Setelah itu, mereka berjalan menuju bagian perhiasan. Daniel meminta Karina untuk memilih sebuah kalung yang paling istimewa di hatinya.
Karina memilih sebuah kalung berlian yang bersinar dengan kilauan yang hampir seperti bintang di langit malam. Daniel mengeluarkan kartu Black Diamond-nya dan membayar kalung itu secara kontan. Setelah berbelanja, Daniel membawa Karina ke restoran bintang lima di atap pusat perbelanjaan tersebut. Mereka duduk di meja dengan pemandangan kota yang menakjubkan di bawah mereka. Makan malam mewah disajikan dengan anggur terbaik, dan untuk sesaat, masalah yang mereka hadapi tampak seperti sesuatu yang jauh. "Sekarang, mari kita nikmati malam ini dan lupakan semua kekhawatiran kita," kata Daniel sambil menggenggam tangan Karina. "Kita bisa menghadapi semua masalah itu besok, bersama-sama." Karina mengangguk dan tersenyum, merasa sedikit lebih ringan. Malam itu, mereka menikmati makanan lezat, tertawa bersama, dan berbagi momen-momen intim yang mengingatkan mereka akan kekuatan cinta mereka. Di tengah semua kemewahan dan kilauan, yang paling penting bagi Karina adalah kenyataan bahwa dia memiliki Daniel di sisinya, mendukung dan mencintainya tanpa syarat. *** Hingga hari yang dijanjikan pun tiba. Pangeran Daniel beserta permaisurinya, Karina, telah sampai di depan gerbang rumah pribadi sang raja Austria. Pangeran Daniel menepuk-nepuk punggung istrinya. Kelihatan sekali ketegangan di wajah istrinya yang tidak biasa bertamu ke rumah raja. Supir terpaksa menghentikan laju mobil atas perintah Karina. "Tunggu sebentar Daan, aku melihat orang mencurigakan di arah sana," kata Karina sambil melompat dari mobil. "Tunggu aku Karina!" Dengan sangat terpaksa Daniel ikut turun dari mobil. Karina berhasil menemukan orang yang dia cari. Saat Daniel melihat orang itu dia langsung mewajarkan sikap Karina barusan. "Siapa kamu?" Tanya Karina. "Sedang apa di halaman rumah istana baginda raja?" Daniel menimpali. Wanita bertudung merah berbalik. Matanya yang indah bertemu dengan mata Karina yang tidak kalah indah. Wanita itu tersenyum. Bibirnya seperti kelopak bunga mawar. Kulitnya putih bersih, dan yang terbaik, kecantikannya tidak berasal dari manipulasi produk kecantikan. "Cantik sekali .... Maaf, apakah kamu salah satu menantu permaisuri Lydia yang belum pernah aku jumpai?" Wanita elok itu terkekeh. Tawanya semerdu melodi angin. Tidak bosan-bosan Karina menatap wanita itu. Menunggu jawaban sembari menatap keelokan bentuk sang wanita, itulah yang sedang dilakukan Karina. "Mohon maaf jika aku mengganggu perjalanan kalian. Memang benar aku menantu permaisuri Lydia. Tapi aku tidak suka bergaul bersama mereka." Si wanita tersenyum tipis seraya memejamkan kedua matanya. Tanpa peringatan, Daniel memeluk wanita itu, tepat di hadapan Karina. Si wanita pun balas memeluk. Keduanya terlihat sangat akrab seperti saudara kandung. Sebagai istri sahnya Daniel, tidak mungkin Karina tidak cemburu melihat suaminya memeluk wanita lain. Tapi sebagai wanita yang bermartabat Karina membuang jauh-jauh emosi negatif itu, sambil berharap si wanita bertudung bukan wanita simpanan Daniel. "Sayangku ... Perkenalkan, ini Sylvana, istri pangeran Garam." Karina sangat senang mendengarnya lalu hendak bersalaman dengan Sylvana, akan tetapi, wanita itu malah memeluknya dan menangis sesunggukkan di bahunya. "Sylvana ... Apa yang kamu lakukan?" Tanya Karina dengan bingung. "Sylvana tidak ingin mengungkapkan motifnya terlalu dini. Dia segera menjauh dari Karina dan kabur meninggalkannya keduanya. "Ada apa dengan adik ipar?" Karina mencari jawaban ke Daniel. Nampak Daniel juga bingung dengan sikap adik iparnya itu. "Sudahlah tidak perlu dipikirkan sekarang. Ayah sedang menunggu kita," ucap Daniel seraya menarik tangan istrinya. Sesampainya mereka di hadapan baginda raja, Alphonse Roches. Karina tidak bisa tidak terpana menyaksikan keagungan bangunan yang menjadi tempat tinggal raja Austria dan permaisurinya tersebut. Lorong-lorong berlapis emas setebal 20 sentimeter melapisi bagian dalam rumah. Belum lagi ornamen megah dan perabotan-perabotan mahal serta koleksi-koleksi tak ternilai yang menghiasi di sana sini. Mungkin jika rumah itu dijual, uang hasil penjualan cukup untuk menafkahi seluruh orang miskin di ibukota selama 100 tahun lamanya. Bagi pangeran Daniel, seluruh harta kekayaan itu hanyalah angin lalu yang bisa hilang kapan saja selama keempat saudaranya masih berupaya merebut tahta putra mahkota. Beda dengan Karina yang menganggap semua harta itu akan jadi milik Daniel sepenuhnya. Di hadapan mereka .... Berdiri pria tua dengan jenggot putih panjang. Pria tua itu adalah raja Austria. Beliau berkata dengan tegas, "Katakanlah apa yang mau kau katakan anakku. Aku juga sudah membawa permaisuri Lydia kesini. Jika istrimu tidak enak hati mengatakannya, maka biarlah kamu yang katakan." "Baik ayahanda." Sebelah tangan Pangeran Daniel merangkul istrinya. Karina nampak sangat tegang. Tidak yakin apakah cara ini akan berhasil setelah dua kali menemui kegagalan. "Jadi begini ayah ... Aku ingin melaporkan perbuatan buruk ibu kepada istriku. Aku tahu ibu tidak menyetujui pernikahan kami, tapi menyebut Karina pelacur dan menyebut anaknya anak haram sama saja dengan menampar wajahku dengan kotoran sapi. Apa ibu tidak pernah memperhatikan bagaimana perasaanku saat istri dan anakku dikatai demikian?" Daniel sedikit membelokkan pandangannya ke ruangan gelap di sebelah tahta raja. Disanalah permaisuri Lydia biasanya bersembunyi saat raja kedatangan tamu. Baginda raja tidak langsung memanggil permaisurinya. Baginda raja berkata setelah terdiam cukup lama. "Daniel, Karina, sebenarnya permaisuri Lydia sudah lebih dulu mengadu padaku. Ini menyangkut soal pernikahan kalian berdua." Glek! Karina meneguk saliva dengan kencang. Mungkinkah ibu mertuanya merencanakan sesuatu yang besar? Daniel tidak ingin kalah. Pemuda itu meninggikan suaranya dan berkata, "Mohon ayah jangan langsung percaya kata-kata ibu. Istri saya adalah gadis baik-baik, dia tidak hamil dengan siapapun di luar nikah. Saya bisa pastikan itu. Dan saya akan menyumpal mulut siapapun yang menyebarkan gosip tidak benar itu dengan kotoran sapi kalau mereka tidak mau berhenti!" Karina memandang Daniel dengan takjub. Ini pertama kalinya Daniel membelanya di hadapan baginda raja. Menyaksikan keberanian suaminya, air mata Karina tidak dapat dibendung. "Bukan itu yang ingin ayah katakan. Soal gosip itu, tentu saja kita akan memberantasnya. Yang ingin ayah katakan adalah menyangkut kelayakan istrimu menjadi bagian dari keluarga kita." "Apa maksud ayah?" Jantung Karina kembali berpacu. Arah pembicaraan berubah ke membahas kelayakan Karina. Sang Baginda awalnya setuju dengan pernikahan itu karena dia percaya putranya takkan memilih sembarang wanita. Sebenarnya Karina bukan sekadar rakyat kecil. Dia sarjana ilmu psikologi namun sayang nasih baik tidak menghampiri dirinya. Karina mengalami kecelakaan mobil yang membuat kedua belah tangannya lumpuh selama berbulan-bulan. Mengakibatkan trauma bertumbuh di dalam pikirannya. Dan akibat dari trauma itu, Karina tidak pernah lagi menyentuh benda-benda lokomotif seperti sepeda motor, mobil, kereta api, dan lain-lain. Karina mengidap Amaxophobia akut sebagai akibat dari trauma berkepanjangan. "Kalau bukan karena Amaxophobia yang kualami, aku tidak akan bekerja di cafe itu dan bertemu pangeran Daniel," kata Karina dalam hati. "Tragedi itu sudah menjadi berkah bagiku. Tapi apa ini? Ternyata pernikahanku ditentang keras oleh keluarga Roches. Kenapa pula mereka baru mengatakannya saat aku mengandung anak pangeran Daniel?" Dua butir air mata jatuh dari kelopak matanya. Inilah awal dari ujian yang sebenarnya.Niat Daniel mendamaikan istri dan ibunya ternyata mendapat pertentangan dari baginda raja Alphonse Roches yang sudah terpengaruh mulut beracun istrinya.Baginda raja mempertanyakan kelayakan Karina sebagai permaisuri putri atau istri dari pangeran mahkota. Seperti yang kita semua tahu, seorang menantu memiliki kewajibannya masing-masing tidak terkecuali Karina."Selama ini istrimu sudah merasakan manfaat menjadi menantu raja. Tapi sudahkah dia memberi manfaat untuk kita?" Tanya sang raja dengan lugas sambil melirik ke kalung baru Karina."Ayah .... Istriku sedang hamil, apakah melahirkan pewaris tidak cukup untuk ayah?" Daniel membela Karina."Melahirkan pewaris itu nanti, kalau dia berhasil melahirkannya dengan sehat."Pangeran Daniel ingin mendebat tapi bibirnya kalah cepat melawan ayahnya. "Begini saja Daniel. Istrimu tidak bisa diharapkan meringankan bebanmu. Ayah sarankan, ceraikan saja dia setelah melahirkan anaknya. Lalu, kamu meni
"Karina ... "Daniel menyentuh rambut Karina dengan lembut. Semerbak parfum seketika tercium dari leher wanita yang baru berusia 24 tahun itu.Karina tidak menjawab. Mulutnya masih berat untuk berkata-kata.Daniel menaruh tangannya di tempat yang dirasanya tepat, kemudian merangkul istrinya. Lagi-lagi aroma memabukkan memenuhi hidungnya.Daniel tidak pernah mengendus istrinya sedekat ini. Sebenarnya, dia pria yang buruk di ranjang. Daniel tidak pernah menyisakan cukup tenaga untuk memuaskan Karina.Untungnya Karina adalah wanita polos yang sampai menikah masih menjaga keperawanan. Jadinya ketidakbecusan Daniel di ranjang tidak terlalu mengganggunya."Katakan sesuatu. Apa kamu serius ingin membuktikan diri?"Karina membuka bibirnya. Pertanyaan Daniel menyulut semangatnya."Iya. Katakan saja apa yang bisa kubantu.""Maaf. Karena akulah kamu diremehkan. Sejujurnya, aku tidak menyangka ibu akan menentang sa
"Aku tidak akan menunjukkan wajah sampai berhasil mengambil alih kepemilikan toko Royal Roches. Sebagai langkah awal dari pembuktian diriku, aku berjanji tidak akan gagal," kata Karina dengan mantap."Ya, semoga berhasil, Karina." Daniel mengecup dahi Karina untuk terakhir kalinya.Dengan penuh percaya diri, Karina melangkah memasuki pelataran toko Royal Roches. Toko itu berdiri megah dengan arsitektur bergaya Eropa klasik, jendela-jendelanya besar dengan kaca patri yang berwarna-warni, memantulkan sinar matahari menjadi kilauan indah. Pintu masuknya besar dan berat, terbuat dari kaca dengan ukiran rumit, menunjukkan kemewahan dan prestise."Selamat datang, tamu yang terhormat. Saya lihat suami Anda tidak datang bersama Anda," sapa seorang wanita penjaga pintu dengan ramah."Oh, kamu melihat suamiku. Berarti kamu sudah tahu aku siapa, kan?""Tentu saja, Nyonya Roches.""Bagus. Aku butuh pemandu untuk melihat-lihat tempat ini."
"Aku takkan jatuh dalam perangkapku, Hehee ... " ucap Eileen dalam hati. Selagi Karina kebingungan, Eileen memasukkan tangan kirinya ke laci, mengambil surat yang diperlukan Karina untuk mengesahkan pembelian skala besar lalu meremasnya sampai rusak. Dengan santainya kertas itu jatuh dari tangannya ke tong sampah. "Benarkah kamu sedang hamil? Biar kuperiksa perutmu. Kalau ternyata yang kamu katakan itu benar, itu bisa jadi senjata itu melawan suamimu." Kejujuran Karina membuat Eileen terkejut. "Jika suamimu segitu tidak sayangnya padamu, aku bisa membantumu mendapatkan cintanya kembali." Eileen semakin mati kata. Karina lebih hebat dari perkiraannya. Sekarang posisi mereka mulai terbalik. Eileen menunjukkan perutnya. Dia tidak bisa mengelak karena sedang terakting sebagai istri yang tersakiti. Jika tiba-tiba dia melawan maka akan menegaskan sebuah dusta. "Sebagai sesama wanita dan juga sama-sama sedang hami
Karina terlihat lebih cantik hari ini. Sebagai calon permaisuri masa depan, Karina harus tampil semenawan mungkin dan tidak boleh menunjukkan kecacatan di mata publik. Di hadapan ratusan pasang mata dan kamera Karina menunjukkan senyum terbaiknya. Seorang wanita lulusan jurusan psikologi bisa menampilkan senyum natural yang tidak dicurigai oleh siapapun. "Nyonya Karina Roches, mohon berikan pendapat anda soal produk-produk Royal Roches." Pinta seorang wartawan wanita berwajah blasteran. "Kenapa anda tiba-tiba memborong produk-produk itu kemudian menjualnya kembali di tempat anda?" timpal Wartawan pria di sebelahnya. Sebentar saja para wartawan melemparkan berbagai pertanyaan, mereka terdiam saat mendengar suara tawa lembut yang menggetarkan hati. Karina akhirnya mulai menjawab pertanyaan satu persatu. Intonasinya halus bercampur tegas. Membuat orang yang mendengarnya merasa terhipnotis. Suara Karina sangat unik dan khas sehingga
Karina pulang jam 8 malam. Sebentar lagi suaminya akan pulang dan Karina belum bersiap-siap. "Aku harus secepatnya ganti baju ke mode istri seksi. Sebaiknya aku pakai lingerie warna apa malam ini?" Karina ingin bertanya ke Storm. Si bodyguard itu katanya pandai memuaskan laki-laki, tapi Karina terlalu malu untuk mengatakannya. Storm melihat tingkah tidak biasa Karina, berpikir majikannya itu sedang mengalami Morning Sickness. Storm pun dengan sigap mengantar Karina ke kamar mandi. "Muntahlah sepuas anda. Saya akan berjaga disini. Tidak perlu buru-buru, saya pernah berada di posisi anda." kata Storm sambil mendorong punggung Karina perlahan. "I—iya, terima kasih Storm." Karina tidak menyadari keberadaan mobil permaisuri Lydia di halaman rumahnya. Malam itu langit seolah tidak menurunkan cahaya seperti malam-malam sebelumnya dan lampu halaman pecah akibat terlalu tua. Ditambah mobil permaisuri Lydia berwar
Dalam pernikahan selalu ada pahit dan manisnya. Pangeran Daniel tidak pernah menyangka ibu yang selama ini membesarkannya akan bertindak begitu kejam pada wanita nomor dua paling dia cintai dalam hidupnya. Pangeran Garam tidak bisa berkata-kata. Ini adalah pernyataan perang secara terbuka. Ibu mereka mungkin sudah angkat tangan perkara pangeran Daniel dan memilih mendukung putranya yang lain. "Beraninya ibu memukuli kamu!! Dia pikir dia siapa?!" "Sudahlah mas, biar bagaimanapun dia itu ibumu." Karina tidak sanggup membendung air matanya. Daniel tidak habis pikir. Setan apa yang merasuki ibunya sampai bertindak sedemikian kejam? "Malam ini juga kita ke rumah ibu! Tidak akan kubiarkan dia beristirahat dengan tenang setelah apa yang dia lakukan padamu! Akan kukembalikan setiap serangannya padamu!" Karina terkejut dan gesit memeluk suaminya. Dia sudah hilang akal. Memukul permaisuri sama saja dengan bunuh diri.
Malam yang sangat seru. Bulan bersinar terang di akhir perjalanannya menyusuri malam. Di sisi lain dunia, matahari mengintip dari kaki langit. Dua kubu yang berselisih dipimpin oleh pangeran Daniel dan Pangeran Garam melawan orang tuanya sendiri, Yang Mulia Raja dan Permaisuri Lydia. Pangeran Daniel sangat puas bisa melihat wajah ibunya hari ini. Dia berkata, "Ibu, jangan salahkan aku semua ini terjadi. Ibulah yang menyerang kami lebih dulu." Mata pangeran Daniel melotot tajam, jantungnya berdebar kuat, amarahnya memuncak. Yang Mulia Raja memberi kesempatan istrinya untuk menjelaskan sementara dia mengawasi dari belakang. "Kamu masih menganggap wanita tidak tahu diri itu istrimu! Astaga Daniel. Kena sihir apa kamu sebenarnya?" "Aku tidak sedang kena sihir. Justru ibulah yang tersihir oleh setan! Kenapa ibu memukuli Karina? Dia itu sedang mengandung anakku bu! Cucu ibu juga!!" tutur Daniel dengan hati tercabik-cabik. S