulu, ya?" "Betul, Mas." Adelard mengingat-ingat sesuatu, lalu dia berkata, "Syam, carikan mobil operasional buat Rangga." "Enggak pakai mobilnya Bang Mardi?" Adelard mengeleng. "Kata Mas Tio, mobil yang dipakai Bang Mardi dan Bang Jaka, dialihkan ke operasional dua perusahaan. Artinya buat tim Rangga. Mobilnya Mas Marley, buat Utari. Mobilku, kamu yang pake." "Terus, mobilku untuk siapa?" "Lazuardi." Hisyam manggut-manggut. "Ehm, buat Rangga, ada usul mobil jenis apa?" "Samain dengan punyamu yang sekarang." "Ehh, berarti nanti mobilku paling mahal, dong." "Ya, sesuai jabatan dan area kerjaan. Tugasmu kan, dobel." Hisyam meringis. "Aku masih harus tugas di PG?" "Iyalah. Enggak mungkin melepas Rangga dan timnya keluyuran tanpa ada senior." "Mas, izin menyela," timpal Beni. "Apa, Ben?" tanya Adelard. "Aku sudah konsultasi dengan Bang W, dan beliau ngizinin aku buat tambah kontrak setahun lagi di sini," terang Beni. "Beneran?" "Ya." "Good. Berarti kamu sama Hisyam bisa gantian nemenin Rangga." "Siap." "Kami juga mau tambah kontrak," celetuk Irfan. "Sudah izin ke Bang Wirya?" tanya Adelard. "Belum, sih. Besok aku mau nelepon beliau. Karena sekarang di Indonesia sudah dini hari." "Hmm, ya. Pokoknya, pastikan dulu beliau ngizinin. Karena aku nggak bisa nambah kontrak kalian tanpa ACC Bang Wirya dan Mas Tio. Lagi pula, kalian sudah di sini hampir tiga tahun. Itu batas waktu maksimal buat tugas ke luar negeri. Secara berturut-turut, maksudku," papar Adelard. "Kalau masih mau tugas luar negeri, kalian contoh caraku," celetuk Hisyam. "Dulu, habis tugas di Australia dan New Zealand, aku stay setahun di Jakarta. Baru berangkat ke sini," pungkasnya yang dibalas anggukan kedua junior. "Aku juga mau gitu, deh. Masih betah di sini," imbuh Sudrajat, ketua pengawal area Eropa. "Kamu konsultasi dulu ke Bang W, karena kayaknya beliau sudah punya rencana khusus buatmu, Jat," cakap Hisyam. *** Hari berganti. Pagi itu, kelompok pimpinan Hisyam telah berada di bandara London. Mereka tengah duduk di kursi ruang tunggu khusus penerbangan ke Swiss. Sebab Jaka, Sudrajat dan Hisyam harus mengejar jadwal rapat dengan klien, mereka sepakat menggunakan pesawat untuk berangkat. Sementara saat pulang nanti mereka akan menaiki kereta. Utari duduk berdampingan dengan Hanania dan Fatma. Ketiganya merancang jadwal untuk mengunjungi tempat-tempat wisata, dengan ditemani Irfan. Hisyam, Sudrajat dan Jaka serta Irfan sibuk memandangi layar ponsel masing-masing. Tiba-tiba mereka tergelak seusai membaca perdebatan rekan-rekan di grup khusus PBK luar negeri. *Grup PBK-LN* Zulfi : Aku capek dan bosan ketemu Yono mulu! Haryono : Ojo gitu, toh. Kita, kan, soulmate, @Zulfi. Zulfi : @W, aku mau tukar area pengawasan aja. Wirya : Mau ke mana lagi, @Zulfi? Zulfi : Kanada. Aku kangen sama Mas Ben. Yoga : Enggak bisa, @Zulfi. Itu areaku. Zulfi : Kita berdua yang pegang, @Yoga. Sony : Bang @Zulfi, tolong, jangan rebut wilayahku. Zulfi : Kamu yang nemenin Yono, @Sony. Sony : Aku sudah enam bulan pegang Australia. Pengen balik lagi pegang Kanada. Rindu banget sama Pak Ben dan Kak Falea. Yoga : Sony alasan doang. Padahal dia mau ngapelin Maulidia. Novan : Betul! Bang Sony lagi gencar mepetin Lidia. Aditya : @Sony, jadinya siapa, sih, yang beneran ditaksir? Harun : Ho oh. Waktu itu katanya mau mepetin Inggrid. Wahyudi : Habis itu, ganti ngedeketin Leanita. Yusuf : Dia mundur dari Leanita yang masih ngarepin aku. Jauhari : Yusuf ngayal. Leanita sudah move on dari kamu sejak tahun lalu. Nanang : Tuls. Leanita sekarang sudah pacaran sama Arshaan Nawasena. Baru Yusuf blingsatan, karena cemburu. Sunardi : Dulu, Yusuf sok-sokan nolak. Gumelar : Dia kena tulah. Dimas : Aku nggak tahu tentang itu. Kapan kejadiannya? Tamam : Sekitar 1000 SM. Buchpri : Astagfirullah. Ternyata Yusuf produk zaman purba. Jeffrey : Yusuf dulunya adalah pitecantropus erectus. Azhar : Aku bacanya, pelikan ereksi. Chairil : Woi, @Azhar! Qadry : Makin kacau aja Azhar, nih. Ibrahim : Dia lagi patah hati, jadinya ngawur. Fawwaz : Patah hati sama siapa? Nadhif : Aku. Julian : Heh! Aku pacarnya Azhar. Majid : Aku suami sahnya! Fikri : Aku bingung jadi siapa. Mukti : Kamu Mamang cendol, @Fikri. Syuja : Mamang batagor. Valdi : Mamang bakso. Uwais : Mamang ketoprak. Syaiful : Mamang martabak. Ukky : Mamang jamur krispi. Kirman : Mamang bajigur. Sanjaya : Mamang es doger. Fabian : Mamang kue pancong. Irfan : Mamang in-ter-net. Frank : Mamang cilok. Nurhan : Mamang gorengan. Dipta : Mamang basreng. Beni : Mamang buryam. Elvan : Mamang siomay. Ghani : Mamang kupat tahu. Robert : Mamang cuankie. Sudrajat : Mamang nasgor. Azri : Mamang sate. Wandi : Mamang lumpia. Uwais : Mamang soto mi. Yahya : Mamang gado-gado. Robi : Mamang nasi uduk. Rifki : Mamang pecel. Deswin : Mamang rujak. Miftah : Mamang otak-otak. Dzakir : Mamang cwie mie. Riski : Mamang lontong kari. Kahfi : Duh! aku jadi pengen itu. Yuda : Sini, Bang @Kahfi. Kutraktir makan di kantin kantor Pangestu. Kahfi : Besok aku berangkat ke sana. Kita ketemuan di kantor, yak, @Yuda. Yuda : Oke. Hisyam : @Yuda, salam buat Pak Linggha, Teh Varsa, Bang Niko dan Kimora. Yuda : Siap, @Bang Hisyam. Kebetulan Kimora ada di depanku, nih. Aditya : Sampaikan rindu dan cintaku ke Neng Kim, @Yuda. Hisyam : Aditya ngaku-ngaku. Kimora sudah melamarku buat jadi pacarnya. Aditya : Baru pacar, Syam. Masih bisa ditikung. Yanuar : Aseekk. Ada yang berantem berebut Neng Kim. Jaka : Aku tim Hisyam. Yoga : Aku pendukung Aditya. Zulfi : Aku regu Hisyam. Andri : Aku dukung Aditya. Alvaro : Aku netral. Galang : Aku tim Hisyam. Fajar : Aku kelompok Aditya. Nugraha : Hisyam pasti menang! Said : Belum tentu. Aditya juga sama tangguhnya. Mardi : Aku jelas pilih Hisyam. Satrio : Aku support Aditya. Salman : Aku tim Hisyam. Aswin : Aku netral aja, deh. Wirya : Aku bingung pilih yang mana. Haryono : Pilihlah aku, @Wirya. Wirya : Emoh. Haryono : Aku masih mencintaimu. Wirya : Siapa saja, tolong teleponkan Rida. Minta dia segera pulang ke Jakarta, karena Yono makin gila!Penerbangan selama 1 jam 35 menit akhirnya usai. Setelah hampir semua penumpang turun, barulah Hisyam mengajak kelompoknya melangkah keluar pesawat. Mereka mengucapkan terima kasih pada crew pesawat yang membalas dengan seulas senyuman. Utari menggandeng Hanania. Mereka jalan mengekori langkah Hisyam, Sudrajat dan Jaka. Sedangkan Irfan dan Fatma menutup barisan. Ketujuh orang tersebut mengayunkan tungkai menyusuri lorong panjang hingga tiba di tempat pengambilan bagasi. Sebab tidak membawa koper besar, mereka tidak berhenti di sana, dan meneruskan langkah hingga tiba di depan area kedatangan. Hisyam mendatangi seorang pria asli Spanyol, yang menggunakan setelan jas hitam, dengan logo PBK di ujung kerah kiri. Lelaki berambut cepak memberi hormat yang dibalas kelima pengawal dengan hal serupa. Utari dan Hanania hanya mengangguk sopan pada ketua regu pengawal area Swiss. Seusai berbincang sesaat, pria bersetelan jas hitam yang bernama Delamo, mengajak kelompok tersebut menuju tempat
Hari berganti. Siang itu, Hisyam dan teman-temannya telah berada di kereta yang akan mengantarkan mereka menuju London. Sepanjang perjalanan, Utari lebih banyak diam. Pikirannya berkelana pada saat dirinya dan Kiano masih menjalin hubungan kasih. Betapa Utari sangat mencintai pria yang merupakan kekasih pertamanya. Sepasang mata bermanik cokelat itu mengabut, kala Utari teringat kenangan terindahnya bersama Kiano, hanya selang sebulan sebelum pria tersebut berpamitan untuk kembali ke Singapura. Pada awalnya Utari tidak terlalu curiga ketika menemukan banyak percakapan pesan Kiano dan Avariella, kerabat pria tersebut dari pihak ayahnya. Namun, malam itu Utari benar-benar penasaran karena Avariella jelas-jelas mengucapkan kerinduannya pada Kiano, lengkap dengan stiker peluk dan cium. Kendatipun Utari punya beberapa sahabat dan kerabat laki-laki, tetapi dia tidak pernah mengungkapkan kerinduan dengan berbagai stiker yang menunjukkan kemesraan, lebih dari sekadar kerabat. Utari h
Langit siang perlahan meredup. Udara malam kian sejuk karena angin yang berembus kencang. Hingga banyak orang memutuskan untuk berlindung di dalam rumah, ataupun mengenakan pakaian tebal karena terpaksa berada di luar bangunan.Utari memasuki mobil yang telah dinyalakan mesinnya oleh sang sopir. Dia memasang sabuk pengaman, kemudian memandangi area depan mobil.Hisyam melajukan mobil MPV putih dengan kecepatan sedang. Dia memfokuskan pandangan ke depan untuk memastikan tidak ada hewan yang melintas di jalanan.Lokasi rumah khusus tim PBK dan PG berada di pinggir Kota London. Sudah sering para pengendara harus mengerem tiba-tiba akibat ada hewan yang menyeberang tanpa peduli dengan situasi.Hisyam pernah nyaris menabrak anak anjing yang tengah mengejar induknya. Untungnya dia sigap mengerem hingga tidak menubruk binatang kecil yang segera menjauh."Bang, dapat salam dari Zaara dan Malanaya," ujar Utari seusai membaca pesan dari kedua sahabatnya di grup khusus mereka bertiga."Waalaiku
07"Harusnya jangan cuma ditendang sekali, Syam," tukas Adelard, sesaat setelah Utari selesai mengadukan peristiwa yang terjadi puluhan menit silam. "Ho oh. Mestinya, hajar itu penjahat cinta,' sahut Mardi. "Patah-patahin tulangnya, kayak yang biasa dilakukan Zulfi," imbuh Jaka. "Gunakan wushu secara maksimal," papar Sudrajat. "Kalau perlu, dielus lehernya pakai belati, kayak yang Bang Wirya lakuin dulu," cetus Beni. "Stop!" desis Hanania. "Usul kalian nggak ada yang benar!" omelnya. "Tapi, cowok itu memang harus dihajar, Kak. Aku masih belum puas lihat dia dipukulin Kak Dahlia, dulu," ungkap Fatma. "Jangankan kamu, Fa, aku juga masih geram pengen mukulin dia, sekaligus menampar pacarnya itu," sela Utari. "Bisa-bisanya dia ngatain aku perebut tunangannya. Padahal aku nggak tahu kalau si piano rusak itu sudah bertunangan. Kalau tahu, nggak mungkin aku bertahan jadi kekasihnya!" sungutnya. "Coba kalian tenang dulu. Kita fokus ke masalah tadi," tutur Hanania sambil mengarahkan pa
Ketegangan di pundak Hisyam perlahan berkurang. Tiga hari terlewati semenjak dirinya bertengkar dengan Kiano, tetapi pria itu tidak ada tanda-tanda telah melaporkan Hisyam ke polisi. Wakil dari pengacara PG dan PBK telah mencari informasi dari kantor polisi terdekat dengan tempat kejadian perkara. Namun, tidak ada seorang pun yang menyebarkan informasi perdebatan yang diakhiri dengan adu kekuatan oleh kedua pria, di area parkir depan supermarket. Siang itu, Hisyam dan Mardi tiba di kantor klien tepat jam 2 siang. Mereka bergegas menuju ruang rapat di lantai 9, di mana para petinggi beberapa perusahaan telah menunggu.Sesampainya di sana, kedua pria bersetelan jas hitam kompak menegakkan badan dan memberi hormat. Kemudian mereka menyalami kedelapan orang dalam ruangan, lalu bersiap-siap memulai presentasi. Mardi memulai pidatonya dengan menyapa CEO Harding Grup dengan bahasa Spanyol yang fasih. Nigel Hiraldo membalas dengan bahasa serupa. Dia senang karena makin banyak rekan bisnis
Jalinan waktu terus bergulir. Mardi, Jaka, Hanania, Sudrajat, dan Adelard mulai mengemasi barang-barang mereka. Yang tidak digunakan dalam waktu dekat, dikirim ke Indonesia menggunakan jasa pengiriman kargo. Irfan dan Nurhan akan bertahan sampai tiga bulan ke depan, sesuai instruksi dari Wirya. Selain itu, keduanya diharapkan untuk melatih keempat pengawal muda yang menjadi anggota tim baru. Utari begitu senang untuk bertemu dengan Kakak tertua. Dia jadi lebih sering mengecek kalender dan menghitung hari pertemuan dengan Heru. Meskipun hanya seorang Kakak yang datang, Utari sudah sangat bahagia dijenguk keluarganya. Tibalah waktu yang ditunggu-tunggu. Siang itu Utari ikut Hisyam dan Beni yang bertugas menjemput kelompok belasan orang. Mereka menumpang di bus berukuran kecil yang disediakan hotel tempat para bos akan menginap. Sepanjang jalan menuju bandara, Utari tidak henti-hentinya berbalas pesan dengan Sekar dan Atalaric melalui grup khusus mereka. Heru masih belum menimpali p
Langit malam bertabur bintang. Rembulan memamerkan separuh bentuknya yang memukau. Angin berembus ringan menggoyang dedaunan di pohon-pohon. Hampir tidak ada bunyi kendaraan yang melintas. Sebab area itu berada di bagian ceruk lembah dan cukup jauh dari jalan raya. Jika tidak membaca papan di tepi jalan, warga pendatang tidak akan tahu bila ada belasan rumah di sana. Halaman rumah dinas di ujung ceruk terlihat ramai orang. Mereka tengah bersantap bersama dengan menu aneka panganan khas Indonesia, yang dibawa tim Alvaro. Sesuai dengan permintaan Utari dan rekan-rekannya yang merindukan makanan dari negeri asal mereka. Hisyam pada awalnya bergabung dengan kelompok pengawal muda, tetapi kemudian dia pindah ke kelompok petinggi PBK yang memanggilnya dan Sudrajat untuk berbincang sambil menikmati hidangan. Sementara Utari bergabung dengan para bos PG yang menempati karpet lain. Gadis berhidung bangir mendengarkan percakapan semua pria dewasa sembari sekali-sekali tertawa. Gelaka
Siang itu, ruang rapat gabungan kantor PG dan PBK di London, dipenuhi banyak orang. Mereka adalah para supervisor PG dan ketua regu pengawal seluruh Eropa, beserta staf dan petinggi dua perusahaan tersebut.Leon, ketua pengawal keluarga Baltissen, Luiz dan Benedicto, turut hadir dalam pertemuan itu, bersama dengan Bertrand Luiz, Gutierre Fidelle Luiz dan Hugo Baltissen.Bertrand adalah putra pertama Jose Luiz, sahabat Gustavo Baltissen, Ayah Alvaro yang merupakan warga asli Spanyol. Gutierre adalah sepupu Bertrand. Sementara Hugo adalah Adik Alvaro, tetapi berbeda Ibu. Wirya dan Alvaro bergantian menjelaskan rencana perubahan manajemen PBK, yang otomatis akan mengubah pengawas seluruh unit kerja, yang akan dimulai beberapa bulan mendatang. Hal itu dimaksudkan untuk mempersiapkan generasi baru, sekaligus perubahan wajah-wajah dalam struktur perusahaan.Selanjutnya Zulfi memaparkan detail laporan keuangan selama enam bulan terakhir, khusus wilayah Eropa. Pria berkulit kecokelatan juga