"Karina ... "
Daniel menyentuh rambut Karina dengan lembut. Semerbak parfum seketika tercium dari leher wanita yang baru berusia 24 tahun itu. Karina tidak menjawab. Mulutnya masih berat untuk berkata-kata. Daniel menaruh tangannya di tempat yang dirasanya tepat, kemudian merangkul istrinya. Lagi-lagi aroma memabukkan memenuhi hidungnya. Daniel tidak pernah mengendus istrinya sedekat ini. Sebenarnya, dia pria yang buruk di ranjang. Daniel tidak pernah menyisakan cukup tenaga untuk memuaskan Karina. Untungnya Karina adalah wanita polos yang sampai menikah masih menjaga keperawanan. Jadinya ketidakbecusan Daniel di ranjang tidak terlalu mengganggunya. "Katakan sesuatu. Apa kamu serius ingin membuktikan diri?" Karina membuka bibirnya. Pertanyaan Daniel menyulut semangatnya. "Iya. Katakan saja apa yang bisa kubantu." "Maaf. Karena akulah kamu diremehkan. Sejujurnya, aku tidak menyangka ibu akan menentang sampai sekeras itu." Karina kembali terdiam. Ada rasa marah dan rasa iba kepada suaminya. "Kamu menyuruhku begitu supaya aku tidak terlibat dalam kompetisi kalian kan. Makanya kamu tidak perlu minta maaf. Aku tahu, kamu sebenarnya sangat sayang padaku." Tiba-tiba Karina ingin memasak sesuatu. Segera gadis itu melangkah ke dapur rumahnya. Dengan nada lembut meminta para koki menyiapkan bahan makanan kemudian melakukan semuanya sendiri. Karina memasak dua hidangan. Hidangan favoritnya dan hidangan favorit Daniel. "Mari makan, sayang. Sebentar lagi jam makan siang." Daniel buru-buru menarik kursi untuk istrinya namun Karina justru melakukan yang sama. Setelah sesi tatap menatap yang canggung, keduanya pun tertawa geli menyadari kelucuan tingkah suami dan istrinya. mereka. Segera setelah dia menghabiskan makanannya, Karina menunggu Daniel selesai makan kemudian membuka sesi berbicara. "Sayang, kamu belum menjawab pertanyaanku," kata Karina memancing. Daniel tidak marah pada Karina. Membicarakan hal serius setelah makan, di meja makan sudah menjadi tradisi keluarga yang diadaptasi dari kebiasaan mereka saat perang dunia pertama. "Karina ... Tidak peduli apapun yang dikatakan orang. Kamu tetap istriku yang paling membanggakan." "Tapi yang mengatakan itu bukan orang. Tapi ibu mertuaku sendiri. Aku tidak bisa pura-pura tidak mendengarnya." Sahut Karina dengan mantap. Matanya tajam menyoroti Daniel. Prianya itu masih ragu untuk melibatkan dirinya. Tidak kunjung mendapat jawaban, Karina menjadi kesal dan meninggalkan Daniel di ruang tengah. Apa aku harus melibatkan dia? Tidak. Aku tidak ingin melibatkan Karina. Entah akan sehancur apa hatiku kalau sampai terjadi sesuatu padanya. Tapi ... Kalau Karina tidak terlibat dengan konflik keluarga, selamanya dia takkan dianggap ada di keluarga ini. Kenapa aku sebagai pangeran tidak bisa mengangkat derajat istriku sendiri!! Plang! Daniel memukul kepalanya dengan botol wine. Karina yang sedang berjalan menuju kamar mendengar suara itu dan berlari kembali ke kamar. "Daniel!" "Haha ... Apa aku mengejutkanmu. Kamu lebih mengejutkanku hari ini," "Kepalamu berdarah ... Apa sih yang kamu lakukan?" "Hehehee ... " Karina membalut perban ke luka di dahi Daniel. Suaminya itu terus cengar-cengir seperti anak kecil. "Katakan! Kenapa tiba-tiba memukul kepala dengan botol wine?" Daniel menatap istrinya dengan lembut, kemudian berkata, "Aku khilaf." "Khilaf kok sampai segitunya?" "Hehehee ... " "Oh ya, aku belum menjawab pertanyaanmu kan?" Karina mengangguk. "Mudah saja kalau kamu ingin diakui oleh anggota keluarga. Mulailah dengan menguasai bisnis nomor satu di kota Winter. Toko perhiasan Royal Roches." Royal Roches adalah bisnis perhiasan milik pangeran keempat. Karena tahu sedikit banyaknya soal toko perhiasan itu. Membuatnya ragu untuk melaksanakan perintah Daniel. "Dengan cara apa aku harus merebutnya?" Daniel mulai mengajari Karina tata cara bersaing dengan benar. *** "Karina," bisiknya lembut, "biarkan aku merawatmu malam ini." Karina tersenyum tipis. Izin diberikan lewat bahasa tubuh. Daniel mengambil tangan Karina dalam genggamannya, mengangkatnya dengan lembut dan mulai menggerakkan jarinya di sepanjang telapak tangannya. Sentuhannya lembut dan penuh kasih sayang, seolah-olah dia memainkan instrumen yang paling berharga. "Kamu siap?" "Siap sayang," Jari-jari Daniel menari dengan penuh keahlian, membuat lingkaran kecil dan pola-pola rumit di kulit Karina. Setiap sentuhan membawa rasa tenang dan nyaman yang meresap ke dalam tubuhnya. Karina menutup matanya, menikmati setiap sentuhan lembut sekaligus intim itu. "Kulit istriku sangat lembut. Membelainya membuat tanganku berhenti kaku. Rasanya berbeda sekali dengan meremas tumpukan kertas dokumen." Daniel tersenyum bahagia. Daniel kemudian beralih ke jari-jarinya, memijat lembut setiap ruasnya, melepaskan ketegangan yang tersimpan di sana. "Teruskan Daniel. Kamu orang pertama yang bisa memijat seluruh tubuhku. Benar-benar yang pertama," "Iya. Senang mendengarnya," sahut Daniel singkat. Setelah beberapa saat, Daniel menarik Karina ke dalam pelukannya. Dia membungkus lengannya di sekeliling tubuh Karina, memeluknya dengan erat namun penuh kelembutan. Detak jantungnya yang stabil dan hangat menenangkan hati istri muda itu. Disaat yang sama Karina menemukan rasa aman yang begitu mendalam. Lanjut menenggelamkan wajah di dada suaminya, mendengarkan detak jantung yang ritmis dan menenangkan. Karina memberanikan diri bertanya hal serius di tengah situasi yang perlahan menjadi intim. "Apa kamu yakin aku tidak akan membuat masalah?" "Aku yakin. Kamu kan sarjana pendidikan tinggi." "Seberapa percaya kamu kepadaku?" "Jika kepercayaan dapat diwakilkan dengan angka. Maka kepercayaanku kepadamu 1000 banding 10." "Benarkah?" Karina makin merona. "Jangan khawatir sayangku." Daniel sudah bosan dengan permainan kata dan semakin mengencangkan pelukannya. Daniel menyandarkan dagunya di atas kepala Karina, melingkarkan jari-jarinya di rambutnya yang lembut. Dia mengelusnya perlahan, memberikan kenyamanan dalam setiap gerakan. Karina bisa merasakan cinta dan perhatian dalam setiap sentuhan suaminya, membuatnya merasa dicintai dan dilindungi. Ada alasan khusus mengapa Daniel memulai aktivitas malam mereka dengan permainan jari dan pelukan. Daniel sadar dirinya takkan mampu memuaskan Karina dalam pertempuran sesungguhnya, Daniel mengambil jalan pintas. Karina pun mencapai klimaks tanpa berhubungan intim. *** Kembali Daniel membahas soal pelajaran tadi pagi. "Kamu sudah mengerti apa yang harus kamu lakukan pertama kali kan?" "Iya sayang. Tenang saja." Karina memandang keluar jendela kamar sambil sesekali menoleh ke suaminya. *** Keesokan harinya, Karina bangun lebih awal, mandi, sarapan, dan bersiap-siap. Saat Daniel membuka matanya. Saat Daniel belum sadar sepenuhnya dari buaian mimpi, Karina sudah duduk di tepi tempat tidur dengan baju bagus. "Pangeran tampanku sudah bangun, bersediakah kamu mengantarkan kepergianku hari ini?" Karina mengimprovisasi cara bicaranya. Membuat suaminya yang belum baru setengah nyawa tertawa geli. "Apanya yang lucu—" Daniel mendorong tubuh Karina sampai jatuh ke tepi tempat tidur. "Hentikan! Kamu akan menghancurkan make up ku!" Mata Daniel berbinar bagai berhasil menangkap harta karun. Dengan penuh kelembutan berbisik di telinga Karina yang sudah siap berangkat. "Satu kali lagi sebelum berangkat, boleh kan?""Aku tidak akan menunjukkan wajah sampai berhasil mengambil alih kepemilikan toko Royal Roches. Sebagai langkah awal dari pembuktian diriku, aku berjanji tidak akan gagal," kata Karina dengan mantap."Ya, semoga berhasil, Karina." Daniel mengecup dahi Karina untuk terakhir kalinya.Dengan penuh percaya diri, Karina melangkah memasuki pelataran toko Royal Roches. Toko itu berdiri megah dengan arsitektur bergaya Eropa klasik, jendela-jendelanya besar dengan kaca patri yang berwarna-warni, memantulkan sinar matahari menjadi kilauan indah. Pintu masuknya besar dan berat, terbuat dari kaca dengan ukiran rumit, menunjukkan kemewahan dan prestise."Selamat datang, tamu yang terhormat. Saya lihat suami Anda tidak datang bersama Anda," sapa seorang wanita penjaga pintu dengan ramah."Oh, kamu melihat suamiku. Berarti kamu sudah tahu aku siapa, kan?""Tentu saja, Nyonya Roches.""Bagus. Aku butuh pemandu untuk melihat-lihat tempat ini."
"Aku takkan jatuh dalam perangkapku, Hehee ... " ucap Eileen dalam hati. Selagi Karina kebingungan, Eileen memasukkan tangan kirinya ke laci, mengambil surat yang diperlukan Karina untuk mengesahkan pembelian skala besar lalu meremasnya sampai rusak. Dengan santainya kertas itu jatuh dari tangannya ke tong sampah. "Benarkah kamu sedang hamil? Biar kuperiksa perutmu. Kalau ternyata yang kamu katakan itu benar, itu bisa jadi senjata itu melawan suamimu." Kejujuran Karina membuat Eileen terkejut. "Jika suamimu segitu tidak sayangnya padamu, aku bisa membantumu mendapatkan cintanya kembali." Eileen semakin mati kata. Karina lebih hebat dari perkiraannya. Sekarang posisi mereka mulai terbalik. Eileen menunjukkan perutnya. Dia tidak bisa mengelak karena sedang terakting sebagai istri yang tersakiti. Jika tiba-tiba dia melawan maka akan menegaskan sebuah dusta. "Sebagai sesama wanita dan juga sama-sama sedang hami
Karina terlihat lebih cantik hari ini. Sebagai calon permaisuri masa depan, Karina harus tampil semenawan mungkin dan tidak boleh menunjukkan kecacatan di mata publik. Di hadapan ratusan pasang mata dan kamera Karina menunjukkan senyum terbaiknya. Seorang wanita lulusan jurusan psikologi bisa menampilkan senyum natural yang tidak dicurigai oleh siapapun. "Nyonya Karina Roches, mohon berikan pendapat anda soal produk-produk Royal Roches." Pinta seorang wartawan wanita berwajah blasteran. "Kenapa anda tiba-tiba memborong produk-produk itu kemudian menjualnya kembali di tempat anda?" timpal Wartawan pria di sebelahnya. Sebentar saja para wartawan melemparkan berbagai pertanyaan, mereka terdiam saat mendengar suara tawa lembut yang menggetarkan hati. Karina akhirnya mulai menjawab pertanyaan satu persatu. Intonasinya halus bercampur tegas. Membuat orang yang mendengarnya merasa terhipnotis. Suara Karina sangat unik dan khas sehingga
Karina pulang jam 8 malam. Sebentar lagi suaminya akan pulang dan Karina belum bersiap-siap. "Aku harus secepatnya ganti baju ke mode istri seksi. Sebaiknya aku pakai lingerie warna apa malam ini?" Karina ingin bertanya ke Storm. Si bodyguard itu katanya pandai memuaskan laki-laki, tapi Karina terlalu malu untuk mengatakannya. Storm melihat tingkah tidak biasa Karina, berpikir majikannya itu sedang mengalami Morning Sickness. Storm pun dengan sigap mengantar Karina ke kamar mandi. "Muntahlah sepuas anda. Saya akan berjaga disini. Tidak perlu buru-buru, saya pernah berada di posisi anda." kata Storm sambil mendorong punggung Karina perlahan. "I—iya, terima kasih Storm." Karina tidak menyadari keberadaan mobil permaisuri Lydia di halaman rumahnya. Malam itu langit seolah tidak menurunkan cahaya seperti malam-malam sebelumnya dan lampu halaman pecah akibat terlalu tua. Ditambah mobil permaisuri Lydia berwar
Dalam pernikahan selalu ada pahit dan manisnya. Pangeran Daniel tidak pernah menyangka ibu yang selama ini membesarkannya akan bertindak begitu kejam pada wanita nomor dua paling dia cintai dalam hidupnya. Pangeran Garam tidak bisa berkata-kata. Ini adalah pernyataan perang secara terbuka. Ibu mereka mungkin sudah angkat tangan perkara pangeran Daniel dan memilih mendukung putranya yang lain. "Beraninya ibu memukuli kamu!! Dia pikir dia siapa?!" "Sudahlah mas, biar bagaimanapun dia itu ibumu." Karina tidak sanggup membendung air matanya. Daniel tidak habis pikir. Setan apa yang merasuki ibunya sampai bertindak sedemikian kejam? "Malam ini juga kita ke rumah ibu! Tidak akan kubiarkan dia beristirahat dengan tenang setelah apa yang dia lakukan padamu! Akan kukembalikan setiap serangannya padamu!" Karina terkejut dan gesit memeluk suaminya. Dia sudah hilang akal. Memukul permaisuri sama saja dengan bunuh diri.
Malam yang sangat seru. Bulan bersinar terang di akhir perjalanannya menyusuri malam. Di sisi lain dunia, matahari mengintip dari kaki langit. Dua kubu yang berselisih dipimpin oleh pangeran Daniel dan Pangeran Garam melawan orang tuanya sendiri, Yang Mulia Raja dan Permaisuri Lydia. Pangeran Daniel sangat puas bisa melihat wajah ibunya hari ini. Dia berkata, "Ibu, jangan salahkan aku semua ini terjadi. Ibulah yang menyerang kami lebih dulu." Mata pangeran Daniel melotot tajam, jantungnya berdebar kuat, amarahnya memuncak. Yang Mulia Raja memberi kesempatan istrinya untuk menjelaskan sementara dia mengawasi dari belakang. "Kamu masih menganggap wanita tidak tahu diri itu istrimu! Astaga Daniel. Kena sihir apa kamu sebenarnya?" "Aku tidak sedang kena sihir. Justru ibulah yang tersihir oleh setan! Kenapa ibu memukuli Karina? Dia itu sedang mengandung anakku bu! Cucu ibu juga!!" tutur Daniel dengan hati tercabik-cabik. S
Karina mengingat setiap bait kata yang terucap dari mulut suaminya. Sebesar itukah cinta Daniel kepadanya? Sampai bersumpah akan mengembalikan pukulan yang diterima Karina. Karina tahu pangeran Daniel berangkat pagi-pagi sekali bersama belasan orang. Yang tidak Karina ketahui adalah ... Belasan orang itu masing-masing membawa 50 orang, siap menyerang kediaman Yang Mulia Raja. "Hatiku sangat gelisah. Sekarang pangeran Daniel pasti sudah sampai di rumah Raja dan bertengkar dengan ibunya." Sepintar-pintarnya Karina dia tetaplah mantan rakyat jelata yang tidak pernah bersenggolan dengan keluarga kerajaan. Sederhananya, Karina tidak tahu CARA MAIN anggota kerajaan.Karina mengambil ponselnya. Mengetuk ikon WhatsApp, membaca beberapa pesan dari ibunya lalu memastikan apakah Storm masih aktif.[Karina : Storm, kalau kau ada di depan pintuku, tolong beri kode tiga kali ketukan. Aku akan membukakan pintu.]Storm memang sedang berjaga d
"Aduh!" Permaisuri Sylvana memukul punggung suaminya. "Kamu marah aku membantu kakak ipar?" "Tidak." jawab Sylvana singkat dan lembut, tangannya sibuk mengurus luka sayatan benda tajam di punggung Pangeran Garam. Berbeda dengan Pangeran Daniel yang menyembunyikan luka tembaknya dari istrinya, Pangeran Garam justru tidak mau diobati orang selain istrinya. Dengan cekatan, Sylvana menjahit luka lalu menutupnya dengan perban. Sylvana pun menasihati Pangeran Garam, "Aku tahu kamu kuat. Tapi kamu juga tidak abadi. Kalau situasi berubah berbahaya, pulanglah! Lebih baik kita mempertahankan rumah dan mati bersama daripada tubuhmu di lempar ke lubang dan hilang selamanya." Saat mengatakan itu Sylvana mengusap matanya beberapa kali. Pangeran Garam terdiam sebelum berkata, "Maaf. Lain kali tidak akan seperti ini lagi." lalu menarik tubuh Sylvana ke dalam pelukan hangatnya.Dipeluk oleh tubuh sixpack sang pangeran membuat