Share

Bab 6 Keahlian Tangan Sang Pangeran

"Karina ... "

Daniel menyentuh rambut Karina dengan lembut. Semerbak parfum seketika tercium dari leher wanita yang baru berusia 24 tahun itu.

Karina tidak menjawab. Mulutnya masih berat untuk berkata-kata.

Daniel menaruh tangannya di tempat yang dirasanya tepat, kemudian merangkul istrinya. Lagi-lagi aroma memabukkan memenuhi hidungnya.

Daniel tidak pernah mengendus istrinya sedekat ini. Sebenarnya, dia pria yang buruk di ranjang. Daniel tidak pernah menyisakan cukup tenaga untuk memuaskan Karina.

Untungnya Karina adalah wanita polos yang sampai menikah masih menjaga keperawanan. Jadinya ketidakbecusan Daniel di ranjang tidak terlalu mengganggunya.

"Katakan sesuatu. Apa kamu serius ingin membuktikan diri?"

Karina membuka bibirnya. Pertanyaan Daniel menyulut semangatnya.

"Iya. Katakan saja apa yang bisa kubantu."

"Maaf. Karena akulah kamu diremehkan. Sejujurnya, aku tidak menyangka ibu akan menentang sampai sekeras itu."

Karina kembali terdiam. Ada rasa marah dan rasa iba kepada suaminya.

"Kamu menyuruhku begitu supaya aku tidak terlibat dalam kompetisi kalian kan. Makanya kamu tidak perlu minta maaf. Aku tahu, kamu sebenarnya sangat sayang padaku."

Tiba-tiba Karina ingin memasak sesuatu. Segera gadis itu melangkah ke dapur rumahnya. Dengan nada lembut meminta para koki menyiapkan bahan makanan kemudian melakukan semuanya sendiri. Karina memasak dua hidangan. Hidangan favoritnya dan hidangan favorit Daniel.

"Mari makan, sayang. Sebentar lagi jam makan siang."

Daniel buru-buru menarik kursi untuk istrinya namun Karina justru melakukan yang sama. Setelah sesi tatap menatap yang canggung, keduanya pun tertawa geli menyadari kelucuan tingkah suami dan istrinya. mereka.

Segera setelah dia menghabiskan makanannya, Karina menunggu Daniel selesai makan kemudian membuka sesi berbicara.

"Sayang, kamu belum menjawab pertanyaanku," kata Karina memancing.

Daniel tidak marah pada Karina. Membicarakan hal serius setelah makan, di meja makan sudah menjadi tradisi keluarga yang diadaptasi dari kebiasaan mereka saat perang dunia pertama.

"Karina ... Tidak peduli apapun yang dikatakan orang. Kamu tetap istriku yang paling membanggakan."

"Tapi yang mengatakan itu bukan orang. Tapi ibu mertuaku sendiri. Aku tidak bisa pura-pura tidak mendengarnya." Sahut Karina dengan mantap. Matanya tajam menyoroti Daniel. Prianya itu masih ragu untuk melibatkan dirinya.

Tidak kunjung mendapat jawaban, Karina menjadi kesal dan meninggalkan Daniel di ruang tengah.

Apa aku harus melibatkan dia?

Tidak. Aku tidak ingin melibatkan Karina. Entah akan sehancur apa hatiku kalau sampai terjadi sesuatu padanya.

Tapi ... Kalau Karina tidak terlibat dengan konflik keluarga, selamanya dia takkan dianggap ada di keluarga ini.

Kenapa aku sebagai pangeran tidak bisa mengangkat derajat istriku sendiri!!

Plang!

Daniel memukul kepalanya dengan botol wine.

Karina yang sedang berjalan menuju kamar mendengar suara itu dan berlari kembali ke kamar.

"Daniel!"

"Haha ... Apa aku mengejutkanmu. Kamu lebih mengejutkanku hari ini,"

"Kepalamu berdarah ... Apa sih yang kamu lakukan?"

"Hehehee ... "

Karina membalut perban ke luka di dahi Daniel. Suaminya itu terus cengar-cengir seperti anak kecil.

"Katakan! Kenapa tiba-tiba memukul kepala dengan botol wine?"

Daniel menatap istrinya dengan lembut, kemudian berkata, "Aku khilaf."

"Khilaf kok sampai segitunya?"

"Hehehee ... "

"Oh ya, aku belum menjawab pertanyaanmu kan?"

Karina mengangguk.

"Mudah saja kalau kamu ingin diakui oleh anggota keluarga. Mulailah dengan menguasai bisnis nomor satu di kota Winter. Toko perhiasan Royal Roches."

Royal Roches adalah bisnis perhiasan milik pangeran keempat.

Karena tahu sedikit banyaknya soal toko perhiasan itu. Membuatnya ragu untuk melaksanakan perintah Daniel.

"Dengan cara apa aku harus merebutnya?"

Daniel mulai mengajari Karina tata cara bersaing dengan benar.

***

"Karina," bisiknya lembut, "biarkan aku merawatmu malam ini."

Karina tersenyum tipis. Izin diberikan lewat bahasa tubuh.

Daniel mengambil tangan Karina dalam genggamannya, mengangkatnya dengan lembut dan mulai menggerakkan jarinya di sepanjang telapak tangannya. Sentuhannya lembut dan penuh kasih sayang, seolah-olah dia memainkan instrumen yang paling berharga.

"Kamu siap?"

"Siap sayang,"

Jari-jari Daniel menari dengan penuh keahlian, membuat lingkaran kecil dan pola-pola rumit di kulit Karina. Setiap sentuhan membawa rasa tenang dan nyaman yang meresap ke dalam tubuhnya.

Karina menutup matanya, menikmati setiap sentuhan lembut sekaligus intim itu.

"Kulit istriku sangat lembut. Membelainya membuat tanganku berhenti kaku. Rasanya berbeda sekali dengan meremas tumpukan kertas dokumen." Daniel tersenyum bahagia.

Daniel kemudian beralih ke jari-jarinya, memijat lembut setiap ruasnya, melepaskan ketegangan yang tersimpan di sana.

"Teruskan Daniel. Kamu orang pertama yang bisa memijat seluruh tubuhku. Benar-benar yang pertama,"

"Iya. Senang mendengarnya," sahut Daniel singkat.

Setelah beberapa saat, Daniel menarik Karina ke dalam pelukannya. Dia membungkus lengannya di sekeliling tubuh Karina, memeluknya dengan erat namun penuh kelembutan. Detak jantungnya yang stabil dan hangat menenangkan hati istri muda itu.

Disaat yang sama Karina menemukan rasa aman yang begitu mendalam. Lanjut menenggelamkan wajah di dada suaminya, mendengarkan detak jantung yang ritmis dan menenangkan.

Karina memberanikan diri bertanya hal serius di tengah situasi yang perlahan menjadi intim. "Apa kamu yakin aku tidak akan membuat masalah?"

"Aku yakin. Kamu kan sarjana pendidikan tinggi."

"Seberapa percaya kamu kepadaku?"

"Jika kepercayaan dapat diwakilkan dengan angka. Maka kepercayaanku kepadamu 1000 banding 10."

"Benarkah?" Karina makin merona.

"Jangan khawatir sayangku." Daniel sudah bosan dengan permainan kata dan semakin mengencangkan pelukannya.

Daniel menyandarkan dagunya di atas kepala Karina, melingkarkan jari-jarinya di rambutnya yang lembut. Dia mengelusnya perlahan, memberikan kenyamanan dalam setiap gerakan. Karina bisa merasakan cinta dan perhatian dalam setiap sentuhan suaminya, membuatnya merasa dicintai dan dilindungi.

Ada alasan khusus mengapa Daniel memulai aktivitas malam mereka dengan permainan jari dan pelukan. Daniel sadar dirinya takkan mampu memuaskan Karina dalam pertempuran sesungguhnya, Daniel mengambil jalan pintas.

Karina pun mencapai klimaks tanpa berhubungan intim.

***

Kembali Daniel membahas soal pelajaran tadi pagi.

"Kamu sudah mengerti apa yang harus kamu lakukan pertama kali kan?"

"Iya sayang. Tenang saja."

Karina memandang keluar jendela kamar sambil sesekali menoleh ke suaminya.

***

Keesokan harinya, Karina bangun lebih awal, mandi, sarapan, dan bersiap-siap. Saat Daniel membuka matanya. Saat Daniel belum sadar sepenuhnya dari buaian mimpi, Karina sudah duduk di tepi tempat tidur dengan baju bagus.

"Pangeran tampanku sudah bangun, bersediakah kamu mengantarkan kepergianku hari ini?"

Karina mengimprovisasi cara bicaranya. Membuat suaminya yang belum baru setengah nyawa tertawa geli.

"Apanya yang lucu—"

Daniel mendorong tubuh Karina sampai jatuh ke tepi tempat tidur.

"Hentikan! Kamu akan menghancurkan make up ku!"

Mata Daniel berbinar bagai berhasil menangkap harta karun.

Dengan penuh kelembutan berbisik di telinga Karina yang sudah siap berangkat. "Satu kali lagi sebelum berangkat, boleh kan?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status