Pekikan Utari mengejutkan orang-orang di ruang tamu rumah khusus karyawan PG dan PBK di London. Hisyam dan teman-temannya bertambah heran, karena gadis berkulit kuning langsat tersebut berjoget sambil tersenyum lebar.
Penjelasan dari Fatma akhirnya bisa dipahami Hisyam. Dia mengulum senyuman menyaksikan tingkah Adik bungsu Heru, yang kentara sekali sedang berbahagia. Setelah Utari tenang, Hisyam mendatangi gadis berhidung bangir dan menyalaminya sambil mengucapkan selamat. Pria berkaus turkish terkejut ketika Utari memeluknya sembari mengucapkan terima kasih. "Terima kasih buat apa, Ri?" tanya Hisyam sambil menolak tubuh. "Abang sudah bantu aku bekerja dengan baik di sini. Hingga Mas Tio dan yang lainnya mempercayakan posisi penting itu padaku," jelas Utari sembari mundur sedikit. Dia malu karena memeluk Hisyam dengan spontan, hingga dipandangi yang lainnya. "Aku cuma berkontribusi sedikit. Selebihnya, kamu memang bagus hasil kerjanya. Aku juga terbantu banget, karena sejak ada kamu, laporan keuangan kantor bisa lebih rapi. Dulunya rada kacau, karena aku dan Beni memang lemah bagian keuangan." Utari mengulaskan senyuman. "Aku benar-benar nggak nyangka bisa lanjut kerja di sini. Padahal dari dulu, aku udah kepengen merantau jauh dari keluarga, untuk membuktikan jika aku bisa mandiri, dan sukses tanpa embel-embel nama keluarga Dewawarman." "Ehm, ya. Jadi orang rantau memang menempa pola pikir kita jadi lebih cerdas dan sigap memahami situasi serta kondisi." "Yups, kayak Abang. Lebih mumpuni dibandingkan pengawal lapis tiga yang lainnya." "Aku cuma beruntung, Ri. Para bos mempercayakan beberapa posisi penting padaku. Dimulai dari ketua pengawal Australia dan New Zealand. Lanjut di BPAGK dan PBK. Lalu, di sini. Setelah itu aku pengen menjelajahi Amerika, Kanada dan tempat-tempat lainnya." "Itu ide bagus, Bang Aku juga pengen kayak gitu." "Kamu kayaknya sulit, karena kamu perempuan dan masih jadi tanggung jawab keluarga. Terutama Pak Heru dan Mas Atalaric." Utari mendengkus. "Begitulah. Kerjaan ini aja, ketiga Kakak bekerjasama membujuk Ibu. Mas Tio, Daddy Baskara dan Koko Dante pun turun tangan. Hingga Ibu akhirnya luluh." "Alhamdulillah, aku ikut senang. Kamu bisa lebih tenang selama di sini, karena telah dapat restu dari Ibu." "Hu um, tapi cuma boleh dinas setahun. Padahal aku pengen dua atau tiga tahun gitu." "Enggak apa-apa. Cukuplah waktu setahun buat merantau." Panggilan Adelard yang baru memasuki rumah, seketika memutus percakapan tersebut. Setelah direktur utama PG cabang Eropa duduk, mereka langsung membahas deskripsi tugas Utari yang akan dibantu Fatma. Selain itu, mereka juga membahas pekerjaan buat Rangga dan yang lainnya, yang akan datang beberapa minggu lagi. Hisyam meminta izin untuk menambah bodyguard lady buat Utari, karena dia dan yang lainnya sudah harus fokus bertugas di dua kantor. "Menurutmu, siapa kandidat terbaik buat dampingi Tari, Syam?" tanya Adelard. "Belum tahu, Mas. Nanti aku tanyain ke Anjani," jawab Hisyam. "Dia belum lengser dari ketua pengawal perempuan?" "Kata Bang W, setelah hamil, Ani baru bisa diganti." "Oh, kayak Dita dan Fauziah dulu, ya?" "Betul, Mas." Adelard mengingat-ingat sesuatu, lalu dia berkata, "Syam, carikan mobil operasional buat Rangga." "Enggak pakai mobilnya Bang Mardi?" Adelard mengeleng. "Kata Mas Tio, mobil yang dipakai Bang Mardi dan Bang Jaka, dialihkan ke operasional dua perusahaan. Artinya buat tim Rangga. Mobilnya Mas Marley, buat Utari. Mobilku, kamu yang pake." "Terus, mobilku untuk siapa?" "Lazuardi." Hisyam manggut-manggut. "Ehm, buat Rangga, ada usul mobil jenis apa?" "Samain dengan punyamu yang sekarang." "Ehh, berarti nanti mobilku paling mahal, dong." "Ya, sesuai jabatan dan area kerjaan. Tugasmu kan, dobel." Hisyam meringis. "Aku masih harus tugas di PG?" "Iyalah. Enggak mungkin melepas Rangga dan timnya keluyuran tanpa ada senior." "Mas, izin menyela," timpal Beni. "Apa, Ben?" tanya Adelard. "Aku sudah konsultasi dengan Bang W, dan beliau ngizinin aku buat tambah kontrak setahun lagi di sini," terang Beni. "Beneran?" "Ya." "Good. Berarti kamu sama Hisyam bisa gantian nemenin Rangga." "Siap." "Kami juga mau tambah kontrak," celetuk Irfan. "Sudah izin ke Bang Wirya?" tanya Adelard. "Belum, sih. Besok aku mau nelepon beliau. Karena sekarang di Indonesia sudah dini hari." "Hmm, ya. Pokoknya, pastikan dulu beliau ngizinin. Karena aku nggak bisa nambah kontrak kalian tanpa ACC Bang Wirya dan Mas Tio. Lagi pula, kalian sudah di sini hampir tiga tahun. Itu batas waktu maksimal buat tugas ke luar negeri. Secara berturut-turut, maksudku," papar Adelard. "Kalau masih mau tugas luar negeri, kalian contoh caraku," celetuk Hisyam. "Dulu, habis tugas di Australia dan New Zealand, aku stay setahun di Jakarta. Baru berangkat ke sini," pungkasnya yang dibalas anggukan kedua junior. "Aku juga mau gitu, deh. Masih betah di sini," imbuh Sudrajat, ketua pengawal area Eropa. "Kamu konsultasi dulu ke Bang W, karena kayaknya beliau sudah punya rencana khusus buatmu, Jat," cakap Hisyam. *** Hari berganti. Pagi itu, kelompok pimpinan Hisyam telah berada di bandara London. Mereka tengah duduk di kursi ruang tunggu khusus penerbangan ke Swiss. Sebab Jaka, Sudrajat dan Hisyam harus mengejar jadwal rapat dengan klien, mereka sepakat menggunakan pesawat untuk berangkat. Sementara saat pulang nanti mereka akan menaiki kereta. Utari duduk berdampingan dengan Hanania dan Fatma. Ketiganya merancang jadwal untuk mengunjungi tempat-tempat wisata, dengan ditemani Irfan. Hisyam, Sudrajat dan Jaka serta Irfan sibuk memandangi layar ponsel masing-masing. Tiba-tiba mereka tergelak seusai membaca perdebatan rekan-rekan di grup khusus PBK luar negeri. *Grup PBK-LN* Zulfi : Aku capek dan bosan ketemu Yono mulu! Haryono : Ojo gitu, toh. Kita, kan, soulmate, @Zulfi. Zulfi : @W, aku mau tukar area pengawasan aja. Wirya : Mau ke mana lagi, @Zulfi? Zulfi : Kanada. Aku kangen sama Mas Ben. Yoga : Enggak bisa, @Zulfi. Itu areaku. Zulfi : Kita berdua yang pegang, @Yoga. Sony : Bang @Zulfi, tolong, jangan rebut wilayahku. Zulfi : Kamu yang nemenin Yono, @Sony. Sony : Aku sudah enam bulan pegang Australia. Pengen balik lagi pegang Kanada. Rindu banget sama Pak Ben dan Kak Falea. Yoga : Sony alasan doang. Padahal dia mau ngapelin Maulidia. Novan : Betul! Bang Sony lagi gencar mepetin Lidia. Aditya : @Sony, jadinya siapa, sih, yang beneran ditaksir? Harun : Ho oh. Waktu itu katanya mau mepetin Inggrid. Wahyudi : Habis itu, ganti ngedeketin Leanita. Yusuf : Dia mundur dari Leanita yang masih ngarepin aku. Jauhari : Yusuf ngayal. Leanita sudah move on dari kamu sejak tahun lalu. Nanang : Tuls. Leanita sekarang sudah pacaran sama Arshaan Nawasena. Baru Yusuf blingsatan, karena cemburu. Sunardi : Dulu, Yusuf sok-sokan nolak. Gumelar : Dia kena tulah. Dimas : Aku nggak tahu tentang itu. Kapan kejadiannya? Tamam : Sekitar 1000 SM. Buchpri : Astagfirullah. Ternyata Yusuf produk zaman purba. Jeffrey : Yusuf dulunya adalah pitecantropus erectus. Azhar : Aku bacanya, pelikan ereksi. Chairil : Woi, @Azhar! Qadry : Makin kacau aja Azhar, nih. Ibrahim : Dia lagi patah hati, jadinya ngawur. Fawwaz : Patah hati sama siapa? Nadhif : Aku. Julian : Heh! Aku pacarnya Azhar. Majid : Aku suami sahnya! Fikri : Aku bingung jadi siapa. Mukti : Kamu Mamang cendol, @Fikri. Syuja : Mamang batagor. Valdi : Mamang bakso. Uwais : Mamang ketoprak. Syaiful : Mamang martabak. Ukky : Mamang jamur krispi. Kirman : Mamang bajigur. Sanjaya : Mamang es doger. Fabian : Mamang kue pancong. Irfan : Mamang in-ter-net. Frank : Mamang cilok. Nurhan : Mamang gorengan. Dipta : Mamang basreng. Beni : Mamang buryam. Elvan : Mamang siomay. Ghani : Mamang kupat tahu. Robert : Mamang cuankie. Sudrajat : Mamang nasgor. Azri : Mamang sate. Wandi : Mamang lumpia. Uwais : Mamang soto mi. Yahya : Mamang gado-gado. Robi : Mamang nasi uduk. Rifki : Mamang pecel. Deswin : Mamang rujak. Miftah : Mamang otak-otak. Dzakir : Mamang cwie mie. Riski : Mamang lontong kari. Kahfi : Duh! aku jadi pengen itu. Yuda : Sini, Bang @Kahfi. Kutraktir makan di kantin kantor Pangestu. Kahfi : Besok aku berangkat ke sana. Kita ketemuan di kantor, yak, @Yuda. Yuda : Oke. Hisyam : @Yuda, salam buat Pak Linggha, Teh Varsa, Bang Niko dan Kimora. Yuda : Siap, @Bang Hisyam. Kebetulan Kimora ada di depanku, nih. Aditya : Sampaikan rindu dan cintaku ke Neng Kim, @Yuda. Hisyam : Aditya ngaku-ngaku. Kimora sudah melamarku buat jadi pacarnya. Aditya : Baru pacar, Syam. Masih bisa ditikung. Yanuar : Aseekk. Ada yang berantem berebut Neng Kim. Jaka : Aku tim Hisyam. Yoga : Aku pendukung Aditya. Zulfi : Aku regu Hisyam. Andri : Aku dukung Aditya. Alvaro : Aku netral. Galang : Aku tim Hisyam. Fajar : Aku kelompok Aditya. Nugraha : Hisyam pasti menang! Said : Belum tentu. Aditya juga sama tangguhnya. Mardi : Aku jelas pilih Hisyam. Satrio : Aku support Aditya. Salman : Aku tim Hisyam. Aswin : Aku netral aja, deh. Wirya : Aku bingung pilih yang mana. Haryono : Pilihlah aku, @Wirya. Wirya : Emoh. Haryono : Aku masih mencintaimu. Wirya : Siapa saja, tolong teleponkan Rida. Minta dia segera pulang ke Jakarta, karena Yono makin gila!Penerbangan selama 1 jam 35 menit akhirnya usai. Setelah hampir semua penumpang turun, barulah Hisyam mengajak kelompoknya melangkah keluar pesawat. Mereka mengucapkan terima kasih pada crew pesawat yang membalas dengan seulas senyuman. Utari menggandeng Hanania. Mereka jalan mengekori langkah Hisyam, Sudrajat dan Jaka. Sedangkan Irfan dan Fatma menutup barisan. Ketujuh orang tersebut mengayunkan tungkai menyusuri lorong panjang hingga tiba di tempat pengambilan bagasi. Sebab tidak membawa koper besar, mereka tidak berhenti di sana, dan meneruskan langkah hingga tiba di depan area kedatangan. Hisyam mendatangi seorang pria asli Spanyol, yang menggunakan setelan jas hitam, dengan logo PBK di ujung kerah kiri. Lelaki berambut cepak memberi hormat yang dibalas kelima pengawal dengan hal serupa. Utari dan Hanania hanya mengangguk sopan pada ketua regu pengawal area Swiss. Seusai berbincang sesaat, pria bersetelan jas hitam yang bernama Delamo, mengajak kelompok tersebut menuju tempat
Hari berganti. Siang itu, Hisyam dan teman-temannya telah berada di kereta yang akan mengantarkan mereka menuju London. Sepanjang perjalanan, Utari lebih banyak diam. Pikirannya berkelana pada saat dirinya dan Kiano masih menjalin hubungan kasih. Betapa Utari sangat mencintai pria yang merupakan kekasih pertamanya. Sepasang mata bermanik cokelat itu mengabut, kala Utari teringat kenangan terindahnya bersama Kiano, hanya selang sebulan sebelum pria tersebut berpamitan untuk kembali ke Singapura. Pada awalnya Utari tidak terlalu curiga ketika menemukan banyak percakapan pesan Kiano dan Avariella, kerabat pria tersebut dari pihak ayahnya. Namun, malam itu Utari benar-benar penasaran karena Avariella jelas-jelas mengucapkan kerinduannya pada Kiano, lengkap dengan stiker peluk dan cium. Kendatipun Utari punya beberapa sahabat dan kerabat laki-laki, tetapi dia tidak pernah mengungkapkan kerinduan dengan berbagai stiker yang menunjukkan kemesraan, lebih dari sekadar kerabat. Utari h
Langit siang perlahan meredup. Udara malam kian sejuk karena angin yang berembus kencang. Hingga banyak orang memutuskan untuk berlindung di dalam rumah, ataupun mengenakan pakaian tebal karena terpaksa berada di luar bangunan.Utari memasuki mobil yang telah dinyalakan mesinnya oleh sang sopir. Dia memasang sabuk pengaman, kemudian memandangi area depan mobil.Hisyam melajukan mobil MPV putih dengan kecepatan sedang. Dia memfokuskan pandangan ke depan untuk memastikan tidak ada hewan yang melintas di jalanan.Lokasi rumah khusus tim PBK dan PG berada di pinggir Kota London. Sudah sering para pengendara harus mengerem tiba-tiba akibat ada hewan yang menyeberang tanpa peduli dengan situasi.Hisyam pernah nyaris menabrak anak anjing yang tengah mengejar induknya. Untungnya dia sigap mengerem hingga tidak menubruk binatang kecil yang segera menjauh."Bang, dapat salam dari Zaara dan Malanaya," ujar Utari seusai membaca pesan dari kedua sahabatnya di grup khusus mereka bertiga."Waalaiku
07"Harusnya jangan cuma ditendang sekali, Syam," tukas Adelard, sesaat setelah Utari selesai mengadukan peristiwa yang terjadi puluhan menit silam. "Ho oh. Mestinya, hajar itu penjahat cinta,' sahut Mardi. "Patah-patahin tulangnya, kayak yang biasa dilakukan Zulfi," imbuh Jaka. "Gunakan wushu secara maksimal," papar Sudrajat. "Kalau perlu, dielus lehernya pakai belati, kayak yang Bang Wirya lakuin dulu," cetus Beni. "Stop!" desis Hanania. "Usul kalian nggak ada yang benar!" omelnya. "Tapi, cowok itu memang harus dihajar, Kak. Aku masih belum puas lihat dia dipukulin Kak Dahlia, dulu," ungkap Fatma. "Jangankan kamu, Fa, aku juga masih geram pengen mukulin dia, sekaligus menampar pacarnya itu," sela Utari. "Bisa-bisanya dia ngatain aku perebut tunangannya. Padahal aku nggak tahu kalau si piano rusak itu sudah bertunangan. Kalau tahu, nggak mungkin aku bertahan jadi kekasihnya!" sungutnya. "Coba kalian tenang dulu. Kita fokus ke masalah tadi," tutur Hanania sambil mengarahkan pa
Ketegangan di pundak Hisyam perlahan berkurang. Tiga hari terlewati semenjak dirinya bertengkar dengan Kiano, tetapi pria itu tidak ada tanda-tanda telah melaporkan Hisyam ke polisi. Wakil dari pengacara PG dan PBK telah mencari informasi dari kantor polisi terdekat dengan tempat kejadian perkara. Namun, tidak ada seorang pun yang menyebarkan informasi perdebatan yang diakhiri dengan adu kekuatan oleh kedua pria, di area parkir depan supermarket. Siang itu, Hisyam dan Mardi tiba di kantor klien tepat jam 2 siang. Mereka bergegas menuju ruang rapat di lantai 9, di mana para petinggi beberapa perusahaan telah menunggu.Sesampainya di sana, kedua pria bersetelan jas hitam kompak menegakkan badan dan memberi hormat. Kemudian mereka menyalami kedelapan orang dalam ruangan, lalu bersiap-siap memulai presentasi. Mardi memulai pidatonya dengan menyapa CEO Harding Grup dengan bahasa Spanyol yang fasih. Nigel Hiraldo membalas dengan bahasa serupa. Dia senang karena makin banyak rekan bisnis
Jalinan waktu terus bergulir. Mardi, Jaka, Hanania, Sudrajat, dan Adelard mulai mengemasi barang-barang mereka. Yang tidak digunakan dalam waktu dekat, dikirim ke Indonesia menggunakan jasa pengiriman kargo. Irfan dan Nurhan akan bertahan sampai tiga bulan ke depan, sesuai instruksi dari Wirya. Selain itu, keduanya diharapkan untuk melatih keempat pengawal muda yang menjadi anggota tim baru. Utari begitu senang untuk bertemu dengan Kakak tertua. Dia jadi lebih sering mengecek kalender dan menghitung hari pertemuan dengan Heru. Meskipun hanya seorang Kakak yang datang, Utari sudah sangat bahagia dijenguk keluarganya. Tibalah waktu yang ditunggu-tunggu. Siang itu Utari ikut Hisyam dan Beni yang bertugas menjemput kelompok belasan orang. Mereka menumpang di bus berukuran kecil yang disediakan hotel tempat para bos akan menginap. Sepanjang jalan menuju bandara, Utari tidak henti-hentinya berbalas pesan dengan Sekar dan Atalaric melalui grup khusus mereka. Heru masih belum menimpali p
Langit malam bertabur bintang. Rembulan memamerkan separuh bentuknya yang memukau. Angin berembus ringan menggoyang dedaunan di pohon-pohon. Hampir tidak ada bunyi kendaraan yang melintas. Sebab area itu berada di bagian ceruk lembah dan cukup jauh dari jalan raya. Jika tidak membaca papan di tepi jalan, warga pendatang tidak akan tahu bila ada belasan rumah di sana. Halaman rumah dinas di ujung ceruk terlihat ramai orang. Mereka tengah bersantap bersama dengan menu aneka panganan khas Indonesia, yang dibawa tim Alvaro. Sesuai dengan permintaan Utari dan rekan-rekannya yang merindukan makanan dari negeri asal mereka. Hisyam pada awalnya bergabung dengan kelompok pengawal muda, tetapi kemudian dia pindah ke kelompok petinggi PBK yang memanggilnya dan Sudrajat untuk berbincang sambil menikmati hidangan. Sementara Utari bergabung dengan para bos PG yang menempati karpet lain. Gadis berhidung bangir mendengarkan percakapan semua pria dewasa sembari sekali-sekali tertawa. Gelaka
Siang itu, ruang rapat gabungan kantor PG dan PBK di London, dipenuhi banyak orang. Mereka adalah para supervisor PG dan ketua regu pengawal seluruh Eropa, beserta staf dan petinggi dua perusahaan tersebut.Leon, ketua pengawal keluarga Baltissen, Luiz dan Benedicto, turut hadir dalam pertemuan itu, bersama dengan Bertrand Luiz, Gutierre Fidelle Luiz dan Hugo Baltissen.Bertrand adalah putra pertama Jose Luiz, sahabat Gustavo Baltissen, Ayah Alvaro yang merupakan warga asli Spanyol. Gutierre adalah sepupu Bertrand. Sementara Hugo adalah Adik Alvaro, tetapi berbeda Ibu. Wirya dan Alvaro bergantian menjelaskan rencana perubahan manajemen PBK, yang otomatis akan mengubah pengawas seluruh unit kerja, yang akan dimulai beberapa bulan mendatang. Hal itu dimaksudkan untuk mempersiapkan generasi baru, sekaligus perubahan wajah-wajah dalam struktur perusahaan.Selanjutnya Zulfi memaparkan detail laporan keuangan selama enam bulan terakhir, khusus wilayah Eropa. Pria berkulit kecokelatan juga
114 Puluhan orang keluar dari belasan unit mobil berbagai tipe. Mereka mengepung rumah besar tiga lantai di kawasan elite Kota Paris. Kepala polisi melangkah cepat ke teras rumah itu. Dia memencet bel dan menunggu dibukakan. Detik berganti. Namun, pintu tetap tertutup. Kepala polisi tetap tenang dan menekan bel lagi. Dia memerhatikan sekeliling sambil berbicara pada wakilnya dengan suara pelan. Sekian menit berlalu, sang kepala polisi akhirnya menelepon seseorang. Tidak berselang lama, pintu belakang dan samping rumah itu dibongkar paksa. Belasan orang menerobos masuk. Mereka langsung ditembaki orang-orang dari lantai dua yang bersembunyi di sekitar tangga. Tim polisi membalas tembakan sembari bergerak maju. Mereka jalan cepat sesuai strategi yang telah dibuat sejak beberapa jam lalu. Selama hampir setengah jam baku tembak itu berlangsung. Banyak korban dari kedua belah pihak yang terluka. Selebihnya terpaksa melanjutkan perkelahian dengan tangan kosong. Tiga unit mobil MPV ber
113 Hisyam mengaduh ketika tendangan Othello menghantam telinga kanannya. Hisyam menggeleng cepat untuk menghilangkan pusing, lalu dia memandangi Othello yang sedang tersenyum miring. "Cuma segitu saja kemampuanmu?" ledek Hisyam sambil memutar-mutar lehetnya supaya rasa tidak nyaman bisa segera hilang. "Itu baru separuh," jawab Othello. "Keluarkan semuanya." "Dengan senang hati." Othello maju dan meninju berulang kali. Hisyam menangkis sambil mendur beberapa langkah. Dia mencari titik kelemahan lawannya, lalu Hisyam menyusun rencana dengan cepat. Hisyam melompat dan menginjak paha kiri Lazuardi yang berada di sebelah kanannya, kemudian Hisyam menarik leher Othello dan mengepitnya dengan kedua kaki. Othello tidak sempat menjerit ketika tubuhnya terbanting keras ke tanah. Dia hendak berbalik, tetapi lengan kiri Hisyam telanjur mengepit lehernya dan memelintir dengan cepat. Edgar yang melihat rekannya rubuh, bergegas menyerang Hisyam dengan dua tendangan keras hingga pria itu ter
112 Hugo meninju Felipe tepat di rahangnya. Lelaki tua bergoyang sesaat, sebelum dia menegakkan badan kembali. Felipe melirik kedua pistolnya yang tergeletak di tanah, dia hendak mengambil benda-benda itu, tetapi satu pengait besi muncul dari samping kanan dan berhasil menarik kedua senapan laras pendek. Felipe sontak menoleh dan kaget melihat dua perempuan yang rambutnya dicepol tinggi-tinggi, melesat untuk menarik kedua pistol. Felipe hendak menarik Gwenyth, tetapi gadis itu langsung berbalik dan melakukan tendangan putar. Felipe mengaduh saat badannya ambruk ke tanah. Dia hendak bangkit, tetapi Gwenyth telah menibannya dan memutar leher Felipe hingga berbunyi nyaring. "Uww! Pasti sakit," tukas Hugo sambil meringis. "Lempar dia ke sana, Bang." Gwenyth menunjuk ke kiri. "Aku mau naik ke situ," lanjutnya yang menunjuk dekat kantor pengelola. "Hati-hati." "Okay." Hugo mengamati saat kedua gadis berlari kencang. Dia kembali meringis ketika Gwenyth dan Puspa berduet untuk menjatu
111Hampir 200 orang berkumpul di depan sebuah rumah besar, di pinggir Kota San Sebastian. Mereka tengah mempersiapkan diri, sebelum memasuki puluhan mobil van dan MPV beragam warna. Mobil-mobil itu melaju melintasi jalan lengang. Salju tebal yang turun sejak semalam, menjadikan banyak tempat tertimbun. Hanya mobil-mobil dengan alat pemecah salju yang berani melintas. Selebihnya memilih tetap di tempat. Kota San Sebastian yang terkenal sebagai tempat wisata, terletak di utara Basque, tepatnya di tenggara Teluk Biscay. Kota tersebut dikelilingi oleh daerah perbukitan dan memiliki tiga pantai yang terkenal. Yakni Concha, Ondaretta dan Zurriola. Konvoi puluhan mobil menuju Igeldo, salah satu distrik yang menghadap Gunung Ulia. Mereka telah mendapatkan informasi akurat tentang keberadaan kelompok Hugo, yang tengah meninjau lokasi proyek. Laurencius yang berada di mobil pertama, berusaha tetap tenang. Meskipun adrenalinnya mengalir deras, tetapi dia harus mengendalikan diri. Sudah sang
110Jalinan waktu terus bergulir. Pagi waktu setempat, Hisyam dan kelompoknya telah berada di bandara Kota Paris. Mereka dijemput Torin, ketua regu pengawal Perancis, dan asistennya, menggunakan dua mobil MPV. Kedua sopir mengantarkan kelompok pimpinan Yoga ke vila yang disewa Carlos, yang berada di sisi selatan Kota Paris. Sesampainya di tempat tujuan, semua penumpang turun. Mereka disambut Mardi dan Jaka di teras rumah besar dua lantai bercat hijau muda. Kemudian mereka diajak memasuki ruangan luas dan bertemu dengan banyak orang lainnya. Hisyam terperangah menyaksikan rekan-rekannya semasa perang klan Bun versus Han, telah berada di tempat itu. Hisyam melompat dan memeluk Loko, yang spontan mendekapnya erat. "Abang, aku kangen!" seru Hisyam, seusai mengurai dekapan. "Aku juga kangen, Mantan musuh," seloroh Loko. "Oh, nggak kangen ke aku?" sela Michael yang berada di samping kanan Loko. "Tentu saja aku kangen. Terutama karena sudah lama kita nggak sparing," balas Hisyam sembar
109Rinai hujan yang membasahi bumi malam itu, menyebabkan orang-orang memutuskan untuk tetap di rumah ataupun tempat tertutup lainnya. Utari menguap untuk kesekian kalinya. Dia mengerjap-ngerjapkan mata yang kian memberat, sebelum menyandar ke lengan kiri suaminya. "Kalau sudah ngantuk, tidur," ujar Hisyam tanpa mengalihkan pandangan dari televisi yang sedang menayangkan film laga dari Jepang. "Lampunya matiin. Aku nggak bisa tidur kalau terang gini," pinta Utari. Hisyam menggeser badan ke kanan untuk menyalakan lampu tidur. Kemudian dia beringsut ke tepi kasur, dan berdiri. Hisyam jalan ke dekat pintu untuk memadamkan lampu utama. "Aku mau bikin teh. Kamu, mau, nggak?" tanya Hisyam. "Enggak," tolak Utari sambil merebahkan badannya. Sekian menit berlalu, Hisyam kembali memasuki kamar sambil membawa gelas tinggi. Dia meletakkan benda itu ke meja rias, lalu beranjak memasuki toilet. Kala Hisyam keluar, dia terkejut karena mendengar bunyi ponselnya. Pria berkaus hitam menyambar
108Jalinan waktu terus bergulir. Deretan acara pernikahan sudah tuntas dilaksanakan di dua kota. Hisyam dan Utari telah kembali ke Jakarta. Mereka menetap di rumah baru bersama kedua Adik Hisyam. Pagi itu, Chalid menjemput Utari dan mengantarkannya ke kantor Dewawarman Grup. Sementara Hisyam melajukan kendaraan menuju kediaman Sultan. Jalan raya yang padat merayap menyebabkan Hisyam menggerutu. Dia sangat berharap kondisi lalu lintas di Ibu Kota bisa lebih tertata, seperti halnya di London. Sesampainya di tempat tujuan, ternyata sudah banyak orang berkumpul. Hisyam keluar dari mobil MPV mewah yang harganya sama dengan mobil Andri dan Haryono. Kemudian dia mendatangi orang-orang di gazebo dan teras, lalu menyalami semuanya dengan takzim. Tidak berselang lama, Yusuf dan teman-temannya datang. Sebab tidak mendapatkan tempat parkir, kedua sopir memarkirkan kendaraan mereka di pekarangan rumah Marley, yang berada di seberang. Alvaro mengajak semua orang untuk berpindah ke belakang. Hi
107 Ratusan orang memenuhi taman resor BPAGK di Bogor, yang telah diubah menjadi tempat pesta kebun nan mewah. Puluhan meja bernuansa putih, ungu muda dan fuchsia, mendominasi area kiri hingga tengah. Sementara bagian kanan sengaja dikosongkan untuk tempat pertunjukan. Pelaminan bersemu putih dan ungu, menambah keindahan tempat perhelatan akbar tersebut. Aroma bunga tercium di seputar area, terutama karena setiap sudutnya dipenuhi bunga beraneka warna, yang kian menambah kecantikan dekorasi hasil tim Mutiara.Pasangan pengantin baru menikmati hidangan di meja terdekat dengan pelaminan. Bersama hadirin, mereka menonton tiga video pre wedding yang telah disatukan. Hisyam mengusap tangan kiri Utari yang spontan menoleh. Keduanya sama-sama mengulum senyuman, karena mengingat saat pengambilan video, jauh sebelum mereka benar-benar menikah. "Kamu tahu? Waktu itu aku deg-degan banget. Terutama waktu kita adegan pelukan dari belakang," ujar Hisyam. "Aku ngerasa jantung Abang berdetak ken
106 "Syam, kamu apain Tari?" tanya Wirya sembari mengamati perempuan bergaun merah muda, yang sedang berbincang dengan istrinya. "Enggak diapa-apain, Bang," sahut Hisyam. "Jalannya aneh gitu." Hisyam meringis. "Mata Abang jeli banget." "Aku lebih pengalaman, jadi rada paham." Wirya melirik juniornya, lalu dia bertanya, "Berapa kali?" Hisyam tidak langsung menjawab, melainkan hanya tersenyum sembari menggaruk-garuk kepalanya. "Jawab!" desis Wirya sambil berpura-pura hendak mencekik pria yang lebih muda. "Dua," balas Hisyam dengan suara pelan. Wirya mengangkat alisnya, kemudian dia merangkul pundak sang junior. "Good. Aku dulu juga gitu." "Langsung dua set?" "Enggak. Malam dan pagi. Kamu?" "Siang dan sore. Entar malam sekali lagi." Keduanya saling melirik, sebelum terbahak bersama. Orang-orang di sekitar memandangi kedua pria yang sama-sama mengenakan kemeja biru tua, dengan tatapan penuh tanya. "Mereka ngakak begitu, aku jadi curiga," tutur Delany sambil memandangi suamin