Mbok Yah keluar dari rumah dan membisikkan sesuatu ke telinga Demang Yasa. Dengan tenang lalu sang demang beranjak dari sana.
"Ki Nambi, Ki Tarso, Darwis, ikut aku masuk ke dalam. Sisanya tetap disini, kita bahas lagi setelah ini." Perintah sang demang kepada para pengikutnya.
Keempat lelaki segera masuk ke dalam rumah, mengikuti sang wanita paruh baya.
Di dalam bilik, wanita hamil itu tengah menangis tersedu sedu. Matanya sayu, dan tubuhnya sedikit menggigil. Tangannya tak henti menghapus air mata yang terus keluar.
Kondisi wanita itu sudah mulai membaik dari sebelumnya. Tubuhnya penuh dengan balutan kain, sepertinya luka di tubuhnya sudah diobati, tercium dari bau ramuan tanaman obat yang sangat khas. Dia sudah diberi pakaian ganti yang lebih bersih.
Mbok Yah melirik kearah sang demang, kemudian mengangguk. Seakan diberi kode, sang demang perlahan mendekati wanita muda itu. Di lantas duduk bersila dihadapan sang wanita.
"Nak, saya Demang Yasa, pemimpin di wilayah Janti. Saya ingin bertanya kepada ananda ini, apakah ananda bersedia?" Pelan pelan sang demang menanyai si wanita itu.
Tangis si wanita mulai reda saat didekati oleh sang demang. Sambil terisak, dia mengangguk setelah mendengar pertanyaan dari sang demang.
"Kalau boleh tahu, siapa nama ananda dan asalnya dari mana?"
Si wanita menghela nafas, dia lalu berkata, "Nama saya Rantini dari dukuh Banyu Urip. Sebelumnya, terimakasih kepada demang dan simbok sekalian sudah mau menolong dan mengobati luka saya.""Tenang saja nak, itu sudah kewajiban kita sebagai manusia. Sekarang saya mau tahu kenapa ananda bisa berada dalam kondisi seperti ini?"
"Tuan demang, saya ingin melaporkan kalau desa kami semalam diserang oleh gerombolan perampok Tanduk Api. Semua warga desa dibunuh, dan hanya sedikit dari kami yang berhasil meloloskan diri. Saya dan ayah saya berhasil lolos, namun di jalan kami dikejar oleh mereka sampai bapak ..." Wanita itu tidak berani melanjutkan ceritanya. Sambil menggigit bibirnya, wanita itu berusaha untuk menahan tangis yang mulai keluar lagi.
Mendengar sedikit penjelasan itu, sang demang mulai tegang kembali. Walau dia sudah menduga akan hal itu, namun mendengarnya langsung dari mulut seorang korban selamat tetap membuatnya merinding.
Dari informasi yang sudah dia dapat hingga saat ini, sekitar enam desa dan dukuh yang sudah dihancurkan oleh gerombolan tersebut.
Setelah beberapa kali dia bertanya seputar penyerangan oleh gerombolan Tanduk Api, sang demang akhirnya mendapat sedikit informasi berharga. Seperti jumlah kekuatan gerombolan tersebut, lalu dimana mereka sekarang berada, dan kemampuan salah satu wakil perampok yang bernama Kijan.
Tanpa menunggu lebih lama sang demang segera membalikkan badan.
"Tuan demang, tunggu sebentar!"Beberapa saat Demang Yasa membalikkan badan, si wanita kembali memanggilnya.
"Ada sesuatu yang harus saya berikan kepada tuan." Sang wanita mengambil sebuah gulungan tua dari daun lontar yang tergeletak di dekatnya. "Ini adalah gulungan kitab meditasi yang saat ini sedang dicari oleh gerombolan perampok itu. Suami saya menemukannya di sebuah gua di dekat dukuh kami. Dia memberikan ini sesaat sebelum dukuh kami diserang."
Wanita itu lantas memberikan gulungan daun lontar itu kepada sang demang.
Demang Yasa menerima gulungan tersebut. Wajahnya sontak terkejut dan agak gemetar saat menerima gulungan itu. Terasa dingin dan jahat saat gulungan itu berada di tangannya. Tampaknya aura dari gulungan itu hanya mampu dirasakan oleh orang orang yang memiliki ilmu tenaga dalam.
'Wah, gulungan ini memiliki aura yang sangat jahat. Apa mungkin ini adalah ilmu meditasi yang dilakukan oleh para penganut ilmu hitam? Kalau begini jangan sampai gulungan ini berada di tangan gerombolan perampok itu.' Pikir sang demang.
"Ki Nambi, tolong masukkan gulungan ini ke dalam kotak peti harta dan simpan di tempat yang paling aman." Perintahnya sambil menyerahkan gulungan itu kepada pengikutnya.
Ki Nambi yang menerima gulungan itu juga sedikit kaget saat merasakan aura jahat darinya. Dia segera berbalik arah dan bergegas menghilang keluar bilik.
"Nak Rantini, saya mau tanya sekali lagi. Kenapa para perampok itu bisa tahu tentang gulungan itu?"
"Suami saya memberitahu saya bahwa dia juga berpapasan dengan seorang lelaki bertubuh kekar di hutan setelah dia mendapat gulungan itu. Kalau pikir saya, kemungkinan lelaki itu adalah salah satu anggota gerombolan perampok yang juga mencari gulungan tersebut. Mungkin karena tidak menemukan gulungan itu di gua, dia mencurigai suami saya dan menyerang desa desa di dekat hutan."
Sang demang menghela nafas, kini titik terang sudah muncul. Dia akhirnya mulai bisa menyambungkan semua informasi yang dia dapat.
Sambil menghela nafas, kini Demang Yasa mulai menemukan titik terang dari semua informasi yang dia dapat. Dia kini dapat menyimpulkan kenapa dan bagaimana para perampok Tanduk Api yang biasanya menyerang wilayah Gunung Rahastra bisa berada di wilayah Janti.Penyerangan yang selama ini dilakukan oleh para perampok itu tak lain tujuannya adalah untuk menemukan gulungan kitab itu. Karena mereka tidak tahu siapa yang mengambil gulungan tersebut, maka mereka mencurigai suami dari Rantini yang berpapasan di hutan. Disitulah awal mula mereka menyerang semua desa di dekat hutan."Nak Rantini, sekarang ananda sudah aman disini. Beristirahatlah dengan tenang, pulihkan tenaga dan pikiran. Istri demang, Nyi Aluh, sebentar lagi kemari untuk menemani ananda. Mbok Yah dan Mbah Kunti juga selalu disini untuk menemani ananda.""Terima kasih tuan demang." Rantini kini sudah mulai tenang.Setelah memberikan perintah dan pesan kepada Mbok Yah dan Mbah Kunti, Demang Yasa dan Darw
Demang Yasa mencoba untuk menahan amarah, dia tampak tenang."Ada apa dengan sikap kalian ini? Datang kemari dengan senjata penuh darah di tangan. Siapa yang tahu sudah berapa banyak yang kalian sakiti. Aku tidak tahu apa yang kalian maksud, dan aku harap kalian segera pergi dari sini! Kalian tidak diterima di sini!" Tegas sang demang."Hahaha... Tuan demang tidak usah mengalihkan pembicaraan. Saya harap tuan segera menjawab pertanyaan saya.""Kau berani mengancamku?""Cuih... Andaka, tak usah basa basi lagi. Langsung saja kita hajar mereka! Semakin cepat kita mendapat gulungan itu, semakin cepat pula kita pulang ke markas. Aku sudah tidak sabar ingin mencicipi para gadis yang sudah kita tangkap." Sela lelaki kelabu dibelakang sang lelaki gemuk.Mendengar hal itu wajah Demang Yasa kian memerah menahan amarah. Dalam hatinya semakin dingin, dia ingin segera menghajar para perampok itu. Namun disisi lain, kesadarannya terus mengingat para warga desa yang l
Sesaat Andaka dan anak buahnya mulai mundur, dari arah pepohonan muncul beberapa orang misterius yang segera datang mengepung pasukan Janti. Seorang lelaki kekar dengan bekas luka di pelipis mata berjalan ke arah Demang Yasa. Dia tertawa, dan tawanya sangat berat mengerikan."Kakak! Kau datang juga akhirnya. Sekarang si tua bangka ini bisa kita habisi bersama." Cicit Andaka."Hahaha... Memalukan sekali kau Andaka, hanya melawan satu orang tua saja sudah kewalahan. Sekarang menyingkirlah! Biar aku yang menghadapinya.""Baik kak." Andaka segera menyingkir, wajahnya memerah."Muncul juga sang kepala ular. Namamu Jalada kan? Sekarang rasakan seranganku ini!" Teriak Demang Yasa.Tanpa pikir panjang Demang Yasa langsung menyerang Jalada, sang pemimpin perampok Tanduk Api. Pedangnya mengarah tepat ke perut Jalada, siap menyobek kulit dan dagingnya.Dengan segenap tenaga Jalada berusaha menghindari serangan itu. Lantas dikeluarkannya sebuah golok dari sar
Di sudut pusat kademangan, enam orang misterius berlari dari luar. Di belakang mereka dua jasad sudah terbujur kaku bersimbah darah.Beberapa saat mereka berlari, salah satu dari mereka memberi kode, lantas mereka berpencar. Satu orang yang memberi kode memisahkan diri berlari ke suatu arah. Sisanya lima orang menuju ke sebuah rumah yang terdapat dua penjaga di halamannya.Satu orang yang memisahkan diri berlari ke sebuah rumah joglo paling besar. Di pendopo rumah tersebut ada empat orang yang tengah berjaga. Berbeda dengan sudut sudut terluar pusat kademangan, rumah tersebut tidak ada penerangan yang cukup. Hanya ada dua obor di depan pintu rumah dalam dan obor obor yang dibawa para penjaga.Sesaat satu sosok tersebut berlari kearah keempatnya. Tanpa kata dia mengeluarkan sebuah cambuk yang langsung diayunkan kearah salah satu penjaga.Para penjaga yang mengira satu sosok tersebut adalah warga Janti pun merasa kaget. Mereka terlambat menghindar. Serangan
Sang wanita berhasil keluar gerbang desa, dia sama sekali tidak memikirkan nasib kelima rekan yang ditinggalkannya. Dia pun melihat Demang Yasa dan Jalada masih bertarung sengit di luar gerbang desa, dia lantas menghampirinya.Cukup dekat wanita itu berada, dia melakukan beberapa sentakan tangan. Dua buah pisau melayang kearah Demang Yasa.Sang demang yang tidak melihat kedatangan si wanita merasa ada yang tidak beres, intuisinya mengatakan kalau dia sedang berada dalam bahaya. Dengan reflek yang cukup cepat sang demang melompat mundur beberapa langkah.Benar saja, dua buah pisau melayang tepat melewati tempat Demang Yasa berdiri sebelumnya. Pisau itu terus melaju sampai akhirnya menancap di pohon.Sejenak setelah melancarkan serangannya, si wanita berlari mendekati Jalada. Dia memperlihatkan sebuah bungkusan besar kepada Jalada, mulutnya tersenyum lebar. Jalada yang melihat bungkusan itu pun lantas tertawa keras. Dihampirinya wanita itu dan dipeluknya.
"Niti, ada apa?" Tanya sang demang kepada si remaja."Begini tuan demang, saya disuruh Nyi Aluh untuk meminta tuan demang menemui beliau di rumah Mbah Kunti."Ada apa gerangan di rumah Mbah Kunti, pikir sang demang. Tanpa basa basi lagi dia segera bergegas menuju ke rumah Mbah Kunti, diikuti oleh si remaja dan Ki Nambi.Sampai disana, Demang Yasa merasa ada yang aneh dan ganjil. Dari kejauhan tampak rumah Mbah Kunti agak sedikit rusak di bagian depan, dinding rumah yang terbuat dari bambu hancur. Semakin mendekat, terlihat lima mayat berpakaian hitam tergeletak di depan rumah.Kondisi mereka sangat aneh, mata mereka terbelalak dengan pupil mata yang memutih, bekas darah kering menempel dari sela mata.Entah apa yang sudah terjadi, sang demang pun segera menuju ke dalam rumah. Sesaat di depan rumah dia mendengar suara tangis bayi, membuatnya jadi menduga duga. Di dalam, dia segera disambut oleh beberapa wanita paruh baya yang sibuk kesana kema
Sepuluh tahun telah berlalu sejak penyerangan di pusat Kademangan Janti, warga desa pun sudah hampir melupakan kejadian itu. Jasad para warga dan prajurit yang tewas dalam pertempuran sudah lama dikuburkan. Setiap tahun para warga mengenang para korban yang gugur dengan membawa sesajen ke makam mereka.Sementara itu Mbah Bogel yang misterius menghilang begitu saja tanpa jejak. Kakek tua itu sama sekali tidak diketahui keberadaannya. Warga desa yang mencarinya kemana mana sama sekali tidak pernah menjumpai sosok tersebut. Namun satu hal yang pasti, beberapa hari setelah Mbah Bogel menghilang, para warga yang dahulu sering memberinya makan dihebohkan dengan ditemukannya sekantong perhiasan dan kepeng emas di rumah mereka masing masing.Kini, berkat penemuan itu, para warga secara bersuka rela memberikan sebagian harta itu kepada Demang Yasa. Jumlah yang diberikan warga jauh melebihi jumlah emas dan perhiasan yang dicuri oleh para perampok. Hal itu tentu tidak disia siaka
Diujung, di dekat jendela, seorang lelaki misterius duduk menghadap makanannya. Lelaki itu mengenakan jubah agak kecokelatan, dan rambutnya sangat panjang menjuntai menutup punggung. Rambut bagian depannya menutupi hampir seluruh mukanya, hanya tampak dua bola mata tajam dan bibir tipis dari sela rambut. Sebuah caping dan pedang besar tergeletak di samping makanannya.Wajah lelaki itu menunduk, seolah tidak peduli dengan sekitarnya. Walau begitu, rupanya dia sedari tadi menguping pembicaraan beberapa orang tadi. Beberapa kali dia mencuri pandang kearah meja yang ramai dengan orang orang.Lelaki misterius ini berpikir dalam hati, siapakah Jalada yang dimaksud orang orang ini. Dari mendengar pembicaraan tersebut, muncul berbagai pertanyaan di benaknya. Salah satu yang dipikirkannya adalah tentang Jalada yang tampaknya lebih kuat dari para demang.Setahu dia, para demang biasanya memiliki ilmu tenaga dalam mumpuni, dan sudah berada lebih dari tahap keempat. Apakah