Hisyam memandangi layar laptop yang menampilkan data unit kerja PBK yang dikirimkan Mardi melalui surel. Sang direktur operasional PBK tersebut akan selesai masa tugasnya beberapa bulan lagi, dan Hisyam yang akan menggantikan posisi Mardi.
Kendatipun tahu jika tugasnya akan bertambah berat karena unit kerja PBK lebih banyak daripada PG, tetapi Hisyam yakin bisa menunaikan tugasnya dengan baik. Posisi Hisyam di PG cabang Eropa akan digantikan Rangga, Adik Wirya, direktur utama PBK dan BPAGK, tempat di mana Hisyam pernah bekerja, sebelum dipindahkan ke Eropa. Rangga saat itu menjabat manajer HRD BPAGK. Dia dipilih Tio dan lima ketua tim PG untuk memimpin kantor cabang Eropa. Kinerja bagus Rangga selama tiga tahun terakhir di BPAGK, menjadi alasan kuat dirinya diberikan tugas penting tersebut. Selain Rangga, ada beberapa pengawal muda yang akan membantunya dan Hisyam bekerja. Mereka akan bersinergi dengan beberapa perusahaan anggota PC yang berada di London, Paris dan Denhag. "Syam, Senin, jadi ikut aku ke Swiss?" tanya Jaka yang baru memasuki ruang kerja juniornya. "Ya, Bang," jawab Hisyam. "Tari, diajak aja. Biar nggak suntuk." "Ehm, istri Abang ikut, nggak?" "Ikut. Makanya dia minta Tari juga ikut, biar ada teman ngobrol." "Harus ngajak Fatma juga." "Enggak apa-apa. Biar Fatma yang ngawal mereka jalan. Kita sama Drajat, meeting." "Berarti Beni dan yang lainnya tetap di sini." "Ya, karena Mardi sama Adelard mau ke Jerman." "Berdua aja?" "Enggak. Sama perwakilan dari Pangestu dan Janitra Grup." Hisyam manggut-manggut. "Oke, aku chat Tari. Biar dia siap-siap dari sekarang." "Bawa barang seperlunya aja. Kita cuma tiga hari perginya." "Kak Nia dan Fatma bisa cuma bawa satu tas. Tari nggak bakal bisa. Dia selalu mastiin pakaiannya sesuai." Jaka mengulum senyuman. "Kayaknya kamu sudah paham karakternya Tari." "Aku dapat banyak info dari Yusuf." "Ah, ya, aku lupa kalau dulu, Yusuf pernah jadi ketua pengawal Dewawarman." Jaka terdiam sejenak, lalu dia bertanya, "Sekarang, siapa ketuanya?" "Masih Sanjaya. Tapi, kata Bang W, lagi dicari junior buat gantiin Sanjaya. Karena dia sudah harus fokus jadi pengajar PBK sekaligus manajer marketing SHEHHBY." "Sanjaya itu pintar. Lihat gayanya, mirip Andri." "Ya, dia rada serius. Beda sama Listu, Uday dan Lazuardi." "Mereka seangkatan, ya?" "Hu um. Angkatan tiga." "Lazuardi kayaknya bakal jadi salah satu yang menonjol di angkatan itu." "Dia cerdas dan penurut. Jadi kesayangan Kang Zulfi." "Jadi nggak dia dikirim ke sini?" "Insyaallah. Aku udah merengek lama sama Bang W. Tadinya aku minta Dimas yang dikirim, tapi nggak dikasih." "Dimas dan Aditya lagi dipersiapkan Wirya buat pegang pengawasan Asia Tenggara." "Ya, karena Yusuf dan Ari sudah sibuk di Asia lainnya, plus Australia dan New Zealand." "Baguslah. Memang regenerasi sudah harus dipersiapkan dari jauh-jauh hari." Matahari pagi bergerak naik. Siang menjelang dengan kecepatan maksimal. Panggilan seseorang dari depan pintu yang dalam kondisi terbuka, menyebabkan Hisyam menghentikan aktivitas dan menengadah. "Bang, kita cari makan di luar, yuk!" ajak Utari sambil melangkah memasuki ruangan. "Ehm, aku banyak kerjaan. Susah buat keluar," tolak Hisyam. "Ayolah, Bang. Temani aku." "Kan, ada Fatma." "Dia tadi pulang duluan." "Kenapa?" "Lagi sakit perut karena tamu bulanannya datang." Hisyam tertegun sesaat, lalu mengangguk mengerti. "Minta temenin sama Irfan aja, ya? Dia lagi lowong." Utari mencebik. "Aku maunya sama Abang. Lagian Abang udah janji sama Bang Varo, Bang Yanuar, Bang Yoga, Bang Wirya dan Bang Zulfi, untuk menjagaku selama di sini." Hisyam meringis. "Enggak sekalian nyebutin semua pengawal lapis dua?" "Aku nggak hafal semuanya. Cuma tahu mereka, Bang Mardi, Bang Jaka, Bang Andri dan Mas Yono." "Harusnya kamu sudah hafal tim Power Rangers. Jumlahnya juga cuma 16 orang." "Wajibkah?" "Yoih. Supaya nggak ketukar orang saat ketemu nanti. Karena mereka semuanya pegang jabatan penting di PG, PC, PBK, PM, PCB, HWZ, LCGL dan beberapa perusahaan lainnya." "Abang nyebutin perusahaan-perusahaan itu, otakku langsung demam." Hisyam tergelak, sedangkan Utari tersenyum lebar. Setelah tawanya lenyap, Hisyam berdiri dan menyambar tas selempang kecil yang berisikan barang-barang penting. Hisyam mematikan laptop, lalu mengajak Utari keluar. Dia menutup pintu ruang kerja, kemudian mengayunkan tungkai menyusul sang nona yang terlebih dahulu jalan menuju lift. Pria berkemeja krem berhenti di depan ruang staf. Dia memanggil Irfan dan mengajak lelaki yang lebih muda untuk ikut bersamanya. Kedua lelaki yang berpostur hampir sama, jalan bersisian menuju elevator. Sekian menit terlewati, ketiga orang tersebut telah berada di mobil SUV putih, yang menjadi kendaraan inventaris buat Hisyam. Mereka berbincang mengenai kabar terbaru dari tanah air. "Aku jadi pengen daftar buat pegang cabang Amerika dan Kanada," tukas Hisyam, sesaat setelah Utari menjelaskan informasi dari tim PG. "Kalau Abang ke sana, di sini siapa yang pegang?" tanya Irfan yang bertugas sebagai sopir. "Lazuardi. Dia bisa kerjasama dengan Uday atau Fikri." "Aku ikut, dong, Bang. Belum tahu Amerika dan Kanada kayak gimana." "Kamu daftar ke Bang W." "Oke. Nanti aku chat beliau." "Jangan di-spam. Nanti dia ngamuk." "Hu um, kayak siapa itu dulu? Spam pesan lima kali. Besoknya dipanggil ke kantor dan dimarahin Bang W." "Kalau nggak salah, angkatannya Syuja. Lupa aku namanya." "Jangankan Ayah Bayazid, aku pun kalau di-spam pesan, pasti ngamuk," sela Utari dari kursi belakang. "Ya, aku juga sama. Tapi, aku masih bisa nahan sabar. Bang W juga sebetulnya penyabar. Mungkin waktu itu dia lagi capek banget, jadinya emosi," papar Hisyam. "Ngebayangin jadi Bang W, aku udah capek duluan," timpal Irfan. "Beliau pegang tiga perusahaan. Jadinya sibuk berat. Pasti capek," ungkap Hisyam. "Walaupun di HWZ beliau nggak terlalu hectic, tapi PBK ini yang paling menyita waktu," lanjutnya. "Para Abang itu makannya apa, ya? Kerjaannya keluyuran terus," tutur Utari. "Ketiga kakakku aja nggak sesibuk Power Rangers," sambungnya. "Makannya biasa, Ri. Tapi dopingnya yang luar biasa," cakap Hisyam. "Apaan, Bang?" "Doa istri, Ibu dan keluarga mereka. Serta banyak pegawai yang menggantungkan hidup dari PBK, BPAGK dan perusahaan sampingan lainnya." *** Heru memandangi perempuan tua berjilbab hitam yang sedang menelepon Adik bungsunya. Heru mengeluh dalam hati karena Sulistiana sepertinya sulit memahami jika Utari belum ingin kembali ke Indonesia. Heru melirik Sekar yang sedang berbincang dengan Tania di kursi sebelah kanan. Dia memberi kode pada adiknya yang segera mengangguk paham. Kemudian Heru mengerling Atalaric, yang sedang fokus pada ponselnya. Putra sulung keluarga Dewawarman berdeham yang menjadikan Atalaric menengadah. Keduanya seolah-olah tengah berbincang menggunakan bahasa batin, kemudian sama-sama mengangguk. Setelah Sulistiana memutus sambungan telepon, Heru berdiri dan menyambangi sang ibu. Dia mengajak perempuan kesayangan untuk berpindah ke ruang kerja, dengan diikuti Sekar dan Atalaric. Setibanya di tempat tujuan, Heru duduk berdampingan dengan Sulistiana. Dia menyampaikan informasi terkini dari PG, tentang tawaran kerja buat sang putri bungsu. "Ibu nggak setuju," tolak Sulistiana. "Apa alasan Ibu untuk menolak?" tanya Heru dengan suara lembut agar tidak menyinggung ibunya. "Tari itu perempuan, Mas. Apalagi usianya sudah dua puluh enam tahun. Sudah sepantasnya dia menikah dan memiliki keluarga sendiri." "Tari sedang patah hati, Bu. Di sana dia sangat betah dan enjoy bekerja jadi asisten Adelard. Lebih baik kita biarkan dia di sana, sambil menunggu luka hatinya pulih." "Ibu sudah didesak keluarga Sumantri untuk melakukan pertunangan antara Tari dan Leo." "Dan Tari sudah menegaskan, jika dia menolak pertunangan itu." "Dia harus menurut, karena ini wasiat Ayah kalian." "Bu, belum cukupkah Sekar dan Aric yang jadi korban perjodohan?" Sulistiana terkesiap. "Mereka hanya tidak beruntung. Mungkin saja nasib Tari berbeda." "Kalau sama, gimana?" Sulistiana terdiam. Dia menggerak-gerakkan lidah, tetapi tidak ada kalimat yang berhasil diucapkan. Sentuhan di lengan kanan menyebabkannya menoleh dan beradu pandang dengan putri keduanya. "Mas Heru benar, Bu. Aku sudah menuruti kemauan Ayah dan Ibu. Menikah dengan laki-laki pilihan kalian yang ternyata tidak punya attitude yang bagus," ungkap Sekar. "Aku bertahan menjadi istrinya dan menyembunyikan aib suami dari keluarga. Tapi, perselingkuhan terakhirnya tidak dapat kuterima, apalagi dimaafkan. Hingga aku yakin untuk bercerai, dan memilih menjadi janda. Daripada harus tersiksa batin terus-menerus." "Aric juga sudah menuruti keinginan Ayah dan Ibu. Dia meninggalkan pacarnya demi menerima pertunangan yang kalian rencanakan dengan kerabat Ayah. Tapi, hasilnya, perempuan itu justru mempermalukan Aric dengan hamil anak pacarnya, lalu mereka kabur dengan membawa uang antaran." "Kumohon, Bu. Biarkan Tari memilih jalan hidupnya sendiri. Dia nggak bisa cinta sama Leo, karena nggak klik. Kita nggak bisa maksa, Bu, karena Tari yang menjalani kehidupannya, dan bukan kita. Apa Ibu mau, anak bungsu Ibu jadi janda juga kayak aku?" tanya Sekar yang mengagetkan Sulistiana. "Atau Ibu mau, Tari kayak aku? Susah dapat jodoh, karena disumpahi keluarga mantan pacar?" desak Atalaric yang kian mengejutkan Sulistiana. "Kami mohon, Bu. Biarkan Tari dengan keputusannya sendiri," cakap Heru. "Dia senang di London, karena bisa lepas dari nama besar keluarga kita dan menjadi orang biasa. Bukan putri keluarga kaya," tambahnya. "Aku, Mas Heru dan Mbak Sekar, sudah menyetujui tawaran Mas Tio. Agar Tari jadi pegawai tetap di PG cabang Eropa," papar Atalaric. "Dia nggak sendirian, Bu. Banyak pengawal yang akan menemaninya bekerja," lanjutnya. "Selain itu, Varo sudah menjanjikan perlindungan maksimal pada Tari, dari keluarga Baltissen, Luiz dan Benedicto," beber Heru. "Di sana ada Miranda, Adik bungsu Varo. Lalu ada Dreena dan Vanessa. Jadi Tari nggak akan kesepian," lontarnya. "Aku dan Mas Heru akan bergantian mengunjungi Tari tiap tiga bulan sekali. Dia juga akan pulang ke sini dua kali setahun. Jadi Ibu bisa tetap bertemu dengannya," tukas Atalaric. "Ibu jangan khawatir. Kita juga bisa mengunjungi Tari dan tinggal sebulan di sana. Aku yang akan nemenin Ibu, jika Mas Heru dan Aric tengah sibuk," imbuh Sekar.Pekikan Utari mengejutkan orang-orang di ruang tamu rumah khusus karyawan PG dan PBK di London. Hisyam dan teman-temannya bertambah heran, karena gadis berkulit kuning langsat tersebut berjoget sambil tersenyum lebar.Penjelasan dari Fatma akhirnya bisa dipahami Hisyam. Dia mengulum senyuman menyaksikan tingkah Adik bungsu Heru, yang kentara sekali sedang berbahagia. Setelah Utari tenang, Hisyam mendatangi gadis berhidung bangir dan menyalaminya sambil mengucapkan selamat. Pria berkaus turkish terkejut ketika Utari memeluknya sembari mengucapkan terima kasih. "Terima kasih buat apa, Ri?" tanya Hisyam sambil menolak tubuh. "Abang sudah bantu aku bekerja dengan baik di sini. Hingga Mas Tio dan yang lainnya mempercayakan posisi penting itu padaku," jelas Utari sembari mundur sedikit. Dia malu karena memeluk Hisyam dengan spontan, hingga dipandangi yang lainnya. "Aku cuma berkontribusi sedikit. Selebihnya, kamu memang bagus hasil kerjanya. Aku juga terbantu banget, karena sejak ada ka
Penerbangan selama 1 jam 35 menit akhirnya usai. Setelah hampir semua penumpang turun, barulah Hisyam mengajak kelompoknya melangkah keluar pesawat. Mereka mengucapkan terima kasih pada crew pesawat yang membalas dengan seulas senyuman. Utari menggandeng Hanania. Mereka jalan mengekori langkah Hisyam, Sudrajat dan Jaka. Sedangkan Irfan dan Fatma menutup barisan. Ketujuh orang tersebut mengayunkan tungkai menyusuri lorong panjang hingga tiba di tempat pengambilan bagasi. Sebab tidak membawa koper besar, mereka tidak berhenti di sana, dan meneruskan langkah hingga tiba di depan area kedatangan. Hisyam mendatangi seorang pria asli Spanyol, yang menggunakan setelan jas hitam, dengan logo PBK di ujung kerah kiri. Lelaki berambut cepak memberi hormat yang dibalas kelima pengawal dengan hal serupa. Utari dan Hanania hanya mengangguk sopan pada ketua regu pengawal area Swiss. Seusai berbincang sesaat, pria bersetelan jas hitam yang bernama Delamo, mengajak kelompok tersebut menuju tempat
Hari berganti. Siang itu, Hisyam dan teman-temannya telah berada di kereta yang akan mengantarkan mereka menuju London. Sepanjang perjalanan, Utari lebih banyak diam. Pikirannya berkelana pada saat dirinya dan Kiano masih menjalin hubungan kasih. Betapa Utari sangat mencintai pria yang merupakan kekasih pertamanya. Sepasang mata bermanik cokelat itu mengabut, kala Utari teringat kenangan terindahnya bersama Kiano, hanya selang sebulan sebelum pria tersebut berpamitan untuk kembali ke Singapura. Pada awalnya Utari tidak terlalu curiga ketika menemukan banyak percakapan pesan Kiano dan Avariella, kerabat pria tersebut dari pihak ayahnya. Namun, malam itu Utari benar-benar penasaran karena Avariella jelas-jelas mengucapkan kerinduannya pada Kiano, lengkap dengan stiker peluk dan cium. Kendatipun Utari punya beberapa sahabat dan kerabat laki-laki, tetapi dia tidak pernah mengungkapkan kerinduan dengan berbagai stiker yang menunjukkan kemesraan, lebih dari sekadar kerabat. Utari h
Langit siang perlahan meredup. Udara malam kian sejuk karena angin yang berembus kencang. Hingga banyak orang memutuskan untuk berlindung di dalam rumah, ataupun mengenakan pakaian tebal karena terpaksa berada di luar bangunan.Utari memasuki mobil yang telah dinyalakan mesinnya oleh sang sopir. Dia memasang sabuk pengaman, kemudian memandangi area depan mobil.Hisyam melajukan mobil MPV putih dengan kecepatan sedang. Dia memfokuskan pandangan ke depan untuk memastikan tidak ada hewan yang melintas di jalanan.Lokasi rumah khusus tim PBK dan PG berada di pinggir Kota London. Sudah sering para pengendara harus mengerem tiba-tiba akibat ada hewan yang menyeberang tanpa peduli dengan situasi.Hisyam pernah nyaris menabrak anak anjing yang tengah mengejar induknya. Untungnya dia sigap mengerem hingga tidak menubruk binatang kecil yang segera menjauh."Bang, dapat salam dari Zaara dan Malanaya," ujar Utari seusai membaca pesan dari kedua sahabatnya di grup khusus mereka bertiga."Waalaiku
07"Harusnya jangan cuma ditendang sekali, Syam," tukas Adelard, sesaat setelah Utari selesai mengadukan peristiwa yang terjadi puluhan menit silam. "Ho oh. Mestinya, hajar itu penjahat cinta,' sahut Mardi. "Patah-patahin tulangnya, kayak yang biasa dilakukan Zulfi," imbuh Jaka. "Gunakan wushu secara maksimal," papar Sudrajat. "Kalau perlu, dielus lehernya pakai belati, kayak yang Bang Wirya lakuin dulu," cetus Beni. "Stop!" desis Hanania. "Usul kalian nggak ada yang benar!" omelnya. "Tapi, cowok itu memang harus dihajar, Kak. Aku masih belum puas lihat dia dipukulin Kak Dahlia, dulu," ungkap Fatma. "Jangankan kamu, Fa, aku juga masih geram pengen mukulin dia, sekaligus menampar pacarnya itu," sela Utari. "Bisa-bisanya dia ngatain aku perebut tunangannya. Padahal aku nggak tahu kalau si piano rusak itu sudah bertunangan. Kalau tahu, nggak mungkin aku bertahan jadi kekasihnya!" sungutnya. "Coba kalian tenang dulu. Kita fokus ke masalah tadi," tutur Hanania sambil mengarahkan pa
Ketegangan di pundak Hisyam perlahan berkurang. Tiga hari terlewati semenjak dirinya bertengkar dengan Kiano, tetapi pria itu tidak ada tanda-tanda telah melaporkan Hisyam ke polisi. Wakil dari pengacara PG dan PBK telah mencari informasi dari kantor polisi terdekat dengan tempat kejadian perkara. Namun, tidak ada seorang pun yang menyebarkan informasi perdebatan yang diakhiri dengan adu kekuatan oleh kedua pria, di area parkir depan supermarket. Siang itu, Hisyam dan Mardi tiba di kantor klien tepat jam 2 siang. Mereka bergegas menuju ruang rapat di lantai 9, di mana para petinggi beberapa perusahaan telah menunggu.Sesampainya di sana, kedua pria bersetelan jas hitam kompak menegakkan badan dan memberi hormat. Kemudian mereka menyalami kedelapan orang dalam ruangan, lalu bersiap-siap memulai presentasi. Mardi memulai pidatonya dengan menyapa CEO Harding Grup dengan bahasa Spanyol yang fasih. Nigel Hiraldo membalas dengan bahasa serupa. Dia senang karena makin banyak rekan bisnis
Jalinan waktu terus bergulir. Mardi, Jaka, Hanania, Sudrajat, dan Adelard mulai mengemasi barang-barang mereka. Yang tidak digunakan dalam waktu dekat, dikirim ke Indonesia menggunakan jasa pengiriman kargo. Irfan dan Nurhan akan bertahan sampai tiga bulan ke depan, sesuai instruksi dari Wirya. Selain itu, keduanya diharapkan untuk melatih keempat pengawal muda yang menjadi anggota tim baru. Utari begitu senang untuk bertemu dengan Kakak tertua. Dia jadi lebih sering mengecek kalender dan menghitung hari pertemuan dengan Heru. Meskipun hanya seorang Kakak yang datang, Utari sudah sangat bahagia dijenguk keluarganya. Tibalah waktu yang ditunggu-tunggu. Siang itu Utari ikut Hisyam dan Beni yang bertugas menjemput kelompok belasan orang. Mereka menumpang di bus berukuran kecil yang disediakan hotel tempat para bos akan menginap. Sepanjang jalan menuju bandara, Utari tidak henti-hentinya berbalas pesan dengan Sekar dan Atalaric melalui grup khusus mereka. Heru masih belum menimpali p
Langit malam bertabur bintang. Rembulan memamerkan separuh bentuknya yang memukau. Angin berembus ringan menggoyang dedaunan di pohon-pohon. Hampir tidak ada bunyi kendaraan yang melintas. Sebab area itu berada di bagian ceruk lembah dan cukup jauh dari jalan raya. Jika tidak membaca papan di tepi jalan, warga pendatang tidak akan tahu bila ada belasan rumah di sana. Halaman rumah dinas di ujung ceruk terlihat ramai orang. Mereka tengah bersantap bersama dengan menu aneka panganan khas Indonesia, yang dibawa tim Alvaro. Sesuai dengan permintaan Utari dan rekan-rekannya yang merindukan makanan dari negeri asal mereka. Hisyam pada awalnya bergabung dengan kelompok pengawal muda, tetapi kemudian dia pindah ke kelompok petinggi PBK yang memanggilnya dan Sudrajat untuk berbincang sambil menikmati hidangan. Sementara Utari bergabung dengan para bos PG yang menempati karpet lain. Gadis berhidung bangir mendengarkan percakapan semua pria dewasa sembari sekali-sekali tertawa. Gelaka